Anda di halaman 1dari 4

Nama : Winda Dwiastuti

Kelas : 2- Analis Kimia


NIM : 161431031

THALIDOMIDE

1. Thalidomide Secara Umum


Thalidomide yang memiliki rumus kimia C13H10N2O4 yang berwarna putih dan tidak
berbau ini merupakan suatu obat yang dapat memengaruhi sistem kekebalan tubuh atau
disebut juga immunodulator. Nama lain dari thalidomide yaitu Thalomid, Immunoprin,
Talidex, Talizer, dan Neurosedyn. Di Jerman, thalidomide beredar dengan nama
Contergan. Thalidomide larut dalam eter dan benzena serta kelarutan rendah di dalam
air, etanol, metanol, dan asam asetat glasial.
Penggunaan thalidomide ini harus sesuai resep dokter dan diikuti prosedurnya dengan
baik, dan tidak dianjurkan untuk ibu hamil karena obat ini dapat diserap oleh parut-paru
dan kulit sehingga dapat membahayakan janin. Penulararan obat ini melalui urin atau
cairan yang keluar dari tubuh orang yang mengonsumsi obat ini.

2. Kasus Thalidomide
Obat yang saat ini memiliki kegunaan yaitu untuk mengurangi inflamasi atau
pembengkakan pada penyakit Hansen juga dapat mengurangi pembentukan sel-sel
pemicu kanker memiliki sejarah yang cukup mengejutkan.
Sekitar tahun 1944, thalidomide dikembangkan oleh salah satu perusahaan farmasi di
Stolberg, Jerman dan baru memiliki hak paten pada tahun 1954. Pada tahun 1957, obat
ini dipasarkan sebagai penghilang rasa sakit, pilek, batuk, dan juga insomnia. Namun,
thalidomide inijuga digunakan sebagai obat yang dikonsumsi ibu hamil pada saat mual
atau biasa disebut morning sickness yang biasa terjadi pada awal-awal kehamilan.
Namun, pada periode itu banyak bayi yang terlahir cacat dari ibu yang sempat
mengonsumsi thalidomide dan jumlahnya sangat tidak wajar.
Kondisi ini dicurigai oleh dokter William McBride yaitu dokter kandungan asal
Australia dan dokter Widukind Lenz yaitu dokter anak asal Jerman. Mereka mengaitkan
tragedi bayi terlahir cacat dengan konsumsi thalidomide oleh ibu hamil. Obat ini lulus uji
dikarenakan pada saat pengujian pada hewan eksperimen tidak memberi dampak pada
perkembangan embrio atau teratogenik. Tragedi ini lah yang melatarbelakangi Kongres
Amerika Serikat memberlakukan uji keamanan obat pada tahun 1962 dan pada periode
ini pula obat tersebut tidak diperbolehkan untuk diperjualbelikan. Tragdei ini juga
menjadi suatu latar belakang perkembangan farmakovigilans.
Berdasarkan penelitian di jurnal Science, cereblon protein yang sangat dibutuhkan
untuk pmebentukan anggota tubuh dapat dinonaktifkan oleh thalidomide sehingga
thalidomide ini teratogenik (dapat membahayakan janin pada masa kehamilan).
Thalidomide merupakan campuran rasemat dari enantiomer dapat menyebabkan pola
cacat phocomelia yaitu tidak normalnya bagian lengan, aplasia radial yaitu tidak adanya
ibu jari, serta malfromasi ekstremitas yaitu kelainan mata, telinga, jantung, ginjal, alat
kelamin, juga saluran pencernaan.
Obat ini kembali dikembangkan setelah pada tahun 1964, salah satu dokter asal israel,
Jacob Sheskin memberikan thalidomide kepada seorang pasien pengidap penyakit kusta.
Walaupun pada saat itu masih menjadi suatu obat yang dilarang, namun obat ini bekerja
dengan baik untuk pengobatan penyakit ini. Lalu, pada tahu 1965 thalidomide ini sudah
digunakan di Brazil untuk mengobati kusta atau yang disebut ENL (Eritema Nodosum
Leprosum). Pada tahun 1994, obat ini telah diedarkan dan tetap dikontrol secara ketat
demi keamanan penggunaannya dan FDA (Foods and Drugs Administration) baru
menyetujuinya pada tahun 1998.
Thalidomide ini mulai berkembang kembali untuk pengobatan kanker. Studi
mengenai angiogenesis dalam perkembangan kanker menunjukkan bahwa thalidomide
dapat menghentikan pembentukan sel-sel yang menyebabkan tumor pada tahu 1970.
Namun, hasil uji thalidomide tersebut baru dipublikasikan oleh England Journal of
Medicine pada tahun 1999 setelah thalidomide dapat menghambat angiogenesis pada
pasien pengidap multiple myeloma. Namun, FDA baru menyetujui thalidomide sebagai
obat kanker pada tahun 2006 dan penggunaannya harus tetap terkontrol.

Sumber : http://www.thejournal.ie/irish-government-thalidomide-prime-time-investigation-
1226065-Dec2013/
REFERENSI
 Elfrida, Evi. 2014. http://evielfridasinaga.blogspot.co.id/2014/08/thalidomide.html.
Diakses pada 24 Februari 2018.
 Gusti, Spica Arumning. 2011. http://pharmaspica.blogspot.co.id/2011/12/tragedi-
medis-terbesar-abad-20.html. Diakses pada 24 Februari 2018.
 Thalidomide. https://en.wikipedia.org/wiki/Thalidomide. Diakses pada 24 Februari
2018.

VIOX
Vioxx atau Rofecoxib yang memiliki rumus kimia C17H14O4S merupakan obat
antiinflamasi yang dipasarkan oleh perusahaan bernama Merck & Co. Obat ini pada
awalnya dapat mengobati osteoarthrisis, nyeri akut, dan dismenorhea. Mekanisme obat
ini yaitu dengan menghambat sintesis prostaglandin melalui cylooxygenase-2.

Sumber : https://en.wikipedia.org/wiki/Rofecoxib

Pada 20 Mei 1999 menyetujui peredaran obat ini yang dikenal dengan nama dagang
Vioxx, Ceoxx, dan Ceeoxx. Lalu, kemudian pada 30 September 2004, peredaran Vioxx
ini ditarik kembali oleh perusahaan karena dilaporkan terjadi 88.000-140.000 kasus
penyakit jantung setelah penggunaan obat ini dalam jangka panjang. Penarikan kembali
obat ini berdasarkan hasil penelitian selama tiga tahun yang dilakukan oleh Badan POM
dan FDA.
Sebelumnya, vioxx digunakan untuk mencegah kambuhnya polip pada usus besar,
dan dilakukan penelitian mengenai penyakit arthritis yang dikaitkan dengan kanker usus
besar. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa vioxx memberikan efek negatif
terhadap jantung dan pembuluh darah otak.
Kasus mengenai obat Vioxx ini terjadi di Texas dan menewaskan seorang pria
bernama Robert Ernst setelah mengonsumsi obat ini. Namun, Merck menyanggah
gugatan oleh pengadilan Texas bahwa kasus ini tidak berkaitan dengan oba vioxx
tersebut karena tidak ada bukti-bukti ilmiah. Pria ini mengonsumsi obat Vioxx selama
delapan bulan untuk mengurangin rasa sakit pada kedua lengan yang dialaminya akibat
arthritis. Banyak juga gugatan lain mengenai kasus ini terhadap perusahaan Merck & Co
namun pihak perusahaan tersebut tetap membantah.
Setelah dilaporkan terjadi banyak kasus serupa mengenai obat ini, perusahaan tersebut
mengalami penurunan saham sekitar 7,7 persen dan hal inilah yang menyebabkan
perusahaan tersebut menarik kembali obat Vioxx dari peredaran pada tahun 2004 setelah
diketahui bahwa obat ini dapat meningkatkan resiko serangan jantung dan stroke jika
dikonsumsi dalam jangka panjang.
Kasus ini berkaitan dengan etika bisnis karena setelah terjadinya kasus-kasus tersebut,
perusahan Merck & Co masih tetap memasarkan obat tersebut walaupun masa
berlakunya sudah habis dan hal ini jelas melanggar hukum karena menyalahi aturan.
Analisis mengenai kasus-kasus ini membuktikan bahwa perusahaan obat tersebut tidak
bijaksana dalam memasarkan obat tersebut. Pada kasus ini juga terlihat bahwa
perusahaan tersebut tidak memperlakukan konsumennya dengan baik dan tidak
menjalankan etika bisnis dengan baik pula. Dalam kasus ini, perusahaan melanggar hak-
hak konsumen mengenai keamanan karena obat tetap dipasarkan meskipun masa
berlakunya sudah habis. Perusahaan tersebut juga tidak memberikan informasi bahwa
obat tersebut hanya memiliki 18 bulan garansi waktu pemakaiannya. Dari kasus-kasus
yang terjadi ini juga melatar belakangi instansi pemerintah agar lebih mengontrol obat-
obat yang beredar di pasaran.

Sumber :
http://content.time.com/time/specials/packages/article/0,28804,1908719_1908717_19085
37,00.html

REFERENSI

 Jose, Antonio. 2008. http://hadomidame.blogspot.co.id/2008/02/teori-etika-


dan-aplikasi-tindakan.html. Diakses pada 25 Februari 2018.
 BPOM. http://www.pom.go.id/mobile/index.php/view/berita/67/Pembekuan-
Izin-Edar-dan-Penarikan-Vioxx--Rofecoxib--dari-Peredaran-.html. Diakses
pada 25 Februari 2018.
 Refecoxib. https://en.wikipedia.org/wiki/Rofecoxib. Diakses pada 25 Februari
2018.

Anda mungkin juga menyukai