Anda di halaman 1dari 11

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KEDOKTERAN RADIOLOGI

LAPORAN KASUS

“Ameloblastoma”

Oleh:

Lalu Sayidiman Huzaif

H1A011039

Pembimbing:

dr. Novia Andansari Putri Restuingdyah, Sp.Rad

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK

MADYA BAGIAN/SMF RADIOLOGI RSUDP NTB

2022
AMELOBLASTOMA

Lalu Sayidiman Huzaif1Novia Andansari Putri Restuningdyah2

Abstrak

Ameloblastoma merupakan suatu neoplasma epitelial jinak dan berkisar 10% dari keseluruhan tumor
odontogenik. Ameloblastoma ditandai dengan pola pertumbuhan yang lambat dan dapat tumbuh
menjadi ukuran yang sangat besar dan menyebabkan deformitas fasial yang berat. Tumor ini paling
sering terjadi di mandibula posterior, terutama pada regio gigi molar ketiga, serta berhubungan
dengan kista folikular atau gigi yang impacted.

Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis ameloblastoma yaitu foto polos, CT scan
dan MRI. Gambaran radiografi ameloblastoma dapat bervariasi. Sebagian menampakkan gambaran lesi
lusen batas tegas, unilokular, well-corticated, yang sering berhubungan dengan corona gigi impacted
atau tidak erupsi, sehingga tidak bisa dibedakan dengan keratosis odontogenik dan kista dentigerus
pada radiografi. Sebagian ameloblastoma yang lain multilokular dengan septa internal dan honey
comb atau soap bubbles appearance yang seringkali serupa dengan keratosis odontogenik yang
besar.1,2,3

Meskipun demikian, hanya temuan histopatologis yang dapat membantu menentukan keganasan
tumor dan adanya perubahan karsinomatosa.

Katakunci

ameloblastoma, tumor odontogenik, solid, multikistik, unikistik, soap bubbles1

Fakultas Kedokteran Universitas Mataram

*e-mail: novia .putr i5@gma il.c om


Pendahuluan Ameloblastoma dapat terjadi pada kisaran
usia yang lebar, dengan puncak kejadian pada
Ameloblastoma adalah suatu neoplasma
dekade ketiga dan keempat, dan tidak terdapat
epitelial jinak dan berkisar 10% dari
pre- dileksi jenis kelamin. 3,4
keseluruhan tumor odontogenik. 1
Ameloblastoma paling sering terjadi di
Neoplasma ini berasal dari sel pembentuk mandibula posterior, terutama pada regio gigi
enamel dari epitel odontogenik yang gagal molar ketiga, dan berhubungan dengan kista
mengalami regresi sela- ma perkembangan folikular atau gigi yang impacted. 2 Sekitar
embrional. Ameloblastoma ditandai dengan 15-20% kasus dila- porkan berasal dari
pola pertumbuhan yang lambat dan dapat tum- maxilla dengan hanya sekitar 2% yang
buh menjadi ukuran yang sangat besar dan
berasal dari anterior dari premolar. 5
menyebab- kan deformitas fasial yang berat.
Kelainan ini biasanya asimtomatik dan tidak Istilah ameloblastoma pertama kali
menyebabkan perubahan fungsi nervus dikenalkan oleh Gorlin yang mengidentifikasi

sensorik. 1–3 Cusack sebagai orang per- tama dengan


kelainan ini pada tahun 1827. Falkson
Istilah odontogenik dimaksudkan bahwa tumor memberikan deskripsi yang detail dari kelainan
bera- sal dari struktur pembentuk gigi. 3 Lesi ini pada tahun 1879. Histopatologi pertama
odontogenik sen- diri dapat dibedakan dideskripsikan oleh Wedl pada tahun 1853
menjadi lesi dengan mineralisasi dan lesi yang menyebutnya sebagai tumor
tanpa mineralisasi. Istilah mineralisasi cystosarcoma atau cystosarcoma adenoids dan
menga- rah pada perluasan produk yang dipikirk- an bahwa kelainan ini berasal dari
mengalami mineralisasi oleh lesi itu sendiri, tangkai gigi/lamina gigi. Malassez pada 1885
produk ini seperti enamel, dentin, dan memperkenalkan istilah ada- mantine
cementum atau jaringan kalsifikasi yang epithelioma sedangkan Derjinsky (1890)
menyerupai cementum. Sedangkan lesi mem- perkenalkan istilah adamantinoma.
odontogenik nonmineralisasi gagal dalam Meskipun demiki- an istilah ini telah
menampakkan mineralisasi internal dan se- dihindari dan tidak digunakan lagi. Ivy dan
cara klasik dideskripsikan sebagai lesi Churchill pada tahun 1930 menggunakan isti-
radiolusen. Lesi seperti ini dapat dikelilingi lah ameloblastoma sebagai terminologi yang
secara parsial atau komplit oleh struktur digunakan sampai sekarang. 6
mineral normal seperti gigi. Termasuk dalam
kelompok lesi odontogenik tanpa WHO pada tahun 1992 telah

mineralisasi ini yaitu ameloblastoma, mengklasifikasikan tumor odontogenik

keratosis odontogenik, kista dentigerus, kista menjadi 2 kelompok yaitu (1) neo- plasma dan

radikular. Sedangkan yang termasuk lesi tumor lain terkait dengan apparatus odonto-

odonteogenik dengan mineralisasi yaitu genik; dan (2) neoplasma dan lesi lain yang
terkait de- ngan tulang. Ameloblastoma sendiri
odontoma, myxoma odontogenik.1
termasuk ke dalam kelompok tipe 1 yang jinak, disebut odonto- genesis. Tiap-tiap gigi
pada sub tipe epitel odonto- genik tanpa berkembang dari (a) ectodermal cells, yang
ektomesenkim odontogenik, bersama-sama berkembang menjadi ameloblast dan regio
dengan squamous odotogenic tumour, gigi luar lain, dan (b) ectomesenchymal cells,
calcifying epi- thelial odontogenic tumor yang mem- bentuk odontoblasts dan papila
(Pindborg tumor), clear cell odontogenic dental. Proses ini dimu- lai pada corona gigi

tumor. 2 dan berlanjut hingga ke akar/radix. 2

2. Tinjauan Pustaka Odontogenesis terjadi dalam 4 tahap yaitu


; tahap bud, cap, bell, dan crown. Pada
2.1 Anatomi Gigi
minggu keenam per- kembangan embriologi,
Gigi pada orang dewasa ialah dentes sel mesenkimal menebal dan membentuk
permanentes. Pa- da tiap belah maxilla atau lamina dental primer. Sel ini mulai untuk
mandibula, dari frontal atau medial ke berinvaginasi membentuk tooth bud dengan
oksipital atau distal terdapat berturut-turut overlying cap. Pada minggu ke 20, tooth bud
dens incisivus pertama, dan kedua, dens nampak menjadi ben- tuk bell dengan sel
caninus, dens premolaris pertama dan kedua, ameloblastik dan odontoblastik aktif. Sel
dens molaris pertama dan ketiga. Pada satu ameloblastik memproduksi enamel gigi,
gigi dapat dibedakan corona den- tis kelihatan sedangkan sel odontoblastik membentuk
di luar gingiva, collum dentis terdapat di dentin. Produksi enamel memerlukan formasi
dalam gingiva, dan radix dentis terdapat di lengkap dari dentin. Kedua proses ini selesai
dalam alveo- lus. Di dalam gigi terdapat pada fase crown, dimana gigi dalam tahap
ruangan cavum dentis yang melanjutkan diri perkembangan akhir. Sebelum selesainya
di dalam radix dentis sebagai canalis radicis odontogene- sis, baik lamina dental primer
dentis bermuara pada pucuk radix dentis seba- dan sekunder menghilang. Adanya sisa sel
gai foramen apicis radicis dentis. Pada embrionik ini dapat menjadi lesi benigna atau

corona dapat dibedakan 5 dataran. 7 maligna dikemudian hari. 2

Susunan mikroskopis gigi yaitu dinding 2.2 Klasifikasi


gigi terdiri atas dentin (dentinum) atau
Ameloblastoma dapat dibagi menjadi 3
substansia eburnea, email (enamelum) atau
kelompok secara klinis dan radiologis, yaitu :
substansia adamantina, dan cementum atau
(1) solid atau multikistik; (2) unikistik dan (3)
substansia ossea atau crusta petrosa. 7 periferal. Ameloblastoma tipe solid
merupakan jenis yang paling banyak (86%).
Pada minggu keempat perkembangan
Tipe so- lid ini mempunyai kecenderungan
embriologik, arkus brachial pertama
untuk menjadi lebih agresif daripada tipe lain
membentuk madibula melalui fusi
dan mempunyai insidensi ke- kambuhan yang
prominensia mandibula bilateral. Struktur ini
tinggi. Tipe kedua yaitu unikistik (13%)
kemu- dian membentuk gigi melaui proses yang
mempunyai kavitas kistik yang besar dengan
prolifera- si sel ameloblastik luminal, intra Bailey dikatakan bahwa ameloblastoma
luminal, atau mural, sehingga sering juga merupakan tumor odontogenik yang ter-
disebut sebagai luminal ameloblas- tomas, 3
sering kedua setelah odontoma.
mural ameloblastomas dan ameloblastoma Ameloblastoma dapat terjadi pada kisaran
dari kista dentigerus. Tipe ini kurang agresif usia yang lebar, dengan puncak ke- jadian
dan dan kece- patan kekambuhannya rendah,
pada dekade ketiga dan keempat 3 , dan
meski pada lesi dengan invasi mural sebagai
tercatat insidensi tertinggi pada usia 33 tahun.
pengecualian dan harus diterapi lebih agresif.
6 Tumor ini jarang terjadi maksilar dan
Tipe ketiga yaitu ameloblastoma perife- ral
(sekitar 1%) secara histologis serupa dengan ameloblastoma ekstraosseus terjadi pada
ame- loblastoma solid. Tipe ini tidak umum kelompok usia yang sedikit lebih tua daripada
dan biasanya nampak sebagai lesi yang tidak kelompok ameloblastoma unikistik,
terlalu nyeri, non ulce- rated sessile atau lesi sedangkan granular cell ame- loblastoma
gingiva pedunculated pada ridge alveolar. terjadi pada kelompok usia yang lebih mu-

4,8–10 Tipe solid dan unikistik merupakan da. Kelainan ini menampakkan predileksi
jenis kelamin yang hampir sama dan tidak
ame- lobastoma intraossesus, sedangkan tipe
terdapat ras yang dominan secara spesifik.
periferal terjadi pada jaringan
3,4,6 Penelitian Schafer terkait ameloblas-
lunak/extraosseus. 11 Pembagian seperti ini
toma sinonasal memperlihatkan rata-rata usia
penting karena terapi lesi unikistik dapat lebih
penderita yaitu dekade 6 ke atas dan hampir
konse- rvatif, karena kurang agresif dan
keseluruhan pasien adalah pria. Penjelasan
ukurannya yang lebih kecil daripada tipe solid
dari hal ini kemungkinan bahwa
atau multikistik. 10 ameloblastoma sinonasal memerlukan periode
waktu yang lebih lama sebelum mencapai
Berdasarkan dari hasil histopatologisnya
ukuran tumor yang dapat menimbulkan
ameloblastoma dapat dibedakan menjadi tipe
follicular, plexiform, acanthoma- tous, gejala. 5 Tumor-tumor ini mungkin telah ada
granular cell, basal cell, desmoplastic, pada usia sebelumnya namun silent secara
unicystic, peripheral, dan varian lain yang 5
klinis dan gejalanya tidak spesifik.
lebih jarang seperti cle- ar cell variant, Meskipun bebera- pa penelitian menyatakan
papilliferous keratoameloblastoma. 4,6 bahwa insidensi meningkat pada individu
kulit hitam, namun pada beberapa peneli- tian
Ameloblastoma meskipun jarang dijumpai,
yang luas mengidentifikasi populasi Asia
merupak- an tumor odontogenik yang paling
sebagai kelompok dengan jumlah pasien yang
sering terjadi (10%-
terbanyak. 6 Ame- loblastoma paling sering
2.3 Epidemiologi terjadi di mandibula posterior, terutama pada

11%) dan terhitung sekitar 1% dari seluruh regio gigi molar ketiga, dan berhubungan
dengan kista folikular atau gigi yang
tumor pada regio kepala dan leher. 1,6 Pada
impacted. 2 Seba- gian besar ameloblastoma kelainan defisit nutrisi dan (3) patogenesis

terjadi di ramus dan corpus posterior viral. 13

mandibula pada 80% kasus. 1 Pada


Menurut Shafer 1974, kemungkinan
mandibula, area ramus angle molar lebih
sumber amelo- blastoma adalah sebagai
sering terkena 3 kali lipat daripada area pre
berikut (a) sisa-sisa sel organ enamel, sisa
molar dan anterior. 6 Sekitar 15-20% kasus lamina dental atau sisa lapisan hertwig’s, sisa
dilaporkan berasal dari maxilla dengan hanya epitel malases (b) epitel odontogenik, terutama
se- kitar 2% yang berasal dari anterior dari kista dentigerus dan odontoma, (c) gangguan

premolar. 5 Pada maxilla, area yang paling perkembangan organ enamel, (d) sel-sel basal

sering terkena yaitu area molar, namun kadang dari epitel permukaan rahang, (e) epitel

dapat juga dijumpai pada regio anteri- or, heterotopik dalam bagian lain tubuh,

sinus maksilaris, cavum nasi, orbita dan khususnya glandula pituitary. 14 Pernyataan

kadangkala hingga ke basis cranii. 6,10,12 bahwa sum- ber ameloblastoma berasal dari
epitel kista odontogenik
2.4 Etiologi
2.5 Gejala Klinis
Ameloblastoma berasal dari sel pembentuk
Secara klinis ameloblastoma biasanya
enamel dari epitel odontogenik yang gagal
asimtomatik dan tidak menyebabkan
mengalami regresi selama perkembangan
perubahan fungsi nervus sensorik. 3
embrional, misalnya sisa dari lamina gigi. 2,6
Bila sisa-sisa ini berada di luar tulang di Tumor ini berkembang dengan lambat,
dalam jaringan lunak dari gingiva atau hingga dapat menampakkan pembengkakan.
mukosa alveolar maka dapat menyebabkan Sebagian besar pasien secara khas datang
ameloblastoma periferal. Sumber lain yang dengan keluhan utama bengkak dan asimetris
mungkin adalah epitel permukaan gingiva dan pada wajah. Terkadang tumor yang kecil dapat
tepi kista odontogenik. 6 teridentifikasi pada foto radiografi rutin.
Seiring dengan pembesaran tumor, tumor
Faktor penyebab terjadinya ameloblastoma
membentuk pembengkakan yang keras dan
seperti halnya penyebab neoplasma yang lain
kemudian dapat menyebabkan penipisan
pada umumnya belum diketahui dengan jelas.
korteks yang menghasilkan egg shell
Namun beberapa ahli ber- anggapan bahwa
crackling. Pertum- buhan yang lambat juga
beberapa faktor kausatif yang dianggap sebagai
memungkinkan formasi tulang reaktif yang
penyebab terjadinya gangguan
mengarah pada pembesaran masif dan dis-
histodifferensiasi pada ameloblastoma
torsi rahang. Apabila tumor ini diabaikan,
meliputi (1) faktor iritatif non spe- sifik
maka dapat menimbulkan perforasi tulang dan
seperti tindakan ekstraksi, karies, trauma,
menyebar ke jaringan lunak yang menyulitkan
infeksi, inflamasi, atau erupsi gigi, (2)
tindakan eksisi. Nyeri adaka- lanya
dilaporkan dan terkait dengan infeksi
sekunder. Efek yang lain meliputi pergerakan pe- negakan diagnosis. Foto polos tidak dapat
dan pergeseran gigi, resorpsi akar gigi, membedakan antara tumor dengan jaringan
paraestesia bila canalis alveolar in- ferior lunak normal, hanya dapat membedakan
terkena, kegagalan erupsi gigi, dan sangat antara tumor dengan tulang yang normal,
jarang ameloblastoma dapat mengulserasi sedangkan CT scan dan MRI dapat
memperlihatkan- nya dengan jelas. MRI
mukosa. 6
esensial dalam menentukan per- luasan
Secara umum ameloblastoma adalah jinak ameloblastoma maksilar sehingga
namun invasif lokal, sedangkan menentukan prognosis untuk pembedahan
ameloblastoma maksilar nam- pak sebagai
lesi yang lebih agresif dan persisten. Hal ini
kemungkinan disebabkan tulang maxilla yang
tipis dan rapuh, tidak seperti tulang
mandibula yang tebal, yang memungkinkan
penyebaran tumor tanpa halang- an pada
struktur di sekitarnya. Suplai darah yang baik
Gambar 2. (a) Ameloblastoma pada
ke maxilla bila dibandingkan dengan
mandibula sinistra pada foto polos, sebagai
mandibula juga berkontribusi terhadap
lesi yang luas dan ekspansil. (b) CT scan
percepatan penyebaran neoplas- ma lokal ini.
potongan coronal memperlihatkan lesi luas
12 Sedangkan pada pasien-pasien dengan
yang ekspansil, penipisan korteks dan
ameloblastoma sinonasal primer pada sebuah destruksi minimal (Sumber Gumgum S,
penelitian menampakkan adanya lesi massa Hosgoren B, 2005).
dan obstruksi nasal, sinusitis, epistaksis,
bengkak pada wajah, dizziness, dan nyeri
kepala.

2.6 Gambaran Radiologis

Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan


untuk men- diagnosis ameloblastoma yaitu
Gambar 3. (a) Kasus 1. CT scan
foto polos, CT scan dan MRI. Radiografi
memperlihatkan ameloblastoma pada sinus
panoramik merupakan langkah perta- ma
maxillaris dan cavum nasi. Radiografi dan
dalam mendiagnosis ameloblastoma dengan
eksplorasi bedah menunjukkan dasar sinus
gam- baran radiografi yang bervariasi
yang intak. (b) Kasus 2. CT scan potongan
tergantung tipe tumor. Pemeriksaan CT
coronal dari ameloblastoma yang luas yang
disarankan bila pembengkakan keras dan
memenuhi sinus maxillaris sinistra dan
terfiksir ke jaringan di sekitarnya.
cavum nasi dengan erosi tulang dinding
Pemeriksaan CT biasanya berguna untuk
sinus lateral dan dasar orbita (Sumber
mengidentifikasi kontur lesi, isi lesi, dan
Schafer DR, 1998).
perluasan ke jaringan lunak yang membantu
kripsikan sebagai gambaran soap bubbles bila Ameloblastoma umumnya dianggap tidak
lesi besar dan gambaran honeycomb bila lesi radiosen- sitif, bahkan sangat radioresisten. 5
kecil. Sering dida- pati ekspansi oral dan Beberapa peneliti menyetujui tindakan
cortical lingual dan resorpsi akar gigi yang perawatan konservatif terhadap lesi kecil awal
berdekatan dengan tumor. Sedangkan amelo- yang terjadi antara usia kelahiran sampai 9-10
blastoma unikistik tampak sebagai lesi lusen tahun. Namun pendapat lain menyatakan
unilokular berbatas tegas disekeliling corona bahwa pera- watan yang bersifat konservatif

gigi yang tidak eru- psi. 1,11 (Gambar 2). seperti enukleasi dan kuretase
memperlihatkan adanya nilai rata-rata kekam-
Computed tomografi (CT-scan)
buhan 90% pada mandibula dan 100% pada
memberikan gam- baran anatomi dari
17
potongan jaringan secara 2 dimensi dan 3 maksila.
dimensi dengan akurat. Keuntungan dari Terapi radiasi, radium, kuretase atau
teknik ini adalah tidak terjadi gambaran yang bahkan skle- rosan kurang tepat.
tumpang tindih dan memberikan gambaran Ameloblastoma memiliki angka kekambuhan
jaringan secara detail dari area yang terlibat. yang tinggi bila dilakukan terapi selain
Pada CT scan ameloblastoma dapat dijumpai
reseksi mandibula. 18 Karena
area kistik atenuasi yang rendah dengan re-
ameloblastoma bersifat invasif, tumor
gio isoatenuasi yang scattered, mencerminkan
maligna secara klinik, maka perawatan
adanya komponen jaringan lunak. Lesi ini
rasional adalah pembedahan secara komplit.
juga dapat menge- rosi korteks dengan
15
perluasan ke mukosa oral disekitar- nya.
Erosi akar gigi didekatnya merupakan
Kawamura 1991 menganjurkan terapi
kekhasan ameloblastoma dan mengindikasikan
konservatif dengan metode dredging untuk
agresifisitas tumor. Meskipun demikian, hanya
mempertahankan bentuk wajah dan mencegah
temuan histopatologis yang dapat membantu
kekambuhan. Metode ini dilakuk- an dengan
menentukan keganasan tumor dan ada- nya
cara setelah dilakukan deflasi dan enukleasi
perubahan karsinomatosa.
terhadap massa tumornya akan terjadi ruang
2.7 Penatalaksanaan kosong yang akan segera terisi oleh jaringan
parut. Kemudian dilakukan pengambilan
Pertimbangan utama dalam menentukan tipe
jaringan parut yang terbentuk secara
perawat- an adalah macam atau tipe lesi yang
berulang-ulang dengan selang waktu dua
meliputi solid- multikistik, unikistik atau lesi
hingga tiga bulan sampai terbentuk tulang
extraoseus. Lesi solid multikistik
memerlukan setidaknya eksisi bedah. Lesi baru yang mengisi ruang secara sempurna. 19

unikistik pada kasus yang berukuran kecil


2.8 Kasus
dibutuhkan hanya enukleasi dan tidak

dilakukan perawatan lanjut. 16


Sagital
Coronal
Ada lesi tulang besar yang meluas pada
Memperlihatkan lesi luas yang ekspansil pada
mandibula kanan dengan penipisan kortikal.
mandibular dextra dan penipisan korteks dan
destruksi tulang mandibular dextra. 2.9 Pembahasan
odontogenic tumor, ameloblastic fibroma.
Sedangkan diagnosis banding untuk lesi non
odontogenik yaitu mu- cocele. Diagnosis yang
pasti tidak dapat ditegakkan berdasarkan klinis
dan radiografis namun diperlukan konfirmasi
histopatologis. 3,11

Ameloblastoma paling sering terjadi di


mandibula posterior, terutama pada regio gigi
molar ketiga, dan berhubungan dengan kista
folikular atau gigi yang impa- cted.2

Seki- tar 15-20% kasus dilaporkan berasal dari


maxilla dengan hanya sekitar 2% yang berasal
dari anterior dari premo- lar. 5 Pada maxilla,
area yang paling sering terkena yaitu area
molar, namun kadang dapat juga dijumpai
Bone window pada re- gio anterior, sinus maksilaris, cavum
nasi, orbita dan ka- dangkala hingga ke basis
ameloblastoma yang luas dan tampak cranii. 6,10,12 Ameloblastoma mandibula
destruksi tulang mandibular kanan yang sering terjadi pada pasien dengan usia deka- de
signifikan. ketiga hingga keempat, dan tidak terdapat
predileksi jenis kelamin. 3 Penelitian Schafer
terkait ameloblasto- ma sinonasal
memperlihatkan rata-rata usia penderita yaitu
dekade 6 ke atas dan hampir keseluruhan
pasien adalah pria.

Berdasarkan klinis dan hasil radiologis yang


didaptkan pada pasien ini dapat ditegakan
diagnosis ameloblastoma dmana pada beberapa
gambaran radiolois yang didapatkan terlihat
gambaran adanya lesi luas yang ekspansil pada
mandibular dextra dan penipisan korteks dan
destruksi tulang mandibular dextra,
ameloblastoma yang luas dan tampak destruksi
tulang mandibular kanan yang signifikan serta
ada lesi tulang besar yang meluas pada
mandibula kanan dengan penipisan kortikal.
Daftar Pustaka
1. Scholl RJ, Kellett HM, Neumann DP, Lurie AG. Cysts and cystic lesions of the mandible:
clinical and radiologic-histopathologic review. Radiogra- phics. 1999;19(5):1107–1124.

2. Dunfee BL, Sakai O, Pistey R, Gohel A. Radio- logic and pathologic characteristics of
benign and malignant lesions of the mandible. Radiographics.2006;26(6):1751–1768.

3. Chung W, Cox D, Ochs M. Odontogenic cysts, tumors, and related jaw lesions. Head and
neck sur- gery—otolaryngology, 4th edn Lippincott Williams& Wilkins Inc, Philadelphia.
2006;p. 1570–1584.

4. Gumgum S, Hosgoren B. Clinical and radiologic behaviour of ameloblastoma in 4 cases.


Journal- Canadian Dental Association. 2005;71(7):481.

5. Schafer DR, Thompson LD, Smith BC, Wenig BM.Primary ameloblastoma of the sinonasal
tract. Can- cer. 1998;82(4):667–674.

7. Laboratorium a. Diktat Leher Kepala. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada;.

8. Navarro CM, Principi S, Massucato EMS, Sposto M. Maxillary unicystic ameloblastoma.


Dentoma- xillofacial Radiology. 2004;33(1):60–62.

9. Bachmann AM, Linfesty RL. Ameloblastoma, so- lid/multicystic type. Head and neck
pathology..

10. Medeiros M, Porto GG, Laureano Filho JR, Portela L, Vasconcellos RH. Ameloblastoma
in the man- dible. Revista Brasileira de Otorrinolaringologia. 2008;74(3):478–478.

11. Pitak-Arnnop P, Chaine A, Dhanuthai K, Bertrand JC, Bertolus C. Unicystic ameloblastoma


of the ma- xillary sinus: Pitfalls of diagnosis and management. Hippokratia. 2010;14(3):217.

Anda mungkin juga menyukai