LP 1 Kehilangan
LP 1 Kehilangan
A. Kehilangan
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya
ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan. Kehilangan
merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang
kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan
mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.
Kehilangan (loss) adalah suatu situasi aktual maupun potensial yang dapat dialami individu
ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik sebagian atau keseluruhan, atau
terjadi perubahan dalam hidup sehingga terjadi perasaan kehilangan (Hidayat, 2012).
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama rentang
kehidupannya. Sejak lahir, individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan
mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda. Setiap individu akan bereaksi
terhadap kehilangan. Respons terakhir terhadap kehilangan sangat dipengaruhi oleh respon
individu terhadap kehilangan sebelumnya (Potter dan Perry, 1997)
Seseorang dapat kehilangan citra tubuh, orang terdekat, perasaan sejahtera, pekerjaan, barang
milik pribadi, keyakinan, atau sense of self baik sebagian atau pun keseluruhan. Peristiwa
kehilangan dapat terjadi secara tibatiba atau bertahap sebagai sebuah pengalaman traumatik.
Kehilangan sendiri dianggap sebagai kondisi krisis, baik krisis situasional atau pun krisis
perkembangan. Dalam hal ini persepsi individu, tahap perkembangan, mekanisme koping,
dan sistem pendukungnya sangatlah berpengaruh terhadap respons individu dalam
menghadapi proses kehilangan tersebut. Apabila proses kehilangan tidak dibarengi dengan
koping yang positif atau penanganan yang baik, pada akhirnya akan berpengaruh pada
perkembangan individu atau port of being matur- nya (Mubarak dan Chayatin, 2007).
Menurur Hidayat (2012) terdapat beberapa jenis kehilangan yakni sebagai berikut.
d. Kehilangan suatu aspek diri misalnya anggota tubuh dan fungsi psikologis
atau fisik.
B. Berduka
Dalam Hidayat (2012), grieving (berduka) adalah reaksi emosional dari kehilangan dan
terjadi bersamaan dengan kehilangan baik karena perpisahan, perceraian maupun kematian.
Sedangkan istilah bereavement adalah keadaan berduka yang ditunjukan selama individu
melewati rekasi atau masa berkabung (mourning) . Berikut ini beberapa jenis berduka
menurut
Hidayat (2012) :
a. Berduka normal, terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal
terhadap kehilangan. Misalnya, kesedihan, kemarahan, menangis, kesepian, dan
menarik diri dari aktivitas untuk sementara.
c. Berduka yang rumit, dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke tahap
berikutnya, yaitu tahap kedukaan normal. Masa berkabung seolaholah tidak
kunjung berakhir dan dapat mengancam hubungan orang yang bersangkutan
dengan orang lain.
d. Berduka tertutup, yaitu kedukaan akibat kehilangan yang tidak dapat diakui
secara terbuka. Contohnya, kehilangan pasangan karena AIDS, anak yang
mengalami kematian orang tua tiri, atau ibu yang kehilangan anaknya di
kandungan atau ketika bersalin.
C. Respon Berduka
Menurut Kubler-Ross dalam Potter dan Perry (1997), respon berduka seseorang terhadap
kehilangan dapat melalui tahap-tahap seperti pengingkaran, marah, tawar-menawar, depresi
dan penerimaan.
Menerima
a. Fase Pengingkaran
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya atau
mengingkari kenyataan bahwa kehidupan itu memang benar terjadi, dengan mengatakan
“Tidak, saya tidak percaya itu terjadi” atau “itu tidak mungkin terjadi”. Bagi individu atau
keluarga yang didiagnosa dengan penyakit terminal, akan terus mencari informasi tambahan.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini adalah : letih, lemah, pucat, diare, gangguan
pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi
ini dapat berakhir dalam beberapa menit atau beberapa tahun.
b. Fase Marah
Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan.
Individu menunjukkan rasa marah yang meningkat yang sering diproyeksikan kepada orang
lain atau pada dirinya sendiri. Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar,
menolak pengobatan, menuduh dokter-perawat yang tidak becus. Respon fisik yang sering
terjadi antara lain muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
c. Fase Tawar-menawar
Individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif, maka ia akan maju ke
fase tawar-menawar dengan memohon kemurahan pada Tuhan. Respon ini sering dinyatakan
dengan kata-kata “ kalau saja kejadian ini bisa ditunda, maka saya akan sering berdoa”.
Apabila proses ini oleh keluarga maka pernyataan yang sering keluar adalah “ kalau saja yang
sakit, bukan anak saya”.
d. Fase Depresi
Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang sebagai klien sangat
penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga, ada keinginan
bunuh diri, dan sebagainya. Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain : menolak makan, susah
tidur, letih, dorongan libido manurun.
e. Fase Penerimaan
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu berpusat
kepada obyek atau orang yang hilang akan mulai berkurang atau hilang. Individu telah
menerima kehilangan yang dialaminya. Gambaran tentang obyek atau orang yang hilang
mulai dilepaskan dan secara bertahap perhatiannya akan beralih kepada obyek yang baru.
Fase ini biasanya dinyatakan dengan “saya betul-betul kehilangan baju saya tapi baju yang ini
tampak manis” atau “apa yang dapat saya lakukan agar cepat sembuh”.
Apabila individu dapat memulai fase ini dan menerima dengan perasaan damai, maka dia
akan mengakhiri proses berduka serta mengatasi perasaan kehilangannya dengan tuntas.
Tetapi bila tidak dapat menerima fase ini maka ia akan mempengaruhi kemampuannya dalam
mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.
D. Sifat Kehilangan
Kehilangan secara tiba-tiba dan tidak diharapkan dapat mengarah pada pemulihan dukacita
yang lambat. Kematian karena tindak kekerasan, bunuh diri, pembunuhan atau pelalaian diri
akan sulit diterima.
E. Tipe Kehilangan
1. Actual Loss
Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, sama dengan individu yang
mengalami kehilangan. Contoh : kehilangan anggota badan, uang, pekerjaan, anggota
keluarga.
Kehilangan Sesuatu yang dirasakan oleh individu bersangkutan namun tidak dapat
dirasakan/dilihat oleh orang lain. Contoh : Kehilangan masa remaja, lingkungan yang
berharga.
3. Anticipatory Loss
Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikan yang telah menjadi usang berpinda
tempat, dicuri, atau rusak karena bencana alam. Kedalaman berduka yang dirasakan
seseorang terhadap benda yang hilang bergantung pada nilai yang dimiliki orng tersebut
terhadap nilai yang dimilikinya, dan kegunaan dari benda tersebut.
Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal mencakup
lingkungan yang telah dikenal Selama periode tertentu atau kepindahan secara permanen.
Contohnya pindah ke kota baru atau perawatan diruma sakit.
Orang terdekat mencakup orangtua, pasangan, anak-anak, saudara sekandung, guru, teman,
tetangga, dan rekan kerja. Artis atau atlet terkenal mumgkin menjadi orang terdekat bagi
orang muda. Riset membuktikan bahwa banyak orang menganggap hewan peliharaan sebagai
orang terdekat. Kehilangan dapat terjadi akibat perpisahan atau kematian.
Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi fisiologis, atau psikologis.
Orang tersebut tidak hanya mengalami kedukaan akibat kehilangan tetapi juga dapat
mengalami perubahan permanen dalam citra tubuh dan konsep diri.
5. Kehilangan hidup
Kehilangan dirasakan oleh orang yang menghadapi detik-detik dimana orang tersebut akan
meninggal.
1. Denial (Mengingkari)
c. Reaksi fisik yang terjadi pada fase pengingkaran adalah letih, lemah,
pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis
gelisah, tidak tahu harus berbuat apa.
2. Anger (Marah)
d. Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain, muka merah,
nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
3. Bergaining (Tawar-Menawar)
b. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata ”kalau saja kejadian itu
bisa ditunda maka saya akan sering berdoa”.
a. Klien dihadapkan pada kenyataan bahwa ia akan mati dan hal itu tidak
bisa di tolak.
b. Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap antara lain menarik
diri, tidak mudah bicara, kadang-kadang bersikap sebagai klien yang sangat
baik dan menurut, atau dengan ungkapan yang menyatakan keputusasaan,
perasaan tidak berharga.
5. Acceptance (menerima)
c. Klien tampak sering berdoa, duduk diam dengan satu focus pandang,
kadang klien ingin ditemani keluarga/perawat.
d. Fase menerima ini biasanya dinyatakan dengan kata-kata seperti ”saya
betul-betul menyayangi baju saya yang hilang tapi baju baru saya manis juga”,
atau “Sekarang saya telah siap untuk pergi dengan tenang setelah saya tahu
semuanya baik”.
a. Ungkapan kehilangan
b. Menangis
c. Gangguan tidur
e. Sulit berkonsentrasi
2. Sedih berkepanjangan
I. Faktor Predisposisi
Dalam Hidayat (2012), faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan
adalah sebagai berikut.
h. Faktor fisik. Individu dengan fisik, mental, serta pola hidup yang teratur
cenderung mempunyai kemampuan dalam mengatasi stres yang lebih tinggi
dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan jasmani.
k. Struktur kepribadian. Individu dengan konsep diri negatif dan perasaan rendah
diri akan menyebabkan rasa percaya diri rendah dan tidak objektif terhadap stres
yang dihadapi.
J. Faktor Presipitasi
Ada beberapa stresor yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan. Stresor ini dapat berupa
stresor yang nyata ataupun imajinasi individu itu sendiri, seperti kehilangan biopsikososial
yang meliputi kehilangan harga diri, pekerjaan, seksualitas, posisi dalam masyarakat, milik
pribadi (harta benda, dan lain-lain). Berikut beberapa stresor kehilangan tersebut. a.
Kehilangan kesehatan
f. Kehilangan kewarganegaraan
K. Sumber Koping
Cara individu mengatasi proses kehilangan amat bergantung pada sumber yang tersedia.
Sumber koping tersebut dapat berupa kemampuan dan bakat mengatasi kedukaan, teknik
pertahanan, dukungan sosial, dan motivasi. Sumber koping lainnya adalah dukungan
spiritual, keyakinan positif, pemecahan masalah, kemampuan sosial, kesehatan fisik, sumber
materi dan sosial, keluarga, kerabat dekat, dan perawat.
L. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang sering dipakai individu dengan respon kehilangan antara lain :
pengingkaran, regresi, intelektualisasi, disosiasi, supresi, dan proyeksi yang digunakan untuk
menghindari intesitas stres yang dirasakan sangat menyakitkan. Dalam keadaan patologi,
mekanisme koping sering dipakai secara berlebihan atau tidak memadai.
A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah kumpulan data yang berisikan status kesehatan klien,
kemampuan klien untuk mengelola kesehatan dan keperawatannya terhadap dirinya sendiri
dan hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya. Hal-hal yang perlu dikaji
adalah :
b. Faktor Presdiposisi
a) Respon spiritual
b) Respon fisiologis
4. Tidak bertenaga
5. Gangguan pencernaan
c) Respon emosional
2. Kebencian
3. Merasa bersalah
d) Respon kognitif
d. Keadaan Fisik
e. Keadaan
Psikososial
f. Status Mental
g. Kebutuhan
Pulang Persiapan
h. Mekanisme Koping
i. Masalah Psikososial
dan Lingkungan
j. Pengetahuan
k. Aspek Medik
l. Data fokus yang
dikaji : perlu
Data subjektif : Data objektif :
- Menangis
- Merasa sedih
- Mengingkari kehilangan
tingkat aktivitas
B. Pohon Masalah
Core Problem
Berduka
Kehilangan Penyebab/Kausa
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada gangguan kehilangan dan berduka antara
lain :
b. Kehilangan
D. Diagnosa
Setelah melakukan pengkajian diperoleh masalah keperawatan yang akan disusun menjadi
diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons
individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
actual dan potensial. Diagnosa keperawatan memberikan dasar pemilihan intervensi
keperawatan untuk mencapai hasil yang menjadi tanggung gugat perawat. Berikut ini
disebutkan beberapa diagnosa keperawatan berkaitan dengan kehilangan dan berduka dalam
Hidayat (2012) :
TUM : klien berperan aktif melalui proses berduka secara tuntas TUK :
10. Klien dapat bersosialisasi kembali dengan keluarga atau orang lain
Secara umum, perencanaan dan intervensi keperawatan yang dilakukan untuk menghadapi
kedukaan adalah :
Selain itu, secara khusus bentuk intervensi tahap/rentang respons individual terhadap
kedukaan adalah sebagai berikut. a. Tahap Pengingkaran
2. Menunjukkan sikap menerima dengan ikhlas dan mendorong klien untuk berbagi rasa
dengan cara :
3. Memberikan jawaban jujur terhadap pertanyaan klien tentang sakit, pengobatan, dan
kematian dengan cara :
b. Tahap Marah
Mengizinkan dan mendorong klien mengungkapkan rasa marah secara verbal tanpa melawan
kemarahan tersebut dengan cara :
c. Tahap Tawar-Menawar
d. Tahap Depresi
e. Tahap Depresi
Membantu klien menerima kehilangan yang tidak bisa dielakkan dengan cara :
F. Implementasi
G. Evaluasi
Evaluasi terhadap masalah kehilangan dan berduka secara umum dapat dinilai dari
kemampuan untuk menghadapi atau memaknai arti kehilangan, reaksi terhadap kehilangan,
dan perubahan perilaku yang menerima arti kehilangan.