Anda di halaman 1dari 53

Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Buku

Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai Karya Emha Ainun Nadjib

SKRIPSI

Oleh:

Awali Muttaqiin

NIM. 1700031071

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat penulisan skripsi pada program studi

Pendidikan Agama Islam

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

YOGYAKARTA

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berbicara tentang pendidikan tentu tidak akan ada habisnya, pendidikan

merupakan salah satu kebutuhan yang sudah sulit untuk di pisahkan lagi dari

kehidupan manusia, pendidikan juga memiliki andil yang sangat besar pada

peradaban umat manusia, dari zaman dahulu hingga sekarang, di setiap tradisi

bangsa, budaya, maupun negara tentu memiliki ciri pendidikannya masing-masing,

hal itu bergantung pada tujuan pendidikan yang telah di tetapkan oleh masing-masing

kelompok suatu bangsa ataupun negara.

Tak terkecuali di negara Indonesia, sebagaimana telah di atur dalam Undang-

Undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) yaitu Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2003 pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa tujuan dari

pendidikan adalah :

“mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, dan

bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung

jawab”.1

Menurut Paulo Freire sebagaimana dikutip dalam skripsi M. Hilal bahwa Paulo

1
UU No. 20 Tahun 2003 pasal 3 tentang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional).
Freire merumuskan sebuah konsep pendidikan yang bisa memberikan hak manusia

untuk menggali potensi dan kreativitas yang ada dalam dirinya. Sebagai sebuah alat

untuk membebaskan, dan agar bisa lebih mengenali dirinya sendiri.2

Menurut Abdullah pendidikan Islam merupakan proses pembinaan individu

berdasarkan ajaran Islam. Melalui proses pendidikan ini, seseorang dibentuk untuk

mencapai derajat yang lebih tinggi dan sempurna (insan kamil) agar mampu

menjalankan fungsinya sebagai “Abdullah” sebaik-baiknya, serta menjalankan

tugasnya sebagai “khalīfatullāh”.3

Mengutip dalam skripsi Titian Ayu Nawtika, bahwa konsep insan kamil menurut

Ibn ‘Arabi ialah dimana manusia adalah “cerminan atau pancaran-pancaran Allah”,

yang termanifestasi dalam sikap dan perilakunya yang mencerminkan nilai-nilai

“ketuhanan”. Dan untuk menempuhnya diperlukan sebuah upaya untuk mengenali

dirinya sendiri sehingga manusia yang sadar akan dirinya maka ia akan mengenal

Tuhannya.4

Bahwa upaya pendidikan dalam membantu atau menemani proses, seorang

peserta didik untuk “menemukan dirinya sendiri” sangatlah penting mengingat ketika

seorang telah menemukan dirinya sendiri, seperti kecenderungan dan potensi bakat

yang ia miliki, tentu akan lebih mudah untuk memaksimalkan peran yang pegang atas

pemberian tuhan, dengan begitu akan lebih mudah juga agar bisa menjadi seorang

2
M.Hilal, Pendidikan Islam Transformatif (Analisis Filosofis Pendidikan Humanistik Paulo
Freire dalam Perspektif Islam)., Skripsi S1 UIN Walisongo Semarang, 2012.
3
Abdullah B, Ilmu Pendidikan Islam, (Makassar : Alauddin Unirsity Pres, 2018) hlm. 34
4
Titian Ayu Nawtika, Konsep Insan Kamil Ibn ‘Arabi Dalam Perspektif Transpersonalisme.,
Skripsi S1 UIN Raden Intan Lampung, 2019
manusia yang bermanfaat bagi manusia maupun makhluk disekitarnya.

Namun tujuan itu merupakan sebuah ideal yang dicita-citakan sebuah sistem atau

lembaga pendidikan yang mengalami kemerosotan nilai, bahwa pada realitanya

tingkat ketercapainnya masih cukup rendah, seperti terlihat dalam sistem sekolah atau

lembaga pendidikan saat ini yang masih terkesan tidak menekankan peserta didik

untuk lebih mengenali potensi dirinya, faktanya proses pendidikan formal di

sekolahan yang terjadi saat ini, menganggap semua peserta didik itu “sama”, di dalam

istilah dunia pendidikan sering kita menjumpai kata “bodoh” dan “pintar”, bagi

peserta didik yang mampu mendapatkan nilai yang baik setelah mengikuti proses

pembelajaran di sekolah akan dikatakan sebagai murid “pintar” sementara peserta

didik yang kurang mampu memperoleh nilai yang baik biasa disebut “bodoh”, dalam

hal ini tentu kita tidak bisa seenaknya saja mengatakan seseorang itu “bodoh” hanya

karena ia lemah di bidang akademik, karena dalam hal non akademik mungkin

disitulah ia akan disebut “pintar”, bahwa tidak ada orang bodoh, semuanya pintar

“dalam bidangnya masing-masing” maka semua tergantung pada parameternya.

Hal demikian tidak hanya terjadi di pendidikan umum saja, begitupun juga

dengan pendidikan islam saat ini yang juga mengalami kemerosotan nilai, dalam

sebuah wawancara langsung Bahtiar Fahmi Utomo dengan Emha Ainun Nadjib yang

dimuat dalam skripsinya bahwa menurut Caknun saat ini, pendidikan islam

khususnya di kampus atau Univerisitas terjadi pengkotakkan ilmu dimana seorang

hanya belajar sesuai disiplin ilmunya saja, dengan kata lain ilmu yang dipelajari

hanya terbatas pada yang sesuai dengan jurusannya tidak pada ilmu secara universal,
kemudian nilai yang ditekankan di kampus cenderung pada salah dan benar, pintar

dan bodoh sedangkan nilai akhlak dan kejujuran tidak termasuk dalam perilaku

ilmiah. sehingga dampak dari lemahnya pendidikan islam saat ini antara lain

menurunya moral, dan yang terjadi adalah diantaranya seperti permusuhan yang

terjadi antar agama, antar ormas-ormas Islam, hamil diluar nikah, tidak adanya sekat

muda-mudi dalam pergaulan (pergaulan bebas), dan lain sebagainya.5

Maka dari itu sekali lagi penting bagi sekolah untuk memberi peluang bagi setiap

anak untuk mengembangkan potensi, bakat, dan kepribadiannya. Mengingat ini

bukanlah sekolah yang di kontrak oleh pabrik industri dan pabrik-pabrik untuk

menyuplai manusia onderdil, yang siap untuk menjadi robot, melainkan ini adalah

sekolah yang dibangun untuk peradaban manusia.6

Tentu Sangat banyak tokoh intelektual muslim khususnya di Indonesia yang

membahas atau memberikan solusi terhadap masalah pendidikan Islam di Indonesia,

salah satunya ada Emha Ainun Nadjib atau lebih dikenal dengan panggilan Caknun

ini, merupakan tokoh intelektual muslim sekaligus budayawan indonesia yang

dikenal melaului kepiawaiannya dalam menggagas dan menorehkan kata-kata.

Tulisan-tulisannya, baik esai, kolom, cerpen, dan puisi-puisinya banyak menghiasi

pelbagai media cetak terkemuka.7

Dalam sebuah wawancara di kanal youtube/caknun.com, beliau mengatakan

5
Bahtiar Fahmi Utomo, Pemikiran Emha Ainun Nadjib Tentang Pendidikan Islam., Skripsi
S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014
6
Emha Ainun Nadjib, Kiai Hologram, (Yogyakarta: Bentang, 2018) hlm. 50-51.
7
Emha Ainun Nadjib, Saat-Saat Terakhir Bersama Soeharto 2,5 Jam di Istana, (Yogyakarta:
Bentang, 2016) hlm. 190.
bahwa pendidikan adalah sebuah metode dari bapak ibu didik dan orang tua, untuk

mengantarkan anaknya agar menemukan siapa dirinya disini Caknun menganalogikan

kalau seseorang itu “cabai” maka dia tau kalau dirinya “cabai” agar dirinya bisa lebih

bermanfaat, namun bila dirinya “cabai” kemudian ia menyangka dirinya “bawang”

akan terjadi salah manajemen.8

Disamping itu beliau juga aktif dalam berdakawah menyebarkan nilai-nilai

agama islam melalui forum diskusi yang bertakjub sinau bareng, yang diadakan rutin

setiap bulan di beberapa daerah dan jamaahnya biasanya disebut sebagai jama’ah

Maiyah9 yang sudah tersebar hampir diseluruh indonesia, dan beberapa di

mancanegara, “diantaranya Kenduri Cinta di Jakarta, Obor Ilahi di Malang,

Gambang Syafaat di Semarang, Mocopat Syafaat di Yogyakarta, Bang-Bang Wetan

di Surabaya, dan Padhang Mbulan di Jombang Jawa Timur”.

Dalam forum diskusi Sinau Bareng Caknun berdakwah menggunakan cara

yang agak berbeda dari yang lain, yang memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri,

dalam forum ini Caknun tidak sendirian, beliau selalu ditemani oleh group musik Kiai

Kanjeng yang bertugas untuk mengiringi lagu, yang ada disela-sela Sinau Bareng,

dengan memberikan warna tersendiri ditengah-tengah warga dan para jamaah

maiyah. Caknun berusaha untuk membaur dan merangkul masyarakat dari berbagai

elemen hingga berbagai tingkat lapisan sosial dan golongan, Caknun tidak membeda-

8
https://www.youtube.com/watch?v=fqjzzUcnlxk&t=256s diakses pada tanggal 26 Desember
20 pukul 0.49
9
Maiyah berasal dari kata Ma’a (bahasa Arab) yang berarti; dengan, bersama, atau beserta.
Kata Ma’iya yang berbahasakan Arab itu oleh lidah khas etnik Jawa berubah menjadi Maiya atau
Maiyah.
bedakan dari kesemua itu, karena semua sama dimata beliau, Ada banyak tema yang

dibahas pada acara tersebut. Mulai dari sisi ke Pendidikan Islam, kehidupan, politik,

hingga isu-isu sosial yang terjadi pada masyarakat.10

Dari pelbagai pemikiran Caknun tentang nilai-nilai keislaman, yang beliau

kenalkan entah itu melalui perkataanya pada forum diskusi maiyahan, ataupun

tulisan-tulisanya, ada yang menarik dari salah satu tulisan beliau yang di muat di

dalam buku Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai, buku ini adalah salah satu buku karya

Caknun dari puluhan buku karya beliau dan sekaligus menjadi salah satu medium

untuk menyuarakan gagasannya yang terkesan nyeleneh namun mengandung makna

yang jarang sekali kita pikirkan, dalam buku ini beliau mengajak kita melihat

berbagai persoalan Islam dalam kerangka zaman edan yang sekarang kita termasuk

hidup di dalamnya, kemudian beliau juga sandingkan dengan praktik yang umum

terjadi dalam masyrakat saat ini, dengan gaya pemikiran khas beliau yang out of the

box, mulai dari pembahasan politik hingga khususnya dalam bidang pendidikan, yang

mana kita akan dibawa kepada sebuah frame yang berbeda ketika kita melihat sebuah

persoalan, salah satunya ;

Saat ini di kota-kota besar, anak-anak diyatimkan oleh orang tuanya. Waktu

yang mereka habiskan untuk bertemu orang tua mereka sangat minim. Hak mereka

untuk memperoleh tingkat dan kualitas emosional (yang seharusnya diperoleh dari

peradaban orang pandai di era modern) ditelantarkan. Hak mereka untuk memperoleh

10
M. Dimas Septian, Retorika Dakwah Emha Ainun Najib “Cak Nun” Dalam Pengajian
Maiyah Kenduri Cinta Jakarta., Skripsi S1 UIN Sultan Maulana Hasanudin Banten, 2019.
pendidikan akal budi yang baik, tanggung jawab moral dan sosial, atau pengenalan

atas nurani dirinya sendiri sangatlah sedikit dipenuhi.11

Berdasarkan uraian tersebut, oleh karena itu penulis tertarik untuk menggali

lebih tentang pemikiran Emha Ainun Nadjib dalam buku Anggukan Ritmis Kaki Pak

Kiai Karya Emha Ainun Nadjib, kemudian untuk mencari rekonstruksinya dengan

pendidikan modern saat ini, maka dari itu penulis melakukan penelitian dengan judul

“Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Buku Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai Karya

Emha Ainun Nadjib” dengan harapan penelitian ini bisa bermanfaat bagi masyarakat

maupun untuk para peneliti berikutnya.

B. Rumusan Masalah

Berangkat dari Latar Belakang yang telah diuraikan di atas, maka timbul

rumusan masalah yang akan menjadi objek penelitian adalah sebagai berikut ;

1. Apa saja nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam Buku

Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai Karya Emha Ainun Nadjib

2. Bagaimana rekonstruksi nilai-nilai pendidikan Islam dalam Buku

Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai Karya Emha Ainun Nadjib dalam kehidupan

masa kini?

C. Tujuan Penelitian

11
Emha Ainun Nadjib, Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai, (Yogyakarta: Bentang, 2015) hlm.
270.
Berdasarkan Rumusan Masalah yang telah di sebutkan diatas maka penelitian

ini memiliki tujuan sebagai berikut ;

1. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan Islam dalam Buku Anggukan

Ritmis Kaki Pak Kiai Karya Emha Ainun Nadjib.

2. Untuk mengetahui rekonstruksi nilai-nilai pendidikan Islam dalam Buku

Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai Karya Emha Ainun Nadjib dalam

kehidupan masa kini.

D. Manfaat Penelitian

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat baik secara teoritis

maupun praktis, diantaranya ;

1. Teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas

perbendaharaan Pengetahuan terkait dengan wacana pendidikan Islam. Di sisi lain,

hasilnya Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi civitas

akademika Sebagai rujukan atau referensi untuk kegiatan penelitian lanjutan Tentang

pendidikan Islam.

2. Praktis

Diharapkan hasil penelitian ini bermanfaat bagi para pendidik. Lembaga

pendidikan Islam dan mekanisme terkait masyarakat secara keseluruhan.

Sebagaimana pemikiran Pendidikan Islam yang ideal menurut Emha Ainun Nadjib.

Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pemikiran dunia
Pendidikan Islam.

E. Metode Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitan

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kepustakaan/library research, mengutip dari jurnal Nursapia harahap, menurut

Sutrisno Hadi Disebut sebagai penelitian kepustakaan karena data atau bahan yang

dibutuhkan untuk menyelesaikan penelitian berasal dari perpustakaan, berupa buku,

ensiklopedi, kamus, jurnal, majalah dan lain-lain.12

2. Sumber Data

Sumber data menurut Moleong adalah dalam penelitian kualitatif merupakan

tampilan teks lisan atau tulisan yang diperiksa dengan cermat Oleh peneliti dan objek

yang diamati hingga ke detailnya agar bisa Menangkap makna yang tersirat dalam

dokumen13 Sumber data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Sumber data Primer

12
Nursapia harahap, “Penelitian Kepustakaan” dalam Jurnal Iqra’ Volume 08 No.01, 2014,
hlm. 68
13
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka
Cipta,
2013), hlm. 22
Sumber data primer merupakan data yang di peroleh oleh peneliti langsung dari

sumber yang pertama. Data primer yang dipakai dalam penelitian ini adalah data yang

bersumber langsung dari tokoh Emha Ainun Nadjib berupa buku yaitu ;

Emha Ainun Nadjib, Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai, (Yogyakarta: Bentang, 2015)

b. Sumber data Sekunder

Sumber data sekunder berasal dari Sumber pendukung memperjelas sumber data

utama. Dalam penelitian ini, data pembantu Diperoleh dari sumber buku, jurnal atau

data lainnya, yang relevan dengan penelitian ini.

3. Metode Pengumpulan data

Dokumen tersebut berasal dari asal kata document yang artinya proyek tertulis.

Dalam penerapan metode dokumentasi, penulis menyelidiki objek tertulis, seperti

buku, majalah, dokumen, perkataan berupa video atau audio, catatan harian, dll.14

Untuk memperoleh data yang relevan dan obyektif sesuai dengan jenis penelitian

oleh karena itu digunakan metode dokumentasi di mana metode ini mencari data atau

variabel berupa buku, jurnal, surat kabar, dan lain sebagainya.15

4. Metode Analisis Data

Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis konten

(content analysis). Yaitu,

14
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian,... hlm. 201
15
Ibid., hlm. 202
Data yang telah dikumpulkan selanjutnya di olah serta disusun sesuai dengan

Analisis dari data tersebut kemudian di lakukan melalui mengorganisirkan data,

menjabarkan dalam unit-unit, memilih mana yang penting dan menyusun

kesimpulan.16

F. Kajian Pustaka

Pada bagian ini, penulis akan memperkenalkan beberapa Penelitian-Penelitian

yang sama, yang telah diteliti sebelumnya tentang Pendidikan Islam atau Emha Ainun

Nadjib. Dalam contoh penelitian Bisa dalam bentuk Buku, jurnal, atau makalah.

Berikut beberapa studi Penulis sebelumnya.

Pertama, Skripsi berjudul Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Kumpulan Esai

Istriku Seribu Karya Emha Ainun Nadjib (UIN Sunan Ampel Surabaya, 2018), ditulis

oleh Latifatul Fajriah. Skripsi ini mengkaji tentang pemikiran pendidikan islam Emha

Ainun Najib melalui yang di kaji dari kumpulan esai-nya yang berjudul Istriku seribu

dan hasil penelitian pada esai tersebut meliputi nilai pendidikan aqidah, nilai

pendidikan akhlak, nilai pendidikan syariah, nilai pendidikan jasmani, dan nilai

pendidikan akal. Adapun kesamaan penelitan ini dengan penulis adalah pada subyek

dan obyek penelitian yang digunakan yaitu sama-sama megkaji pemikiran Emha

Ainun Nadjib tentang Pendidikan Islam, adapun perbedaanya hanya terletak pada

16
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif R N D (Bandung: Cet. Ke 13 Bandung
Alfabeta, 2011), hlm. 24.
Sumber Primer penelitian yang digunakan penulis menggunakan buku Anggukan

Ritmis Kaki Pak Kiai Karya Emha Ainun Nadjib.

Kedua, Skripsi berjudul Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Buku Gelandangan

Di Kampung Sendiri Karya Emha Ainun Nadjib ( IAIN Salatiga, 2019 ), ditulis oleh

Lutfi Isnan Romdloni. Skripsi ini mengkaji mengenai pendidikan karakter dalam

sudut pandang Emha Ainun Nadjib dan mengambil sumber dari buku Gelandangan

Di Kampung Sendiri Karya Emha Ainun Nadji, serta mecoba untuk mencari titik

relevansinya dengan pendidikan modern saat ini, adapun kesamaan penelitian ini

dengan penulis adalah subyek kajiannya tokohnya sama yaitu Emha Ainun Nadjib,

perbedaanya terletak pada penelitian yang dikaji adalah pendidikan karakter

sedangkan penulis mengkaji sisi Pendidikan Islam-nya.

Ketiga, Skripsi berjudul Pemikiran Emha Ainun Nadjib Tentang Pendidikan Islam

( UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014 ), ditulis oleh Bahtiar Fahmi Utomo. Skripsi

ini mengkaji tentang pemikiran Emha Ainun Nadjib tentang pendidikan Islam,

diantaranya adalah Kualitas pendidikan Islam saat ini masih sangat buruk, karena

selama ini yang kita lihat di perguruan tinggi justru dikotomi ilmu. Di perguruan

tinggi, mahasiswa hanya mempelajari mata pelajaran sesuai jurusannya. Tidak hanya

itu, dunia akademis hanya melibatkan tau dan tidak tau, bukan paham atau tidak

paham, serta pintar atau bodoh. Adapun kejujuran atau kebaikan, ini bukan masalah

ilmiah. Kemudian Persamaan penelitian ini dengan penelitian penulis adalah terletak

pada obyek dan subyek kajiannya, sama-sama meneliti pemikiran pendidikan Islam

menurut Emha Ainun Nadjib, sedangkan perbedaannya terletak pada teknik


pengumpulan datanya, pada Skripsi menggunakan metode wawancara langsung

dengan Emha Ainun Nadjib sedangkan penulis menggunakan, metode Dokumentasi,

dengan buku Anggukan Ritmis Kaki pak Kiai Karya Emha Ainun Nadjib menjadi

Sumber utamanya.

Keempat, Skripsi berjudul Konsep Pendidikan Moral Dan Etika Dalam Perspektif

Emha Ainun Nadjib ( UIN Raden Intan Lampung, 2019 ), ditulis oleh Alfarezi

Robani. Fokus kajian skripsi ini adalah menggali lebih dalam lagi tentang konsep

moral dan etiak menurut Emha Ainun Nadjib yang berkesimpulan yaitu Pandangan

Emha Ainun Nadjib tentang moralitas dan etika merupakan satu kesatuan yang

membahas tentang perbuatan baik. Etika Emha adalah etika yang memiliki nilai

teologis, yaitu etika yang didasarkan pada penalaran tentang agama, spiritualitas, dan

ketuhanan. Etika Emha dikaitkan dengan konsep etika atau ilmu tentang kewajiban

moral yang didasarkan pada ketaatan pada aturan yang telah ditetapkan tuhan.

Adapaun persamaan skripsi ini dengan penulis adalah subyek yang diteliti yaitu Emha

Ainun Nadjib sedang perbedaanya adalah fokus kajian-nya, yaitu mengenai Konsep

Pendidikan Moral dan Etika, Sementara penulis ke Pendidikan Islam.

Kelima, Skripsi berjudul Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Antologi Puisi Lautan

Jilbab Karya Emha Ainun Nadjib ( IAIN Walisongo Semarang, 2013 ), ditulis oleh

Shofiyatul Muniroh. Skripsi ini menjelaskan bahwa nilai pendidikan Islam yang

terkandung dalam antologi Lautan Jilbab ini adalah nilai akidah, nilai akhlak, nilai

syariah, nilai ibadah, nilai muamalah, nilai sastra dan nilai estetika. Adapun

persamaan Skripsi ini dengan skripsi penulis adalah sama-sama meneliti pemikiran
Emha Ainun Nadjib Tentang Pendidikan Islam, sedangkan letak perbedaanya terletak

pada, sumber utama yang digunakan penulis adalah Buku Emha Ainun Nadjib

Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai.

Keenam, Skripsi berjudul Analisis Wacana Pesan Dakwah dalam Buku Anggukan

Ritmis Kaki Pak Kiai Karya Emha Ainun Nadjib, ( UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

2016) ditulis oleh Annisah Bilqis. Skripsi ini terfokus pada tema-tema yang

mengandung pesan dakwah dalam Buku Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai peneliti

menemukan dari segi teks dan melihat bangunan struktur kebahasaan yang

tersembunyi di suatu teks. Adapun kesamaan Skripsi ini dengan skripsi penulis ada

pada subjek sekaligus sumber data utama yang dikaji yang dikaji yaitu Buku

Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai Karya Emha Ainun Nadjib , sedangkan

perbedaannya terletak pada objek kajiannya dimana penulis meneliti tentang “Nilai-

Nilai Pendidikan Islam dalam Buku Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai Karya Emha

Ainun Nadjib, sedangkan peneliti tersebut mengkaji mengenai Analisis Wacana

Pesan Dakwah dalam Buku Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai Karya Emha Ainun

Nadjib.

Table 1

Kajian terdahulu yang relevan dengan penelitian

No Penulis Judul Tahun Bentuk Relevansi


. dengan
Penelitian
1 Latifatul Fajriah Nilai-Nilai 2018 Skripsi Kesamaan
Pendidikan skripsi ini
Islam Dalam terletak pada
Kumpulan obyek
Esai Istriku kajiannya
Seribu yaitu untuk
Karya Emha mengetahui
Ainun nilai-nilai
Nadjib pendidikan
Islam, dalam
pandangan
Emha Ainun
Nadjib
namun meski
objek dan
subjek
penelitiannya
sama namun
sumber
utama yang
digunakan
berbeda, bila
penulis
mengkaji
buku
Kumpulan
Esai Istriku
Seribu Karya
Emha Ainun
Nadji,
penelitu
fokus pada
Buku
Anggukan
Ritmis Kaki
Pak Kiai
Karya Emha
Ainun Nadjib
2 Lutfi Isnan Nilai-Nilai 2019 Skripsi Persamaan
Romdloni Pendidikan skripsi
Karakter penulis
Dalam Buku dengan
Gelandanga peneliti
n Di hanya
Kampung terletak pada
Sendiri subjek yang
Karya Emha dikaji yaitu
Ainun Emha Ainun
Nadjib Nadjib, dan
perbedaanya
terletak pada
fokus
penelitian
dan sumber
utama
penelitian.
3 Bahtiar Fahmi Pemikiran 2014 Skripsi Secara
Utomo Emha Ainun keseluruhan
Nadjib skripsi ini
Tentang sama dengan
Pendidikan peneliti, dari
Islam subjek dan
objek
penelitiannya
sama hanya
saja
perbedaannya
terletak pada
sumber data
utama
penulis, dari
wawancara
langsung
dengan
narasumber
Emha Ainun
Nadjib
4 Alfarezi Robani Konsep 2019 Skripsi Persamaan
Pendidikan skripsi
Moral Dan penulis
Etika Dalam dengan
Perspektif peneliti
Emha Ainun hanya
Nadjib terletak pada
subjek yang
dikaji yaitu
Emha Ainun
Nadjib, dan
perbedaanya
terletak pada
fokus
penelitian
dan sumber
utama
penelitian.
5 Shofiyatul berjudul 2013 Skripsi Kesamaan
Muniroh Nilai-Nilai skripsi ini
Pendidikan terletak pada
Islam dalam obyek
Antologi kajiannya
Puisi Lautan yaitu untuk
Jilbab Karya mengetahui
Emha Ainun nilai-nilai
Nadjib pendidikan
Islam, dalam
pandangan
Emha Ainun
Nadjib
namun meski
objek dan
subjek
penelitiannya
sama namun
sumber
utama yang
digunakan
berbeda, bila
penulis
mengkaji
dalam
Antologi
Puisi Lautan
Jilbab Karya
Emha Ainun
Nadjib,
sementara
penelitu
fokus pada
Buku
Anggukan
Ritmis Kaki
Pak Kiai
Karya Emha
Ainun Nadjib
6 Annisah Bilqis Analisis 2016 Skripsi Pada subjek
Wacana sekaligus
Pesan sumber data
Dakwah utama yang
dalam Buku dikaji yaitu
Anggukan Buku
Ritmis Kaki Anggukan
Pak Kiai Ritmis Kaki
Karya Emha Pak Kiai
Ainun Karya Emha
Nadjib Ainun
Nadjib, letak
perbedaanya
ada pada
fokus
penelitian.

G. Sistematika Penulisan

BAB I: Pendahuluan, berisi pemaparan terkait latar belakang masalahan, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan kajian pustaka serta Metode

Penelitian, berisi pemaparan terkait jenis dan pendekatan penelitian, sumber data,

metode penghimpunan data, metode analisis data dan sistematika pembahasan.

BAB II: Landasan Teori, berisi meliputi Pengertian Nilai, Definisi Pendidikan,
Definisi Pendidikan Islam, Sumber Pendidikan Islam, Tujuan Pendidikan Islam.

BAB III: Profil Tokoh, membahas biografi sosial Emha Ainun Nadjib yang meliputi

sejarah hidup, riwayat pendidikan, riwayat pekerjaan, karya, dan pemikiran yang

paling menonjol.

Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai. Bab ini berisi

analisis nilai-nilai pendidikan Islam yang mencakup pendidikan Islam menurut Emha

Ainun Nadjib, pendidikan Islam, tujuan pendidikan Islam, sumber dan dasar

pendidikan Islam, yang terdapat dalam Buku Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai.

BAB IV: Berisi penjelasan terkait relevansi nilai-nilai pendidikan Islam dalam Buku

Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai Karya Emha Ainun Nadjib dalam kehidupan masa

kini.

BAB V: Penutup, berisi kesimpulan dan saran.


BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Nilai

Nilai ataupun value (bahasa Inggris) ataupun valere (bahasa Latin) berarti adalah

berarti bermanfaat, sanggup hendak, berdaya, berlaku, serta kokoh. Sebagaimana

dikutip oleh Ade Imelda Frimayanti dalam jurnalnya, pengertian nilai adalah “suatu

objek atau pandangan yang indah, yang menarik dan menakjubkan, mampu

menjadikan kita bahagia dan merupakan sesuatu yang sangat ingin dimiliki oleh

manusia.17

Nilai secara bahasa memiliki arti harga, angka, kepandaian, banyak sedikitnya

atau sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai dengan hakikatnya. Secara istilah

nilai merupakan suatu yang dapat dijadikan sasaran untuk mencapai tujuan yang

menjadi sifat keluhuran tatanan yang terdiri dari dua atau lebih komponen yang saling

mempengaruhi satu sama lainnya.

Menurut Oyerman nilai terbagi menjadi dua konsep yaitu level individu dan

kelompok. Pada tataran level individu menyatakan bahwa keyakinan moral yang

diinternalisasi dan digunakan oleh seseorang sebagai dasar rasional final dalam

tindakannya. Sedangkan pada taraf level kelompok, nilai dianggap sebagai ideal

budaya yang dipegang teguh secara umum oleh masyarakat dan dapat dikatakan

17
Ade Imelda Frimayanti, “IMPLEMENTASI PENDIDIKAN NILAI DALAM PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM”, dalam Jurnal Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, Volume 8 No. II, 2017, hlm.
227
sebagai pikiran kelompok.18

Dari sebagian penafsiran tentang nilai yang disebutkan diatas dapat di pahami

bahwa nilai merupakan sesuatu yang mempengaruhi motif dalam kehidupan manusia

secara individu maupun kelompok, untuk bertindak atau melakukan sesuatu,

berdasarkan nilai apa yang diyakini oleh seseorang, dan sebagai pertimbangan untuk

menentukan benar dan salah, baik dan buruk, indah dan tidak indah.

B. Definisi Pendidikan Islam

Istilah pendidikan berasal dari bahasa Yunani, yaitu “paedagogie” yang bermakna

bimbingan yang di lakukan kepada anak.19 Istilah ini kemudian diterjemahkan dalam

bahasa inggris yaitu “education” yang memiliki arti kurang lebih sama dengan

bahasa yunani ialah bimbingan atau pengembangan, Pendidikan dalam bahasa

Indonesia, berasal dari kata “didik” dengan memberinya awalan “pe” dan akhiran

“an” mengandung arti “perbuatan” , hal, atau cara dan sebagainya.20

Dalam bahasa arab pendidikan Islam di bagi menjadi tiga istilah yaitu, tarbiyah,

ta’lim, ta’dib. Ta’lim merupakan sebuah proses transfer pengetahuan, pemahaman,

pengertian, dan tanggung jawab. Ta’dib Berasal dari kata adaba-ya’dubu yang berarti

melatih dan mendisiplinkan diri untuk berperilaku yang baik sesuai tata krama.

Sedangkan al-tarbiyyah berasal dari tiga kata, yaitu pertama, kata rabba-yarubu yang

berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga dan dan memelihara.21


18
Marwan Riadi, Internalisasi Nilai-Nilai Spiritual Dalam Membentuk Karakter Siswa (Studi
Multi kasus di SMP Al-Huda Kediri dan MTs.M 01 Pondok Pesantren Modern Paciran Lamongan),
Tesis S2 UIN Sunan Ampel Surabaya, 2019.
19
Abdullah B, Ilmu Pendidikan Islam..., hlm. 24
20
Muntahibin Nafis, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarata: Teras, 2011), hlm. 1
21
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 35
Sebagaiman dikutip oleh Rahmat Hidayat dalam bukunya, menurut Abuddin Nata

pendidikan Islam ialah sebuah pendidikan yang di terapkan berdasarkan ajaran agama

Islam. Mengingat ajaran agam Islam bersumber pada Alquran, Sunnah, dan pendapat

ulama, maka pendidikan Islam pun mendasarkan diri pada Alquran, Sunah, pendapat

ulama serta warisan sejarah tersebut.22

Menurut Haidar Putra Daulay pendidikan Islam adalah untuk membentuk

kepribadian Muslim yang utuh, mengembangkan potensi manusia secara utuh dalam

ruhani maupun jasmaninya, dan menciptakan hubungan yang harmonis antara setiap

manusia dengan Allah, serta umat manusia dan alam semesta.23

Kemudian pengertian pendidikan menurut Islam Abdul Mujib adalah proses

internalisasi ilmu dan nilai-nilai Islam kepada peserta didik dengan cara mengajar,

menyesuaikan, membimbing, membina, mengasuh dan mengembangkan potensi

peserta didik. Hingga mencapai harmoni dan kesempurnaan dunia dan akhirat.24

Sedang Pendidikan Islam yang ideal menurut Caknun adalah sebagaimana dikutip

dari wawancara langsung yang dimuat dalam Skripsi Bahtiar Fahmi Utomo ialah

pendidikan Islam yang ideal dan bagus itu pendidikan Islam beribu pintu berruang

satu. Pendidikan Islam beribu pintu berruang satu merupakan suatu metode

pembelajaran yang sangat ideal dan bertujuan supaya umat Islam dapat mengenal

22
Rahmat Hidayat, Ilmu Pendidikan Islam “Menuntun Arah Pendidikan Islam Indonesia”,
(Medan: LPPPI, 2016), hlm. 1
23
Haidar Putra Daulay, Kapita Selekta Pendidikan Islam di Indonesia, (Medan: IKAPI,
2012), hlm. 1
24
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana
Prenadamedia
Group, 2014), hlm. 27-28
agama Islam lebih menyeluruh. Pendidikan Islam beribu pintu berruang satu, saya

ibaratkan dengan sebuah rumah yang besar, di rumah besar itu terdapat ribuan pintu

dan ketika kita masuk rumah itu hanya terdapat satu ruangan besar, tanpa satu

kamarpun. Satu ruangan besar diartikan sebagai keilmuan Islam dan ribuan pintu

diartikan berbagai disiplin ilmu keislaman seperti, pintu pertama adalah ilmu fiqih,

pintu kedua adalah ilmu tauhid, pintu ketiga adalah ilmu sejarah, pintu keempat

adalah ilmu mantik, pintu kelima adalah ilmu tasawuf, pintu keenam adalah ilmu

tafsir dan seterusnya. Dengan demikian, jika seseorang memasuki rumah dari pintu

fiqih, orang itu bukan hanya menemukan ilmu fiqih saja, akan tetapi orang tersebut

akan menemukan berbagai disiplin ilmu keislaman lainnya ketika memasuki ruangan

besar itu, yang bertujuan untuk memahami Islam secara menyeluruh.25

Dari beberapa pengertian pendidikan menurut para ahli diatas, penulis menggaris

bawahi inti dari keseluruhan arti pendidikan Pendidikan Islam merupakan proses

pembinaan karakter siswa Berdasarkan nilai Islam, melalui pengembangan dan

pemaksimalan Untuk mencapai kehidupan yang sempurna, seluruh potensinya di

dunia Juga di akhirat.

C. Nilai-Nilai Pendidikan Islam

1. Nilai Akidah atau Keimanan

‘Aqidah menurut bahasa arab (etimologi) berasal dari kata al-aqdu yang

berarti ikatan, at-tautsiiqu yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-

25
Bahtiar Fahmi Utomo, Pemikiran Emha Ainun Nadjib Tentang Pendidikan Islam., Skripsi
S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.
ihkaamu yang artinya mengokohkan (menetapakan), dan ar-rabhthu biquwah yang

berarti mengikat dengan kuat. Sedangkan menurut istilah (terminologi): ‘aqidah

adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang

yang meyakininya.26

Iman secara bahasa berasal dari kata amana – yu’minu – imanan yang artinya

percaya. Iman bukan hanya sekedar percaya, melainkan keyakinan yang mendorong

seorang muslim untuk berprilaku, Wujud iman terlihat dari tiga unsur, yaitu hati,

ucapan dan perbuatan. Isi hati seseorang terdapat dalam pandangan hidup, sedangkan

ucapan dan perbuatannya tercermin dalam sikap hidup sehari-hari. Dengan demikian

wujud iman yang akan terpancar sesuai dengan isi hatinya.27

Keimanan dan ketaqwaan merupakan dua kata yang berkaitan erat dalam laku

perbuatan manusia, namun berbeda dalam wujudnya. Keimanan dapat berwujud

tingkah laku, dan dapat pula berwujud perbuatan. Sedangkan ketakwaan adalah

berwujud pada ketaatan dan kepatuhan tingkah laku dan perbuatan atau sebagai

aplikasi dari keimanan.28

a. Ruang lingkup Iman atau Akidah

1.) Iman kepada Allah SWT

Iman kepada Allah merupakan pondasi dan dasar untuk keimanan

berikutnya. Jika imannya kepada Allah sudah baik dan benar, maka
26
Marwan Riadi, Nilai-Nilai Pendidikan Akidah dalam Surah Al-Kahfi, Tesis S2 UIN
Sumatera Utara Medan, 2018.
27
Nurhasanah Bakhtiar, Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi Umum, (Yogyakarta :
Aswaja Pressindo, 2013), hlm. 85
28
Darwin Une, dkk, Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi, (Gorontalo: Ideas
Publishing, 2015), hlm. 15
proses keimanan kepada lima hal berikutnya akan lebih mudah dan

tepat. Iman kepada Allah dalam konsep Islam dinamakan dengan

aqidah Tauhid, yaitu meyakini bahwa Allah satu-satunya Tuhan yang

wajib disembah, tempat berlindung dan memohon. Allah lah Tuhan

yang mencipta, mengatur dan mengendalikan alam semesta. Manusia

harus menjadikan Allah sebagai tujuan hidupnya dan tempat semua

pengabdiannya.29

2.) Iman kepada Malaikat

Malaikat adalah jisim-jisim (tubuh) yang halus yang diciptakan dari

cahaya yang kadang-kadang dapat menampakkan diri dengan wujud

yang nyata. Malaikat adalah makhluk Allah yang suci. Mereka selalu

bertasbih, mensucikan Allah SWT pada waktu siang dan malam tanpa

merasa letih, patuh dan taat kepada Allah dan tidak pernah melanggar

perintah Allah SWT. Malaikat jumlahnya sangat banyak. Diantara

mereka ada yang diberi tugas khusus oleh Allah dalam hubungannya

dengana manusia. Seperti malaikat Jibril bertugas menyampaikan

wahyu kepada para Rasul, Malaikat Izrail yang bertugas mencabut

nyawa, Malaikat Ridwan yang bertugas menjaga surga dan lainnya.30

3.) Iman kepada Rasul

Beriman kepada Nabi dan Rasul merupakan salah satu dari rukun

29
Nurhasanah Bakhtiar, Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi Umum..., hlm. 87
30
Ibid., hlm. 88
Islam (Q.S al-Baqarah: 177). Diutusnya Rasul kepada umat manusia

merupakan salah satu bentuk kasih sayang dan rahmat Allah SWT

kepada umat manusia. Rasul menyerukan dan mengajak umat manusia

kepada jalan kebaikan dan memberi peringatan kepada manusia agar

manusia selamat dalam hidupnya di dunia maupun di akhirat. Secara

etimologis Nabi berasal dari kata na-ba artinya ditinggikan, atau dari

kata na-ba-a artinya berita. Dalam hal ini seorang Nabi adalah orang

yang ditinggikan derajatnya oleh Allah SWT dengan memberinya

berita (wahyu). Di antara Nabi ada yang dipilih oleh Allah SWT

sebagai Rasul. Rasul artinya utusan Allah. Dengan demikian Rasul

adalah manusia pilihan Allah yang diberi wahyu untuk disampaikan

kepada umat manusia.31

4.) Iman kepada Kitab

Setiap mukmin wajib mengimani bahwa Allah SWT telah menurunkan

wahyu berupa kitab suci kepada Rasul pilihanNya. Ada empat kitab

suci yang mesti diimani, yaitu Kitab Taurat yang diturunkan kepada

Nabi Musa A.S, Kitab Zabur yang diturunkan kepada Nabi Daud A.S,

Kitab Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa A.S dan Kitab al-Qur’an

yang diturunkan kepada nabi Muahmmad SAW.32

5.) Iman kepada Hari Akhir

31
Ibid., hlm. 89
32
Ibid., hlm. 90
Iman kepada hari akhir artinya menyakini bahwa akan ada kehidupan

akhir setelah kehidupan di dunia ini. Kehidupan di akhirat merupakan

kehidupan yang kekal dan abadi. Hal-hal yang berhubungan dengan

akhirat adalah alam barzakh, ba’ats, mahsyar, hisab, timbangan

(mizan), titian(shirath), surga dan neraka. Ini semua tidak dapat

dibuktikan secara empirik karena tidak dapat dijangkau oleh panca

indera manusia, tetapi wajib diimani sebagaimana yang diceritakan di

dalam Al-Qur’an dan hadis.33

6.) Iman kepada Qadha dan Qadar

Iman kepada qadha dan qadar disebut juga iman kepada taqdir Allah

SWT. Taqdir Allah merupakan persoalan ghaib dan misteri yang tidak

ada seorang pun yang mengetahui tentang taqdirnya. Iman kepada

taqdir mesti dipahami dengan benar dan kompleks. Jika pemahaman

tentang taqdir secara parsial akan mengakibatkan pemahaman yang

kurang tepat.34

Bahwa bagi kita keimanan sangatlah penting sebagai dasar keyakinan kita dan

nilainya termanifestasi dalam perilaku kita sebagai masnusia, menurut Caknun iman

itu adalah jembatan menuju penyatuan diri kita kepada Allah yaitu tauhid, menurut

Caknun dalam hidup ini tidak ada pilihan lain kecuali tauhid, kita tidak bisa lari

kemanapun meskipun kita menolak tauhid karena pada hakikatnya kita tidak bisa

33
Ibid., hlm. 91
34
Ibid., hlm. 93
tidak tauhid, hanya saja permasalahannya terletak pada, tingkat kesadaran kita.

Bahwa dalam amalanya ialah melakukan segala sesuatu yang diridhai oleh Allah.35

2. Nilai Akhlak

Kata akhlāk secara bahasa berasal dari bahasa Arab, yaitu bentuk jamaʹ dari

kata khuluqun yang berarti tabiat, budi pekerti, al-ʹādat (kebiasaan), al-murū‟ah

(peradaban yang baik), al-dīn (agama).

Sedangkan secara istilah akhlak adalah sifat yang melekat pada diri seseorang

dan menjadi identitasnya. Selain itu, akhlak dapat pula diartikan sebagai sifat yang

yang telah dibiasakan, ditabiatkan, didarahdagingkan, sehingga menjadi kebiasaan

dan mudah dilaksanakan, dapat dilihat indikatornya, dan dapat dirasakan

manfaatnyaKata akhlāk secara bahasa berasal dari bahasa Arab, yaitu bentuk jamaʹ

dari kata khuluqun yang berarti tabiat, budi pekerti, al-ʹādat (kebiasaan), al-murū‟ah

(peradaban yang baik), al-dīn (agama). Sedangkan secara istilah akhlak adalah sifat

yang melekat pada diri seseorang dan menjadi identitasnya. Selain itu, akhlak dapat

pula diartikan sebagai sifat yang yang telah dibiasakan, ditabiatkan,

didarahdagingkan, sehingga menjadi kebiasaan dan mudah dilaksanakan, dapat

dilihat indikatornya, dan dapat dirasakan manfaatnya.36

Menurut Saproni Akhlak adalah nilai diri seseorang, yang membedakan antara

satu dengan yang lainnya. Seekor hewan di zaman purbakala dengan yang di zaman

modern tidaklah ada perbedaan dari sisi tabiatnya, namun manusia di pengaruhi oleh
35
https://www.youtube.com/watch?v=CNdi7joq-zg&t=754s diakses pada tanggal 28
Desember 20 pukul 23.15
36
Afidiah Nur Ainun, dkk, Mengenal Aqidah dan Akhlak Islami, (Lampung : CV. IQRO,
2018), hlm. 411
nilai-nilai yang membentuk kepribadiannya. Jika berperangai baik, maka ia akan

berharga namun jika berperangai hewani, maka ia pun akan lebih rendah daripada

binatang.

“ Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-

baiknya . kemudian Kami kembalikan Dia ke tempat yang serendah-rendahnya

(neraka) “(QS.Attin : 4-5). 37

Adapun ruang lingkup kajian akhlak meliputi ;

a. Akhlak terhadap Allah; dengan cara:

1.) Beribadah yang benar kepada Allah SWT.

2.) Berdoa kepada-Nya dengan penuh yakin dan harap-harap cemas.

3.) Tawadhu

4.) Husnuzhzhon (berbaik sangka) kepada-Nya.

5.) Taqwa

6.) Tawakal

7.) Berzikir

8.) Dan lain-lain sebagainya.38

b. Akhlak terhadap manusia; dengan cara memperbagus perlakuan terhadap:

1.) Diri sendiri

2.) Keluarga

3.) Masyarakat sekitar

37
Saproni, Panduan Praktis Akhlak Seorang Muslim, (Bogor : CV. BINA KARYA UTAMA,
2015), hlm. 6
38
Darwin Une, dkk, Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi..., hlm. 92
4.) Bangsa dan negara.

c. Akhlak terhadap alam semesta dengan cara;

1.) Melestarikan keasrian dan keindahan alam

2.) Mengelola alam secara baik dan benar

3.) Melakukan hal-hal positif yang berkaitan dengan kelangsungan alam.39

Menurut Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad, atau yang dikenal

dengan sebutan Imam Al-Ghazali sebelum memulai pembahasan tentang akhlak,

beliau memulai dengan pembahasan Al-Qalb, Al-Ruh, Al-Nafs dan Al-Aql. Lebih

jauh dari itu, Al-Ghazali juga membahas tentang manusia, tujuan hidup manusia

sebagai individu.

Sedangkan menurut Ibn Maskawaih, akhlak adalah suatu keadaan yang

melekat pada jiwa manusia, yang berbuat dengan mudah, tanpa melalui pemikiran

atau pertimbangan.40

Sedangkan dalam berbagai kesempatan maiyahan Caknun sering mengatakan

bila Akhlak ini merupakan tanggung jawab kita terhadap sesama manusia, artinya

sifatnya horizontal, namun bila Aqidah itu adalah vertikal pertanggungjawabannya

dan kiri kanan tidak boleh saling menuding-nuding atau menyalahkan satu sama lain,

Tetapi kalau Ahmad itu bertanggung jawabnya dua, satu horizontal dua vertikal,

misalnya ketika kita mencuri, kita bertanggung jawab kepada orang yang barangnya

39
Ibid., hlm. 93
40
Afidiah Nur Ainun, dkk, Mengenal Aqidah dan Akhlak Islami..., hlm. 412
kita curi sekaligus juga bertanggung jawab kepada Tuhan karena pada dasarnya yang

kita curi itu adalah milik Allah, jadi hal-hal yang menyangkut Iman aqidah tauhid itu

menurut Caknun adalah tanggung jawab masing-masing orang kepada Allah SWT.

Tanggung jawab seseorang kepada sesama manusia adalah Akhlaknya.41

Dengan demikian jelaslah bahwa akhlak adalah daya kekuatan jiwa yang

mendorong perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikir dan direnungkan lagi.

Apabila perbuatan spontan itu baik menurut akal dan agama, maka perbuatan tersebut

disebut akhlak al-karimah. Sebaliknya apabila perbuatan spontan tersebut buruk,

maka disebut akhlak al- mazmumah.42

3. Nilai Syari’ah atau Ibadah

Perkataan Syari’at berasal dari bahasa Arab dan berasal dari kata syari’,

secara harfiah berarti jalan yang harus dilalui oleh setiap muslim. Menurut ajaran

Islam, syari’at ditetapkan Allah menjadi pedoman hidup setiap muslim, atau the way

of life umat Islam untuk menjalankan perintah dan menjauhkan larangan Allah.43

Sedangkan menurut Caknun selama ini ada sebuah penyempitan nilai dalam

budaya kita pada memahami kata Syari’ah atau Ibadah, syariat Allah itu bukan hanya

ibadah madhndah di mana anda diwajibkan berusaha syahadat, shalat puasa, zakat,

dan haji syariat Allah itu pertama-tama justru terletak pada hakikat penciptaan bahwa

air mengalir ke bawah karena ada gravitasi bahwa anda butuh tidur sehari ntar lima
41
https://www.youtube.com/watch?v=kh7luWBz4HQ diakses pada tanggal 28 Desember 20
pukul 23.42
42
Nurhasanah Bakhtiar, Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi Umum..., hlm. 127
43
Darwin Une, dkk, Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi..., hlm. 46
jam enam jam tujuh jam delapan jam meskipun ada juga yang tidur lima belas jam

atau ada yang dua hari dua malam tidak tidur tapi Allah sudah menciptakan pola-pola

patternya, sistem dan tatanan di dalam penciptaannya sejak sebelum manusia dibikin

yaitu sejak ada cahaya yang terpuji Nur Muhammad kemudian karena itu Allah

kemudian menciptakan alam semesta, nah di dalam penciptaan alam semesta ini

ditentukan oleh Allah berbagai macam sunnah atau hukum-hukum alam hukum alam

itu bagian yang justru paling infrastruktural dari Syariah.44

D. Sumber Pendidikan Islam

Dasar pendidikan Islam yang di maksudkan di sini adalah semua acuan atau

rujukan yang dari rujukan itu di dapatkan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai yang akan

di manifestasikan dalam pendidikan Islam. Sumber tersebut tentunya telah diyakini

kebenarannya dan tidak diragukan lagi kekuatannya dalam mengantar aktivitas

pendidikan Islam dan telah teruji dari waktu ke waktu.Sumber pendidikan Islam

terkadang disebut dengan dasar pendidikan Islam.45

Dasar pendidikan Islam identik dengan dasar ajaran Islam. Keduanya berasal

dari sumber yang sama yaitu al-Qur'an dan al-Hadis. Kemudian dasar tadi

dikembangkan dalam ijma yang diakui, ijtihad dan tafsir yang benar dalam bentuk

hasil pemikiran yang menyeluruh dan terpadu tentang jagad raya, manusia,

masyarakat dan bangsa, pengetahuan kemanusiaan dan akhlak, dengan merujuk

44
https://www.youtube.com/watch?v=Q6vaGeZ5l9s diakses pada tanggal 29 Desember 2020
pukul 00.34
45
Abdullah B, Ilmu Pendidikan Islam..., hlm. 41.
kepada kedua sumber (al-Qur'an dan al-Hadis) sebagai sumber utama.46

Sedang dasar pendidikan Islam menurut Abuddin Nata adalah pandangan

hidup yang mendasari seluruh aktivitas pendidikan. Karena dasar menyangkut

masalah ideal dan fundamental, maka diperlukan landasan pandangan hidup yang

kokoh dan komprehensif, serta tidak mudah berubah. Alquran dan Al-Hadist

merupakan sumber utama pendidikan Islam. Alquran dan sunnah diyakini

mengandung kebenaran yang mutlak (absolute) yang bersifat trasendental, universal

dan eternal (abadi), sehingga kedua sumber ini akan dapat terus memenuhi kebutuhan

manusia kapan saja dan dimana saja. Karena pendidikan menempati posisi terpenting

dalam kehidupan manusia, Muslim secara alami berdasarkan akal teori Pendidikan

Al-Quran dan Hadis adalah dasar, atau sumber Pendidikan Islam, yang paling

utama.47

E. Tujuan Pendidikan Islam

Tujuan pendidikan Islam adalah sesuatu yang ingin dicapai ketika atau atau

setelah pendidikan Islam itu berlangsung. Sesuatu yang ingin dicapai tersebut

mencakup aspek pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik) dan aspek

kepribadian (afektif). Tujuan pendidikan Islam sebagai standar dalam mengukur dan

mengevaliasi tingkat pencapaian proses dan hasil pelaksanaan pendidikan Islam itu

46
Ibid., hlm. 43.
47
Rahmat Hidayat, Ilmu Pendidikan Islam “Menuntun Arah Pendidikan Islam Indonesia”...,
hlm. 20
sendiri.48

Tujuan dari pendidikan Ibn ‘Arabi adalah untuk mengenal diri yang

merupakan naskah dari makrokosmos dan Tuhan. Sebab itu, ia sering mengutip

sebuah perkataan “siapa yang mengenal dirinya, maka dia akan mengenal

Tuhannya”. Pengenalan terhadap diri ini bertujuan untuk menghidupkan hakikat

manusia sebagai naskah dari alam semesta dan Tuhan. Dengan hidupnya naskah

ketuhanan tersebut, maka ia akan berguru kepada Allah bersifat dengan segala nama

dan akhlak-Nya. Ilmu mengenai hal inilah yang paling berharga dan paling mulia.

Ilmu inilah yang disebut dengan ilmu rahasia.49

Fazlur Rahman bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan

manusia, sehinggai semuai pengetahuan yangi didapatkannya akan menyatu pada

keseluruhan pribadi yang kreatif, yang memungkinkan manusia mampu

memanfaatkan sumber daya yang tersedia di alam untuk kemaslahatan umat manusia

dan untuk menciptakan kemauan dan keteraturan dunia serta keadilan.50

Tujuan pendidikan Islam, terkait dengan tujuan penciptaan manusia dan

eksistensinya di dunia ini. Ibn Maskawaih menyatakan bahwa manusia pada

hakikatnya tersusun atas dua unsur jasad (materi), dan roh (non materi) yang

menyebabkan ia hidup (hayat). Bila manusia mendapat didikan dengan baik, akan

menumbuhkan sikap mental atau jiwa yang menjadikan dirinya sempurna.


48
Ahmad Syar’i, Filsafat Pendidikan Islam, (Kalimantan Tengah: CV. Narasi Nara, 2020),
hlm. 66.
49
Hasan Asari, FALSAFAH PENDIDIKAN ISLAMI Menguak Nilai-Nilai Pendidikan dalam
Tradisi Islam,(Medan: Perdana Publishing, 2016), hlm. 141.
50
Evi Fatimatur Rusydiyah, “ALIRAN DAN PARADIGMA Pemikiran Pendidikan Agama
Islam Kontemporer” (Surabaya : UIN SUNAN AMPEL PRESS, 2019), hlm. 43
Kesempurnaan yang dicari oleh manusia ialah kebajikan dalam bentuk ilmu

pengetahuan dan tidak tunduk pada hawa nafsu serta keberanian dan keadilan.51

Sedangkan Hasan Langgulung mengemukakan bahwa tujuan pendidikan

Islam harus mampu mengakumulasikan tiga fungsi utama dari agama, yaitu fungsi

spiritual yang berkaitan dengan akidah dan iman, fungsi psikologi yang berkaitan

dengan tingkah laku individual, termasuk nilai- nilai akhlak yang mengangkat derajat

manusia ke derajat yang lebih tinggi dan sempurna, serta fungsi sosial yang berkaitan

dengan aturan-aturan yang menghubungkan manusia dengan manusia lain atau

masyarakat, di mana masing-masing mempunyai hak dan tanggung jawab untuk

membentuk suatu tatanan masyarakat yang harmonis dan seimbang.52

Hujair AH. Sanaky menyebut istilah tujuan pendidikan Islam dengan visi dan

misi pendidikan Islam. Menurutnya sebenarnya pendidikan Islam telah memiki visi

dan misi yang ideal, yaitu “Rahmatan Lil ‘Alamin”. Selain itu, sebenarnya konsep

dasar filosofis pendidikan Islam lebih mendalam dan menyangkut persoalan hidup

multi dimensional, yaitu pendidikan yang tidak terpisahkan dari tugas kekhalifahan

manusia, atau lebih khusus lagi sebagai penyiapan kader-kader khalifah dalam rangka

membangun kehidupan dunia yang makmur, dinamis, harmonis dan lestari

sebagaimana diisyaratkan oleh Allah dalam Alquran. Pendidikan Islam adalah

pendidikan yang ideal, sebab visi dan misinya adalah “Rahmatan Lil ‘Alamin”, yaitu

untuk membangun kehidupan dunia yang yang makmur, demokratis, adil, damai, taat

51
Abdullah B, Ilmu Pendidikan Islam..., hlm. 95
52
Ibid., hlm. 93
hukum, dinamis, dan harmonis.53

Dari beberapa penjelasan para ahli di atas, jelas tujuan pendidikan adalah

untuk mengenal diri sebagai naskah dari ketuhanan dan alam semesta serta

menghidupakan hakikat tersebut, sehingga seorang dapat mengenali dirinya tugasnya

di dunia yang di berikan oleh Allah SWT. dan berakhlak dengan akhlâq Rabbani.

Namun, yang paling utama dari tujuan tersebut adalah akhlâq Rabbani (akhlak

ketuhanan) sebagaiman misi Rasulullah Saw. diutus untuk menyempurnakan akhlak

manusia. Hal ini ia tegaskan dalam bukunya “hendaklah manusia beradab dengan

adab Allah,” sebagaimana sabda Rasulullah Saw., “Tuhanku mendidikku hingga

baguslah adabku.”54

F. Pendidikan Islam Menurut Kemendikbud

Hakikat dari tujuan kurikulum PAI sendiri di sekolah yaitu untuk

mengantarkan peserta didik menjadi manusia yang unggul dalam beriman dan

bertakwa, berakhlak mulia, berkepribadian, menganalisa ilmu pengetahuan dan

teknologi, serta mampu mengaktualisasikan diri dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara (visi dan misi sekolah).

Landasan sebagai kerangka konseptual turut memberikan dorongan terhadap

pola pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI), dalam landasan

pengembangan kurikulum memiliki muatan-muatan yang saling terintegrasi sehingga


53
Rahmat Hidayat, Ilmu Pendidikan Islam, “Menuntun Arah Pendidikan Islam Indonesia”...,
hlm. 20
54
Hasan Asari, FALSAFAH PENDIDIKAN ISLAMI Menguak Nilai-Nilai Pendidikan dalam
Tradisi Islam..., hlm. 142.
saling melengkapi satu sama lain. Dengan demikian Pendidikan Agama Islam (PAI)

tidak hanya penting menjadikan landasan utama yaitu pada akar fundamentalnya

sebagai konseptual semata tetapi Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam kurikulumnya

penting turut mengikuti ritme global dan dinamika masyarakat yang kian berkembang

dan penuh tantangan saat ini. Sehingga dengan keterpaduan landasan pengembangan

kurikulum menjadikan Pendidikan Agama Islam (PAI) memiliki kekuatan kurikulum

dan berbeda dengan pelajaran lainnya.

Pengembangan dan perubahan kurikulum PAI diharapkan menjangkau realitas

sosial kehidupan masyarakat baik dalam lokal maupun secara global dengan

realitasnya yang lahir dan terus, sehingga konseptual kurikulum PAI urgen

ditempatkan pada posisi tersebut. Landasan yang terpadu dan holistik dalam

pengembangan kurikulum PAI akan menjadi sebuah kekuatan kurikulum dan dinilai

akan memberikan pengaruh besar terhadap mutu pendidikan baik pada lembaga-

lembaga pendidikan Islam khususnya lembaga pendidikan pada umumnya sesuai pada

tujuan pendidikan nasional.55

G. Pendidikan Islam Kontemporer

1. Pendidikan Islam menurut tokoh-tokoh kontemporer

55
Agus Setiawan, “Kajian Kurikulum Pendidikan Agama Islam dalam Tinjauan Historis,
Sosiologi, Politis, Ekonomis dan Manajemen Negara ”, dalam Jurnal Darul Ulum: Jurnal Ilmiah
Keagamaan, Pendidikan dan Kemasyarakatan, Volume 9 No. II, 2018, hlm. 267
a) Fazlur Rahman

Pendidikan perspektif Fazlur Rahman mencakup dua pengertian besar.

Pertama, dalam pengertian praktis, ialah pendidikan yang diselenggarakan di dunia

Islam, seperti di Mesir, Pakistan, Sudan, Iran, Turki, Maroko dan sebagainya yang

dimulai dari tingkat dasar hinggai perguruan tinggi. Kedua, pendidikan Islam

dalam arti intelektualisme Islam, seperti yang diselenggarakan di perguruan tinggi.

Selain itu, pendidikan Islam dalam pandangan Fazlur Rahman, dapat juga dipahami

sebagai sebuah proses dalam menghasilkan manusia integratif, yang padanya

terkumpul sifat-sifat seperti kritis, kreatif, dinamis, inovatif, progresif, adil, jujur,

dan sebagainya.56

Menurut Fazlur Rahman bahwa tujuan pendidikan adalah untuki

mengembangkani manusia, sehinggai semuai pengetahuani yangi didapatkannya

akan menyatu pada keseluruhan pribadi yang kreatif, yang memungkinkan manusia

mampu memanfaatkan sumber daya yang tersedia di alam untuk kemaslahatan

umat manusia dan untuk menciptakan kemauan dan keteraturan dunia serta

keadilan57

b) Muhammad Abduh

Muhammad Abduh berpendapat, sejak mundurnya peradaban Islam

khususnya di Mesir, dikarenakan dualisme sistem pendidikan yang ada ketika itu.

Dimana terdapat model-model sekolah, yaitu: sekolah modern dan sekolah agama.

56
Evi Fatimatur Rusydiyah, “ALIRAN DAN PARADIGMA Pemikiran Pendidikan Agama
Islam Kontemporer”..., hlm. 42.
57
Ibid., hlm. 43
Masing-masing lembaga pendidikan memiliki ciri khasnya masing-masing, tanpa

ada integrasi keilmuan di dalamnya. Maka, Muhammad Abduh melakukan upaya

lintas disiplin ilmu (integrasi), dengan memadukan kurikulum sekolah modern dan

sekolah agama. Sehingga, dapat memperkecil dualisme keilmuan, baik di sekolah

modern maupun sekolah agama.58

Abduh berpendapat, sistem pendidikan yang dualistik membuat kemunduran

bagi umat Islam; sebagaimana, di madrasah yang berorientasi pada ilmu agama dan

sekolah umum yang berorientasi pada ilmu-ilmu umum tanpa adanya wawasan

keagamaan. Muhammad Abduh melakukan pembaharuan, yaitu dengan menata

kembali sistem pendidikan di Al-Azhar, karena jika melakukan pembaharuan

struktur pendidikan di Al-Azhar, secara otomatis mayoritas umat Islam akan

mengikutinya. Dalam usahanya di Al-Azhar untuk melakukan pembaharuan

pendidikan agar setaraf dengan pendidikan di Barat, belum sepenuhnya berhasil;

hal tersebut disebabkan ide-idenya mendapat penolakan dari para ulama’ Mesir

yang masih berpegang kuat pada tradisi keagamaanya. Disisi lain, walaupun belum

sepenuhnya berhasil, namun beberapa ilmu pengetahuan umum mampu

dimasukkan dalam kurikulum Al- Azhar, seperti: geografi, al-jabar, dan ilmu

pengukuran.59

Menurut Abduh, tujuan dari pendidikan adalah pendidikan yang menekankan

pada aspek jiwa dan akal serta tujuan utamanya adalah untuk kebahagiaan di dunia

58
Ibid., hlm. 193.
59
Ibid., hlm. 193-194.
dan akhirat. Karena itu, Abduh merumuskan tujuan pendidikan harus mencakup

aspek kognitif dan spititual. Abduh menginginkan terbentuknya pribadi yang tidak

hanya menekankan aspek akal semata, tetapi harus seimbang dengan aspek

spiritual. Abduh memiliki keyakikan, ketika dua aspek tersebut (akal dan psiritual)

diarahkan dengan pendidikan agama yang baik dan benar, maka dunia Islam akan

bisa bersaing dengan dunia Barat dari segi kemajuan ilmu pengetahuan. Adanya

kesalahan dalam penyelenggaraan pendidikan Islam akan menjadikan umat Islam

mengalagi kemunduran. Abduh berpendapat, bahwa cahaya Islam itu diperlemah

(terhalang) oleh umat muslim sendiri. Sebab itu, dunia Islam haruslah instrospeksi

diri dan bergerak demi mengejar ketertinggalan dari dunia Barat.60

c) Syed M. Naquib Al-Attas

Pendidikan Islam ialah Pengenalan ilmu yang disampaikan secara bertahap

kepada seseorang, yaitu berkaitan dengan kondisi dan tempat yang tepat pada

tatanan penciptaan sesuai dengan kondisinya sehingga didapatkan untuk menun-tun

manusia ke arah pengenalan dan pengetahuan akan Tuhannya yang tepat dalam

pribadinya”61

Tujuan pendidikan Islam yang dirumuskan oleh Syed Naquib yaitu harus

membentuk manusia yang baik, yaitu manusia Insan Kamil (universal). Insan kamil

yang dimaksud adalah manusia yang mempunyai ciri sebagai berikut:

60
Ibid., hlm. 196.
61
Ibid., hlm. 171.
1. Seseorang yang secara seimbang memposisikan diri diantara vertikal dan

horizontal, dimana vertikal adalah hubungan ke atas antara ia dengan

kepatuhan terhadap Tuhannya dan horizontal adalah ia dengan sesama

sosial alamnya).

2. Seseorang yang mampu mengeimbangkan dirinya dalam kualitas berfikir,

berdzikir dan amaliahnya.62

d) Muhammad Iqbal

Muhammad Iqbal secara tekstual sebenarnya belum pernah menulis tentang teori

atau filsafat pendidikan dalam sebuah buku, apalagi sebuah kurikulum pendidikan bagi

kaum Muslim. Namun demikian, keseluruh pemikirannya secara kontekstual

sesungguhnya telah mengisyaratkan perlunya dilakukan rekonstruksi dalam bidang

pendidikan Islam. Melalui gubahan sajak-sajaknya, Iqbal telah melakukan kritik

terhadap sistem pendidikan yang berlaku pada saat itu. Dalam salah satu sajaknya,

Iqbal menulis:

“Aku tamat dari sekolah dan pesantren penuh duka, Di situ tak kutemukan

kehidupan, Tidak pula cinta, Tak kutemukan hikmah, dan tidak pula

kebijaksanaan. Guru-guru sekolah adalah orang-orang yang tak punya nurani,

Mati rasa, mati selera, Dan kyai-kyai adalah orang-orang yang tak punya

himmah, Lemah cita, miskin pengalaman.”63


62
Ibid., hlm. 173-174.
63
Toto Suharto, FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM Menguatkan Epistemologi Islam dalam
Pendidikan, (Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2014), hlm. 239.
Sajak ini merupakan kritik Muhammad Iqbal yang dilontarkannya kepada sistem

pendidikan Barat dan sistem pendidikan Islam tradisional. Dia memandang bahwa

sistem pendidikan Barat lebih cenderung kepada materialisme. Kecenderungan ini pada

gilirannya akan merusak nilai-nilai spiritual manusia yang lebih tinggi. Pendidikan

Barat dalam pandangan Iqbal kiranya hanya dapat mencetak manusia menjadi out put

yang memiliki intelektual tinggi, tetapi pendidikan ini tidak menaruh perhatian yang

besar terhadap hati nurani anak didik. Sistem pendidikan seperti ini pada akhirnya akan

menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan manusia yang tidak seimbang antara

aspek lahiriah dengan aspek batiniah. Sementara pendidikan Islam tradisional dikritik

Muhammad Iqbal karena pendidikan ini hanya dapat memenjarakan otak dan jiwa

manusia dalam kurungan yang ketat. Pendidikan tradisional dalam kacamata Iqbal

tidak mampu mencetak manusia intelek yang dapat menyelesaikan berbagai persoalan

keduniaan.64

e)

64
Ibid., hlm. 240.
BAB III

ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU ANGGUKAN

RITMIS KAKI PAK KIAI KARYA EMHA AINUN NADJIB

A. Biografi Emha Ainun Nadjib

1. Riwayat Hidup

Muhammad Ainun Nadjib atau Emha Ainun Nadjib atau akrab di sapa

Caknun ini merupakan anak ke-empat dari lima belas bersaudara yang lahir pada

Rabu Legi, 27 Mei 1953, di desa Menturo kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang,

Jawa Timur.65 Dari suami istri H.A. Lathif dan Halimah. Caknun yang saat itu masih

muda dipanggil Ngainun dibesarkan oleh orang tuanya yang di sibukan dengan

urusan madrasah, langgar, dan berbagai kegiatan sosial yang mana itu merupakan

untuk kepentingan penduduk di dusunnya.66

Bersama seorang istrinya (Novia Kolopaking) yang dikenal sebagai seniman

film, serta penyanyi. Caknun di karuniai empat orang anak, yaitu Ainayya Al-Fatihah

(meninggal ketika di dalam kandungan), Aqiela Fadia Haya, Jembar Tahta Aunillah,

dan Anayallah Rampak Mayesha. Serta Sabrang Mowo Damar Panuluh yang di kenal

sebagai vokalis grup band Letto, Caknun saat ini bertempat tinggal di Yogyakarta

tepatnya di Jl. Barokah 287 Kadipiro, Yogyakarta. Yang biasa disebut sebagai Rumah

Maiyah, sebuah rumah yang sekaligus berfungsi sebagai pusat kesekretariatan


65
Emha Ainun Nadjib, Kagum Kepada Orang Indonesia, (Yogyakarta: Bentang, 2015), hlm.
74
66
Jabrohim, Tahajjud Cinta Emha Ainun Nadjib Sebuah Kajian Sosiologi Sastra
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm. 27
CakNun.com dan grup musik Kiai Kanjeng.67

Sejak kecil, Emha Ainun Nadjib bukanlah “anak papi-mami”. Bukan juga

anak manja. Meskipun sesungguhnya ia bisa mendapatkan privilege tentang itu.68

Selain itu di suatu kesempatan di forum diskusi umum pada 23 September 2018,

beliau bercerita masa kecilnya yang “nakal” karena kelakuannya yang berbeda

dengan anak-anak sebayanya. Kendati demikian dalam pandangan beliau, bahwa

tidak semudah itu untuk mengatakan seorang anak itu “nakal” atau apapun itu yang

sifatnya negatif, hanya karena berkelakuan berbeda dengan yang lain yang sifatnya

bertentangan dengan kehendak orang dewasa, atau sepenuhnya disalahkan atas apa

yang telah di lakukan seorang anak-anak, mengingat anak-anak belum mengetahui

sebuah konsep “kenakalan” seperti halnya konsep yang dipahami oleh orang

dewasa.”69

Di kenal sebagai orang yang dekat dengan “rakyat kecil”, ternyata Emha telah

memiliki sifat itu sejak kanak-kanak, terlihat dari ketika beliau masih kecil, suatu

ketika ibunya memasak makanan yang “mahal dan cukup mewah”. Tetapi, makanan

itu hanya terbatas bagi keluarganya saja. Tidak bisa dibagikan kepada para tetangga

di sekitarnya yang sehari-hari masih ada yang hanya makan thiwul (nasi gaplek) atau

nasi jagung. Di situ Emha mulai memprotes keras. Makanan yang sudah siap untuk di

makan itu diobrak-abriknya. Baginya, tidak etis makan makanan yang mewah di
67
Emha Ainun Nadjib, Kiai Bejo, Kiai Untung, Kiai Hoki, (Jakarta: Kompas, 2007), Cet. IV,
hlm. 258
68
Emha Ainun Nadjib, Sedang TUHAN pun Cemburu, (Yogyakarta: Bentang, 2015), hlm.
436
69
https://www.youtube.com/watch?v=Nt6gstDepR4 diakses pada tanggal, 29 Januari 2021,
pukul 10.15.
tengah orang-orang yang kesulitan makan. Lebih baik memasak makanan yang

sederhana, tetapi bisa dinikmati banyak orang. Protes itu ternyata dipahami ayah dan

ibu Emha. Bahkan, mereka menganggap sikap kritis dan “kenakalan” itu sebagai hal

yang wajar dan wajib dikembangkan.70

Dalam forum tersebut beliau juga mengatakan “bahwa ibu saya adalah

seorang pecinta “rakyat kecil” yang saya tidak ada apa-apanya” dimana belajar

banyak hal dari ibunya terutama dalam hal mencintai “orang kecil” beliau

menceritakan ketika masih kecil ibunya selalu mengajaknya untuk berkeliling di desa

untuk menemui tetangga-tetangganya yang kurang mampu, untuk ditanyai

kekurangan kebutuhannya. Dari didikan ibunyalah salah satu faktor yang

mempengaruhi Emha Ainun Nadjib hingga saat ini sangat dekat dengan “orang-orang

kecil”.71

2. Riwayat Pendidikan

Memulai pendidikan formal di Madrasah diniyah yang letaknya berada di

Bakalan yang ada di sebelah desanya, sebelum akhirnya sekitar kelas 5 SD Emha

keluar, dan melanjutkan pendidikannya sekolah dasarnya di Ponorogo dan

melanjutkan SMP di Pondok Pesantren Gontor.

Setelah dari Pondok Pesantren Gontor, Ponorogo, Jawa Timur, Emha

kemudian pergi ke Yogyakarta untuk melanjutkan pendidikannya, Emha bersekolah

di SMP dan SMA Muhammadiyah I Yogyakarta, kemudian Emha berkuliah di

70
Emha Ainun Nadjib, Sedang TUHAN pun Cemburu,.. hlm. 437
71
https://www.youtube.com/watch?v=ngRQRDPPvAo diakses pada tanggal, 02 Februari
2021, pukul 23.54.
fakultas Ekonomi UGM dan hanya bertahan sampai satu semester, ia terpaksa harus

keluar. Lalu ia memutuskan untuk berproses di PSK (Persada Stubi Klub), sebuah

komunitas penyair terkemuka di Jogjakarta pada tahun 1970-an asuhan penyair Umbu

Landu Paranggi.72

Menarik untuk di ketahui bahwa meski sejak Emha kecil ayahnya memiliki

sebuah sekolah dasar, namun yang menarik bahwa Emha tidak mau bersekolah di

sekolah dasar milik ayahnya, Emha justru memilih bersekolah di sekolah yang

jaraknya berada cukup jauh di sebelah desanya, sejak SD sikap kritis Emha memang

sudah kentara hal inilah yang nantinya membuat Emha banyak keluar dari tempat ia

bersekolah,

“Saya selalu di keluarkan di setiap sekolah yang saya masuki, tidak ada
sekolah yang saya tidak di keluarkan, tidak ada guru yang tidak saya ajak
“bertengkar””

Sebagai contoh ketika suatu hari ia terlambat masuk kelas sehingga

mengharuskannya untuk mendapatkan hukuman dari gurunya, Emha pun harus

menerima itu sebagai sebuah konsekuensi atas kesalahan yang ia perbuat, dan

keesokan harinya ketika gurunya yang melakukan kesalahan yang sama, Emha

menerapkan hukuman yang sama kepada gurunya, sikap kritisnyalah yang membuat

72
Latifatul Fajriyah, Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Kumpulan Esai Istriku Seribu
Karya Emha Ainun Nadjib., Skripsi S1 UIN Sunan Ampel Surabaya, 2018
Emha keluar masuk sekolah.73

Perlu di catat bahwa kendati dalam riwayat pendidikan formalnya Emha

selalu “gagal”, namun ketika SMA kelas dua Emha yang sempat keluar dari sekolah,

masuk lagi karena pertimbangan ibunya, Kakak Emha Cak Fuad membujuk Emha

untuk melanjutkan sekolahnya dengan benar, “sekali ini saja, kasihan ibu itu lho”

kata Cak Fuad, karena Emha begitu menyayangi ibunya maka, Emha masuk lagi ke

sekolah SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta yang beliau sempat keluar dari sekolah

tersebut74, sebelum akhirnya Emha berkuliah di “Universitas Alam Semesta”, dengan

guru besar Umbu Landu Paranggi.75

3. Perjalanan Karir dan Karya

Berbicara tentang pekerjaan, Emha memang dikenal sebagai seorang

budayawan yang multitalenta, antara lain sebagai, penulis syair, essai, pemusik,

pegiat teater, dan lain-lain.76 Emha adalah seorang penulis yang produktif terbukti

sampai saat ini beliau sudah menghasilkan puluhan buku antara lain,

sebagai berikut: (a) Arus Bawah (Bentang Pustaka: 2014), (b) Dari Pojok

Sejarah (1985), (b) Seribu Masjid Satu Jumlahnya (1990), (c) Secangkir Kopi Jon

Pakir (1992), (d) Markesot Bertutur (1993), (e) Markesot Bertutur Lagi (1994), (f) 99

73
https://www.youtube.com/watch?v=0ez34erhT4o&ab_channel=WONGKENDO di akses
pada tanggal, 13 Maret 2021, pukul 11:43
74
Emha Ainun Nadjib, Kiai Hologram, (Yogyakarta: Bentang, 2018), hlm. 30-31
75
https://www.youtube.com/watch?v=BRteeNri4mc&list=WL&index=71 di akses pada
tanggal, 24 Maret 2021, Pukul 10.17
76
Emha Ainun Nadjib, Surat Kepada Kanjeng Nabi, (Jakarta: Mizan, 2015), hlm. 504
Untuk Tuhanku (Bentang Pustaka: 2015), (g) Istriku Seribu (Bentang Pustaka:

2015), (h) Kagum Kepada Orang Indonesia (2015), (i) Titik Nadir Demokrasi

(Bentang Pustaka: 2016), (j) Tidak. Jibril Tidak Pensiun! (Bentang Pustaka: 2016),

(k) Anak Asuh Bernama Indonesia (Bentang Pustaka: 2017), (l) Iblis Tidak Butuh

Pengikut (Bentang Pustaka: 2017), (m) Mencari Buah Simalakama (Bentang

Pustaka: 2017), (n) Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai (Bentang Pustaka: 2019), (o)

Sedang Tuhanpun Cemburu (Bentanng Pustaka: 2018).77

Pada tahun 2020 di usianya yang sudah menginjak 67 tahun Emha masih

produktif menulis, tercatat di tahun 2020 Emha sudah menerbitkan 2 buku baru yaitu,

Lockdown 309 Tahun (Juni) dan Apa yang Benar Bukan Siapa yang Benar (Agustus).

Usianya tak menghalangi Emha untuk mengikuti informasi terkini. Terlihat dari buku

Lockdown 309 Tahun yang mana merupakan refleksi atas merebaknya virus Covid-19

di dunia, bahkan bisa dibilang buku ini adalah yang buku pertama di Indonesia yang

menaggapi secara langsung keresahan masyarakat, mengenai penerapan Pembatasan

Sosial Berskala Besar, yang terjadi pada maret 2020.78

Kendati demikian dalam hal kepenulisan, Emha memiliki prinsip bahwa

menulis bukanlah untuk menempuh karier sebagai penulis, melainkan untuk

keperluan dan kepentingan sosial.79

77
Lutfi Isnan Romdloni , Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Buku Gelandangan di
Kampung Sendiri Karya Emha Ainun Nadjib., Skripsi S1 IAIN Salatiga, 2019
78
https://bentangpustaka.com/4-tips-produktif-menulis-ala-emha-ainun-nadjib/ di akses pada
tanggal, 25 Maret 2021 Pukul 14.17
79
Emha Ainun Nadjib, Demokrasi La Roiba Fih, (Jakarta: Kompas, 2009), hlm. 282.
4. Pemikiran besar

Dalam sebuah acara forum diskusi pada 14 Mei 2018 di Mancasan Lor,

Condong Catur, Sleman, Emha mengatakan “Kebenaran itu bekal di dapur, jangan

malah disajikan di warung” Sebelumnya Emha juga telah menguraikan bahwa dalam

hidup, ada tiga macam nilai yaitu, Kebenaran, Kebaikan, dan Keindahan, ketiganya

merupakan sebuah kesatuan yang tak dapat dipisahkan, Emha merumuskan

Kebenaran harus diolah menjadi kebaikan sebelum akhirnya menjadi keindahan,

beliau memberi contoh, seluruh perdebatan yang ada di Medsos, adalah perdebatan

mengenai kebenaran, dan kita bisa melihat ketidak indahan disitu. Maka dari itu

kebenaran merupakan sebuah bekal, dan bukan ekpresinya, dan apalagi hasilnya.80

Menyembunyikan kebenaran terkadang merupakan kebenaran budaya, kendati

pada proses peradilan hukum itu merupakan pemalsuan atau pelanggaran.

Menyatakan kebenaran bisa merupakan sebuah tindakan kepahlawanan dan

kemuliaan, namun bisa juga memicu keburukan sosial jika dilakukan tidak pada

momentum dan irama yang tepat dalam konteks kehidupan sosial.81

80
https://www.youtube.com/watch?v=6eOOckU7C8U di akses pada tanggal, 25 Maret 2021
Pukul 14.51
81
https://www.caknun.com/2018/menyembunyikan-dan-menyatakan-kebenaran/ di akses
pada tanggal, 25 Maret 2021 Pukul 14.54
Daftar Pustaka

Achmadi. (2005). Ideologi Pendidikan Islam; Paradigma Humanisme Teosentris.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ahmadi, A., & Uhbiyati, N. (2011). Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Alim, M. (2006). Pendidikan Agama Islam, Upaya Pembentukan Pemikiran dan

Kepribadian Muslim. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

An-Nahlawi, A. (1995). Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat. Jakarta:

Gema Insani Press.

Ardani, M. (2005). Akhlak – Tasawuf “Nilai-nilai Akhlak atau Budi Pekerti dalam Ibadat

dan Tasawuf “. Jakarta: CV Karya Mulia.

Arifin, H. M. (1993). Ilmu Pendidikan Islam : Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis. Jakarta:

Bumi Aksara.

Arifin, M. (2007). Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bina Aksara.

Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Bakker, A. d. (1990). Metodologi Penelitian Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.

Driyakarya, N. (1966). Pertjikan Filsafat. Jakarta: PT Pembangunan.

Hasbullah. (2005). Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grasindo Persada.

Herdiansyah, H. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Salemba Humanika.

Jalaluddin. (2003). Teologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Langgulung, H. (1980). Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam. Bandung: Al-

Ma’arif.
Lubis, M. (2009). Evaluasi Pendidikan Nilai. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Marimba, A. D. (2009). Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: PT. Al-Ma’arif.

Moleong, L. J. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Moleong, L. J. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Muhadjir, N. (2002). etodologi Penelitian Kualitatif Edisi IV. Yogyakarta: Penerbit Rake

Sarasin.

Muhaimin. (2006). Nuansa Baru Pendidikan Islam. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Mujib, A. d. (2014). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.

Mulyana, R. (2004). engartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta.

Nadjib, E. A. (2015). Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai. Yogyakarta: PT Bentang Pustaka).

Nadjib, E. A. (2015). Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai. Yogyakarta: PT Bentang Pustaka.

Nadjib, E. A. (2016). Saat-Saat Terakhir Bersama Soeharto 2,5 Jam di Istana. Yogyakarta:

Bentang.

Nadjib, E. A. (2018). Kiai Hologram. Yogyakarta: Bentang.

Nadjib, E. A. (2020, Desember 26). Caknun.com. Diambil kembali dari Youtube:

https://www.youtube.com/watch?v=fqjzzUcnlxk&t=256s

Nadjib, E. A. (2020, Desember 28). Caknun.com. Diambil kembali dari Youtube:

https://www.youtube.com/watch?v=CNdi7joq-zg&t=754s

Nadjib, E. A. (2020, Desember 28). Caknun.com. Diambil kembali dari Youtube.com:

https://www.youtube.com/watch?v=kh7luWBz4HQ

Nadjib, E. A. (2020, Desember 29). Caknun.com. Diambil kembali dari Youtube.com:

https://www.youtube.com/watch?v=Q6vaGeZ5l9s
Nazir, M. (1988). Metode Penelitian. Jakarta: Ghaia Indonesia.

Sjarkawi. (2009). Pembentukan Kepribadian Anak. Jakarta: Bumi Aksara.

Suryabrata, S. (1987). Metode Penelitian. Jakarta: Rajawali.

Suyudi. (2005). Pendidikan dalam Perspektif Al Quran: Integrasi Epistemologi Bayani,

Burhani dan Irfani. Yogyakarta: Mikraj.

Tafsir, A. (2016). Ilmu Pendidikan Islami. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Thoha, M. C. (2006). Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Zed, M. (2004). Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Zubair, A. B. (1990). Metodologi Penelitian Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.

M.Hilal, Pendidikan Islam Transformatif (Analisis Filosofis Pendidikan Humanistik Paulo


Freire dalam Perspektif Islam)., Skripsi S1 UIN Walisongo Semarang, 2012.

M. Dimas Septian, Retorika Dakwah Emha Ainun Najib “Cak Nun” Dalam Pengajian
Maiyah Kenduri Cinta Jakarta., Skripsi S1 UIN Sultan Maulana Hasanudin Banten, 2019.

Bahtiar Fahmi Utomo, Pemikiran Emha Ainun Nadjib Tentang Pendidikan Islam., Skripsi S1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.

Titian Ayu Nawtika, Konsep Insan Kamil Ibn ‘Arabi Dalam Perspektif Transpersonalisme.,
Skripsi S1 UIN Raden Intan Lampung, 2019

Anda mungkin juga menyukai