1. Definisi Penyakit Addison adalah suatu kelainan endokrin atau hormon yang terjadi pada semua kelompok umur dan menimpa pria dan wanita sama rata. Penyakit ini di karakteristikan oleh kehilangan berat badan, kelemahan otot, kelelahan, tekanan darah rendah dan adakalanya penggelapan kulit pada kedua bagian-bagian tubuh yang terbuka dan tidak terbuka. (http:/www.total kesehatan nanda.com/Addison 4html) Penyakit Addison adalah penyakit yang terjadi akibat fungsi korteks tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormon – hormon korteks adrenal (Soediman, 1996) Penyakit Addison adalah lesi kelenjar primer karena penyakit destruktif atau atrofik, biasanya auto imun atau tuberkulosa. (Baroon, 1994) Penyakit Addison terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan kebutuhan hormon – hormon korteks adrenal. (Bruner, dan Suddart Edisi 8 hal 1325) Penyakit Addison ialah kondisi yang terjadi sebagai hasil dari kerusakan pada kelenjar adrenal (Black, 1997). Penyakit Addison (juga dikenal sebagai kekurangan adrenalin kronik, hipokortisolisme atau hipokortisisme) adalah penyakit endokrin langka dimana kelenjar adrenalin memproduksi hormon steroid yang tidak cukup. 3. Etiologi Tuberculosis Histoplasmosis (penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur histoplasma capsulatum, yang terutama menyerang paru-paru) Koksidiodomikosis (penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur Coccidioides immitis, yang biasanya menyerang paru-paru Kriptokokissie Pengangkatan kedua kelenjar adrenal Kanker metastatik (Ca. Paru, Lambung, Payudara, Melanoma, Limfoma) Adrenalitis auto imun 4. Patofisiologi Penyebab terjadinya Hipofungsi Adrenokortikal mencakup operasi pengangkatan kedua kelenjar adrenal atau infeksi pada kedua kelenjar tersebut. Tuberkulosis (TB) dan histoplasmosis merupakan infeksi yang paling sering ditemukan dan menyebabkan kerusakan pada kedua kelenjar adrenal. Meskipun kerusakan adrenal akibat proses autoimun telah menggantikan tuberculosis sebagai penyebab penyakit Addison, namun peningkatan insidens tuberculosis yang terjadi akhir-akhir ini harus mempertimbangkan pencantuman pemyakit infeksi ini kedalam daftar diagnosis. Sekresi ACTH yang tidak adekuat dari kelenjar hipofisis juga akan menimbulkan insufisiensi adrenal akibat penurunan stimulasi korteks adrenal. Gejala insufisiensi adrenokortikal dapat pula terjadi akibat penghentian mendadak terapi hormon adrenokortikal yang akan menekan respon normal tubuh terhadap keadaan stres dan mengganggu mekanisme umpan balik normal. Terapi dengan pemberian kortikosteroid setiap hari selama 2-4 minggu dapat menekan fungsi korteks adrenal. Oleh sebab itu kemungkinan Addison harus di anitsipasi pada pasien yang mendapat pengobatan kortikosteroid. 5. Tanda dan Gejala Gejala awal : kelemahan, fatique, anoreksia, nausea, muntah, BB menurun, hipotensi, dan hipoglikemi. Astenia (gejala cardinal) : pasien kelemahan yang berlebih Hiperpiqmentasi : menghitam seperti perunggu, coklat seperti terkena sinar matahari, biasanya pada kulit buku jari, lutut, siku Rambut pubis dan aksilaris berkurang pada perempuan Hipotensi arterial (TD : 80/50 mmHg/kurang) Abnormalitas fungsi gastrointestinal 6. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Laboratorium Darah 1) Penurunan konsentrasi glukosa dan natrium (hipoglikemia dan hiponatrium) 2) Peningkatan konsentrasi kalium serum (hiperkalemia) 3) Peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis) 4) Penurunan kadar kortisol serum 5) Kadar kortisol plasma rendah 6) ADH meningkat 7) Analisa gas darah: asidosis metabolic 8) Sel darah merah (eritrosit): anemia numokronik, Ht meningkat (karena hemokonsentrasi) jumlah limfosit mungkin rendah, eosinofil meningkat. b. Pemeriksaan radiografi abdominal menunjukan adanya klasifikasi di adrenal. c. CT Scan Detektor klasifikasi adrenal dan pembesaran yang sensitive hubungannya dengan insufisiensi pada tuberculosis, infeksi, jamur, penyakit infiltrasi malignan dan non malignan dan hemoragik adrenal d. Gambaran EKG Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non spesifik abnormal sekunder akibat adanya abnormalitas elektrolik e. Tes stimulating ACTH Cortisol darah dan urin diukur sebelum dan setelah suatu bentuk sintetik dari ACTH diberikan dengan suntikan. Pada tes ACTH yang disebut pendekcepat. Penyukuran cortisol dalam darah di ulang 30 sampai 60 menit setelah suatu suntikan ACTH adalah suatu kenaikan tingkatan – tingkatan cortisol dalam darah dan urin. f. Tes Stimulating CRH Ketika respon pada tes pendek ACTH adalah abnormal, suatu tes stimulasi CRH “Panjang” diperlukan untuk menentukan penyebab dari ketidak cukupan adrenal. Pada tes ini, CRH sintetik di suntikkan secara intravena dan cortisol darah diukur sebelum dan 30, 60 ,90 dan 120 menit setelah suntikan. Pasien – pasien dengan ketidak cukupan adrenal seunder memp. Respon kekurangan cortisol namun tidak hadir / penundaan respon – respon ACTH. Ketidakhadiran respon – respon ACTH menunjuk pada pituitary sebagai penyebab ; suatu penundaan respon ACTH menunjukan pada hypothalamus sebagai penyebab. 7. Penatalaksanaan Medik Terapi dengan pemberian kortikostiroid setiap hari selama 2 sampai 4 minggu dosis 12,5 – 50 mg/hr Hidrkortison (solu – cortef) disuntikan secara IV Prednison (7,5 mg/hr) dalam dosis terbagi diberikan untuk terapi pengganti kortisol Pemberian infus dekstrose 5% dalam larutan saline Fludrukortison : 0,05 – 0,1 mg/hr diberikan per oral 8. Komplikasi Syok, (akibat dari infeksi akut atau penurunan asupan garam) Kolaps sirkulasi Dehidrasi Hiperkalemiae Sepsis Ca. Paru Diabetes melitus B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN 1. Pengkajian a) Identitas Penyakit Addison bisa terjadi pada laki – laki maupun perempuan yang mengalami krisis adrenal b) Keluhan Utama Pada umumnya pasien mengeluh kelemahan, fatique, nausea dan muntah. c) Riwayat Penyakit Dahulu Perlu dikaji apakah klien pernah menderita tuberkulosis, hipoglikemia maupun Ca paru, payudara dan limpoma d) Riwayat Penyakit Sekarang Pada pasien dengan penyakit Addison gejala yang sering muncul ialah pada gejala awal : kelemahan, fatigue, anoreksia, nausea, muntah, BB turun, hipotensi dan hipoglikemi, astenia (gejala cardinal). Pasien lemah yang berlebih, hiperpigmentasi, rambut pubis dan axila berkurang pada perempuan, hipotensi arterial (TD : 80/50 mm/Hg) e) Riwayat Penyakit Keluarga Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami penyakit yang sama / penyakit autoimun yang lain. f). Sistem Pernapasan I : Bentuk dada simetris, pergerakan dada cepat, adanya kontraksi otot bantu pernapasan (dispneu), terdapat pergerakan cuping hidung P : Terdapat pergesekan dada tinggi P : Resonan A : Terdapat suara ronkhi, krekels pada keadaan infeksi g). Sistem Cardiovaskuler I : Ictus Cordis tidak tampak P : Ictus cordis teraba pada ICS 5-6 mid clavikula line sinistra P : Redup A : Suara jantung melemah h). Sistem Pencernaan Mulut dan tenggorokan : nafsu makan menurun, bibir kering Abdomen : I : Bentuk simetris A: Bising usus meningkat P : Nyeri tekan karena ada kram abdomen P : Timpani i). Sistem muskuluskeletal dan integumen Ekstremitas atas : terdapat nyeri Ekstremitas bawah : terdapat nyeri Penurunan tonus otot j). Sistem Endokrin Destruksi kortek adrenal dapat dilihat dari foto abdomen, Lab. Diagnostik ACTH meningkat Integumen Turgor kulit jelek, membran mukosa kering, ekstremitas dingin, cyanosis, pucat, terjadi hiperpigmentasi di bagian distal ekstremitas dan buku – buku pad ajari, siku dan mebran mukosa k). Sistem Eliminasi Urin Diuresis yang diikuti oliguria, perubahan frekuensi dan krakteristik urin Eliminasi Alvi Diare sampai terjadi konstipasi, kram abdomen l). Sistem Neurosensori Pusing, sinkope, gemetar, kelemahan otot, kesemutan terjadi disorientasi waktu, tempat, ruang (karena kadar natrium rendah), letargi, kelelahan mental, peka rangsangan, cemas, koma ( dalam keadaan krisis) m). Nyeri / kenyamanan Nyeri otot, kaku perut, nyeri kepala, nyeri tulang belakang, abdomen, ekstremitas n). Keamanan Tidak toleran terhadap panas, cuaca udaha panas, penngkatan suhu, demam yang diikuti hipotermi (keadaan krisis) o). Aktivitas / Istirahat Lelah, nyeri / kelemahan pada otot terjadi perburukan setiap hari, tidak mampu beraktivitas / bekerja. Peningkatan denyut jantung / denyut nadi pada aktivitas yang minimal, penurunan kekuatan dan rentang gerak sendi. p). Seksualitas Adanya riwayat menopouse dini, aminore, hilangnya tanda – tanda seks sekunder (berkurang rambut – rambut pada tubuh terutama pada wanita) hilangnya libido q). Integritas Ego Adanya riwayat – riwayat fasctros stress yang baru dialami, termasuk sakit fisik atau pembedahan, ansietas, peka rangsang, depresi, emosi tidak stabil. 2. Diagnosa Keperawatan a. Kekurangan volume cairan b/d kekurangan natrium dan kehilangan cairan melalui ginjal, kelenjar keringat, saluran GIT ( karena kekurangan aldosteron) b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake tidak adekuat (mual, muntah, anoreksia) defisiensi glukontikord c. Intoleransi aktivitas b/d penurunan produksi metabolisme, ketidakseimbangan cairan elektrolit dan glukosa d. Gangguan harga diri b/d perubahan dalam kemampuan fungsi, perubahan karakteristik tubuh e. Anxietas b/d kurangnya pengetahuan f. Defisit perawatan diri b/d kelamahan otot g. Ganguan eliminasi uri b/d gangguan reabsorbsi pada tubulus 3. Intervensi a) Kekurangan volume cairan b/d ketidakseimbangan input dan output Kriteria hasil : Pengeluaran urin adekuat (1 cc/kg BB/jam) TTV dbn N : 80 – 100 x/menit S : 36 – 37oC TD : 120/80 mmHg Tekanan nadi perifer jelas kurang dari 3 detik Turgor kulit elastis Pengisian kapiler naik kurang dari 3 detik Membran mukosa lembab Warna kulit tidak pucat Rasa haus tidak ada BB ideal (TB 100) – 10% (TB – 100) – H Hasil lab Ht : W = 37 – 47 % L = 42 – 52 % Ureum = 15 – 40 mg/dl Natrium = 135 – 145 mEq/L Calium = 3,3 – 5,0 mEq/L Kretanium = 0,6 – 1,2 mg/dl Intervensi 1. Pantau TTV, catat perubahan tekanan darah pada perubahan posisi, kekuatan dari nadi perifer R/ Hipotensi postural merupakan bagian dari hiporolemia akibat kekurangan hormon aldosteron dan penurunan curah jantung sebagai akibat dari penurunan kolesterol 2. Ukur dan timbang BB klien R/ Memberikan pikiran kebutuhan akan pengganti volume cairan dan keefektifan pengobatan, peningkatan BB yang cepat disebabkan oleh adanya retensi cairan dan natrium yang berhubungan dengan pengobatan strois 3. Kaji pasien mengenai rasa haus, kelelahan, nadi cepat, pengisian kapiler memanjang, turgor kulit jelek, membran mukosa kering, catat warna kulit dan temperaturnya R/ mengidentifikasi adanya hipotermia dan mempengaruhi kebutuhan volume pengganti 4. Periksa adanya status mental dan sensori R/ dihidrasi berat menurunkan curah jantung, berat dan perfusi jaringan terutama jaringan otak 5. Auskultasi bising usus ( peristaltik usus) catat dan laporkan adanya mual muntah dan diare R/ kerusakan fungsi saluran cerna dapat meningkatkan kehilangan cairan dan elektrolit dan mempengaruhi cara untuk pemberian cairan dan nutrisi 6. Berikan perawatan mulut secara teratur R/ membantu menurunkan rasa tidak nyaman akibat dari dehidrasi dan mempertahankan kerusakan membrane mukosa 7. Berikan cairan oral 1500 cc – 2000 cc / hr sesegera mungkin, sesuai dengan kemampuan klien R/ adanya perbaikan pada saluran cerna dan kembalinya fungsi cairan cerna tersebut memungkinkan cairan dana elektrolit melalui oral 8. Kolaborasi Berikan cairan, antara lain : Cairan Na Cl 0,9 % R/ mungkin kebutuhan cairan pengganti 4 – 6 liter, dengan pemberian cairan Na Cl 0,9 % melalui IV 500 – 1000 ml/jam, dapat mengatasi kekurangan natrium yang sudah terjadi larutan glukosa R/ dapat menghilangkan hipovolemia 9. Berikan obat sesuai dosis Kartison (ortone) / hidrokartison (cortef) 100 mg intravena setiap 6 jam untuk 24 jam R/ dapat mengganti kekurangan kartison dalam tubuh dan meningkatkan reabsorbsi natrium sehingga dapat menurunkan kehilangan cairan dan mempertahankan curah jantung. Mineral kortikoid, flu dokortisan, deoksikortis 25 – 30 mg/hr per oral R/ di mulai setelah pemberian dosis hidrokortisol yang tinggi yang telah mengakbatkan retensi garam berlebihan yang mengakibatkan gangguan tekanan darah dan gangguan elektrolit 10. Pasang / pertahankan kateter urin dan selang NGT sesuai indikasi R/ dapat menfasilitasi pengukuran haluaran dengan akurat baik urin maupun lambung, berikan dekompresi lambung dan membatasi muntah 11. Pantau hasil laboratorium - Hematokrit ( Ht) R/ peningkatan kadar Ht darah merupakan indikasi terjadinya hemokonsentrasi yang akan kembali normal sesuai dengan terjadinya dehidrasi pada tubuh - Ureum / kreatinin R/ peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah merupakan indikasi terjadinya kerusakan tingkat sel karena dehidrasi / tanda serangan gagal jantung - Natrium R/ hiponatremia merupakan indikasi kehilangan melalui urin yang berlebihan katena gangguan reabsorbsi pada tubulus ginjal - Kalium R/ penurunan kadar aldusteron mengakibatkan penurunan natrium dan air sementara itu kalium tertahan sehingga dapat menyebabkan hiperkalemia. b). Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake tidak adekuat (mual, muntah, anoreksia) defisiensi glukortikoid Kriteria hasil : - Tidak ada mual mutah - BB ideal (TB-100)-10%(TB-100) - Hb : W : 12 – 14 gr/dl L : 13 – 16 gr/dl Ht : W : 37 – 47 % L : 42 – 52 % Albumin : 3,5 – 4,7 g/dl Glebulin : 2,4 – 3,7 g/dl Bising Usus : 5 – 12 x/menit - Nyeri kepala - Kesadaran kompos mentis - TTV dalam batas normal (S : 36 – 372 oC) (RR : 16 – 20 x/menit) Intervensi 1. Auskultasi bising usus dan kaji apakah ada nyeri perut, mual muntah R/ Kekurangan kartisol dapat menyebabkan fejala intestinal berat yang mempengaruhi pencernaan dan absorpsi makanan 2. Catat adanya kulit yang dingin / basah, perubahan tingkat kesadaran, nyeri kepala, sempoyongan R/ Gejala hipoglikemia dengan timbulnya tanda tersebut mungkin perlu pemberian glukosa dan mengindikasikan pemberian tambahan glukokortikad 3. Pantau pemasukan makanan dan timbang BB tiap hari R/ anoreksi, kelemahan, dan kehilangan pengaturan metbolisme oleh kartisol terhadap makanan dapat mengakibatkan penurunan berat badan dan terjadinya mal nutrisi 4. Berikan atau bantu perawatan mulut R/ mulut yang bersih dapat meningkatkan nafsu makan 5. lingkungan yang nyaman untuk makan contoh bebas dari bau yang tidak sedap, tidak terlalu ramai R/ Dapat meningkatkan nafsu makan dan memperbaiki pemasukan makanan 6. Pertahankan status puasa sesuai indikasi R/ mengistirahatkan gastro interstinal, mengurangi rasa tidak enak 7. Berikan Glukosa intravena dan obat – obatan sesuai indikasi seperti glukokortikoid R/ memperbaiki hipoglikemi, memberi sumber energi pemberian glukokertikoid akan merangsang glukoogenesis, menurunkan penggunaan mukosa dan membantu penyimpanan glukosa sebagai glikogen 8. Pantau hasil lab seperti Hb, Hi R/ anemia dapat terjadi akibat defisit nutrisi / pengenceran yang terjadi akibat reterisi cairan sehubungan dengan glukokortikoid c. Intoleransi aktivitas b/d penurunan O2 ke jaringan otot kedalam metabolisme, ketidak seimbangan cairan elektrolit dan glukosa Kriteria hasil : - menunjukan peningkatan klien dan partisipasi dalam aktivitas setelah dilakukan tindakan - TTV N : 80 – 100 x/menit RR : 16 – 20 x/menit TD : 120/80 mmHg Intervensi 1. Kaji tingkat kelemahan klien dan identifikasi aktivitas yang dapat dilakukan oleh klien R/ pasien biasanya telah mengalami penurunan tenaga kelemahan otot, menjadi terus memburuk setiap hari karena proses penyakit dan munculnya ketidakseimbangan natrium kalium 2. Pantau TTV sebelum dan sesudah melakukan aktivitas R/ kolapsnya sirkulasi dapat terjadi sebagai dari stress, aktivitas jika curah jantung berkurang 3. Sarana pasien untuk menentukan masa atau periode antara istirahat dan melakukan aktivitas R/ mengurangi kelelahan dan menjaga ketenangan pada jantung 4. Diskusikan cara untuk menghemat tenaga misal : duduk lebih baik dari pada berdiri selama melakukan aktivitas R/ pasien akan dapat melakukan aktivitas yang lebih banyak dengan mengurangi pengeluaran tenaga pada setiap kegiatan yang dilakukan d. Nyeri akut b/d diskontinuitas sistem konduksi spasme otot abdomen Kriteria hasil : Klien mengatakan nyeri berkurang Klien tidak menyeringai kesakitan TTV dalam batas normal S : 36 – 372 oC N : 80 – 100 x/menit RR: 16 – 20 x/menit Intervensi 1. Beri penjelasan pada klien tentang penyebab nyeri dan proses penyakit R/ Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga, serta agar klien lebih kooperatif terhadap tindakan yang akan dilakukan 2. Kaji tanda – tanda adanya nyeri baik verbal maupun non verbal, catat lokasi, intensitas (skala 0 – 10) dan lamanya R/ Bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan intervensi, menentukan efektifitas terapi 3. Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi, seperti imajinasi, misal musik yang lembut, relaksasi R/ Membantu untuk menfokuskan kembali perhatian dan membantu pasien untuk mengatasi nyeri / rasa tidak nyaman secara lebih efektif 4. Kolaborasi Berikan obat analgetik dan atau analgetik sprei tenggorok sesuai dengan kebutuhannya. R/ menurunkan nyeri dan rasa tidak nyaman, meningkatkan istirahat. e. Gangguan harga diri b/d perubahan dalam kemampuan fungsi, perubahan karakteristik tubuh Kriteria hasil : - Menunjukan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi pada tubuhnya - Dapat beradaptasi dengan orang lain - Dapat mengungkapkan perasaannya tentang dirinya. Intervensi 1. Dorongan pasien untuk mengungkapkan perasaan tentang keadaannya misal : perubahan penampilan dan peran R/ Membantu mengevaluasi berapa banyak masalah yang dapat diubah oleh pasien 2. Sarankan pasien untuk melakukan manajemen stress misal : - Teknik relaksasi - Visualisasi - Imaginasi R/ Meminimalkan perasaan stress, frustasi, meningkatkan kemampuan koping. 3. Dorongan pasien untuk membuat pilihan guna berpartisipasi dalam penampilan diri sendiri R/ dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri, memperbaiki harga diri 4. Fokus pada perbaikan yang sedang terjadi dan pengobatan misal menurunkan pigmentasi kulit R/ ungkapkan seperti ini dapat mengangkat semangat pasien dan meningkatkan harga diri pasien 5. Sarankan pasien untuk mengunjungi seseorang yang penyakitnya telah terkontrol dan gejalanya telah berkurang R/ dapat menolong pasien untuk melihat hasil dari pengobatan yang telah dilakukan 6. Kolaborasi Rujuk kepelayanan sosial konseling, dan kelompok pendukung sesuai pendukubg R/ pendekatan secara koprehensif dapat membantu memnuhi kebutuhan pasien untuk memelihara tingkah laku pasien. f. Cemas b/d kurangnya pengetahuan Kriteria hasil : - Pasien akan menyatakan pemahaman, kebutuhan untuk mengatasi kurangnya percaya diri - Pasien akan menunjukan pemahaman program medis dan gejala untuk dilaporkan ke dokter - Pasien akan menunjukan perubahan poal hidup / perilaku untuk menurunkan terjadinya masalah Intervensi 1. Bantu Px dalam membuat metode untuk menhindari atau mengubah episode stres, diskusi teknik relaksasi R/ Penurunan stress dapat membatasi pengeluaran katekolamin oleh sistem saraf simatis, sehingga membatasi / mencegah respon vasokonstriksi 2. Diskusikan tujuan, dosis, efek samping obat R/ Informasi perlu bagi pasien untuk mengikuti program terapi dan mengevaluasi keefektifan 3. Kaji skala anxietas R/ Mengetahui derajad kecemasan klien 4. Sarankan klien tetap menetapkan secara aktif, jadwal yang teratur dalam makan, tidur dan latihan R/ Membantu meningkatkan perasaan menyenangkan sehat, dan untuk emmahami bahwa aktivitas fisik yag tidak teratur dapat meningkatkan kebutuhan hormon 5. Diskusikan perasaan pasien yang berhubungan dengan pemakaian obat untuk sepanjang kehidupan. R/ Dengan mendiskusikan fakta – fakta tersebut dapat membantu Px untuk memasukkan perubahan perilaku yang perlu ke dalam gaya hidup 6. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian anti depresan, diazepam g. Gangguan eliminasi uri b/d Gx reabsorbsi Kriteria hasil : - Klien tidak lagi mengeluh BAK sedikit / kencing tidak lancar Intervensi 1. Anjurkan pada Klien agar diet tinggi garam R/ menambah retensi Na+ 2. Anjurkan pada klien untuk minum banyak R/ melancarkan aliran kencing lancer 3. Pemasangan kateter R/ Agar klien dapat BAK dengan lancar 4. Obs. Input dan output R/ Mengetahui keseimbangan cairan 5. Kolaborasi pemberian diuretic R/ meningkatkan kerja ginjal untuk melancarkan BAK 4.EVALUASI Hasil yang diharapkan meliputi : 1. Nyeri berkurang 2. Terpenuhinya kebutuhan mobilitas fisik 3. Tidak terjadi cedera 4. Terpenuhinya kebutuhan perawatan diri 5. Status psikologis yang seimbang 6. Terpenuhinya kebutuhan, pengetahuan dan informasi DAFTAR PUSTAKA
Brunner,dkk. 2000. Keperawatan medikal Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC
Danis, D. Kamus Istilah Kedokteran. Gitamedia Press
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasi. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Internasional, Nanda. 2010. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-
2011. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Lynda Juall Carpenito. 1999. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC