Anda di halaman 1dari 11

Bab II

Penyuntingan Naskah
Sebelum diutarakan secara menyeluruh apa yang dimaksud dengan penyuntingan gambar, ada
baiknya diungkapkan apa yang dimaksud dengan penyuntingan naskah (copy editing) secara
umum.
Dalam suatu kegiatan penerbitan, naskah merupakan modal utama. Naskah itulah yang bakal
menjadi bahan untuk diedarkan atau diterbitkan, agar khalayak dapat menerima pesan/informasi
yang dimaksudkan oleh penulisnya. Begitu pula berita yang mau disampaikan melalui radio atau
televise juga harus berpedoman pada naskah.
Sebagai bahan mentah (raw material), sudah tentu masuk akal jika semua naskah siap seratus
persen, bahkan sebagian besar naskah mengandung berbagai macam kekurangan,
kekurangsesuaian, kurang terpenuhinya ketaatazasan (konsistensi), kelengkapan, terkadang
kesalahan, kekeliruan, dan sebagainya, yang bisa jadi sebagai akibat semangat penulis yang
bergelora pada saat menorehkan isi pikirannya, atau karena kurang memperhatikan tata bahasa,
dan sebagainya.
Sementara itu, merupakan suatu hal yang wajar pula, bila suatu naskah yang sama diperlakukan
dengan cara yang tidak sama, pada saat diterbitkan oleh penerbit yang juga tidak sama, pada
kesempatan yang tentu saja juga tidak boleh bersamaan. Mengapa demikian?
Larangan waktu terbit yang tidak boleh sama adalah karena merupakan etika bisnis dan terkait
dengan hak penerbitan. Perlakuan yang tidak sama itu adalah karena setiap penerbit mempunyai
gaya terbitan (house style) nya masing-masing, dan salah satu bentuk perlakuan itu adalah
pembenahan, pengolahan yang disebut dengan penyuntingan (editing).
A. Pengertian Penyuntingan Secara Umum
Penyuntingan secara umum mencakup berbagai kegiatan pada jenjang jabatan editor karena
banyak macam dan tingkatan penyunting. Pada peristilahan bahasa Inggrisnya terdapat berbagai
jenjang jabatan yang berkaitan dengan editing seperti, chief editor(editor in chief). Managing
editor, acquisition editor sebagaimana telah diungkapkan di bab pendahuluan. Adapun
penyuntingan yang dimaksudkan dalam naskah yang dalam bahasa aslinya disebut copy editing
sebagai dimaksudkan oleh Judith Butcher dalam bukunya Copy Editing, atau sub editor oleh
Jenny McKay dalam bukunya The Magazine Handbook yang akan dijelaskan pada bab-bab
setelah ini.

Berdasarkan hal itu, maka perlulah dipisahkan antara penyuntingan naskah dengan penyuntingan
materi/isi tulisan, yakni dari segi keilmuan isi tulisan, karena yang terakhir ini dilakukan oleh
penilai dari segi keilmuannya. Dalam bahasa aslinya pelakunya dikatakan dengan istilah
substantial editor atau reader, yaitu pembaca ahli bidang keilmuan dari isi tulisannya. Ada pula
yang menggunakan istilah penyunting/editor materi.

B. Pengertian Penyuntingan Naskah


Mengenai kata”penyuntingan”, Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan keterangannya
sebagai berikut.

Menyunting. 1 menyiapkan naskah siap cetak atau siap untuk diterbitkan dengan memperhatikan
segi sistematika penyajian, isi, dan bahasa (menyangkut ejaan, diksi, dan struktur); mengedit:
1
pekerjaan ~ naskah yang betul-betul menjadi naskah yang siap untuk dicetak memerlukan
keterampilan khusus;

2 merencanakan dan mengarahkan penerbitan (surat kabar, majalah);


3 menyusun atau merakit (film, pita rekamam) dengan cara memotong-motong dan memasang
kembali.

Melengkapi keterangan itu, kemudian dijelaskan lebih lanjut melalui bentukan kata yang lain
seperti berikut: penyuntingan adalah proses, cara, perbuatan sunting-menyunting; segala sesuatu
yang berhubungan dengan pekerjaan menyunting.

Penulisan pada kata yang dimiringkan bukan dari aslinya, melainkan dari penulis.

Kata “sunting-menyunting” yang digunakan pada kalimat unyuk menjelaskan kata


“penyuntingan” itu tidak dapat dipisahkan dengan kalimat-kalimat sebelumnya. Oleh karena itu,
jika kalimat terakhir ini dicuplik begitu saja secara terpisah/tersendiri untuk menjelaskan apa arti
penyuntingan tentu menjadi terasa janggal, karena kata yang akan dijelaskan justru digunakan
untuk menjelaskan kata itu sendiri. Dengan demikian, jika kita hanya menggunakan satu buah
kalimat tanpa didahului kalimat sebelumnya, seperti yang ada pada kamus itu untuk
menggambarkan “penyuntingan” akan sulit dimengerti. Sebagai gantinya, kalimat yang tepat
adalah “penyuntingan adalah proses, cara, perbuatan menyiapkan naskah siap cetak atau siap
terbit dengan memperhatikan segi sistematika penyajian, isi, dan bahasa (menyangkut ejaan,
diksi, dan struktur)”. Penjelasan ini tampaknya lebih cocok untuk pengertian penyuntingan pada
media Koran atau majalah, sebagai digambarkan oleh Jenny Mckay (2001:124), seperti berikut.

The detailed copy editing now begin. This means reading the piece with care, payng attention to
the functional points (clarity and economy of expression, punctuation, grammar, spelling,
accuracy, repetition legal pitfalsls, house style) as well as the meaning of the words and the
overall argument.

Penyuntingan naskah berarti membaca naskah dengan hati-hati, memperhatikan butir demi butir
(kejelasan dan kehematan ungkapan, tanda baca tata bahasa, ejaan, ketepatan, pengulangan,
jebakan hokum, gaya terbitan) sejauh/sesuai arti kata dan alas an-alasan menyeluruh. Pada
tulisan itu, Jenny McKay menyatakan hal yang sama yakni sesuatu yangbersifat kebahasaan,
kecuali dua tambahan yakni, jebakan hukum dan gaya terbitan. Jadi kalau dicermati, maka
perbedaannya adalah dua hal terakhir yang di luar persoalan kaidah bahasa.

Pada penerbitan buku, tampaknya penyuntingan dalam penjelasan itu masih belum lengkap.
Masih ada urusan lain yang harus ditangani penyunting dalam menyelesaikan tugasnya, karena
pemberian arti penyuntingan tersebut hanya mempersoalkan segi kebahasaannya; sementara,
kata “merencanakan dan mengarahkan penerbitan” masih belum spesifik sehingga tidak jelas apa
yang dimaksud.

Keterangan tentang penyuntingan di dalam KBBI tampaknya mengarah kepada penyuntingan


naskah saja, sementara penyuntingan dalam arti editing yang lebih luas digabung sekaligus
dengan kalimat”merencanakan dan mengarahkan penerbitan”.

Pada kenyatmaka hal itu aan di dalam praktik penerbitan di lapangan, obyek yang dilakukan dan
pertimbangannya lebih dari itu. Maksudnya adalah, kalau penyuntingan itu dikatakan hanya dari
2
segi bahasa, maka hal itu kurang tepat. Penyuntingan bahasa hanya merupakan salah satu factor
dalam kegiatan penyuntingan naskah selengkapnya.

Cobalah kita bayangkan bagaimana halnya, jika dalam penerbitan yang dipersoalkan hanya segi
kebahasaannya, sementara pada saat menyunting itu ditemukan unsur pornografi, sadism,
pencemaran nama baik atau istilah yang lebih sering digunakan yaitu”pembunuhan karakter”,
menimbulkan pertentangan-pertentangan antarumat beragama, suku, ras, dan sebagainya maka
naskah tersebut semestinya tidak laik terbit. Gambaran itu menunjukkan dengan jelas bahwa,
unsur kebahasaan saja masih belum cukup untuk menuntaskan tugas di dalam menyunting
naskah. Dengan demikian pengertian penyuntingan yang digambarkan hanya sebagai kegiatan
pengolahan dari sisi bahasa masih kurang tepat.

Siapakah yang harus menentukan bahwa, suatu buku perlu dibubuhi data kepemilikan hak cipta
dan di halaman mana itu dimunculkan, angka tahun berapa yang akan dicantumkan, apakah
selesainya buku dicetak atau selesai menyunting sebagai tahun terbit, dan seterusnya.
Selengkapnya sudah barang tentu tidak salah jika, hal-hal semacam itu harus dijawab dan
diselesaikan oleh penyunting naskah sebagai berikut.

● Nama penulis disertai gelar atau tidak


● Siapa pemegang hak cipta
● Edisi ke berapa
● Cetakan ke berapa
● Perlukah dibuatkan secara khusus halaman pernyataan terima kasih (acknowlwedgement)
● Angka berapa yang harus ditulis sebagai tahun terbit
● Sudah lengkapkah data KDT (katalog dalam terbitan)
● Berapa nomor ISBN-nya
● Apakah daftar isi harus dilengkapi judul-judul yang sangat rinci
● Haruskah nama desainer, illustrator, juru foto, dan lainnya dicantumkan
● Angka romawi dan Arab, atau Arab saja untuk nomor halaman yang digunakan
● Perlukah ringkasan isi (blurb) di halaman kulit belakang
● Mana yang ditonjolkan, nama penulis atau judul buku
● Alamat situs atau E-mail penerbit perlu ditampilkan atau tidak
● Perlukah buku dicetak warna agar menarik perhatian atau alas an lain
● dan hal-hal lain yang biasa termuat pada suatu terbitan.

Pilihan pasti atas jawaban dari pertanyaan di atas merupakan keputusan yang harus dilakukan
oleh penyunting naskah secara umum, selain yang menyangkut pemuatan ilustrasi. Pada
umumnya, semua itu terlupakan untuk ditulissebagai unsur dalam mengutarakan apa arti
penyuntingan naskah pada buku-buku tentang itu dari penerbit dalam negeri.

Judith Butcher (1987:1) menjelaskan bahwa, tujuan utama penyunting naskah adalah
menghilangkan berbagai kendala/obstacle pembaca dan apa yang diingikan penulis untuk
dihantarkan, demikian juga usaha menyelamatkan beaya serta waktu perusahaan dengan mencari
dan mengatasi masalah yang timbul sebelum ketikan naskah diserahkan kepada pencetak,
sehingga proses produksi dapat berjalan lancar.

Tepatnya, kalimat yang ditulis Judith Butcher adalah sebagai berikut. “The copy editor’s main
aims are to remove any obstacles between the reader and what the author wishesh to convey, and

3
also to save his firm time and money by finding and solving any problems before the typescript
is sent to the printer, so that the production can go ahead without interruption.”

Secara lebih jauh, pada salah satu tahapan penyuntingan naskah adalah pengolahan naskah agar
bebas dari kesalahan, kekurangan, dan sebagainya sebagai contoh kesalahan ketik, kesalahan eja,
kesalahan penggunaan istilah atau tidak taat azas/konsisten dalam menggunakannya, kalimat
yang digunakanterlalu panjang, rancu, kurang jelas, kalimat belum selesai, belum mengikuti
kaidah bahasa atau kebiasaan ilmiah, dan kurang memenuhipenalaran atau masuk akal (common
sense). Pada tahap lainnya, menyunting naskah mencakup kegiatan menentukan unsur-unsur
informasi lain seperti telah diutarakan dalam butiran pertanyaan-pertanyaan di atas.

Sejalan dengan itu, diungkapkan oleh Datus C. Smith Jr (1989: 58) pada butir 6 dan 7 bahwa,
tujuh kelompok garapan yang harus dilakukan seorang penyunting naskah seperti berikut ini
menunjukkan bahwa menyunting naskah bukan semata-mata urusan kebahasaan saja. Ketujuh
butir yang dimaksud adalah:
1. Keterbacaan
2. Ketaatazasan/konsistensi
3. Tata bahasa
4. Kejelasan dan gaya bahasa,
5. Ketelitian fakta
6. Legalitas dan kesopanan, dan
7. rincian-rincian/detail produksi.

Ketujuh hal di atas dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut.


The things a copy editor has to do can be summed up under these seven headings, which will be
discussed in order in this chapter: 1. Legibility, 2. Consistency, 3. Grammar, 4. Clarity and style,
5. Factual accuracy, 6. Legality and propriety, and 7. Production details.

Ada lagi sumber yang dapat menjelaskan tentang penyuntingan naskah, yaitu bahwa, salah satu
dari sepuluh hal yang harus diputuskan penyunting/editor untuk diterbitkan yang dijelaskan oleh
Giles Clark (2001:86) adalah tampilan fisik dan harga. Editor mempertimbangkan suatu usulan
bentuk fisik yang diinginkan judul proposal (misalnya panjang kata, isi ilustrasi, ukuran, cara
jilid, mutu produksi), rentang biaya dan harga yang dimungkinkan untuk dijual.

“The editor envisages a proposal title’s desirable physical form (e.g. its word length, illustration
content, size, binding style, and production quality), the likely cost and price range within which
it could be sold.”

Dari ungkapan Giles Clark dapat disimpulkan bahwa, sejak awal penyunting telah
mencanangkan keperluan ilustrasi untuk digunakan/dicantumkan pada naskahnya, bag yang
menggunakannya. Naskah seperti ini tentulah merupakan tulisan yang dirancang untuk disusun,
jadi bukan naskah yang sudah ditulis yang dikirimkan oleh penulis kepada penerbit. Baik bagi
ilustrasi yang naskahnya dikirimkan tanpa ada pengarahan dari penyunting, maupun naskah

4
sebagai diutarakan sebelumnya, ilustrasi tetap harus diperiksa, dinilai dan sebagainya agar
sesudah terbit tidak mengundang masalah.
Mengenal penyunting naskah, Blythe Camenson (20002:44) memberikan gambaran bahwa
penyunting naskag pada organisasi berita terutama melakukan review dan menyunting
naskah/salinan dari reporter mengenai ketepatan/akurasi,isi, tata bahasa, dan gaya. Penyunting-
penyunting ini dapat bekerja di dalam suatu perusahaan atau bekerja secara bebas sebagai
tenaga-lepas/freelance.
Melalui buku tulisan Jenny McKay (2001:) Tom Ang menggunakan istilah sub editor (yang
menurutnya lebih sering disebut dengan istilah subs) dibanding dengan istilah copy
editor.Dijelaskan juga adanya dua istilah lain yang sama maksudnya yakni, terkadang ada yang
menggunakan copy editor, sementara yang lain dengan istilah production editor, atau bahkan
assistant editor.
Pada masa sebelum maraknya penggunaan computer, penyunting naskah memerlukan mesin
ketik, kamus, buku huruf, pena atau pensil warna biru, kertas, lem, penggaris dan sebagainya
dalam melaksanakan kegiatannya. Sekarang mereka dituntut untuk mampu menggunakan
komputer sebagai ganti alat-alat yang sebelumnya digunakan. Tetapi, pada beberapa contoh,
terasa masih lebih mudah, praktis, dan tidak tergantung dari peralatan elektronik yakni dengan
cara memberi catatan-catatan dengan pensil atau ballpoint langsung pada naskahnya.
Herbert S. Bailey, Jr. (1970:31) menyebutkan tentang penyuntingan naskah sebagai berikut.
“He tries to think of the book as a finished work making its way into the world, and he worries
about everything from the title page to the colophone (if there is one). He considers the questions
of illusstrations and diagrams; are they good enough? Are they too expensive? Are permission
required? Are drawings needed? He examines the organization of the book and considers
alternatives?”
Penyunting mencoba memikirkan buku sebagai karya akhir menjadikan jalannya ke dunia, dan ia
kuatir tentang segala sesuatu mulai dari judul halaman ke kolofon. Ia mempertimbangkan
pertanyaan ilustrasi dan diagram apakah semuanya cukup bagus? Apakah semuanya terlalu
mahal? Apakah diperlukan izin? Apakah diperlukan gambar? Apakah ia menguji susunan buku
dan mempertimbangkan pilihan/alternative?
Jadi dapat diambil simpulan bahwa, menyunting naskah mencakup banyak banyak hal dan
ternyata tidak hanya untuk keperluan pembaca dan penulis, tetapi juga bagi kepentingan
keamanan bisnis penerbitan.
Mengapa?
Karena jika penerbit tidak memperhatikan azas-azas hokum terutama hak cipta, selain factor-
faktor lain seperti kesopanan, kebebasab dari tuntutan pelanggaran rasa kesukuan, keagamaan,
golongan, dan ras, atau pemborosan proses kerja dan penggunaan bahan maka penyunting
mengundang masalah besar yaitu tuntutan hokum. Jadi, hal itu jelas membuat bisnis penerbitan
menjadi tidak aman karena penyunting melakukan pekerjaan yang tidak professional.
Sejalan dengan itu muncul pertanyaan, apakah ilustrasi itu dapat dikatakan sebagai naskah, atau
hanya merupakan bahan pelengkap, pengisi ruang kosong, sehingga merupakan unsur yang tidak
terlalu penting? Selain itu, apakah penyuntingan gambar berdiri sendiri setara dengan
penyuntingan naskah, ataukah itu memang bagian dari penyuntingan naskah?

5
Jika dilihat dari segi persoalan penyampaian buah pikiran dari suatu pihak ke pihak lainmelalui
suatu cara, baik tertulis maupun tergambar, maka tulisan dan atau untuk menyampaikan buah
pikiran seseorang atau suatu pihak ke pihak lain. Persoalan atau masalah itu dapat diselesaikan
dengan menggunakan gambar, bagan/skema atau foto sehingga menjadi jelas bahwa, gambar
tersebut berfungsi sebagai alat/kendaraan untuk sampai kepada tujuan. Jadi dapat saja dikatakan
bahwa pada contoh-contoh tertentu, ilustrasi adalah naskah juga. Hanya perlu dicatatbahwa,
tidak semua ilustrasi mampu memberi kejelasan kepada pembacanya, sebagaimana berlaku juga
hal yang sama pada kata-kata atau kalimat-kalimat di dalam teks. Karena itu baik bagi tulisan
maupun ilustrasi yang masih belum mampu berfungsi maksimal itulah diperlukan penanganan
apa yang dikatakan sebagai penyunting naskah. Yang diterima dari penulis, menyelenggarakan
acara hajatan/seminar dalam rangka pengadaan naskah, ataupun menindaklanjuti naskah masuk,
menentukan harga

KEGIATAN/TUGASPENULIS, PENYUNTING MATERI/ISI, PENYUNTINGAN NASKAH

Menyusun tulisan menilai kebenaran keilmuan membenahi kebahasaan membuat catatan dan per-
Menyertakan ilustrasi etika (bagi yang terkait) penyajian dan teknis baikan dari segi kebenaran
Deskripsi ilustrasi data dan data lainnya penerbitan, hak cipta isi, keabsahan/hak cipta,
Hak (jika ada)cipta tata karma/etika, segi teknikproduksi,
keamanan nasional segi tata karma/etika, dan
keamanan nasional.

jual terbitannya, dan sebagainya

Gambar 2.1 Tabel singkat mengenai tugas-tugas utama dalam beberapa jenis penyuntingan.

Mengenai kegiatan editor, ada baiknya disimak apa yang dikatakan oleh
Judith Butcher (1987:3) ketika memberi keterangan kepada calon penulis
buku bagi yang bukunya mau diterbitkan di penerbit Cambridge University
Press sebagai berikut.

“If the book has illustrations, the copy editor will compare each one with the relevant text,
To see that it will do its job evectively, is placed in the most appropriate position and its
correctly reffered to. Sometimes an author borrows an illustration without making it fully
suitable for its new purpose; sometimes he finds a better illustration at a late stage and forgets to
change the text. The copy editor will see whether parts of some of the photographs could be
omitted, and whether the author’s rough sketches for diagrams or maps will be clear to the
draughtsman who will prepare drawings suitable for reproduction.”

Secara ringkas yang diutarakan adalah bahwa, jika buku berilustrasi, penyunting bakal
membandingkan setiap ilustrasinya dengan teks yang terkait, untuk dilihat apakah fungsinya
efektif, ditempatkan pada posisi yang cocok, dan menjadi acuan secara benar. Terkadang penulis
meminjam ilustrasi tanpa menyesuaikan fungsinya yang baru, terkadang juga ia menemukan
yang lebih baik pada tahap terakhir tetapi lupa mengubah teksnya.

Penyunting naskah akan melihat bagian foto baik yang dapat atau harus diabaikan, dan baik
sketsa-sketsa kasar buatan penulis untuk bagan peta-peta yang disiapkan dengan jelas sebagai
rujukan bagi juru gambar yang akan menyiapkannya agar sesuai keperlua reproduksi.
Reproduksi di sini yang dimaksud adalah persiapan acuan sebagai bahan untuk digarap
operator/juru cetak.

6
Untuk diketahui lebih jauh, Cambridge University Press adalah lembaga yang melakukan
kegiatan penerbitan buku yang dikelola atau dalam naungan Universitas Cambridge, suatu jenis
lembaga penerbitan di antara lembaga-lembaga sejenis yang didirikan oleh kebanyakan
universitas-universitas terkemuka di dunia. Di Indonesia, UI, ITB, GAMA, UNAIR, UNDIP,
UNHAS, dan lain sebagainya juga sudah memiliki lembaga penerbitan.

C. Pengertian Penyuntingan Gambar


Penyuntingan gambar sesungguhnya merupakan bagian tugas dari penyunting naskah (copy
editor) karena naskah mencakup juga ilustrasi. Dengan demikian dapat dipahami bahwa ilustrasi
merupakan bagian dari naskah. Tetapi pada kasus-kasus tertentu, justru ilustrasi dapat menjadi
unsur yang utama karena teks hanya sebagai pelengkap yang menyertainya. Hal ini dapat dilihat
pada penugasan sebagai editor-editor foto pada Koran ataupun majalah. Dalam hal ini, tentu
tidak dapat dipersalahkan jika dikatakan bahwa, gambar adalah naskah, sehingga dapat dikatakan
bahwa, naskah adalah bahan terbitan dalam segala bentuk.
Wartawan foto tidak membuat berita dalam bentuk tulisan. Boleh saja ia hanya mengirim atau
melaporkan kejadian atau peristiwa hanya dalam bentuk foto. Jadi penyunting atau editor fotolah
yang bertugas untuk menentuka dan atau mengolah foto untuk dimuat sejauh tidak
mempengaruhi fakta.
Pada penerbit-penerbit surat kabar berskala besar, editor foto terpisah dari tugas penyunting yang
bersifat verbal. Namun kedua-duanya harus menguasai jurnalistik.
Khusus bagi editor foto ia juga harus seorang fotografer yang benar-benar menguasai
pengetahuan fotografi berdasarkan jam terbang yang tinggi, bukan sekedar mampu memotret.
Jika sudah dimengerti bahwa ilustrasi dapat dikatakan sebagai naskah, maka penyuntingan
gambar berarti pengolahan dan penyiapan ilustrasi sebelum penerbitan dilakukan untuk
menghindari kesalahan dari aspek hokum, materi tulisan, teknik produksi, tata
karma/etika/kesusilaan, dan keamanan nasional. Adanya kekuatiran timbulnya pertentangan
antarsuku, umat beragama, ras, dan golongan dapat digolongkan ke dalam persoalan keamanan
nasional. Jadi pada dasarnya perlakuan terhadap ilustrasi sebagai bahan mentah sama seperti
terhadap naskah tertulis. Sebagai gambaran dapat dilihat ilustrasi pada gambar 2.2.
Penyunting Naskah (Copy Editing)

Tekstual/verbal Visual/pictorial/tergambar
Melakukan penilaian & pengolahan/ melakukan penilaian & arahan,
Pembenahan secara tertulis pesan permintaan
Oleh penyunting sendiri

Hasilnya dilaksanakan oleh Hasilnya dilaksanakan oleh

Setter/pelaksana pengetikan illustrator/fotografer/juru gambar


Operator layout & setting * (draftsman)/artis pembuat infografik

7
*sekarang dapat juga dilakukan penyunting sendiri dengan computer, tetapi naskah/tulisan
aslinya tidak boleh dibuang agar penulis masih bisa melacak tulisan aslinya.

Gambar 2.2 Bagan untuk menunjukkan perbedaan pelaku/pelaksana etelah dilakukan penyuntingan. Pada
penyuntingan gambar pelaku/pelaksananya bukan penyunting.

Secara keseluruhan, penyuntingan naskah dapat dikatakan terdiri atas dua “bahasa”, yaitu bahasa
verbal/tekstual dan bahasa visual/gambar, karena pikiran dapat diungkapkan melalui tulisan dan
atau gambar. Sedangkan tujuan penyuntingan mencakup urusan kebahasaan, keekonomisan,
produksi, keabsahan/legalitas,kesopanan/etika, dan khusus di Indonesia yakni kesukuan,
keagamaan, ras dan golongan. Sementara, dari segi keilmuan menjadi tanggung jawab
penyunting materi/isitulisan. Demikianlah maka sesungguhnya penyuntingan gambar pun
mencakup aspek/segi pandang seperti itupula. Bahkan ada satu hal lagi yang perlu
dipertimbangkan yakni bagaimana saat diproduksi, apakah sudah memenuhi syarat tekniknya
atau masih harus disesuaikan.

Dengan adanya perkembangan dunia teknologi informasidi dunia perangkat lunak computer,
sudah sejak lama muncul pula istilah “edit” untuk foto yang berarti memperbaiki, memperindah,
atau meretus (retouch) dengan menggunakan beberapa perangkat lunak seperti Photoshop,
CorellDraw, Adobe Illustrator, FreeHand,dan sebagainya. Juka foto-foto atau gambar banyak
mengandung kotoran, kurang tepat penggambarannya, perspektif dan warnanya diperbaiki, yang
kesemuanya itu dilakukan oleh ahli gambar/ilustrasi yang terlatih. Jadi bukan dilakukan oleh
editor atau penulis. Pelaku kegiatan tersebut bukan orang-orang yang disebut sebagai
penyunting/editor melainkan kelompok visualizer atau tepatnya illustrator. Jadi, istilah edit
rupanya dipinjam untuk menggantikan istilah “retouch” yang sebelumnyasudah dikenal di
kalangan professional fotografi maupun ilustrator.

Oleh karena itu, edit foto seperti itu bukan yang dimaksudkan dalam tulisan ini, sebagaimana
dapat dilihat pada tampilan layar dari suatu perangkat lunak, yang di dalam menu utamanya
terlihat ada kata “edit”, yang mempunyai arti berbeda dengan yang dimaksud pada bidang
persuratkabaran atau perbukuan dan majalah.

Sebagai telah disebutkan di depan, photo editing mengundang pengertian mengolah,


menentukan, mempertimbangkan, atau menciptakan foto-foto untuk dimuat ditinjau dari
berbagai segi informasi yang mau disampaikan seperti berita, pesan, ataukah nilai sejarahnya.
Tom Ang (2001:174) menyatakan bahwa, penyuntingan gambar sesungguhnya adalah proses
yang di dalamnya foto-foto dan gambar/ilustrasi diciptakan, dipilih, dan dipasang dari berbagai
macam sumber.

Dalam bukunya edisi kedua (2001:1) ia menyebutkan bahwa, penyuntingan gambar adalah
proses yang di dalamnya foto-foto dipilih dan dipasang dari berbagai macam sumber untuk
membuat terbitan/publikasi yang berilustrasi, situs web, pameran, berdasarkan keperluan dan
maksud-maksud yang telah ditentukan.

Picture editing is a process in which photograph are selected and assembled from various
sources in order to produce an ilustreted publication, web site or exhibition, according to
defined aims and requirements. (2000:1).

Yang artinya:

8
Pengeditan gambar adalah proses di mana foto dipilih dan dikumpulkan dari berbagai sumber
untuk menghasilkan publikasi, situs web atau pameran ilustrasi, sesuai dengan tujuan dan
persyaratan yang ditentukan.

Barangkali untuk menggambarkan bagaimana kaitannya antara menyunting teks dengan


menyunting gambar dapat dilihat melalui bagan pada gambar 2.3 di halaman 44. Dengan dasar
bahwa semua pikiran/konsep manusia tidak hanya dapat diwujudkan melalui tulisan, melainkan
juga dengan cara visual atau gambar, maka menyunting gambar. Hal ini dapat dimengerti dengan
mengambil simpulan dari tulisan Judith Butcher yang mengutarakan banyak hal tentang
penanganan ilustrasi dalam dalam rangka menyunting naskah, yang ditulis pada bab 4 dan
sebagian pada bab 15 pada edisi keduanya.

Menyunting gambar/ilustrasi dapat diartikan sebagai kegiatan menilai, menciptakan, dan


memberikan arahan pembenahan agar ilustrasi sesuai dengan bahan/materi yang ditulis, tidak
melanggar kesusilaan, tidak melanggar hak ipta, tidak melanggar keamanan nasional
(menimbulkan pertentangan antar suku, umat beragama, ras, dan golongan), serta tidak keluar
dari tuntutan teknik/

Pembagian Obyek dan Tujuan yang Ditangani dalam Penyuntingan

Tekstual/Verbal Tergambar/Visual/pictorial
Agar memenuhi tintutan: Agar memenuhi tintutan:

1. keterbacaan, ketaatazasan, konsistensi 1. Ketelitian isi/materi/fakta.


2. keabsahan/legalitas 2. Keabsahan/legalitas.
3. ketelitian fakta 3. Kesopanan/kesusilaan/etika
4. tata krama/kesusilaan/etika. 4. keamanan nasional.
5. keamanan nasional. 5. teknik produksi.
6. rincian-rincian/detail produksi*

*dikemukakan oleh Datus C. Smith Jr.

Gambar 2.3 Bagan menunjukkan kesamaan dan perbedaan antara penyuntingan yang bersifat verbal dengan visual.

teknologi dalam memproduksinya. Salah satu tekniknya adalah pencetakan. Mengapa dikatakan
salah satunya, itu adalah karena kegiatan ini mencakup juga media lain seperti hasil lembaga
penyiaran, situs web (web site), perfilman, sebagaimana telah diutarakan di depan.

Dalam hal media cetak, apabila dikatakan tidak sesuai dengan tuntutan teknik cetak berarti
menimbulkan masalah yang sudah pasti tidak sesuai yang diinginkan. Gambar yang dibuat
dengan dengan kondisi garis/goresan terlalu tipis, bilamana gambarnya dibuat kecil pada saat
jadi cetakan, bakal tampak lebih tidak jelas lagi karena goresan/garisnya menjadi terlalu tipis.
Bahkan bisa jadi garis-garis menjadi hilang karena makin menipis. Oleh karena itu, arahan atau
pesan-pesan yang ditujukan kepada illustrator, fotografer, visualizer, dan sejenisnya adalah demi
hasil cetakan dengan kualitas teknik yang baik.

Dari penjelasan di atas dapat diringkas bahwa, dalam menyunting gambar, aspek-aspek yang
harus menjadi pertimbangan ada lima buah, yakni:

9
1. keabsahan/yuridis
2. materi/isi naskah
3. tata karma/kesusilaan/etika
4. teknik produksi
5. keamanan Negara/nasional

Dalam pada itu, perlu diutarakan juga apa yang dinamakan sebagai naskah. Pada umumnya
keteranga-keterangan yang ada menyebutkan bahwa naskah adalah tulisan yang disiapkan
sebagai bahan yang akan diterbitkan, sebagai yang dapat dibaca pada beberapa sumber
berikut ini.
1. Karangan yang masih ditulis
2. Karangan seseorang sebagai karya asli
3. Bahan-bahan berita yang siap untuk diset
4. Rancangan, dengan contoh perjanjian Linggarjati.

Dari keterangan itu dapat disimpulkan bahwa bentuk naskahnya adalah tulisan.

Sumber lain seperti Kamus Perancis Indonesia terbitan Gramedia menyatakan bahwa naskah
adalah catatan yang ditulis dengan tangan, ketikan atau tulisan tangan pengarang. Sedangkan
manuscript ilumiaire diterangkan sebagai tulisan naskah bergambar.

Dadi pakar menyebutkan secara berbeda dengan menyatakan bahwa, naskah tidak hanya
berbentuk tulisan, seperti dinyatakan sebagai berikut.

“Naskah dapat berisi gagasan, informasi, kiat, petunjuk, rekaan bahkan khayalan pengarang.
Untuk picture books, buku anak-anak bergambar dan komik, naskah dapat berupa gambar
atau ilustrasi” (Dadi Pakar:2005:27)

Bagaimana halnya dengan buku yang berwujud atlas yang berisi peta-peta, atau esai berupa
lukisan atau foto-foto koleksi fotografer, contoh-contoh warna tertentu untuk para desainer?
Jelas bahwa terbitan-terbitan tersebut bukan berbentuk tulisan melainkan berupa gambar baik
foto, contoh warna, maupun gambar peta. Jadi, perlu dinyatakan secara cermat apa
sesungguhnya yang dikatakan sebagai naskah.

Oleh karena itu menyimpulkan apa yang dikatakan sebagai naskah adalah segala bentuk baik
tulisan maupun bentuk lainsebagai bahan untuk keperluan penerbitan/publikasi.

Pendalaman materi
1. Apakah sebenarnya yang dimaksud dengan penyuntingan naskah?

2. Apa yang dimaksud dengan naskah itu sendiri?

3. Peralatan-peralatan atau bahan apakah yang harus digunakan penyunting sebagai


peralatan/”senjata”nya?

10
4. Benarkah bahwa penyuntingan naskah itu adalah urusan kebahasaan?

5. Juka jawabannya bukan, maka apa saja yang dicermati atau dikerjakan olehpenyunting
terhadap suatu naskah?

6. Jadi, apakah yang dimaksudkan dengan penyuntingan gambar?

7. Dapatkah editing gambar dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak (software)?

8. Samakah photo/picture editing sama dengan photo/picture retouching?

9. Apakah penanganan penyuntingan verbal /tekstual yang tidak digarap dalam


penyuntingan gambar/visual.

10. Sebaliknya unsur yang dilakukan dalam penyuntingan visual tetapi tidak dilakukan dalam
penyuntingan verbal.

11

Anda mungkin juga menyukai