Pengaruh Korosi Pada Bangunan Beton
Pengaruh Korosi Pada Bangunan Beton
i
tersebut. Demikian pula bangunan yang berada di lingkungan
asam dan sulfat akan mengalami kondisi yang serupa dengan
bangunan yang berada di lingkungan air laut.
ii
Oleh sebab itu perlu dilakukan pemeriksaan secara berkala pada
bangunan untuk memastikan kondisi “kesehatan” dari bangunan.
Agar buku ini mudah dipahami dan dapat dijadikan acuan untuk
keperluan yang bersifat praktis maka pada Bab 2 dan 3 diberikan
contoh perhitungan.
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................ iv
DAFTAR TABEL ......................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................vii
BAB 1. PROSES INISIASI KOROSI BANGUNAN BETON DI LINGKUNGAN AIR
LAUT .................................................................................................. 1
1.1. Pendahuluan ..................................................................................... 1
1.2. Penyebab Korosi Pada Beton Bertulang ........................................... 4
1.3. Pemodelan Korosi Pada Struktur Beton ........................................... 4
1.4. Inisiasi Korosi..................................................................................... 6
1.3.1. Kadar chlorida di permukaan beton (Co)...................................... 8
1.3.2. Kadar chlorida kritis (Cth)............................................................ 11
1.3.3. Koefisien Difusi Beton (D) .......................................................... 12
1.3.4. Tebal Selimut Beton (dc)............................................................. 15
BAB 2. ROPAGASI KOROSI BANGUNAN BETON DI LINGKUNGAN AIR LAUT
……………………………………………………………………………………………….17
2.1. Pendahuluan ................................................................................... 17
2.2. Propagasi Korosi.............................................................................. 17
2.3. Kecepatan Korosi (icorr) .................................................................... 21
2.4. Aplikasi Perhitungan Pengaruh Korosi Terhadap Kapasitas Lentur
Balok................................................................................................ 25
BAB 3. RETAK AKIBAT KOROSI................................................................. 32
3.1. Pendahuluan ................................................................................... 32
3.2. Penampilan Bangunan Beton akibat Korosi.................................... 35
iv
3.3. Retak akibat Korosi ......................................................................... 36
3.4. Aplikasi Perhitungan Retak akibat Korosi ....................................... 44
DAFTAR NOTASI ...................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 53
INDEKS..................................................................................................... 56
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1-1: Berbagai nilai kadar kritis chlorida (Stewart and Faber,
2003).......................................................................................12
Tabel 2-1: Klasifikasi kecepatan korosi .........................................24
Tabel 2-2: Mn untuk umur beton s.d 50 tahun .............................29
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
Gambar 3.1: Retak akibat korosi....................................................33
Gambar 3.2: Perkembangan retak akibat korosi ...........................34
Gambar 3.3: Bercak akibat korosi pada struktur dermaga............35
Gambar 3.4: Bercak akibat korosi pada struktur tangga
(http://www.nachi.org/visual-inspection-concrete.htm,
2006).......................................................................................36
Gambar 3.5: Proses terjadinya retak akibat korosi .......................36
Gambar 3.6: Proses terjadinya retak akibat korosi (Vu, 2003)......37
Gambar 3.7: Waktu inisiasi retak (Tcr-i) untuk berbagai kecepatan
korosi dan tebal selimut beton...............................................40
Gambar 3.8: Waktu inisiasi dan propagasi retak (Vu dkk, 2005)...41
Gambar 3.9: Waktu propagasi retak untuk lebar retak maksimum
................................................................................................43
Gambar 3.10: Waktu propagasi retak untuk lebar retak maksimum
1.0 mm....................................................................................44
Gambar 3.11: Waktu inisiasi korosi dan waktu retak untuk lebar
retak maksimum 0.5 dan 1.0 mm...........................................49
viii
BAB 1. PROSES INISIASI KOROSI BANGUNAN BETON DI
LINGKUNGAN AIR LAUT
1.1. Pendahuluan
Pada bab ini akan dijelaskan proses terjadinya korosi pada
bangunan beton di lingkungan air laut. Pemahaman yang benar
atas proses ini diperlukan agar para pemangku kepentingan
(stake holder) seperti pemilik, perancang dan pelaksana,
mempunyai sikap yang benar dalam menentukan kebijakan
dan tindakan yang diperlukan. Adanya sikap meremehkan dan
tidak perduli (ignorance) atas proses terjadinya kerusakan pada
bangunan umumnya disebabkan ketidak-pahaman atas proses
yang dihadapinya. Hal ini diperburuk lagi bila tidak ada
komitmen moral pada para pemangku kepentingan yang
terlibat dalam proyek untuk melaksanakan proyek sesuai
dengan spesifikasi dan ketentuan yang telah ditetapkan.
1
e) Dengan terkelupasnya beton, besi tulangan akan
terbuka dan tanpa pelindung dari zat-zat yang bersifat
korosif
f) Besi tulangan yang terkorosi selanjutnya akan
mengalami proses pengurangan luasan. Luas tulangan
yang berkurang akan mengakibatkan penurunan
kekuatan penampang beton. Lekatan antara baja dan
beton juga akan berkurang akibat korosi. Bila proses ini
dibiarkan, tidak menutup kemungkinan akan
mengakibatkan kegagalan elemen struktur dalam
memikul beban
g) Kegagalan beberapa elemen struktur selanjutnya dapat
mengakibatkan fungsi bangunan terganggu, bahkan
tidak berfungsi sama sekali (misal dermaga tidak bisa
dipakai untuk proses bongkar muat, jembatan tidak bisa
dilewati)
h) Pada kasus tertentu kegagalan satu atau beberapa
elemen dapat menjadi penyebab terjadinya kegagalan
struktur secara keseluruhan (total collapse), seperti
terjadi pada struktur jembatan beton pratekan (lihat
Gambar 0.1 dan Gambar 0.2.
Gambar 0.1: Keruntuhan akibat korosi pada The Saint Stefano Bridge
in Sicily, Italy (Proverbio and Ricciardi, 2000).
2
Gambar 0.2: Keruntuhan akibat korosi pada Pedestrian Bridge at
Lowe’s Motor Speedway in North Carolina (CNN, 2000).
3
1.2. Penyebab Korosi Pada Beton Bertulang
Korosi pada baja tulangan bisa terlihat bila baja tulangan
dibiarkan di udara terbuka atau terendam di dalam air. Pada
kondisi ini kecepatan korosi yang terjadi relatif sangat rendah.
Bila baja tulangan diletakkan di tempat yang terpengaruh
proses siklus basah dan kering, maka baja akan mengalami
korosi dengan kecepatan yang lebih tinggi. Demikian pula bila
baja terletak pada lingkungan yang korosif (misalnya
lingkungan garam atau asam) maka kecepatan korosinya akan
meningkat. Bila baja tulangan ditanam didalam beton maka
kemungkinan terjadinya korosi seyogyanya akan berkurang.
Akan tetapi pada kenyataannya korosi baja tulangan pada
beton bertulang tidak dapat dihindarkan sama sekali. Ada
beberapa faktor yang menjadi penyebab awal terjadinya korosi
pada beton bertulang di lingkungan korosif, yaitu
4
tulangan. Korosi hanya akan terjadi bila lapisan pelindung ini
rusak dan tersedia air dan oksigen dalam jumlah yang cukup
pada permukaan logam. Lapisan ini akan rusak bila ada ion
chlorida dalam jumlah yang cukup banyak pada permukaan
baja tulangan.
5
Waktu yang diperlukan hingga terjadi permulaan proses korosi
pada besi tulangan disebut waktu inisiasi korosi. Tahap
selanjutnya dari proses korosi adalah proses pengurangan luas
penampang tulangan akibat proses korosi. Tahap ini disebut
propagasi korosi. Pada tahap ini mulai terjadi penurunan
kapasitas penampang struktur beton bertulang. Secara
skematis kedua tahap korosi dapat diterangkan pada Gambar
0.5 sebagai berikut:
6
Meskipun anggapan-anggapan diatas berbeda dengan kondisi
beton yang sesungguhnya, pendekatan memakai cara ini
banyak dipilih karena mudah dalam pemakaiannya dan
menghasilkan nilai yang paling mendekati (best fit) dengan
data di lapangan. Waktu inisiasi korosi (Ti) dapat diperkirakan
dengan persamaan sebagai berikut:
dc 2
Ti (C o , C th ,D, dc ) 2
C (0-1)
4Derf 1 1 th
C o
dimana
i
d 2 12 C
Ti (C o , C th ,D, dc ) c A i th (0-2)
4D i0 C o
8
3.5
3.0
2.5
3
C (kg/m )
o 2.0
1.5
1.0
0.5
0.0
0.0 0.50 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0
9
Gambar 0.7: Core-drill untuk pengambilan benda uji silinder.
10
Kadar Cl ( % )
0.20
C1
C3
0.15 C6
C9
C11
C15
0.10
0.05
0.00
0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0
Kedalaman (cm)
11
Tabel 0-1: Berbagai nilai kadar kritis chlorida (Stewart and Faber,
2003)
(Thoft-Christensen et al.,
1.4 0.125 Normal
1997)
12
dimana
27
w /c ' (0-5)
f 13.5
cyl
dimana f’c adalah kuat tekan beton karakteristik dan f’cyl adalah
kuat tekan beton benda uji silinder, keduanya dalam satuan
MPa. Nilai a/c rasio selanjutnya dapat ditentukan dari
dimana
dan
13
Sebagai alternatif persamaan (0-4) dapat dipakai perumusan
lain yang jauh lebih sederhana (Stewart and Rosowsky, 1998)
untuk menghitung koefisien difusi beton (D) sebagai
-11
1.2 10
-11
1 10
D (Koefisien Difusi) m /s
2
-12
8 10
-12
6 10
-12
4 10
-12
2 10
0
15 20 25 30 35 40 45 50
'
f (MPa)
c
14
1.3.4. Tebal Selimut Beton (dc)
Tebal selimut beton (dc) yang tercapai di lapangan pada
persamaan (2) dapat ditentukan dengan memakai alat
covermeter seperti terlihat pada Gambar 0.10.
15
200
i
100
50
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Tebal Selimut Beton (mm)
16
BAB 2. ROPAGASI KOROSI BANGUNAN BETON DI
LINGKUNGAN AIR LAUT
2.1. Pendahuluan
Pada bab 1 telah diuraikan tahap pertama korosi, yaitu inisiasi
korosi. Setelah tahap inisiasi korosi, maka proses korosi
memasuki tahap kedua korosi, yaitu propagasi korosi. Pada
tahap ini mulai terjadi pengurangan luasan tulangan akibat
proses korosi. Pengurangan tulangan pada gilirannya akan
mengakibatkan penurunan kekuatan penampang balok yang
mengalami korosi. Pada bagian ini akan diuraikan proses
terjadinya pengurangan luasan dan efeknya pada kekuatan
penampang akibat lentur.
17
Gambar 0.1: Proses korosi pada beton bertulang.
18
dibanding korosi setempat dan juga menghasilkan perkiraan
kapasitas penampang yang lebih aman (konservatif).
A(To ) Do 0.0232 icorr To 2 (0-4)
4
19
korosi yang menyebabkan kehilangan permukaan logam
sedalam 11.6 μm/tahun secara seragam.
ΔD(To)/2
ΔD(To)/2 Do
dimana
20
2.3. Kecepatan Korosi (icorr)
Dari persamaan (0-3) diperlukan nilai kecepatan korosi icorr
untuk menentukan besarnya pengurangan diameter tulangan
akibat korosi. Riset yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti
(Broomfield, 1997) dan (A. Bentur et al., 1997) menunjukkan
bahwa tahanan listrik beton, ketersedian oksigen di permukaan
logam, faktor air-semen, tebal selimut beton, kadar garam dan
temperatur berpengaruh pada kecepatan korosi. Untuk
keperluan praktis, kecepatan korosi dapat diperkirakan dengan
2 (dua) pendekatan, yaitu
a) Pengukuran di lapangan
b) Perumusan empiris
21
Gambar 0.5: Pengukuran kecepatan korosi memakai alat (Millard).
27.01 w / c 1.64
icorr μA/cm2
dc (0-6)
22
icorr (t) = icorr−20 [1 + 0.073(t − 20)]
(0-7)
dimana
23
5.0
w/c = 0.6
4.0 w/c = 0.5
2
w/c = 0.4
(1) in A/cm
3.0
w/c = 0.3
corr 2.0
i
1.0
0.0
20 40 60 80 100 120 140
cover (mm)
Gambar 0.6: Pengaruh tebal cover dan w/c rasio pada kecepatan
korosi untuk suhu 30oC.
24
2.4. Aplikasi Perhitungan Pengaruh Korosi
Terhadap Kapasitas Lentur Balok
Untuk memahami penggunaan berbagai perumusan korosi
pada bagian sebelumnya, maka pada bagian ini akan diberikan
contoh perhitungan balok yang terkena pengaruh korosi. Data
balok dan pembebanannya dijelaskan dibawah ini.
4 meter
q
L = 8 (meter)
Spesifikasi
fc’ = 20 MPa
fy = 400 MPa
Beban merata
qd (mati) = 2.0 t/m (belum termasuk berat sendiri balok); BJ
beton = 2.4 t/m3
ql (hidup) = 2.0 t/m
Beban terpusat
P (hidup) = 2 t
25
Ditanyakan :
a) Hitung penulangan lentur balok dengan cara (SNI-03-2847,
2002) dan gambarkan penulangannya
b) Hitung kapasitas lentur (Mn) balok pada saat belum
terkorosi
c) Hitung koefisien difusi (D)
d) Hitung waktu inisiasi korosi (Ti)
e) Hitung kecepatan korosi (icorr)
f) Hitung kapasitas lentur balok tersebut setelah 20 tahun, 30
tahun, 40 tahun dan 50 tahun
Jawab :
26
b) Perhitungan kapasitas lentur nominal Mn sebelum
terkorosi (T=0)
i
d 2 12 C
Ti (C o , C th ,D, dc ) c A i th
4D i0 C o
Cth =0.35 kg/m3 (diambil dari Tabel 1.1 dan dipakai nilai yang
paling konservatif).
27
9.9E+6, A8=1.75E+7, A9=-2.11E+7, A10=1.66E+7, A11=-
7.45E+6, A12=1.5E+6.
Ti 11.09 tahun
A(0) 252 490mm2 (pada saat belum terkorosi)
4
A(To ) Do 0.0232icorr To 2 25 0.0232 9.07 8.912
4 4
2
A(To ) 420mm
28
A(8.91) 420mm2
n = jumlah tulangan = 7
Mn (To ) A(To ) fy 0.8 h
Mn (8.91) 75.26
86 % (setelah 20 tahun kekuatan lentur
Mn (0) 87.81
sudah berkurang 14% dibanding kuat lentur awal).
29
Inisiasi korosi Propagasi korosi
90
80
M perlu = 72 ton-meter
n
70
M (T) ton-meter
M = 57.65 ton-m
u
60
n
50
M = 41.38 ton-m
service
40
30
0 10 20 30 40 50 60
30
load). Yang dimaksud dengan beban kerja adalah beban yang
sesungguhnya bekerja pada struktur tanpa dikalikan dengan
faktor beban (load factor).
31
BAB 3. RETAK AKIBAT KOROSI
3.1. Pendahuluan
Pada awalnya korosi hanya mengakibatkan perubahan pada
tampilan beton. Karat yang dihasilkan akan menyebabkan
permukaan beton berubah warna menjadi kuning kecoklatan.
Meskipun sesungguhnya pada tahap ini telah terjadi
kehilangan luasan tulangan, pengaruhnya belum
mengakibatkan penurunan kekuatan penampang beton secara
berlebihan. Dengan berjalannya waktu, karat akibat korosi
berakumulasi pada permukaan tulangan dan mulai mendesak
kulit beton (concrete cover). Karat mempunyai volume yang
besarnya antara 4 s.d 6 kali volume awal besi tulangan.
Penambahan volume akibat karat akan menimbulkan
terjadinya desakan dan tarikan di dalam beton. Bila tegangan
tarik yang terjadi sudah melebihi kekuatan tarik beton, maka
akan terjadi retak (cracking).
32
Gambar 0.1: Retak akibat korosi
(http://www.corrosion-club.com/concretecorrosion.htm, 2001).
33
Gambar 0.2: Perkembangan retak akibat korosi
(http://www.cmc-concrete.com/steel%20corrosion.htm, 2007).
1. Penampilan (Appearance)
Bercak-bercak pada permukaan beton
(Stainning)
2. Pelayanan (Serviceability)
Retak (Cracking)
Pengelupasan (Spalling)
Delamination
34
Peningkatan lendutan (Deflection)
3. Kekuatan (Strength)
Kegagalan elemen struktur
Kegagalan struktur secara total (Collapse)
35
Gambar 0.4: Bercak akibat korosi pada struktur tangga
(http://www.nachi.org/visual-inspection-concrete.htm, 2006).
36
Korosi akan menghasilkan karat dalam beton dan dengan
berjalannya waktu karat akan bertambah banyak. Pada
awalnya karat ini akan mengisi ruang-ruang kosong (pori-pori)
yang ada di sekitar permukaan pertemuan beton dan tulangan.
Ketika jumlah karat masih belum banyak maka tidak akan
terjadi retak (free expansion). Akan tetapi ketika karat semakin
banyak dan pori-pori beton sudah terisi penuh, maka di dalam
beton terjadi desakan dan tarikan (stress initiated). Ketika
tegangan tarik akibat desakan karat melampaui kekuatan tarik
beton, maka akan terjadi retak pada beton (concrete cracking).
D
a. Corrosion initiated do
ds
WT < W P
b. Free Expansion
37
Liu dan Weyers (1998) mengusulkan perumusan untuk
memperkirakan jumlah karat yang diperlukan untuk terjadinya
retak pertama sekali (Wcrit) sebagai berikut:
Wcrit
rust ds do D
10001 (0-1)
cf a2 b2
rust t ( 2 2 c ) do D
Wcrit Eef b a (0-2)
10001
dimana
38
Waktu yang diperlukan sampai terjadi retak pertama kali (Tcr-i)
disebut juga sebagai waktu inisiasi retak (crack initiation).
Lebar retak pada periode ini sekitar 0.05 mm dan pada
umumnya hanya bisa dilihat dengan memakai kaca pembesar.
Waktu inisiasi retak (Tcr-i) dihitung dengan perumusan yang
diusulkan Liu dan Weyers (1998) sbb:
Tcr i
W
crit
2
2k p (0-3)
1
k p 0.098 D icorr
(0-4)
dimana
39
7
5 30 mm
40 mm
50 mm
4 60 mm
(tahun)
3
cr-i
T
0
0 1 2 3 4 5 6
2
Kecepatan Korosi (mA/cm )
40
Gambar 0.8: Waktu inisiasi dan propagasi retak (Vu dkk, 2005).
1.7cp
rcrack 0.0008 e
(0-6)
c
CP
Dft (0-7)
0.3icorr(exp) i
k R 0.95exp corr(exp) 0.3
(0-8)
icorr(real) 2500icorr(real)
41
dimana
serta
c
0.1 CP 1.0 , 0.15 k R 1.0 , k C 1.0
Dft
42
Lebar retak maksimum 0.5 mm, D = 22 mm
9
8
30 MPa
40 MPa
50 MPa
7 60 MPa
(tahun)
6
cr-p
T
3
25 30 35 40 45 50 55
43
Lebar retak maksimum 1 mm, D = 22 mm
20
18
30 MPa
40 MPa
16 50 MPa
60 MPa
(tahun) 14
12
cr-p
T
10
6
25 30 35 40 45 50 55
Spesifikasi
Ditanyakan :
44
h) Hitung waktu terjadinya inisiasi retak Tcr-i
i) Hitung waktu terjadinya propagasi retak Tcr-i bila lebar
retak maksimum yang diijinkan 0.5 mm
j) Hitung waktu terjadinya propagasi retak Tcr-i bila lebar
retak maksimum yang diijinkan 1.0 mm
Jawab :
Ti = 11.09 tahun
b) Perhitungan Tcr-i
cf a2 b 2
rust t ( 2 2 c ) do D
Wcrit E ef b a
10001
D = diameter tulangan = 25 mm
45
cr = koefisien rangkak beton 2.0
Ec
Eef = modulus elastis beton efektif (MPa) = = 7006
1 cr
MPa
27 27 27
w /c '
0.675
f 13.5 27.5 13.5 40
cyl
27.01 w / c 1.64
icorr
dc
dc = tebal cover
Tcr i
W crit
2
9.142
= 0.54 tahun
2k p 2 76.87
46
c) Perhitungan Tcr-p untuk wlim = 0.5 mm
c 30
CP 0.67
Dft 25 1.79
1.7 cp
rcrack 0.0008 e 0.0008 e 1.70.67 0.000256
kc = 1.0
0.3icorr(exp) i
k R 0.95exp corr(exp) 0.3 0.28
icorr(real) 2500icorr(real)
c 30
CP 0.67
Dft 25 1.79
1.7 cp
rcrack 0.0008e 0.0008e 1.7.0.67 0.000256
kc = 1.0
0.3icorr(exp) i
k R 0.95exp corr(exp) 0.3 0.28
icorr(real) 2500icorr(real)
47
w lim 0.05 0.0114
Tcr p k R 2.11 tahun
k crcrack icorr (real)
48
15
10
Waktu (Tahun)
T = 11.09 tahun
i
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
Gambar 0.11: Waktu inisiasi korosi dan waktu retak untuk lebar retak
maksimum 0.5 dan 1.0 mm
49
DAFTAR NOTASI
Bab 1
a/c = aggregate-cement rasio (dalam satuan berat)
Co = kadar garam pada permukaan beton
Co (d) = kadar garam pada permukaan beton pada jarak d km
dari tepi pantai
Cth = kadar garam kritis pada permukaan besi tulangan yang
diperlukan agar korosi terjadi
D = koefisien difusi beton
dc = tebal selimut beton (concrete cover atau dekking)
erf = fungsi kesalahan (the error function).
DCl,H2O = koefisien difusi chlorida larutan tak hingga (1.6x10-9
m2/s)
f’cyl = kuat tekan beton hasil uji benda uji silinder
’
fc = kuat tekan beton karakteristik (MPa)
w/c = water-cement rasio (dalam satuan berat)
a = kepadatan massa dari agregat
c = kepadatan massa dari semen
Bab 2
dc = tebal selimut beton dalam mm
fy = tegangan leleh baja tulangan
h = tinggi penampang
icorr = kecepatan korosi (μA/cm2)
icorr (t) = kecepatan korosi pada suhu t > 20oC
icorr−20 = kecepatan korosi pada suhu 20oC
Mn(To) = kapasitas lentur pada saat To yang dihitung setelah
inisiasi korosi
To = waktu dihitung setelah inisiasi korosi Ti (tahun)
t = suhu dimana kecepatan korosi diperhitungkan (oC)
w/c = faktor air-semen
ΔA = pengurangan luas penampang untuk kecepatan korosi
ΔD = pengurangan diameter tulangan
50
Bab 3
a = 0.5(D+2do)
b = c+a =c + 0.5(D+2do)
c = tebal selimut beton (mm)
D = diameter tulangan (mm)
ds = tebal lapisan karat yang diperlukan untuk menghasilkan
tegangan tarik
do = tebal zona pori di sekitar pertemuan besi tulangan dan
beton 12.5mm
'
Ec = modulus elastis beton (MPa) = 4700 fc
Ec
Eef = modulus elastis beton efektif (MPa) =
1 cr
ft = kuat tarik beton (MPa)
51
rust = berat jenis karat (kg/m3) 3605 kg/m3
52
DAFTAR PUSTAKA
53
Proceedings of the RILEM International Workshop on
Chloride Penetration into Concrete," RILEM, France.
Mc Gee, R. W. (1999). "Modelling of Durability Performance of
Tasmanian Bridges, Application of Statistics and Probability,"
ICAPS8.
Middleton, C. R., and Hogg, V. (1998). "Review of Deterioration
Models Used to Predict Corrosion in Reinforced Concrete
Structures." Cambridge University.
Papadakis, V. G., Roumeliotis, A. P., Fardis, M. N., and Vagenas, C. G.
(1996). "Mathematical Modelling of Chloride Effect on
Concrete Durability and Protection Measures, Concrete
Repair, Rehabilitation and Protection," E & FN Spon. ,
London.
Proverbio, E., and Ricciardi, G. (2000). Failure of a 40 Year old post-
tensioned bridge near seaside. In "Proc. Int. Conf. Eurocorr
2000", London
Roberth, H. (2011). Studi pengaruh Korosi Terhadap Kekuatan Balok
Beton Bertulang Dengan Menggunakan Teori Kemungkinan,
ITS, Surabaya.
Schmitt, G. (2009 ). "Global needs for knowledge dissemination,
research, and development in materials deterioration and
corrosion control," New York.
SNI-03-2847 (2002). Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk
Bangunan Gedung.
Stewart, M. G. (1996). Serviceability Reliability Analysis of Reinforced
Concrete Structures. Journal of Structural Engineering, ASCE
Vol. 122,, 794-803.
Stewart, M. G., and Faber, M. H. (2003). Probabilistic modelling of
deterioration mechanisms for concrete structures. In "9th
International Conference on Applications of Statistics and
Probability in Civil Engineering," San Francisco.
Stewart, M. G., and Rosowsky, D. V. (1998). Structural Safety and
Serviceability of Concrete Bridges Subject to Corrosion.
Journal of Infrastructure System, ASCE Vol. 4, No. 4, 146-155.
Thoft-Christensen, P., Jensen, F. M., Middleton, C. R., and Blackmore,
A. (1997). Assessment of the Reliability of Concrete Slab
Bridges. In "Reliability and Optimization of Structural
Systems" (R. B. C. a. R. R. E. D. M. Frangopol, ed.), pp. 321-
328. . Pergamon, Oxford.
54
Val, D. V., and Melchers, R. E. (1997). Reliability of deteriorating
reinforced concrete slab bridges. Journal of Structural
Engineering, ASCE 123, 1638-1644.
Val, D. V., and Stewart, M. G. (2001). Reliability-Based Life-Cycle Cost
Analysis of Reinforced Concrete Structures in Marine
Environments. In "Proceedings of ICOSSAR’01-Eighth
International Conference on Structural Safety and
Reliability,(CD-ROM)". R. B. Corotis, G. I. Schueller, M.
Shinozuka (Eds), A. A. Balkema, Rotterdam
Vu, K. A. T. (2003). Corrosion-induced Cracking and Spatial Time-
Dependent Reliability Analysis of RC Structures, The
University of Newcastle, Newcastle, Australia.
Vu, K. A. T., and Stewart, M. G. (2000). Structural Reliability of
Concrete Bridges Including Improved Chloride-induced
Corrosion Models. Structural Safety 22, 313-333.
Vu, K. A. T., Stewart, M. G., and Mullard, J. (2006). Corrosion-Induced
Cracking: Experimental Data and Predictive Models. ACI
Structural Journal September-October, 719-726.
Zhang, J., and Lounis, Z. (2006). Sensitivity analysis of simplified
diffusion-based corrosion initiation model of concrete
structures exposed to chlorides. Journal of Cement and
Concrete Research 36, 1312–1323.
55
INDEKS
56
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Ir. Muhammad Sigit Darmawan MEngSc., PhD
Sigit dilahirkan di Purworejo pada tahun 1963.
Penulis menyelesaikan program S-1 di ITS pada tahun
1988 dan selanjutnya menjadi dosen di Program D-III
Teknik Sipil FTSP ITS. Pada tahun 1992, penulis
melanjutkan studi S-2 di University of Melbourne dan
pada tahun 2001 studi S-3 di University of Newcastle, Australia. Pada
tahun 2008, penulis menjadi Kepala Laboratorium Uji Material
Program D-III Teknik Sipil dan pada tahun 2012 menjabat Kaprodi
Program Diploma Teknik Sipil FTSP ITS. Penulis cukup aktif
melakukan penelitian di bidang korosi pada beton bertulang dan
sering melakukan kegiatan konsultansi di bidang struktur beton.
57