Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN KEPUTUSASAAN

DEPARTEMEN KEPERAWATAN JIWA

Oleh

Andi Nurul Pratiwi Ulki

14420191050

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN IX

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

2020
KONSEP MEDIS

KEPUTUSASAAN

A. Defenisi Keputusasaan

Keputusasaan adalah suatu kondisi yang sangat umum dialami

oleh setiap orang dalam hidupnya. Secara psikologis, keputusasaan

sangat erat kaitannya dengan harapan. Keduanya memiliki kaitan yang

erat, namun merupakan dua pengalaman yang berbeda. Orang yang putus

asa, akan mampu mengatasi keputusasaan tersebut dengan menghadirkan

harapan dalam dirinya ketika menghadapi situasi sulit. Semakin seorang

individu menyadari dan memahami keputusasaannya, maka semakin

dirinya berpotensi untuk mengembangkan harapan akan situasi yang

lebih baik, begitu juga sebaliknya (Farran dkk, 2015).

Keputusasaan merupakan keadaan subjektif seorang individu

yang melihat keterbatasan atau tidak ada alternatif atau pilhan pribadi

yang tersedia dan tidak dapat memobilisasi energy yang dimilikinya

(NANDA, 2017).

Depresi adalah suatu jenis gangguan alam perasaan atau emosi

yang di sertai komponen psikologi : rasa susah,murung,sedih,putus

asa,dan tidak bahagia,serta komponen somatic : anoreksia,konstipasi,kulit

lembab (rasa dingin),tekanan darah dan denyut nadi menurun. Depresi

adalah salah satu bentuk gangguan jiwa pada alam

perasaan (Hidayat,2015 : hal 275).

Menurut NANDA (2015-2017), keputusasaan adalah

keadaan subyektif ketika seorang individu memandang

keterbatasan atau tidak adanya pilihan alternative serta tidak

mampu memobilisasi energy untuk kepentingannya sendiri.


Keputusasaan menurut NANDA ini memiliki beberapa batasan

karakteristik, diantaranya: gangguan pola tidur, kurang inisiatif,

pasif, meningg alkan orang yang d iajak b icara, p enurunan selera

makan, kurang kontak mata, dan sebagainya. Factor-faktor yang

berhubungan yakni: isolasi soasial, penurunan kondisi fisiologis,

stress jangka panjang, serta kehilangan nilai kepercayaan (Fitria,

Nita, 2017)

Keputusasaan merupakan suatu keadaan emosional yang

dialami ketika individu merasa kehidupannya sangat berat untuk

dijalani dan dirasa mustahil. Seseorang tersebut tidak akan

memiliki harapan untuk memperbaiki kehidupannya, tidak m emiliki

solusi untuk masalah yang dialaminya dan ia merasa tidak akan ada

orang yang dapat membantunya menyelesaikan masalahnya (Keliat,

2015).
Keputusasaan ini berbeda dengan ketidakberdayaan. Orang

yang merasa utus asa tidak mampu melihat adanya solusi untuk

masalah yang dihadapinya dan tidak menemukan cara untuk

mencapai sesuatu hal yang diinginkan. Sedangkan ketidakberdayaan

adalah seseorang menemukan solusi masalahnya namun memiliki

keterbatasan untuk melakukannya akibat kurangnya kontrol

terhadap kejadian atau situasi tertentu (Keliat, 2017).


.

B. Etiologi

1. Faktor kehilangan

2. Kegagalan yang terus menerus.

3. Faktor lingkungan

4. Orang terdekat (keluarga)

5. Status kesehatan (penyakit yang diderita dan dapat mengancam

jiwa)

6. Adanya tekanan hidup

7. Kurangnnya iman

C. Manifestasi klinis

Mayor (harus ada )

Mengungkapkan atau mengekspresikan sikap apatis yang

mendalam ,berlebihan , dan berkepanjangan dalam merespon situasi

yang dirasakan sebagai hal yang mustahil isyarat verbal tentang

kesedihan (Fitria, 2015).

Contoh pengkajian :

1. “lebih baik saya menyerah karena saya tidak mampu memperbaiki

keadaan”

2. “masa depan saya seolah suram “

3. “saya sadar. ,saya tidak pernah mendapatkan apa yang saya inginkan

sebelumnya”

4. “saya tidak pernah membayangkan masa depn saya sepuluh tahun

kedepan “
5. Rasanya saya tidak akan mungkin mendapatkan kepuasan dimasa

yang akan datng”.

a. Fisiologis :

1) Respon terhadap stimulus lambat

2) Tidak ada energi

3) Tidur bertambah

b. Emosional :

1) Individu yang putus asa sering sekali kesulitan

mengungkapkan perasaanya tapi dapat merasakan.

2) Tidak mapu memperoleh nasip baik , keberuntungan dan

pertolongan tuhan.

3) Tidak memiliki makna atau tujuan dalam hidup

4) Perasaan kehilangan dan tidak memiliki apa-apa

5) Tidak berdaya , tidak mampu dan terperangkap.

c. Individu memperlihatkan : sikap pasif dan kurangnnya

keterlibatan dalam perawatan, penurunan verbilisasi, penurunan

afek, kurangnya ambis, inisiatif , serta minat , ketidakmapuan

mencapai sesuatu hubungan interpersonal yang terganggu,proses

pikir yang lambat, kurangnya tenggung jawab terhadap

keputusan dan kehidupannya sendiri (Fitria, 2015)..

d. Kognitif : penurunan kemampuan untuk memecahkan masalah

dan kemampuan membuat keputusan , mengurusi masalah yang

telah lalu dan yang akan datang bukan masalah yang di hadapi

saat ini, penurunan fleksibilitas dalam proses pikir , kaku (

memikirkan semuanya atau tidak sama sekali ), Tidak

punya kemampuan berimagenasi atau berharap, Tidak

dapat mengidentifikasi atau mencapai target dan tujuan


yang ditetapkan, Tidak dapat membuat perencanaan,

mengatur serta membuat keputusan,Tidak dapat mengenali

sumber harapan (Fitria, 2015)..

Minor ( mungkin ada )

1. Fisiologis: Anoreksia, BB menurun

2. Emosional: Individu marasa putus asa terhadap diri

sendiri dan orang lain, Merasa berada diujung tanduk,

Tegang, Muak ( merasa ia tidak bisa), Kehilangan

kepuasan terhadap peran dan hubungan yang ia jalani,

Rapuh

3. Individu memperlihatkan : Kontak mata yang

kurang mengalihkan pandangan dari pembicara,

Penurunan motivasi, Keluh kesah, Kemunduran,

Sikap pasrah, Depresi

4. Kognitif: Penuruna kemampuan untuk menyatukan

informasi yang diterima, Hilangnya persepsi waktu

tentang mas lalu , masa sekarang , masa datang,

Bingung, Ketidakmampuan berkomunikasi secara

efektif, Distorsi proses pikir dan asosiasi, Penilaian yang

tidak logis (Fitria, 2015).

D. Faktor- faktor keputusasaan

1. Faktor predisposis

a. Faktor resiko biologis

Status nutrisi menurun, berat badan menurun

akibat pasien kehilangan nafsu makannya (Kusuma dkk,

2018).
b. Faktor resiko psikologis

Psikologis pasien menjadi tidak stabil setelah pasien

didiagnosis HIV oleh dokter, pasien sering mengurung

diri di kamar dan sering uring-uringan saat ada anggota

keluarga yang ingin membujuknya. Ppasien tidak

memiliki semangat untuk sembuh, ia merasa sudah tidak

memiliki harapan (Kusuma dkk, 2018).

c. Faktor resiko sosiokultural

Sejak pasien didiagnosis oleh dokter mengidap

HIV, hubungan pasien dengan lingkungan sekitarnya

menjadi sangat tidak baik. Tetangga sering

menggunjingkannya sehingga pasien merasa malu

dengan keadaannya. Keluarga pasien merasa sangat

sedih karena dukungan dan semnagatnya tidak dapat

membuatnya semangat untuk sembuh. Selain itu, pasien

menjadi tidak yakin dengan spiritualnya akibat dari

keputusasaan yang dialami. Pasien merasa hidupnya

tidak akan lama lagi (Kusuma dkk, 2018).

2. Faktor presipitasi

a. Nature

Status nutrisi pasien semakin menurun akibat pasien

kehilangan nafsu makannya (Nurjannah , 2016).

b. Origin

Internal : persepsi negatif individu pada dirinya dan

lingkungan di sekitarnya

Eksternal : pasien mendapat dukungan keluarga, tetapi tidak

dengan lingkungan dan teman-temannya


c. Timing

Stress yang dialami pasien terjadi dalam waktu dekat. Pasien

mengalami stress secara terus-menerus dan berkepanjangan.

d. Number

Kondisi pasien menjadi stressor yang paling berat

dirasakan pasien. Pasien merasa tidak ada harapan sembuh

serta merasa hidupnya tidak akan lama lagi (Nurjannah ,

2016)..

3. Respon terhadap stress/tanda gejala/penilaian terhadap respon

a. Kognitif

Pasien merasa kebingungan, tidak mampu

berkonsentrasi, pesimis, menyalahkan dirinya sendiri,

kehilangan minat motivasi, tidak dapt menyambil

keputusan.

b. Afektif

Pasien sering marah, uring-uringan, merasa kesal,

kesepian, keputusasaan, rasa bersalah, sedih, rasa tidak

berharga, harga diri pasien rendah, dan ansietas.

c. Fisiologis

Pasien mengalami anoreksia, keletihan, nyeri dada, sakit

punggung, sakit kepala, dan diare.

d. Perilaku

Pasien menjadi mudah tersinggung, mudah menangis,

kebersihan diri pasien kurang, perubahan tingkat aktifitas

dan sangat tergantung

e. Sosial
Pasien menarik diri dari masyarakat, terjadi isolasi social,

dan pasien tidak mampu mengatasi masalahnya.

4. Reaksi berduka yang dialami pasien menunjukkan penggunaan

mekanisme penyangkalan dan supresi berlebih dalam upaya

menghindari distress.

5. Mekanisme koping Destruktif; tidak kreatif : kurang

memiliki keinginan untuk melakukan sesuatu, tidak mempunyai

hubungan baik dengan lingkungannya, ketidakmampuan untuk

mencari informasi tentan perawatan untuk kesembuhannya, tidak

berpartisipasi dalam pengambilan keputusan saat diberikan

dukungan oleh keluarganya (Nurjannah , 2016).


DAFTAR PUSTAKA

Farrank, Nita. Dkk. 2015. Laporan Pendahuluan Tentang Masalah

Psikososial. Salemba Medika, Jakarta.

Fitria, Nita. 2017. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan

Pendahukuan dan Stratrgi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Salemba

Medika,Jakarta.http://www.dnet.net.id/kesehatan/beritasehat/detail.php.i

d=2254

Keliat, Budu Anna. 2015. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. EGC,

Jakarta.

Keliat , Budu Anna. 2017. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC.

Jakarta.

Kusuma, Farida dan Hartono, Yudi. 2018. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.

Salemba Medika, Jakarta.

Nanda, 2015-2017. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi . Buku

Kedokteran : EGC.

Nurjannah. I. 2016. Pedoman Pada Gangguan Jiwa. MocoMedia.

Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai