Anda di halaman 1dari 18

Tinjauan Filosofis Kurikulum 2013

OPTIMALISASI KURIKULUM AKTUAL


DAN KURIKULUM TERSEMBUNYI
DALAM KURIKULUM 2013

Muhammad Nurhalim
STAIN Purwokerto
Jl. A. Yani No. 40A Purwokerto
E-mail: syahhalim@gmail.com
HP: 082324324021

Abstrak: Tulisan ini ditujukan untuk mendeskripsikan bagaimana upaya


mengoptimalkan kurikulum aktual dan kurikulum tersembunyi dalam kurikulum 2013.
Hal itu dilakukan agar setiap lembaga pendidikan tidak hanya berkutat pada
pengoptimalan rencana atau kurikulum idealnya saja, tetapi juga perlu pengoptimalan
pelaksanaan atau kurikulum aktualnya dan juga pengoptimalan setiap sesuatu yang
mendukung pelaksanaannya tersebut atau pengoptimalan kurikulum ter-
sembunyinya. Dalam tulisan ini, penulis mencoba memberikan altenatif nyata
bagaimana agar kedua bentuk kurikulum baik kurikulum aktual maupun kurikulum
tersembunyi mampu dengan tepat mengoptimalkan hasil sebagaimana yang
diharapkan dalam Kurikulum 2013.
Kata kunci: Kurikulum aktual, kurikulum tersembunyi, kurikulum 2013.
Abstract: This paperis intended to describe how the efforts to optimize the
actual curriculum and the hidden curriculum in the 2013 curriculum. This is done so
that every educational institution is not only focused on the optimization of plan or
curriculum ideally, but also need to be optimized to implement or actual curriculum
and also optimizing everything that supports the implementation or optimization of
the hidden curriculum. In this paper, the author tries to give a real alternative how
to keep both forms of curriculum. Both actual and hidden curriculum will be able to
precisely optimize the results as expected in 2013 curriculum.
Keywords: actual curriculum, the hidden curriculum, the 2013 curriculum.

Pendahuluan
Persoalan hasil kurikulum dalam sejarah perkembangan penerapan
kurikulum di Indonesia selalu saja menjadi faktor utama mengapa
kurikulum terus berganti dan dibenahi. Sejarah mencatat bahwa
semenjak diberlakukannya kurikulum pendidikan di Indonesia tahun
1947, kurikulum telah silih berganti dengan berbagai wujud per-
ubahannya. Tetapi satu hal yang selalu terulang dari berbagai pene-

ISSN 1410-0053 115


Muhammad Nurhalim

rapan kurikulum yang telah dihasilkan dari pemikiran dan upaya yang
sungguh-sungguh dari para ahli dan pengembang kurikulum tersebut
adalah bahwa hasil penerapan kurikulum selalu saja dianggap kurang
memuaskan, dianggap tidak bisa menjawab persoalan yang ada, dan
belum menghasilkan output sebagaimana apa yang diharapkan dalam
cita-cita pendidikan nasional. Berdasar kenyataan ini, pertanyaan besar
yang muncul kemudiaan adalah “mengapa hal tersebut dapat terjadi
dan selalu terulang?”, dan “apa sebenarnya yang salah dari berbagai
kurikulum tersebut?”.
Guna menjawab pertanyaan tesebut, maka perlu kiranya dipahami
terlebih dahulu bagaimana kurikulum didefinisikan dalam sistem
pendidikan di Indonesia. Dengan memahami definisi tersebut maka
akan dapat ditentukan bagaimana posisi kurikulum itu sendiri dalam
menjawab persoalan tersebut. Dalam Undang-Undang Sistem Pen-
didikan Nasional No. 20 Tahun 2003, kurikulum didefinisikan sebagai
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyeleng-
garaan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Dalam definisi ini, kurikulum hanyalah sebuah rencana belajar (plan
for learning), ia bukan sebuah aksi tetapi hanya rencana aksi. Dalam
posisi sebagaimana definisi ini, maka dapat ditarik kesimpulan awal
bahwa sebaik apapun kurikulum, ia tidak akan mengubah apapun
selama ia tidak diimplementasikan dalam sebuah aksi nyata sebagai-
mana alur dalam rencana tersebut. Berdasarkan definisi ini pula, maka
sebenarnya keberhasilan suatu penerapan kurikulum tidak seharusnya
hanya dibebankan kepada kurikulum itu sendiri, tetapi juga dibebankan
kepada bagaimana kurikulum tersebut diimplementasikan dalam aksi
nyata. Yakni, bagaimana day to day activities di sekolah, dan bagai-
mana lingkungan, sarana, serta suasana akademik di sekolah dalam
membantu mensukseskan rencana-rencana dalam kurikulum tersebut.
Pada konteks pendidikan saat ini, yaitu dengan diberlakukannya
kebijakan penerapan kurikulum baru (kurikulum 2013), maka posisi
implementasi (bagaimana kurikulum dimplementasikan) tidak bisa
diabaikan dari hasil kurikulum. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya
bahwa hasil kurikulum tidak hanya ditentukan oleh rencana saja, tetapi
juga penerapan dan berbagai lingkungan yang menyertainya.

116 Insania, Vol. 19, No. 1, Januari - Juni 2014


Optimalisasi Kurikulum Aktual dan Kurikulum Tersembunyi
dalam Kurikulum 2013

Persoalan implementasi ini harus segera dicarikan formula yang tepat


agar kurikulum baru tersebut tidak mengalami hal serupa sebagaimana
delapan kurikulum sebelumnya (Kurikulum 1947, Kurikulum 1964,
Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994,
Kurikulum 2004, dan Kurikulum 2006). Perlu kiranya dicari sebuah
alternatif dan strategi jitu bagaimana implementasi dan lingkungan
akademis yang mendukung kurikulum 2013 tersebut sehingga pe-
nerapan kurikulum dapat berjalan dan mencapai hasil sebagaimana
yang diharapkan oleh cita-cita pendidikan nasional.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka tulisan ini akan men-
coba untuk membuat formulasi aksi maupun pendukung aksi di sekolah
agar jangan sampai penerapan kurikulum terbaru di Indonesia yaitu
kurikulum 2013 mengalami nasib yang sama sebagaimana nasib
kurikulum-kurikulum sebelumnya. Tulisan ini akan memaparkan
bagaimana seharusnya day to day activities dapat menunjang ide dan
harapan kurikulum 2013, baik dalam dimensi kurikulum aktualnya
maupun dalam dimensi kurikulum tersembunyinya.

Konsep Kurikulum Aktual dan Kurikulum Tersembunyi


Secara sederhana, hasil suatu pendidikan sangat ditentukan oleh
bagaimana sebuah lembaga pendidikan mampu mewujudkan tiga
aspek penting pendidikan, yaitu: bagaimana menyiapkan rencana
pendidikan, bagaimana melaksanakan rencana pendidikan yang telah
dibuat, dan bagaimana menyiapkan lingkungan yang mendukung
rencana dan penerapan tersebut. Ketiga aspek pendidikan tersebut
dalam disiplin ilmu kurikulum seringkali disebut dengan tiga bentuk
kurikulum. Bentuk rencana pendidikan disebut dengan “kurikulum
ideal” atau “kurikulum tertulis”, bentuk pelaksanaan kurikulum
disebut dengan “kurikulum aktual”, dan bentuk lingkungan yang
mendukung kurikulum disebut dengan “kurikulum tersembunyi”.
Kurikulum ideal sering juga disebut dengan curriculum plan atau
curriculum document yang dijadikan sebagai pedoman di dalam
penyelenggaraan pendidikan. Hal ini sebagaimana definisi dari
Beaucham dalam Sukmadinata (2007: 5) yang menyebutkan bahwa
“ a curriculum is a written document which may contain many
ingredients, but basically it is a plan for the education of pupils during

ISSN 1410-0053 117


Muhammad Nurhalim

their enrollment in given school”. Dari definisi ini tampak jelas bahwa
Beaucham lebih menitikberatkan arti kurikulum sebagaimana definisi
dalam UU No. 20 Tahun 2003 sebagaimana dijelaskan sebelumnya.
Bentuk dari kurikulum ideal ini biasanya berbentuk dokumen yang
berupa dokumen kurikulum induk, silabus, dan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP).
Kurikulum aktual sering juga disebut dengan kurikulum fungsional
( fuctioning, live or operative curriculum ), yaitu kurikulum yang
merupakan implementasi dari kurikulum ideal atau kurikulum yang
dioperasikan di kelas (Sukmadinata, 2007: 5). Sebagaimana dikatakan
Alexander dalam Susilana (2006), kurikulum adalah learning
opportunities to achieve broad educational goals and related specific
objectives for an identifiable population served by a single school
centre. Dalam definisi ini, Alexander tampaknya lebih mengedepankan
kurikulum sebagai kesempatan belajar sebagai upaya untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Kurikulum aktual ini sering juga disebut dengan
curiculum implementation yang merujuk kepada “the process of
putting into practice an idea, program, or set of activities new to the
people attempting or expected to change” (Poerwanti, 2013: 25).
Bentuk dari kurikulum aktual ini adalah sebuah poses pembe-
lajaran antara guru dan siswa yang terjadi di dalam kelas sesuai dengan
rencana yang telah dibuat. Biasanya, bentuk dari proses ini adalah
penerapan strategi-strategi dan media pembelajaran. Dalam kaitannya
dengan curiculum implementation atau kurikulum aktual ini, Jordan
sebagaimana yang dikutip oleh Carl (2009: 135-136) mengatakan
bahwa ada dua level implementasi kurikulum, yaitu level implementasi
makro dan level implementasi mikro. Implementasi makro adalah
interaksi antara pengembangan (otoritas kurikulum) yang ditunjuk
oleh pemerintah dengan praktik di mana kurikulum diterapkan dalam
upaya mensukseskan penerapan kebijakan kurikulum yang telah
dibuat. Adapun implementasi mikro adalah terjadinya proses pelak-
sanaan rencana atau silabus yang dibuat oleh pengembang di dalam
sekolah atau ruang kelas. Dalam konteks implementasi kurikulum
mikro ini, guru mempunyai otoritas dan partisipasi tertinggi dalam
menentukan apakah kurikulum akan berhasil atau tidak karena di
sinilah guru bekerja untuk menginterpretasi rencana, mencocokkan
dengan subjek belajar (murid), dan mencocokkan dengan materi.

118 Insania, Vol. 19, No. 1, Januari - Juni 2014


Optimalisasi Kurikulum Aktual dan Kurikulum Tersembunyi
dalam Kurikulum 2013

Dalam pelaksanaan kurikulum aktual ini, Marsh (2009: 108-107)


mengatakan bahwa biasanya ada beberapa permasalahan umum yang
sering muncul sehingga hasil yang dicapai tidak optimal. Di antara
pernasalahannya yaitu terlalu sedikitnya waktu yang dimiliki guru
untuk merencanakan, belajar dan praktik keterampilan baru; terlalu
banyaknya tuntutan untuk bersaing dalam penerapan kurikulum
tersebut, dan kegagalan memahami perbedaan spesifik lokasi antar-
sekolah. Lebih lanjut, Marsh menjelaskan bahwa untuk menanggulangi
permasalahan tersebut agar implementasi kurikulum dapat berhasil
sebagaimana yang diharapkan, maka diperlukan proses pengembangan
individu yang berupa pengembangan komitmen, keterampilan,
kemauan untuk bereksperimen serta pengembangan strategi dalam
organisasi sekolah. Selain itu, diperlukan juga eksperimen materi dan
strategi tertentu agar menghasilkan keselarasan antara praktik kelas
dengan pandangan tentang apa dan bagaimana mata pelajaran harus
diajarkan; serta aturan dan dukungan yang baik untuk memastikan
pelaksanaan yang terjadi sebagaimana yang diharapkan.
Kurikulum tersembunyi sering juga disebut dengan Other
Curriculum, yaitu kurikulum yang merupakan hasil dari “hubungan-
hubungan yang berkuasa” di dalam kelas, baik dalam bentuk unsur
suprastruktur, kesadaran kelas, patriarki, heteroseksualitas, dan lain
sebagainya yang nantinya akan membentuk sebuah habitus. Kuri-
kulum tersembunyi ini dalam praktiknya dapat berupa pola kepemim-
pinan kelas, kewirausahaan, sopan santun, dan kualitas kelas (Margolis
dkk, 2001: 3). Lebih jelas, Drebeen (1967) dalam Kentli (2009: 85)
menyebutkan bahwa “the hidden curriculum makes the pupils to form
transient social relationships, submerge much of their personal identity,
and accept the legitimacy of categorical treatment”. Adapun Martin
(1976) dalam Kentli (2009: 85) mengatakan bahwa “ hidden curri-
culum can be found in the social structure of the classroom, the teacher
s exercise authority, the rules governing the relationship between
teacher and student”. Dalam kedua definisi tersebut, dapat dilihat
bahwa kurikulum tersembunyi muncul sebagi bentuk hubungan sosial
antar murid dengan murid, murid dengan guru, murid dengan
administrator, murid dengan lingkungan, murid dengan aturan dan
segala sesuatu yang ada di sekolah. Kurikulum tersembunyi terlihat
bukan sebagai tujuan yang secara khusus dicantumkan dalam tujuan

ISSN 1410-0053 119


Muhammad Nurhalim

pembelajaran di sekolah, tetapi hasil sampingan dari proses sosial


yang terjadi. Hal ini juga diperjelas oleh Power, dkk (2007: 212) bahwa
“the hidden curriculum is nor written or articulated in an official way.
Rather, it is part of the culture of the school, is the climate of the
building, and is conveyed in the ordinary events of a school day”.
Sebagaimana dikatakan Vallance dalam Kentli (2009: 87) bahwa
ada tiga dimensi kurikulum tersembunyi, yaitu konteks pendidikan;
proses yang terjadi di atau melalui sekolah; dan tingkatan inten-
sionalitas dan kedalaman atau “ketersembunyian” yang diperoleh oleh
investigator (siswa). Ketiganya merupakan faktor yang signifikan di
dalam membantu pencapaian tujuan kurikulum ideal dan kurikulum
aktual. Lebih lanjut, Apple (1990: 84-85) menempatkan kurikulum
tersembunyi sebagai faktor paling “manjur” dalam mewujudkan
pembentukan nilai-nilai siswa. Ia mengatakan bahwa kurikulum
tersembunyi yang ia sebut dengan “belajar insidental’ dapat mem-
berikan kontribusi lebih kepada sosialisasi siswa daripada bentuk-
bentuk yang disengaja dalam tujuan pengajaran nilai. Itulah mengapa
Elizabeth Vallance dalam Morrison (2007: 18) mengatakan bahwa
ada beberapa fungsi utama kurikulum tersembunyi, yaitu: (1) the
inculcation of values (penanaman nilai-nilai siswa); (2) political
socialization (sosialisasi politik siswa); (3) training in obedience and
docility (melatih ketaatan dan kepatuhan) dan (4) the perpetuation
of traditional class structure (pelanggengan struktur klas tradisional).

Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 merupakan pengembangan dari Kurikulum 2006
(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan/KTSP). Kurikulum ini didasari
dari hasil evaluasi kurikulum KTSP yang masih banyak perlu pem-
benahan, di antaranya adalah karena: (1) masih padatnya isi kurikulum
yang disampaikan dalam kurikulum sebelumnya (KTSP) sehingga
dirasa membebani guru dan siswa; (2) tuntutan fungsi dan tujuan
pendidikan nasional dalam bentuk kompetensi belum sepenuhnya
dijalankan dalam perencanaan, proses, dan evaluasi; (3) belum
tampaknya kompetensi holistik pada ranah kognitif, afektif, dan
psikomotor dalam KTSP atau dalam artian masih bersifat parsial-
berdiri sendiri-sendiri; (4) belum sesuainya beberapa kompetensi

120 Insania, Vol. 19, No. 1, Januari - Juni 2014


Optimalisasi Kurikulum Aktual dan Kurikulum Tersembunyi
dalam Kurikulum 2013

dengan perkembangan kebutuhan yang ada di masyarakat saat ini


dan masa yang akan datang; (5) belum tanggap dan pekanya kurikulum
terhadap perubahan sosial baik tingkat lokal, nasional, maupun global
sehingga jika diabaikan output pendidikan kita akan tertinggal jauh
dengan output pendidikan negara lain; (6) belum adanya urutan rinci
dalam standar proses pembelajaran yang dilakukan dalam KTSP
sehingga pembelajaran yang seharusnya berpusat pada aktivitas siswa
malah berpusat pada guru; (7) penilaian proses dan hasil belum tampak
pada standar penilaian, dan remediasi secara berkala belum dituntut
secara tegas dalam KTSP; dan perlunya dokumen kurikulum yang
lebih rinci agar tidak menimbulkan berbagai penafsiran yang berbeda
(Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013: 1-2).
Berdasarkan permasalahan tersebut, kemudian kurikulum 2013
muncul beberapa perbedaan daripada KTSP, yaitu: (1) Standar
Kompetensi Lulusan (SKL) yang pada Kurikulum 2006 diturunkan
dari Standar Isi (SI), pada Kurikulum 2013 diturunkan dari kebutuhan
masyarakat sehingga apa yang didapatkan siswa akan lebih aplikatif
ketika ia telah menyelesaikan pendidikannya; (2) Standar Isi (SI) yang
pada kurikulum 2006 dirumuskan berdasarkan tujuan mata pelajaran
yang kemudian dirinci menjadi SKKD Mata Pelajaran, pada kurikulum
2013 SI diturunkan dari SKL melalui Kompetensi Inti (KI) yang bebas
mata pelajaran. Dalam poses ini, maka setiap mata pelajaran akan
secara bersama-sama mewujudkan standar yang ditetapkan; (3) Jika
dalam kurikulum 2006 ada pembedaan mata pembelajaran yang
membentuk ranah kognitif, afektif, dan psikomotor, maka dalam
kurikulum 2013 semua mata pelajaran berkontribusi kepada tiga ranah
tersebut, sehingga ketiga ranah tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri;
(4) Jika pada kurikulum 2006 kompetensi diturunkan dari mata
pelajaran, maka dalam kurikulum 2013 adalah sebaliknya mata
pelajaran dijabarkan dari kompetensi. Dalam kurikulum 2013 ini,
kompetensi merupakan landasan utama sedangkan mata pelajaran
adalah penjabarannya; (5) Jika dalam kurikulum 2006 mata pelajaran
seolah berdiri sendiri-sendiri, maka dalam Kurikulum 2013 seluruh
mata pelajaran diikat oleh kompetensi inti (Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan, 2013: 4); (6) Jika pendekatan pembelajaran dalam
kurikulum 2006 dilakukan dengan pendekatan berbeda, maka pada

ISSN 1410-0053 121


Muhammad Nurhalim

kurikulum 2013 semua pendekatan dalam proses pembelajaran


dilakukan melalui satu pendekatan, yaitu pendekatan saintifik; dan
(7) Jika pada kurikulum 2006 pembelajaran tematik hanya digunakan
untuk lower level (kelas I-III), maka pada kurikulum 2013 pembe-
lajaran tematik integratif digunakan pada semua kelas dari kelas I
sampai kelas IV (Mulyasa, 2013: 169).
Secara filosofis, kurikulum 2013 ini dilandasi oleh pandangan
filosofi Pancasila dengan kelima silanya (Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan, keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia) dalam upaya
mewujudkan pembangunan pendidikan dan juga berdasarkan filosofi
pendidikan yang berbasis pada nilai akademik, nilai-nilai luhur,
kebutuhan siswa dan masyarakat (Mulyasa, 2013: 64). Landasan
filosofi Pancasila ini menjadi penting untuk dijadikan pokok dasar
pengembangan kurikulum 2013 karena sebuah perencanaan pen-
didikan dalam kurikulum tidak boleh terlepas dari nilai-nilai yang
ada dan dipegang oleh masyarakat yang kesemuanya telah tercakup
dalam kelima sila Pancasila tersebut.
Sementara itu, secara yuridis, Kurikulum 2013 ini dilandasi oleh:
(1) Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan yang merupakan kriteria minimal tentang sistem pendi-
dikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia;
(2) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun
2010-2014 dalam Sektor Pendidikan; dan (3) Instruksi Presiden
(INPRES) Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan
Prioritas Pembangunan Nasional (Mulyasa, 2013: 64).
Secara teoritis atau konseptual, ide kurikulum 2013 ini dilandasi
pada enam konsep utama. Pertama, konsep kurikulum berbasis kom-
petensi. Kurikulum berbasis kompetensi merupakan kurikulum yang
menekankan pada kemampuan siswa dalam melakukan tugas-tugas
dengan standar performansi tertentu yang telah ditetapkan, yang
nantinya hasilnya berupa seperangkat kompetensi tertentu yang dapat
dirasakan siswa (Mulyasa, 2008: 39). Kurikulum berbasis kompetensi
ini tetap dipertahankan dalam kurikulum 2013 karena kurikulum
berbasis kompetensi dianggap sebagai salah satu bentuk kurikulum

122 Insania, Vol. 19, No. 1, Januari - Juni 2014


Optimalisasi Kurikulum Aktual dan Kurikulum Tersembunyi
dalam Kurikulum 2013

yang paling tepat untuk menghadapi era globalisasi yang penuh


tantangan dan persaingan. Rasionalisasinya adalah jika setiap output
pendidikan memiliki kompetensi, maka ia akan bisa bersaing dengan
output pendidikan di negara atau tempat manapun sebagai hasil dari
penguasaan kompetensi tersebut.
Kompetensi sendiri sebagaimana Burke yang dikutip Mulyasa
(2013: 56) mengatakan bahwa kompetensi “... is knowledge, skills,
and abilities or capabilities that a person achieves, which become
part of his or her being to the exent he or she can satisfactory perform
particular cognitive, afective, and psychomotor behaviors ”. Jadi,
dalam definisi tersebut kompetensi merupakan pengetahuan,
keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai dan menjadi bagian dari
dirinya sehingga seseorang dapat melakukan sebaik-baiknya berbagai
perilaku dalam ranah pengetahuan, sikap maupun keterampilan. Lebih
lanjut Mulyasa (2013:67-68) menjelaskan bahwa ada enam pokok
aspek yang terdapat dalam kurikulum berbasis kompetensi dalam
kurikulum 2013, yaitu: (1) knowledge (pengetahuan) yang berupa
kesadaran dalam bidang kognitif; (2) understanding (pemahaman)
yang berupa kedalaman kognitif dan afektif yang dimiliki individu;
(3) skill (kemampuan) yang berupa sesuatu yang dimiliki seseorang
untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya;
(4) value (nilai) yang berupa standar perilaku yang diyakini dan secara
psikologis telah menjadi bagian diri seseorang; (5) attitude (sikap)
yang berupa perasaan atau reaksi terhadap rangsangan yang datang
kepada dirinya; dan (6) interest (minat) yang berupa kecenderungan
seseorang untuk melakukan suatu perbuatan.
Kedua , konsep kurikulum berbasis pendidikan karakter. Ada
banyak konsep kurikulum berbasis pendidikan karakter yang telah
diungkapkan oleh para ahli, di antaranya: (1) sebagai kurikulum yang
didasarkan pada “the deliberate effort to help people understand, care
about, and act upon core ethical value” atau dalam arti lain berupa
kurikulum dalam bentuk usaha sadar atau disengaja untuk membantu
siswa memahami, peduli tentang, dan melaksanakan nilai-nilai etika
inti (Zubaedi, 2013: 15); (2) Kurikulum yang berintikan pada usaha
untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan
bijak dan mempraktikkannya dalam kesehariannya sehingga ber-

ISSN 1410-0053 123


Muhammad Nurhalim

dampak positif terhadap lingkungan hidupnya (Syarbini, 2012: 17);


dan (3) Kurikulum yang berintikan pada usaha yang dilakukan oleh
para personil sekolah, bahkan yang dilakukan bersama-sama orang
tua dan anggota masyarakat untuk membantu siswa agar menjadi
atau memiliki sifat peduli, berpendirian, dan bertanggung jawab.
(Daryanto dan Darmiatun, 2013: 64).
Berdasarkan konsep tersebut, kurikulum berbasis pendidikan
karakter memiliki beberapa aspek, yaitu: (1) merupakan usaha sadar
dalam artian bahwa kurikulum tersebut telah merencanakan dan
melaksanakan secara disengaja untuk membentuk karakter tertentu;
(2) kurikulum berbasis pendidikan karakter dilakukan dan melibatkan
seluruh komponen yang berhubungan dengan sekolah, yaitu stake-
holder, pihak sekolah, baik kepala sekolah, pendidik dan tenaga
kependidikan, dan orang tua siswa maupu masyarakat sekitar; (3)
ada karakter yang ditetapkan untuk dicapai. Dalam konteks karakter
yang hendak dicapai ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
menetapkan delapan belas karakter yang harus dicapai, yaitu: Religius,
Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis,
Rasa Ingin Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta Tanah Air, Menghargai
Prestasi, Bersahabat/Komunikatif, Cinta Damai, Gemar Membaca,
Peduli Lingkungan, Peduli Sosial, dan Tanggung Jawab (Jalal, dkk.,
2011).
Ketiga , perlunya link and match antara pendidikan dengan
tuntutan masyarakat dan dunia kerja. Link and match merupakan
usaha untuk menghubungkan dan mencocokkan ( link and match )
antara tuntutan masyarakat dan dunia kerja dengan apa yang terjadi
dalam seluruh proses di sekolah. Oleh karena itu, berdasarkan latar
belakang munculnya kurikulum 2013 sebagaimana telah disebutkan
sebelumnya, yaitu untuk mempersiapkan siswa di dalam menghadapi
era globalisasi yang penuh tantangan dan persaingan, maka meng-
hubungkan dan mencocokkan ( link and match ) antara tuntutan
masyarakat dan dunia kerja dengan segala proses yang terjadi dalam
kurikulum sekolah merupakan suatu kewajiban yang tak terhindarkan.
Sejarah penerapan link and match dalam sejarah kurikulum
pendidikan di Indonesia sebenarnya telah sejak lama dilaksanakan
terutama pada sekolah-sekolah vokasional seperti Sekolah Menengah

124 Insania, Vol. 19, No. 1, Januari - Juni 2014


Optimalisasi Kurikulum Aktual dan Kurikulum Tersembunyi
dalam Kurikulum 2013

Kejuruan (SMK). Hal ini dapat dilihat dari diterapkannya sistem PKL
(Praktik Kerja Lapangan), Praktik Kerja Industri yang disingkat dengan
“Prakerin”, dan Pendidikan Sistem Ganda (PSG).
Secara ideal, pelaksanaan link and match seharusnya memberikan
ruang lingkup kerjasama antara sekolah dan dunia usaha atau masya-
rakat yang mencakup tiga hal, yakni: (1) pengembangan kurikulum/
pemetaan kompetensi yang dilakukan secara bersama antara dunia
kerja atau masyarakat; (2) pelaksanaan pembelajaran berbasis penga-
laman nyata di lapangan; dan (3) evaluasi hasil pembelajaran yang
mengarah pada hasil yang diharapkan dalam pemetaan kompetensi
yang telah ditetapkan.
Keempat, konsep pembelajaran berbasis pada siswa (pembelajaran
aktif). Disebabkan karena kurikulum 2013 merupakan Kurikulum
Berbasis Kompetensi, maka pembelajaran berbasis pada siswa menjadi
penting dalam kurikulum 2013 karena dalam paradigma kurikulum
2013 siswa adalah subjek belajar di mana setiap siswa harus memba-
ngun sendiri pengetahuan yang didasarkan pada kompetensi yang
telah ditetapkan. Hal ini sebagaimana dikatakan Sudjarwadi (2010:
12) bahwa kurikulum berbasis kompetensi merupakan a method of
inquiry, yaitu sebagai suatu metode yang menumbuhkan hasrat besar
untuk ingin tahu sehingga setiap siswa harus memikirkan secara
mendalam apa yang akan dipelajari. Selain itu, sebagai a method of
inquiry, setiap siswa dengan sendirinya akan dapat meningkatkan
kemampuan untuk menggunakan tujuan kompetensi sebagai perang-
kat menentukan pilihan jalan berkehidupan di masyarakat dan akan
meningkatkan cara belajar sepanjang hayat (lifelong learning).
Kelima , pembelajaran dengan pendekatan saintifik. Penerapan
pembelajaran dengan pendekatan saintifik dalam kurikulum 2013 ini
dilandasi oleh sebuah pemikiran bahwa pembelajaran merupakan
suatu proses ilmiah yang diyakini akan menjadi pondasi perkembangan
dan pengembangan pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa.
Ketiga perkembangan dan pengembangan ranah, baik ranah penge-
tahuan, ranah sikap, maupun ranah keterampilan tersebut diyakini
akan dapat diperoleh dan dibentuk melalui berbagai kegiatan yang
ada dalam pendekatan saintifik. Perkembangan dan pengembangan
pengetahuan diperoleh melalui berbagai kegiatan yang dilakukan oleh

ISSN 1410-0053 125


Muhammad Nurhalim

siswa, baik mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, meng-


evaluasi, dan mencipta; perkembangan dan pengembangan sikap
diperoleh melalui berbagai kegiatan yang dilakukan oleh siswa baik
kegiatan menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan meng-
amalkan; sedangkan perkembangan dan pengembangan keterampilan
diperoleh melalui berbagai kegiatan yang dilakukan oleh siswa, baik
mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta
(Atsnan dan Gazali, 2013).
Pendekatan saintifik dalam kurikulum 2013 diterapkan dalam
setiap mata pelajaran yang ada. Sebagaimana disampaikan oleh
Nasution (2013: 4) bahwa setiap pembelajaran yang menggunakan
pendekatan saintifik, maka diperlukan berbagai langkah prosedural,
yaitu langkah mengamati, menanya, mencoba, mengolah, dan meng-
komunikasikan apa yang dipelajari. Dengan proses mengamati, objek
yang dipelajari akan secara nyata dilihat oleh siswa sehingga tidak
bersifat abstrak. Dengan menanya, diharapkan rasa ingin tahu siswa
lebih meningkat, melatih untuk mengembangkan pertanyaan dari dan
untuk dirinya sendiri, melatih untuk mencari solusi dari pertanyaan
yang dilontarkan dan sekaligus mendiagnosa kesulitan belajar siswa,
melatih keterampilan siswa berbicara, mengungkapkan secara logis
dan melatih untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Dengan
mencoba, siswa akan mengalami, merasakan, dan membuktikan atas
apa yang dipelajari. Dengan mengolah, siswa dapat dapat menemukan
sebuah kebenaran yang ia konstruk sendiri ataupun siswa dapat
membandingkan teori-teori yang telah ada dengan hasil percobaan
yang ia lakukan. Kemudian dengan mengkomunikasikan, siswa akan
lebih merasa percaya diri terhadap apa yang dilakukannya dan juga
akan memperkuat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang
dipelajari.
Keenam, penilaian yang valid, utuh, dan menyeluruh (penilaian
autentik). Berbeda dengan penilaian dalam kurikulum sebelumnya,
penilaian dalam kurikulum 2013 diisyaratkan harus menggunakan
penilaian otentik di mana setiap siswa akan dinilai baik dari kesiapan,
proses, maupun hasil belajar secara utuh. Dengan begitu, penilaian
dalam kurikulum ini akan dapat menggambarkan kapasitas, gaya, dan
perolehan belajar siswa. Dengan penilaian ini pula, sebuah penilaian

126 Insania, Vol. 19, No. 1, Januari - Juni 2014


Optimalisasi Kurikulum Aktual dan Kurikulum Tersembunyi
dalam Kurikulum 2013

pembelajaran akan dapat menghasilkan dampak instruksional maupun


dampak pengiring sehingga nantinya dapat digunakan sebagai pijakan
ketika merencanakan program perbaikan, program pengayaan,
maupun program konseling dan juga perbaikan proses sesuai tuntutan
undang-undang (Abdullah, 2013). Lebih lanjut, Abdullah (2013)
menyatakan bahwa dalam pelaksanaannya, penilaian pada saat
proses pembelajaran dilakukan dengan berbagai instrumen, di antara-
nya: penggunaan angket, penggunaan catatan anekdot, observasi,
dan penggunaan refleksi.

Optimalisasi Kurikulum Aktual dan Kurikulum Tersem-


bunyi dalam Implementasi Kurikulum 2013
Sebagaimana telah dijelaskan dalam konsep kurikulum aktual dan
kurikulum tersembunyi sebelumnya, maka dapat ditarik sebuah
kesimpulan sederhana bahwa kurikulum aktual dan kurikulum ter-
sembunyi merupakan tindak lanjut maupun aksi nyata dari kurikulum
ideal yang telah ditetapkan. Keduanya dikaitkan dengan setiap proses
yang terjadi di dalam kelas, di halaman sekolah, di lingkungan sekolah,
maupun di dalam masyarakat di mana siswa berada. Oleh sebab itu,
optimalisasi kurikulum aktual dan kurikulum tersembunyi dalam
mensukseskan implementasi kurikulum 2013 ini juga perlu dilakukan
di dalam kelas, di luar kelas, maupun di lingkungan masyarakatnya.
Berdasarkan enam ide pokok kurikulum 2013 sebagaimana
dijelaskan sebelumnya, yaitu kurikulum berbasis berbasis kompetensi,
konsep kurikulum berbasis pendidikan karakter, perlunya link and
match, pembelajaran berbasis pada siswa, pendekatan saintifik, dan
penilaian autentik, maka optimalisasi kurikulum aktual dalam men-
sukseskan implementasi kurikulum 2013 dapat dilakukan dengan
sembilan tindakan.
Pertama, setiap guru sebagai pelaksana kurikulum mikro harus
benar-benar diberi pemahaman yang cukup tentang filosofi, ide, dan
aplikasi kurikulum 2013 tersebut. Dalam hal ini, sosialisasi kurikulum
mempunyai peranan terdepan di dalam kesuksesan penerapan
kurikulum baru ini. Setiap agen pensosialisasi kurikulum harus di-
samakan persepsi dulu terhadap filosofi, ide, dan aplikasinya sehingga
ketika proses diseminasi kurikulum ini akan diterima secara seragam

ISSN 1410-0053 127


Muhammad Nurhalim

oleh pelaksana kurikulumnya. Proses pemberian pemahaman terhadap


guru memang harus benar-benar dilakukan dalam waktu intensif,
begitu pun pemantauannya, sehingga apa yang didapat tidak hanya
seperti honeymoon effect (hanya berlangsung sementara).
Kedua, perencanaan dalam ideal kurikulum harus jelas dan lugas
serta dengan langkah yang rinci sehingga mudah dipahami guru di
dalam pelaksanaannya. Ketiga , kompetensi dan karakter yang di-
kembangkan perlu menjadi pemahaman dan tujuan bersama oleh setiap
pelaksana kurikulum sehingga ide pokok kurikulum berbasis kom-
petensi dan karakter ini dapat terwujud di dalam setiap langkah yang
dilakukan guru.
Keempat , dalam hubungannya dengan keberhasilan link and
match, maka perlu kiranya setiap satuan pendidikan melakukan need
assesment terhadap setiap perkembangan tuntutan masyarakat dan
dunia industri, dan merumuskan bersama-sama sehingga akan tercipta
proses yang saling mendukung di antara proses yang terjadi dan
tuntutan yang ada. Kelima, pemerintah perlu membuat kebijakan yang
nyata agar standar sarana dan prasarana serta standar proses dapat
tercipta sehingga setiap satuan pendidikan mampu memberikan
pelayanan dan sarana prasarana yang memadai yang mendukung
optimalisasi penerapan kurikulum di kelas, baik berupa kesiapan
pengajar, kesiapan buku, maupun alat praktik yang bervariasi.
Keenam , guru perlu selalu berlatih keterampilan-keterampilan
dalam upaya menumbuhkembangkan dalam diri siswa bagaimana
mengamati yang tepat, menanya yang benar, mencoba yang sesuai,
mengolah informasi yang komprehensif, dan bagaimana mengko-
munikasikan ide di depan kelas sehingga ide pokok pendekatan
saintifik benar-benar dapat memaksimalkan penanaman pengetahuan,
sikap, dan keterampilan.
Ketujuh , guru harus mempunyai pemahaman bahwa walaupun
proses pembelajaran di dalam kelas terjadi secara klasikal tetapi setiap
perbedaan siswa harus diperhatikan sehingga titik poinnya adalah
kegiatan perindividu. Kedelapan , dikarenakan proses pembelajaran
berbasis pada aktivitas siswa, maka guru harus mampu membuka jalan
dalam upaya pengembangan wawasan peserta atas materi yang akan
dipelajari, menjadi pemandu teknis atas persoalan yang diteliti,

128 Insania, Vol. 19, No. 1, Januari - Juni 2014


Optimalisasi Kurikulum Aktual dan Kurikulum Tersembunyi
dalam Kurikulum 2013

mengkaitkan dengan bidang keilmuan lain maupun memberikan


gambaran logis atas dampak dari proses dan materi yang dipelajari.
Kesembilan, dikarenakan penilaian dalam kurikulum 2013 menggu-
nakan penilaian autentik, maka setiap guru harus membuat berbagai
instrumen, baik angket, catatan anekdot, observasi, maupun ins-
trumen refleksi.
Kemudian sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya ada tiga
dimensi kurikulum tersembunyi, yaitu: konteks pendidikan; proses
yang terjadi di atau melalui sekolah; dan tingkatan intensionalitas
yang kesemuanya merupakan faktor yang signifikan di dalam mem-
bantu pencapaian tujuan kurikulum ideal dan kurikulum aktual dan
merupakan faktor paling “manjur” di dalam mewujudkan pemben-
tukan nilai-nilai siswa.
Berdasarkan ketiga hal tersebut maka optimalisasi kurikulum
tersembunyi dalam mensukseskan implementasi kurikulum 2013 dapat
dilakukan dengan tujuh kegiatan. Pertama, penguatan rules (aturan)
yaitu setiap tata kerja atau tata sikap yang secara tidak tertulis dise-
pakati oleh sekolah dan dikembangkan berdasarkan kompetensi dan
karakter yang telah disepakati. Seperti contoh untuk menumbuh-
kembangkan karakter menghormati maka seolah ada kesepakatan
bersama bahwa setiap siswa harus berbicara pakai bahasa “ kromo
inggil” ketika berbicara dengan guru atau tenaga pendidik dan kon-
sekuensi apabila siswa tidak melakukannya maka harus ada pihak
yang menegur atau adanya sanksi sosial.
Kedua, penguatan regulations (peraturan) yang berupa poin-poin
kebijakan sekolah secara tertulis tentang kompetensi maupun karakter
yang disepakati bersama. Seperti contoh untuk menumbuhkem-
bangkan karakter disiplin, sekolah membuat peraturan tentang aturan
seragam, aturan masuk kelas, ataupun aturan yang secara tertulis dan
mempunyai konsekuensi administratif.
Ketiga , penguatan routines (rutinitas) yang berupa kegiatan-
kegiatan harian, mingguan, bulanan, semesteran, maupun tahunan
yang dengan sengaja dibuat untuk menumbuhkembangkan kom-
petensi maupun karakter yang disepakati. Keempat , bekerjasama
dengan orang tua atau masyarakat terutama di dalam upaya pena-
naman karakter-karakter yang ditetapkan. Dalam hal ini guru maupun

ISSN 1410-0053 129


Muhammad Nurhalim

pihak sekolah harus berkoordinasi dan berkomunikasi secara intensif


dengan wali siswa maupun masyarakat tentang perkembangan ka-
rakter siswa.
Kelima, membuat tulisan maupun simbol-simbol yang dipajang
di tempat strategis guna menumbuhkembangkan kompetensi maupun
karakter yang disepakati. Keenam, menciptakan lingkungan sekolah
yang kondusif, baik hubungan antarwarga sekolah maupun hubungan
antara warga sekolah dengan lingkungannya, sehingga proses pena-
naman kompentensi maupun pembentukan karakter siswa dapat
berjalan sebagaimana yang ditetapkan. Ketujuh, memberikan kesem-
patan yang sama kepada setiap siswa di dalam menumbuhkembangkan
kompetensi maupun karakter yang disepakati melalui sistem yang
terbuka dan transparan.

Kesimpulan
Persoalan hasil kurikulum di Indonesia selalu saja terulang, yakni
setiap kurikulum yang ditetapkan pada akhirnya selalu mendapat
“rapor merah” sehingga selalu harus diganti. Jika melihat sejarah
pergantian kurikulum di Indonesia yang sebenarnya selalu baik di
dalam perencanaannya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
persoalan hasil kurikulum sebenarnya tidak hanya dibebankan kepada
bagaimana perencanaan kurikulum tersebut (ideal kurikulum) saja,
akan tetapi lebih dari itu juga harus dibebankan kepada bagaimana
pelaksanaannya (kurikulum aktual) maupun bagaimana lingkungan
dan berbagai hal yang berkaitan dengan kurikulum tersebut atau
kurikulum tersembunyinya.
Jika optimalisasi ideal kurikulum telah dilakukan oleh para ahli
di bidang kurikulum dengan begitu hebatnya, maka kurikulum aktual
dan kurikulum tersembunyi juga perlu dengan hebat dilakukan oleh
para pelaku kurikulum (guru) maupun manajemen dan lingkungan
sekolah (tenaga kependidikan dan stakeholder) sehingga pengopti-
malan ketiganya dapat dipastikan bahwa implementasi kurikulum
yang diterapkan pasti akan berjalan sesuai dengan tujuan yang di-
tetapkan.
Dalam konteks pelaksanaan kurikulum 2013 agar tidak terjadi
sebagaimana kurikulum-kurikulum sebelumnya, maka pembenahan

130 Insania, Vol. 19, No. 1, Januari - Juni 2014


Optimalisasi Kurikulum Aktual dan Kurikulum Tersembunyi
dalam Kurikulum 2013

dalam kurikulum aktual dan kurikulum tersembunyi harus diopti-


malkan secara maksimal. Berdasarkan keenam pokok kurikulum 2013
yaitu kurikulum berbasis berbasis kompetensi, konsep kurikulum
berbasis berbasis pendidikan karakter, perlunya link and match,
pembelajaran berbasis pada siswa, pendekatan saintifik, dan penilaian
autentik, maka optimalisasi kurikulum aktual harus menyentuh dalam
lingkup pemahaman filosofis, ide, sampai kepada teknisnya,
sedangkan dalam optimalisasi kurikulum tersembunyi harus me-
nyentuh aturan, peraturan, rutinitas, sampai kepada hubungan antar
warga sekolah.

Daftar Pustaka
Abdullah, Lukmanul Hakim. 2013. Sistem Penilaian dalam Kurikulum
2013: Kajian Dokumen Terhadap Kurikulum 2013. [On Line]http://
www.academia.edu/5253890/Sistem_Penilaian_dalam_Kurikulum 2013
Kajian_Dokumen diakses pada 18 Mei 2014.
Apple, Michael W. 1990. Ideology and Curriculum, Second Edition. New York:
Routledge, Chapman and Hall, Inc.
Atsnan, M.F. dan Gazali, Rahmita Yuliana. Penerapan Pendekatan Scientific
dalam Pembelajaran Matematika Smp Kelas VII Materi Bilangan (Pecahan).
Makalah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan
Matematika dengan tema “ Penguatan Peran Matematika dan Pendidikan
Matematika untuk Indonesia yang Lebih Baik” pada tanggal 9 November
2013 di Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY.
Daryanto & Darmiatun, Suryati. 2013. Implementasi Pendidikan Karakter di
Sekolah. Yogyakarta: Gavamedia.
Fasli Jalal, dkk. 2011. Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Jakarta:
Kementerian Pendidikan Nasional, Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat
Kurikulum dan Perbukuan.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Pedoman Pelatihan
Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Badan Pengembangan Sumber Daya
Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2012. Dokumen Kurikulum 2013.
Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kentli, Fulya Damla. 2009. Comparison of Hidden Curriculum Theories. Euro-
pean Journal Educational Studies.

ISSN 1410-0053 131


Muhammad Nurhalim

Margolis, Eric dkk. 2001. “Hiding and Outing the Curriculum”. Dalam The
Hidden Curriculum in Higher Education. Editor Margolis, Eric. New York:
Routledge.
Marsh, Colin J. 2009. Key Concepts for Understanding Curriculum. Fourth
Edition. New York: Taylor & Francis.
Mulyasa, E. 2013. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
—————.2008. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep Karakteristik dan
Implementasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Morrison, Kristian Accles. 2007. Free School Teaching: A Journey into Radical
Progressive Education. New York: State Unyversity of New York Press.
Nasution, Khairiah. 2013. Aplikasi Model Pembelajaran Dalam Perspektif
Pendekatan Saintifik. [On Line] http://sumut.kemenag.go.id/file/file/
TULISANPENGAJAR/nqtx1392172430.pdf diakses 18 Mei 2014
Poerwanti, Loeloek Endah. 2013. Panduan Memahami Kurikulum 2013. Jakarta:
Prestasi Pustakaraya.
Power, F. Clark dkk. 2007. Moral Education, A Handbook: A-L. Portsmouth:
Greenwood Publishing Group.
Sujarwadi. 2010. Kurikulum Perguruan Tinggi (Orientasi Universitas Gadjah
Mada). Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2007. Pengembangan Kurikulum; Teori dan
Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Susilana, Rudi,, dkk. 2006. Kurikulum & Pembelajaran. Bandung: Tim MKDP
Kurikulum dan Pembelajaran UPI.
Syarbini, Amirullah. 2012. Buku Pintar Pendidikan Karakter; Panduan Lengkap
Mendidik Karakter Anak di Sekolah, Madrasah, dan Rumah. Jakarta: As@-
Prima Pustaka.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003.
Zubaedi. 2006. Desin Kurikulum karakter; Konsepsi dan Aplikasinya dalam
Lembaga Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

132 Insania, Vol. 19, No. 1, Januari - Juni 2014

Anda mungkin juga menyukai