Anda di halaman 1dari 13

JPII Volume 2, Nomor 1, Oktober 2017

MEMBANGUN PENGUATAN BUDAYA LITERASI MEDIA DAN


INFORMASI DALAM DUNIA PENDIDIKAN

Nur Ainiyah
Institut Agama Islam Ibrahimy Situbondo
nurainiyah078@gmail.com

Media literacy are the ability to know, analyze and deconstruct media image.
The ability to make audience as mass media consumer like many people could
know how to use mass media and social media. How mass media do
contructing every information or media content to influence audience. Media
literacy teach public to choose media content which is true or untrue (hoax).
The knowledge of media literacy in the education world are important. Social
media situation now are unclear. Netizen as social media user is always write
and spread hated speech, issues and hoax to reach popularity. Negative
behavior of netizens in the social media era, such as spread of untrue news
(hoax), blasphemy and slander, black campaign, and various other negative
behavior that every day can be found on smartphone which is a reflection of the
bad behavior. This condition is sometimes exacerbated by the role of media
contaminated with political interests and double standards so that only the
party supporters news who get the most benefit in their message. So the
knowledge of media literacy should transmit for public in the educational
world.

Kata Kunci: literasi media, dunia pendidikan


………………………….………………………………………………………………………………...

Pendahuluan peserta dan komunikan pendidikan dan


lembaga pendidikan sebagai ruang dan
Dunia pendidikan merupakan saluran komunikasi pendidikan. Sedangkan
wilayah dimana proses tranformasi media pendidikan merupakan mediator
keilmuan dilakukan dengan berbagai cara terlaksananya pendidikan. Dalam hal ini
dan strategi pengajaran. Pada era sebelum media pendidikan tidak hanya sekedar alat
internet, sistem pendidikan dilakukan secara yang berisi content media pendidikan akan
konvensional dengan model ceramah. Akan tetapi Menurut Harjanto; “Media adalah
tetapi pada era internet dimana suatu extensi manusia yang
perkembangan media dan teknologi memungkinkannya mempengaruhi orang
berkembang cukup pesat. Model dan lain yang tidak mengadakan kontak
strategi pendidikan berjalan dengan langsung dengan dia.”(Harjanto, 2006: 246).
pemanfaatan media dan teknologi sebagai Dalam konteks belajar dan pembelajaran,
sarana pembelajaran yang dikenal dengan media dapat diartikan sebagai segala
media pembelajaran. sesuatu yang dapat menyalurkan pesan atau
Dalam komunikasi pendidikan ada materi ajaran dari guru sebagai komunikator
beberapa unsur yakni; guru sebagai kepada siswa sebagai komunikan.
komunikator pendidikan, siswa sebagai

65
Nur Ainiyah – Literasi Media dalam Dunia Pendidikan

Akan tetapi dewasa ini ketika setidaknya akan membantu dalam dunia
perkembangan media dan teknologi berjalan pendidikan.
sangat cepat sehingga memungkinkan Dalam artikel ini disajikan bagaimana
pengguna media untuk melek informasi pengetahuan akan literasi media dan
agar tidak terjebak pada arus informasi yang informasi menjadi sangat penting untuk
keliru atau Hoax. Dunia pendidikan harus menjadikan dunia pendidikan sebagai
menjadi pioner media yang netral lepas dari wilayah keilmuan yang berwibawa dan
berbagai kepentingan elite yang mencoba terhormat artinya lepas dari berbagai
menjadikan dunia pendidikan sebagai kepentingan yang mencoba menjadikan
sarana untuk memperoleh popularitas, dunia pendidikan sebagai alat pencitraan
pencitraan dan kekuasaan. Maka dan kekuasaan segelintir elite. Hal ini
pengetahuan akan literasi media dan penting terkait dengan banjirnya informasi
informasi dalam dunia pendidikan harus terus menerus yang sulit diketahui
tidak bisa ditinggalkan. Yang dimaksud kebenarannya. Dunia pendidikan dimana
dengan literasi media adalah “ability to selalu berhubungan new information harus
access, analize, evaluate and communicate the bisa memahami sejauh mana informasi yang
content of media messages”. Literasi media benar dan penting sehingga tidak terjebak
juga bermakna kemampuan untuk dalam banjir informasi yang tidak jelas.
memahami, menganalisis dan mende- beragam informasi mulai dari informasi
konstruksi pencitraan media. Kemampuan aktual, intertaiment, wisata, food dan
untuk melakukan ini ditujukan agar pemirsa pendidikan sulit diyakini kebenaran
sebagai konsumen media massa termasuk contentnya ketika arus informasi dan hoax
anak-anak menjadi sadar atau melek tentang menghinggapi dinding media sosial
cara media dikonstruksi/dibuat dan diakses pengguna smartphone saat ini. Literasi
(Harjanto, 2006: 247). media menjadi kebutuhan pada abad ini,
Seiring perjalanan waktu, arus agar output pendidikan menjadikan agen
informasi semakin mudah disebarkan. agennya lebih santun, beretika dan
Begitu pula teknologi yang menghantarkan bermoral.
informasi kian cepat per-kembangannya.
Publik sebagai sasaran atau target
penyediaan informasi tentu sangat Apa itu Media Pendidikan
diuntungkan dengan perkembangan dan Media Informasi?
teknologi komunikasi masa kini. Namun, di
lain pihak tidak sedikit perusahaan media Media pendidikan merupakan alat
yang gencar melakukan penyediaan yang digunakan dalam rangka proses belajar
informasi sebagai bisnis menggiurkan yang mengajar untuk memperoleh tujuan
akhirnya menciptakan apa yang disebut pembelajaran yang diinginkan. Hal ini
sebagai industri media. kemudian dirumuskan dalam konsep media
Akan tetapi kenyataan ini tidak pembelajaran yang digunakan di lembaga-
diimbangi dengan kecerdasan dalam lembaga pendidikan. Begitupun media
mengolah informasi (baca: bermedia). informasi merupakan alat untuk
Kemampuan literasi media yang buruk akan memberikan informasi utuh dengan tujuan
membawa dampak yang buruk terhadap penerima informasi memahami maksud dari
informasi yang diperoleh terkait dengan informasi yang diterima tanpa adanya
kebenaran dari informasi tersebut. Maka perbedaan makna.
membangun kesadaran berliterasi media Banyak batasan yang diberikan orang
tentang media. Assosiasi Teknologi dan

66
JPII Volume 2, Nomor 1, Oktober 2017

Komunikasi Pendidikan (Assosiation of (Asnawir dkk, 2008: 12). Menurut Biggs


education and communication) di Amerika yang dikutip oleh Sadiman bahwa; “Media
misalnya membatasi media sebagai segala adalah segala alat fisik yang dapat
bentuk dan saluran yang digunakan orang menjadikan pesan serta merangsang siswa
untuk menyampaikan pesan atau informasi. untuk belajar (Sadiman, 2008: 6).”
Fleming dalam Arsyad mengungkapkan Pengertian media pembelajaran itu
bahwa media atau mediator adalah sama dengan media pendidikan, hal itu
penyebab atau alat yang turut campur sesuai dengan Oemar Hamalik yang
tangan dalam dua pihak dan mengatakan bahwa yang dimaksud media
mendamaikannya. Sementara itu Gerlach adalah alat, metode dan teknik yang
dan Ely seperti yang dikutip oleh Arsyad digunakan dalam rangka lebih
mendifinisikan media secara garis besar, mengefektifkan komunikasi dan interaksi
bahwa media adalah manusia, materi, atau antara guru dan siswa dalam proses
kejadian yang membangun kondisi yang pendidikan dan pengajaran di sekolah
membuat siswa mampu memperoleh (Oemar hamalik, 1989: 12).
pengetahuan ketrampilan atau sikap (Azhar Alat peraga pengajaran, teaching aids,
Arrsyad, 2008: 3). atau audiovisual aids (AVA) adalah alat-alat
Media mempunyai arti penting dalam yang digunakan guru ketika mengajar untuk
dunia pendidikan, terutama dalam membantu memperjelas materi
pendidikan formal di sekolah. Guru sebagai pembelajaran yang disampaikannya kepada
pengajar dan sekaligus sebagai pendidik siswa dan mencegah terjadinya verbalisme
yang terjun langsung dalam dunia pada diri siswa (Usman, 2002: 20).
pendidikan formal di sekolah, tidak Secara umum, media dapat
meragukan lagi akan keampuhan suatu digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu: (1)
media pembelajaran. Utamanya visual media atau media pandang (2) audio
menanamkan sikap dan mengharapan visual atau media dengar, dan (3) audio
perubahan tingkah laku seperti yang visual media atau media dengar dan
diharapkan, yaitu yang sesuai dengan tujuan pandang (Suyanto, 2000: 102).
pembelajaran (Yoto & Rahman, 2001: 57). Media pandang adalah media yang
Kata media berasal dari bahasa latin dapat dipandang atau dilihat dan dapat
yang merupakan bentuk jamak dari kata disentuh oleh siswa,misalkan: gambar, foto,
medium yang secara harfiah berarti benda sesungguhnya, peta, miniature, dan
perantara atau pengantar. Medium adalah realita. Sedangkan media dengar (audio)
perantara atau pengantar pesan dari untuk ketrampilan menyimak adalah media
pengirim ke penerima pesan (Sadiman, 2008: yang wacana atau isinya derekam dan
6). didengarkan. Misalnya, radio dan cassette
Dalam konteks belajar dan recorder. Dan media audio visual adalah
pembelajaran, media dapat diartikan sebagai perpaduan antara media pandang dan
segala sesuatu yang dapat menyalurkan media dengar, misalnya, CD, TV, Film.
pesan atau materi ajaran dari guru sebagai Media yang digunakan tidak harus
komunikator kepada siswa sebagai mahal, gambar – gambar bisa diambil dari
komunikan. brosur atau majalah lama dan ditempel di
Media merupakan suatu yang bersifat kertas karton. Hal yang penting adalah apa
menyalurkan pesan dan dapat merangsang gambar itu cukup dengan warna yang
pikiran, perasaan, dan kemampuan audien menarik sehingga kesannya komunikatif dan
(siswa) sehingga dapat mendorong menyenangkan bagi siswa.
terjadinya proses belajar pada dirinya

67
Nur Ainiyah – Literasi Media dalam Dunia Pendidikan

1. Membangkitkan motivasi dan minat media atau paham media. Maka sudah
belajar siswa. selayaknya kemudian guru dan siswa baik
2. Menjelaskan konsep baru agar siswa sebagai komunikator pendidikan mupun
dapat memahami tanpa kesulitan dan komunikan pendidikan memahami literasi
salah pengertian. media.
3. Menyamakan persepsi, apalagi kalau
konsep baru tersebut mempunyai arti
lebih dari satu (Suyanto, 2000: 101). Berkenalan dengan Literasi Media
Media merupakan salah satu sarana
untuk meningkatkan kegiatan proses belajar Informasi merupakan sebuah entitas
mengajar. Karena beraneka ragamnya media yang berpotensi untuk menjadi sebuah
tersebut maka, masing-masing media kekuatan sekaligus sumber kebingungan
mempunyai karakteristik yang berbeda. bagi banyak orang. Setiap hari kita ditantang
Untuk itu perlu memilihnya dengan cermat untuk berhadapan dengan informasi yang
dan tepat agar dapat digunakan secara tepat melimpah ruah dan melaju dengan kencang,
guna (Anderson, 1987: 15). Semua media dalam berbagai format yang terhitung pula
memiliki keunggulan dan kelemahan. Oleh jumlahnya. Keterampilan dasar dalam melek
sebab itu, guru perlu memahami kriteria informasi yang tidak lain adalah
media belajar dan pembelajaran yang baik kemampuan untuk mengakses,
yang dapat digunakan sebagai pegangan mengevaluasi dan menggunakan informasi
dalam memilih media yang akan digunakan. dari berbagai sumber secara efektif, menjadi
Kriteria tersebut yaitu: sebuah keahlian yang teramat penting dan
1. Media menyajikan informasi yang sesuai harus dikuasai oleh semua pihak baik
dengan tujuan dan materi pembelajaran pustakawan maupun penggunnya.
yang akan diselenggarakan. Konsep “literasi informasi”
2. Sesuai dengan karakteristik kelas diperkenalkan pertama kali oleh Paul
termasuk jumlah siswa. Zurkowski, presiden information industry
3. Sesuai dengan kegiatan belajar dan association dalam proposalnya yang
pembelajaran yang dirancang. ditujukan pada Natioanal Commision on
4. Sesuai dengan tempat penyelenggaraan Libraries and Informtion Science (NCIS di
belajar dan pembelajaran apakah di Amerika Serikat pada 1974. Proposal
dalam ruangan yang kecil, ruang yang tersebut merekomendasikan tentang
luas, atau di luar ruangan. dimulainya sebuah program nasional untuk
5. Memuat informasi yang dapat mencium pencapaian masyarakat yang melek
terjadi proses pembelajaran yang informasi pada masa yang akan datang yang
interaktif dan tidak sebaliknya justru telah diprediksikan.
menyajikan keseluruhan materi yang Menurut Zurkowski, “masyarakat
akan diajarkan. yang mampu dan terampil dalam
6. Tampilan sederhana dan singkat tetapi menggunakan sumber informasi dalam
memperjelas pemahaman bukan bidang pekerjaan mereka dapat dikatakan
sebaliknya justru membuat siswa sebagai masyarakat yang melek informasi.
semakin bingung. Mereka telah mempelajari dengan terampil
Dari beberapa kebutuhan tersebut bagaimana caranya menggunakan sejumlah
merupakan gambaran ideal media alat informasi untuk memecahkan masalah
pembelajaran dan media informasi dunia mereka”. Dua tahun kemudian Burchinal
pendidikan. Namun yang tidak kalah urgen mengemukakan satu definisi yang lebih
adalah bagaimana kita melek media, “ngaji” kompleks, “Untuk menjadi orang yang

68
JPII Volume 2, Nomor 1, Oktober 2017

melek informasi dibutuhkan penguasaan yang mendesak untuk menjadi fokus


sejumlah keterampilan baru, antara lain perhatian ialah media internet karena
kemampuan untuk menempatkan dan kemudahan dalam mengakses dengan
menggunakan informasi untuk keperluan telepon genggam yang praktis dan dapat
memecahkan masalah dan mengambil dibawa ke mana saja, termasuk oleh
keputusan secara lebih efektif”. kalangan pelajar.
Pentingnya information literacy Isu utama literasi media bagi
memunculkan kesadaran baru yang telah kelompok pelajar sebenarnya telah
mendorong banyak professional informasi dikampanyekan dalam Partneship for 21st
dan organisasi-organisasi yang Century Skill, yaitu gerakan yang
menaunginya untuk berlomba-lomba memfokuskan pada pengembangan
memberikan definisi information literacy kecakapan warga global di abad ke-21.
yang paling tepat. State University of New Gerakan ini merupakan upaya untuk
York memberikan definisi literasi informasi merespon perubahan masyarakat global dan
sebagai kemampuan untuk mengenali saat tantangan-tantangan yang menyertainya
informasi dibutuhkan, ditempatkan, melalui revitalisasi pendidikan
dievaluasi untuk kemudian digunakan kewarganegaraan dengan menyiapkan para
secara efektif dan sekaligus pelajar memiliki kompetisi ekonomi,
mengkomunikasikannya kedalam berbagai produktivitas kerja yang kompleks,
bentuk dan jenis. keamanan global, dan perkembangan media
Literasi media dapat dipahami internet yang sangat krusial bagi
sebagai proses dalam mengakses, keberlangsungan demokrasi.
menganalisis secara kritis pesan-pesan yang Aspek-aspek kecakapan yang
terdapat dalam media, kemudian dikembangkan diantaranya meliputi civic
menciptakan pesan menggunakan alat literacy, global citizenship, dan digital
media (Hobbs, 1996: 107). Pemahaman lain citizenship. Pertama, civic literacy difokuskan
perihal literasi media seperti dikemukakan pada pengetahuan warga negara tentang
oleh (Rubin, 1998: 96) bahwa yang dimaksud hak dan kewajiban yang bersifat lokal,
dengan literasi media adalah pemahaman nasional, dan global termasuk bagaimana
sumber, teknologi komunikasi, kode yang implikasi dari kebijakan-kebijakan
digunakan, pesan yang dihasilkan, seleksi, pemerintah di sektor publik, ketersediaan
interpretasi, dan dampak dari pesan informasi dan kemudahan mengaksesnya,
tersebut. Tujuan dari melek media/literasi serta partisipasi warga negara dalam
media adalah: (1) Membantu orang menyelesaikan persoalan kemasyarakatan.
mengembangkan pemahaman yang lebih Kedua, global citizenship sebagaimana
baik; (2) Membantu mereka untuk dapat dikemukakan Mansilla & Jackson (2011)
mengendalikan pengaruh media dalam lewat serangkaian penyiapan warga negara
kehidupan sehari-hari dan; (3) Pengendalian memiliki kemampuan berbahasa asing
dimulai dengan kemampuan untuk (selain bahasa ibu), kemampuan
mengetahui perbedaan antara pesan media berkomunikasi dan berkolaborasi dalam
yang dapat meningkatkan kualitas hidup kaitannya dengan interaksi antarbudaya
seseorang dengan pesan media yang yang berbeda, pengetahuan dasar yang
“merusak.” (Rahmi, 2013; 56). Meski pada mencukupi terkait aspek kesejarahan,
awalnya literasi media ditujukan kepada geografi, politik, ekonomi, dan sains serta
semua sumber rujukan informasi seperti kapabilitas untuk memahami suatu
buku, majalah, artikel jurnal, televisi, radio persoalan dan bertindak dengan
dan lainnya. Namun saat ini literasi media pengetahuan secara interdisipliner dan

69
Nur Ainiyah – Literasi Media dalam Dunia Pendidikan

multidisipliner. Aspek ketiga yaitu digital 1. Visual Literacy, yaitu didefinisikan


citizenship melalui pemahaman tentang sebagai kemampuan memahami dan
keamanan menggunakan internet, menggunakan gambar termasuk pula
mengetahui cara menemukan, mengatur dan kemampuan untuk berfikir, belajar, serta
membuat konten digital (termasuk literasi mengekspresikan gambar tersebut.
media, dan praktek skill secara teknis), Visual Literacy dibedakan menjadi 3
pemahaman tentang cara berperan untuk yaitu visual learning, visual thinking,
meningkatkan tanggung jawab dalam dan visual communication.
interaksi antarbudaya (multikultur), serta 2. Media Literacy, yaitu kemampuan warga
pemahaman tentang hak dan kewajiban negara untuk mengakses, menganalisa,
dalam menggunakan media internet. Aspek dan memproduksi informasi untuk hasil
ketiga menjadi penting dan lebih mendesak yang spesifik menurut National Leadership
karena media internet merupakan jalan Conference on Media Literacy.
masuk untuk menerapkan civic literacy ke 3. Computer Literacy, yaitu kemampuan
dunia global atau global citizenship. untuk menciptakan dan memanipulasi
dokumen dan data menggunakan
perangkat lunak pengolah kata,
Literasi Informasi pangkalan data dan sebagainya.
4. Digital Literacy, yaitu keahlian yang
Literasi informasi (information literacy) berkaitan dengan penguasaan sumber
telah menjadi fokus perhatian utama dunia dan perangkat digital. Mereka yang
pendidikan, khususnya perpustakaan mamapu mengejar dan menguasai
Amerika sejak era delapan puluhan. perangkat – perangkat digital mutakhir
Menurut American Library Association dicitrakan sebagai penggenggam masa
(ALA), information literacy merupakan salah depan, dan sebaliknya yang tertinggal
satu komponen penting yang harus dimiliki akan semakin sempit kesempatannya
setiap warga dan berkontribusi dalam untuk meraih kemajuan.
mencapai pemelajaran seumur hidup. 5. Network Literacy, yaitu satu istilah yang
Kompetensi dalam information literacy bukan masih berkembang (evolving). Untuk
hanya sekedar pengetahuan di kelas formal, dapat mengakses, menempatkan, dan
tetapi juga praktek langsung pada diri menggunakan informasi dalam dunia
sendiri dalam lingkungan masyarakatnya. berjejaring misalnya internet, dalam
Literasi informasi juga sangat diperlukan berinternet pengguna harus menguasai
dalam setiap aspek kehidupan manusia, dan keahlian ini.
itu berlangsung seumur hidup. Literasi Menurut Eisenberg (2004),
informasi menambah kompetensi karakteristik orang yang melek jaringan
masyarakat dengan mengevaluasi, adalah:
mengorganisir dan menggunakan informasi. 1. Memiliki kesadaran akan luasnya
penggunaan jasa dan sumber informasi
berjejaring
Elemen-elemen Informasi Literasi 2. Memiliki pemahaman bagaimana sistem
informasi berjejaring diciptakan dan
Menggunakan informasi dalam dikelola.
berbagai bentuk untuk “berliterasi” diluar 3. Dapat melakukan temu balik informasi
kemampuan dasar seperti menulis dan tertentu dari jaringan dengan
membaca. Beberapa jenis berliterasi yang menggunakan serangkaian alat temu
berperan dalam elemen literacy information: balik informasi.

70
JPII Volume 2, Nomor 1, Oktober 2017

4. Dapat memanipulasi informasi Mayoritas orang Indonesia lebih


berjejaring dengan memadukannya terbiasa mendengar dan berbicara daripada
dengan sumber lain dan meningkatkan berliterasi hal ini disebabkan:
nilai informasinya untuk kepentingan 1. Kebiasaan membaca dan menulis belum
tertentu. dimulai di rumah
5. Dapat menggunakan informasi 2. Perkembangan teknologi yang makin
berjejaring untuk menganalisis dan canggih
memecahkan masalah yang terkait 3. Sarana membaca yang minim
dengan pengambilan keputusan, baik 4. Kurang motivasi untuk membaca
untuk kepentingan tugas maupun 5. Sikap malas untuk mengembangkan
pribadi, serta menghasilkan layanan gagasan
yang mampu meningkatkan kualitas
hidup. Kita mengenalnya dengan melek
6. Memiliki pemahaman akan peran dan aksara atau keberaksaraan. Namun sekarang
penggunaan informasi berjejaring untuk ini literasi memiliki arti luas, sehingga
memecahkan masalah dan memperingan keberaksaraan bukan lagi bermakna tunggal
kegiatan dasar hidup (Eisenberg, 2004: melainkan mengandung beragam arti (multi
96). literacies). Ada bermacammacam
keberaksaraan atau literasi , misalnya literasi
Information Literacy merupakan satu komputer (computer literacy), literasi media
term yang bersifat inklusif. Dengan (media literacy), literasi teknologi (technology
menguasainya maka sejumlah keahlian literacy), literasi ekonomi (economy literacy),
diatas dapat dicapai dengan lebih mudah. literasi informasi (information literacy),
Hubungan antara informasi literasi dengan bahkan ada literasi moral (moral literacy).
elemen–elemennya adalah saling meleng- Seorang dikatakan literat jika ia sudah bisa
kapi dan tidak terpisahkan namun bukan memahami sesuatu karena membaca
merupakan suatu prosedur. informasi yang tepat dan melakukan sesuatu
berdasarkan pemahamannya terhadap isi
bacaan tersebut.
Membangun Budaya Literasi Budaya literasi merupakan
Media dan Informasi pembiasaan masyarakat untuk mengecek
kebenaran informasi melalui penelusuran
Secara sederhana, literasi dapat literatur baik melalui buku maupun pakar
diartikan sebagai sebuah kemampuan yang kompeten terhadap informasi dan
membaca dan menulis. Dua hal ini belum kajian yang dimaksud. Semua pemahaman
menjadi budaya di negara kita, padahal tentang literasi atau literratur atau
perkembangan ilmu dan budaya harus keberaksaraan dibutuhkan pembiasaaan
dinulai dari keduanya. Programme for atau tradisi untuk membaca. Kemampuan
internasional student assessment (PISA) ini harus diasah melalui tradisi pemahaman
menyebutkan, ppada tahun 2012 budaya literasi. Budaya literasi memang bukan
literasi di Indonesai menempati urutan 64 sesuatu yang instan karena membutuhkan
dari 65 negara yang disurvey. Pada waktu dan pemahaman yang cukup panjang
penelitian minat baca UNESCO untuk memahami informasi.
menyebutkan posisi indonesai0,001% artinya Budaya literasi bermanfaat untuk
dari 1000 orang hanya 1 orang yang menangkal dampak negatif dan mengambil
memiliki minat baca. Sungguh hasil survey dampak positif dari media. Budaya literasi
ini cukup memprihatinkan. perlu diarahkan sebagai gerakan masyarakat

71
Nur Ainiyah – Literasi Media dalam Dunia Pendidikan

secara nasional untuk mengoptimalkan pertimbangan bagi manusia yang sadar akan
semua potensi dan partisipasi masyarakat pntingnya untuk mengecek kebenaran
yang dilakukan secara bertahap dan informasi.
berkesinambungan, adapaun bentuknya
dapat dilakukan melalui; membangun
kesadaran terhadapa keberadaan media baik Penguatan Literasi Media dalam
media massa maupun media sosial, Dunia Pendidikan
membangun pendidikan literasi di sekolah,
menyelenggarakan pelatihan dan Dalam Framework for 21st Century
pembinaan literasi, membentuk komunitas Learning digambarkan bahwa core dalam
literasi melalui jejaring sosial dan pendidikan di abad ini menekankan pada
memberikan reward pada masyarakat yang pembelajaran dan keterampilan yang
dinilai berhasil dalam membudayakan inovatif, pembelajaran hidup dan
literasi. keterampilan berkarir, serta pemanfaatan
Dunia pendidikan merupakan area media informasi dengan menggunakan
strategis untuk membangun kesadaran keterampilan memanfaatkan teknologi.
budaya literasi media maka beberapa Learning and innovation skill yang meliputi
langkah yang bisa dilakukan dengan: kemampuan berpikir kritis, berkomunikasi,
Pertama, Mengkondisikan lingkungan berkolaborasi dan berkreasi (4Cs)
fisik ramah literasi, sekolah dan dunia dikembangkan ke dalam core subject yang
pendidikan yang mendukung budaya berisi penguatan tentang civic literacy, global
literasi akan memajang karya peserta didik awareness, financial literacy, health literacy, dan
di area ssekolah, selain itu siswa juga bisa environmental literacy. Pada aspek
mengakses buku dan bahan bacaan lain pengembangan keterampilan hidup dan
yang mendukung budaya literasi. berkarir memuat tentang “flexibility and
Kedua, Mengupayakan lingkungan adaptability, initiative and self-direction, social
sosial dan afektif sebagai model komunikasi and cross-cultural interaction, productivity and
dan interaksi yang literate, hal ini dibangun accountability, leadership and responsibility”.
melalui komunikasi dan interaksi seluruh Aspek ketiga yaitu literasi media
komponen sekolah melalui berbagai ditujukan bagi mengumpulkan dan atau
kegiatan seperti festival buku, lomba poster, mengolah kembali informasi, mengevaluasi
menulis cerita fiksi dan lainnya. kualitas, relevansi dan kegunaan informasi,
Ketiga, Mengupayakan sekolah serta melakukan pengecakan terhadap
sebagai lingkungan akademik yang literate keakuratan informasi yang diperoleh. Lihat
dengan memberikan alokasi waktu yang gambar framework pemahaman literasi
cukup untuk pemahaman literasi. Seperti media berikut:
memberikan waktu 15 menit bagi siswa
untuk membaca dan menuliskan kembali
apa yang sudah dibaca.
Tiga hal ini merupakan alternatif
langkah dalam membangun budaya literasi.
Maka kecenderungan untuk membaca dan
menulis akan membawa pada langkah
cerdas dan pintar dalam mengakses
danmengolah informasi di dunia
pendidikan. Hal hal yang tidak etis untuk
diinformasikan kembali akan menjadi

72
JPII Volume 2, Nomor 1, Oktober 2017

Gambar 2. Framework Pembelajaran Global Abad 21 (Susanto, 2013: 13)

Gerakan literasi media ke dalam terkadang kalah cakap dari peserta didiknya
dunia pendidikan penting dilakukan karena dalam mengenal dan menggunakan media
para peserta didik kita adalah dari generasi internet (Dirjen Dikdas, 2015: 9).
millenial sedang berada dalam abad Dalam Panduan Gerakan Literasi
teknologi dan informasi. Meskipun gerakan Sekolah di SMA/SMK yang diterbitkan oleh
literasi di tingkat SD dan SMP masih fokus Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
pada sumber bacaan berupa media cetak Menengah Kementerian Pendidikan dan
seperti buku, majalah, koran, dan Kebudayaan membagi literasi media ke
seterusnya. Namun secara tersirat dalam lima komponen. Pertama, yaitu
menyebutkan bahwa kemampuan literasi kemampuan mendengar, membaca, dan
diharapkan pula menumbuh kembangkan menulis (basic literacy). Kedua, yaitu
kemampuan peserta didik mengakses kemampuan untuk mengembangkan basic
beragam informasi dari sumber-sumber literacy ke arah pemanfaatan sumber dari
lainnya. Apalagi mereka yang ada dalam perpustakaan (library literacy). Ketiga, berupa
satuan pendidikan mulai dari SD/MI sampai kemampuan untuk mengetahui berbagai
dengan SMA/MA selain sebagai warga bentuk media yang berbeda, seperti media
negara juga sudah menjadi warga jaringan cetak, media elektronik (media radio, media
(netizen) yang aktif menjadi media teknologi televisi), media digital (media internet), dan
komunikasi seperti dalam kehidupan sehari- memahami tujuan penggunaannya (media
hari. Mereka sudah menjadi bagian dari literacy). Keempat, kemampuan memahami
komunitas technology natives (pengguna asli kelengkapan yang mengikuti teknologi
teknologi) karena sejak lahir sudah seperti peranti keras (hardware), peranti
berinteraksi dalam era teknologi. Sementara lunak (software), serta etika dan etiket dalam
itu para guru sebagian besar masih termasuk memanfaatkan teknologi. Berikutnya,
kategori pendatang baru (migran) ke dunia kemampuan dalam memahami teknologi
baru TI atau Teknologi Informasi sehingga untuk mencetak, mempresentasikan, dan

73
Nur Ainiyah – Literasi Media dalam Dunia Pendidikan

mengakses internet (technology literacy). hasil penelusuran datanya kepada guru dan
Kelima, pemahaman tingkat lanjut antara peserta didik lain lain. Dengan kata lain
literasi media dan literasi teknologi, yang maka peran PKn bukan saja sebagai
mengembangkan kemampuan dan resources informasi, melainkan penyiapan
kebutuhan belajar dengan memanfaatkan attitude dan self control bagi netizen.
materi visual dan audiovisual secara kritis
dan bermartabat atau diistilahkan sebagai
visual literacy (Dirjen Dikdas, 2014: 15). Etika Berinternet Bagian dari Literasi
Tantangan bagi pengembangan Media dalam Dunia Pendidikan
literasi media ke dalam PKn tidak hanya
kecakapan guru, tetapi yang perlu untuk Pembekalan etika berinternet bagi
diperhatikan yaitu budaya instan dalam para peserta didik merupakan bagian dari
mengakses informasi melalui media internet. tanggung jawab untuk melindungi mereka
Budaya inilah yang menyebabkan para dari dampak buruk media. Hobbs
netizen kurang peka dalam merespon setiap menyinggung pentingnya literasi media
informasi dan acapkali latah untuk sebagai kapasitas penting yang harus
menyebarluaskan informasi yang belum dimiliki oleh pendidik maupun orang tua.
valid kepada netizen lainnya. Mereka Pemberian literasi media kepada peserta
barangkali sudah dibekali dengan sarana didik yang terintegrasi antara di rumah dan
memperoleh informasi yang mudah dan sekolah dan orang tua melalui upaya
keterjangkauan alat komunikasi bagi semua pendidikan dan pendampingan. Upaya yang
kalangan, tetapi penyiapan mental dilakukan diantaranya adalah dengan
pengguna media internet belum sepenuhnya membekali mereka dengan etika berinternet
berjalan dengan baik. Pada konteks inilah secara sehat. Etika dalam berinternet secara
pendidikan harus hadir untuk membekali sehat diperlukan sebab Indonesia telah
masyarakat, terutama generasi mudanya merumuskan dan mengesahkan peraturan
sebagai penikmat dari kemajuan teknologi perundang-undangan yang mengatur sanksi
tersebut agar terarah ke hal-hal yang bagi orang yang menyalahgunakan media
produktif. Apalagi ketika guru memberikan informasi termasuk internet untuk
tugas untuk mencari informasi dari media merugikan orang lain atau melakukan
internet guna mendukung keluasan dari tindakan melawan hukum yaitu dengan
materi yang diberikan, maka para peserta diterbitkannya Undang-Undang Nomor 11
didik harus dipertemukan dengan konten- Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
konten materi yang lebih inovatif dan padat Elektronik (UU ITE). Beberapa materi
isi. Hal ini guna merangsang daya kritis perbuatan yang dilarang (cyber crimes) yang
mereka tidak hanya terhadap isi konten diatur dalam UU ITE, antara lain:
yang ada tetapi juga memastikan bahwa 1. Konten ilegal, yang terdiri dari, antara
sumber rujukan dari internet seperti situs- lain: kesusilaan, perjudian,
situs pemerintah, blog, jurnal ilmiah, portal penghinaan/pencemaran nama baik,
berita online dan sebagainya memiliki nilai pengancaman dan pemerasan (Pasal 27,
kebenaran dan kejujuran yang dapat Pasal 28, dan Pasal 29);
dipertanggungjawabkan. Artinya, para 2. Akses ilegal (Pasal 30);
peserta didik secara tidak langsung akan 3. Intersepsi ilegal (Pasal 31);
mempraktekkan cara berpikir dan bertindak 4. Gangguan terhadap data (data
yang ilmiah dari mulai mengamati, interference, Pasal 32);
menanyakan, mengumpulkan informasi, 5. Gangguan terhadap sistem (system
mengasosiasikan, dan mengkomunikasikan interference, Pasal 33); dan

74
JPII Volume 2, Nomor 1, Oktober 2017

6. Penyalahgunaan alat dan perangkat pendapat harus diimbangi oleh


(misuse of device, Pasal 34); pertanggungjawaban sosial atas apa yang
tulis, disebarkan. Karena penyebaran berita
Aturan-aturan di atas dapat dan gambar yang tidak sesuai dengan kode
dibahasakan lebih mudah kepada peserta etik jurnalistik dan media sosial akan
didik ke dalam etika sosial berkomunikasi memerikan efek psikologis bagi yang
yang pada prinsipnya merupakan panduan membaca dan melihatnya. Terlebih remaja
berperilaku dan bertindak yang mengacu sering mengunggah gambar yang tidak
pada apa yang harus dilakukan dan apa sepatutnya, hal ini karena keterbatasan
yang harus dihindari. Hal ini agar secara pengetahuan mereka akan etika bermedia
praktis dapat dengan mudah dipraktekkan, sosial. Maka itu penting pemahaman akan
yaitu tentang hal apa yang boleh dan tidak etika komunikasi dan bermedia sosial
boleh dilakukan sehingga mereka memiliki sehingga hal-hal apapun yang diunggah dan
self control yang akan menjadi kebiasaan disebarkan tidak menimbulkan konflik di
mereka sebagai netizen. masyarakat.
Aturan aturan ini sebagai payung
hukum bahwa kebebasan mngeluarkan

Tabel 1. Prinsip Berinternet dan Etika Berienternet secara Sehat


(Di kutip dari W heru Prasetyo, setelah dioleh kementrian perdagangan)

No. Prinsip Berinternet Etika Berienternet secara Sehat


1 1. Sebaiknya memberikan informasi pribadi
dan keluarga secara bijak atau tidak
mengumbar informasi yang mengandung
privasi.
2. Berkomunikasi secara santun dan tidak
mengumbar kata-kata kasar serta
menggunakan kaidah-kaidah bahasa dengan
baik dan benar.
3. Jangan menyebarkan konten yang bersifat
pornografi dan dapat mengganggu suku,
agama, ras dan antargolongan (SARA), baik
itu berupa tulisan, foto, gambar, ilustrasi,
suara maupun video.
4. Think before you write. Mengecek kebenaran
konten dan informasi suatu berita atau
kejadian sebelum menyebarkannya kembali.
5. Hormati hasil karya orang lain dengan
mengutip sumber asli (bukan copy-
paste/Copas). Hal ini dilakukan agar nilai-nilai
orisinalitas juga dijunjung tinggi dalam
konteks ilmiah, seni dan budaya.
6. Sebaiknya mengomentari sesuatu hal, topik,
dan masalah dengan memahami dulu isinya
secara komprehensif dan tidak sepotong-
potong.

75
Nur Ainiyah – Literasi Media dalam Dunia Pendidikan

7. Jangan menggunakan media sosial saat hati


dalam kondisi emosi, pikiran jenuh dan
kondisi kejiwaan yang labil.
8. Jangan menggunakan nama samaran, nama
orang lain atau membuat akun samaran
dengan tujuan apa pun. Hal itu bisa menjadi
awal dari bentuk penipuan karena
menyembunyikan identitas aslinya.
9. Pergunakan media sosial untuk hal-hal
positif, baik dari segi konten maupun cara
menyampaikannya.

Kesimpulan media guna mendukung pembangunan


warga negara global. Konsep literasi media
Banjir informasi di era media internet sebenarnya telah mulai dipraktekkan dalam
seperti dua mata pisau dimana satu sisi kurikulum nasional dan gerakan literasi di
memberi manfaat tapi disisi lain bisa setiap jenjang pendidikan dari pendidikan
mengancam dan melukai penggunanya. dasar hingga sekolah atas. maka sudah
Perkembangan teknologi yang begitu pesat saatnya pembekalan literasi media dalam
memungkinkan pengguna media untuk dunia pendidikan mulai dari kurikulum,
melakukan produksi dan reproduksi pesan pengajar dan siswa diberikan pengetahuan
sesuai keinginnya membawa pada arus pentingnya literasi media. Hal ini tidak lain
informasi yang sulit untuk diketahui dalam rangka membangu budaya literasi di
kebenaranya. Hoax atau berita palsu dunia pendidikan sebagai langkah
menjadi sulit dibedakan dengan fakta ketika antisipatif dan kritis atas kesemrawutan
hoax di reproduksi dan dikemas sedemikian informasi di era teknologi.
rupa sehongga pengguna media sosial tidak
menyadari berada dalam pusaran arus berita
palsu. Maka dari ritu penting dilakukan Daftar Pustaka
pendidikan literasi media publik untuk
mmeberikan penyadaran dan pengenalan Sadiman, A.S., dkk. (2008). Media Pendidikan:
akan informasi yang beredar di media. Pengertian, Pengembangan, dan
Setidaknya pengguna media kan Pemanfaatannya. Jakarta: PT
mengetahui informasi yang sifatnya fakta RajaGrafindo Persada.
atau hoax akan mengnali dari ciri-ciri berita. Asnawir, B.U. (2002). Media Pembelajaran.
Selain itu dalam konsep pendidikan literasi Jakarta: Ciputat Press.
media publik, masyarakat pengguna media Arsyad, A. (2008). Media Pembelajaran,
harus dibekali pengetahuan etika berinternet Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,.
sehingga tidak menyebarkan berita yang Di Maggio, P., dkk. (2001). Social
mengandung hujatan, kebencian dan teror Implications of the Internet. Annual
atau dengan istilah “think before write” Review of Sociology, 27, 307-336.
karena akan dibaca dan diterima oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
khalayak . Menengah Kementerian Pendidikan
Gagasan literasi media ke dalam dan Kebudayaan. (2016). Panduan
pendidikan dapat diambil dari Framework for Gerakan Literasi Sekolah di SMA/SMK.
21st Century Learning yang memuat konsep Jakarta: Dirjen Dikdas Kemdikbud.
digital citizenship yaitu pemberian skill literasi

76
JPII Volume 2, Nomor 1, Oktober 2017

Harjanto. (2006). Perencanaan Pengajaran. Republik Indonesia. (2008). Undang-Undang


Jakarta: PT Asdi Mahasatya. Republik Indonesia Nomor 11 Tahun
Susanto, H. (2013). Literasi media dikalangan 2008 tentang Informasi dan Transaksi
mahasiswa pengguna smartphone, Elektronik. Lembaran Negara
Jakarta:PT. Elek Media. Republik Indonesia Tahun 2008.
Hobbs, R. (1996). Media Literacy, Media Sekretariat Negara. Jakarta.
Activism. Telemedium. the Journal of Anderson, R. (1987). Pemilihan dan
Media Literacy, 42 (3). Pengembangan Media untuk
Hobbs, R. (1998). The seven great debates in Pembelajaran. Jakarta : Rajawali.
the media literacy movement. Journal Rubin, A. (1998). Media Literacy: Editor’s
of Communication, 48(1), 16-32. note. Journal of Communication, 48(1),
http://ppraudlatulmubtadiin.wordpress.com 3–4.
, diakses tanggal 11 Maret 2011. Yoto & Rahman, S. (2001). Manajemen
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pembelajaran. Malang: Yanizar Group.
(2016). Silabus Mata Pelajaran
Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan Sekolah Menengah
Atas/Madrasah Aliyah/Sekolah
Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah
Kejuruan (SMA/MA/SMK/MAK).
Jakarta: Kemendikbud.
Kementerian Perdagangan Republik
Indonesia. (2014). Panduan
Optimalisasi Media Sosial untuk
Kementerian Perdagangan RI. Jakarta:
Tim Pusat Humas Kementerian
Perdagangan RI.
Mansilla, V.B., & Jackson, A. (2011).
Educating for Global Competence:
Preparing Our Youth to Engage the
World. Council of Chief State School
Officers and Asia Society.
McLuhan, M. (2006). Understanding Media.
Massachusetts: MIT Press. Harjanto,
Perencanaan Pengajaran. Jakarta: PT
Asdi Mahasatya.
Usman, M.U. (2002). Menjadi Guru
Profesional. Edisi Kedua. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Hamalik, O. (1989). Media Pendidikan.
Bandung: Citra Aditiya Bakti,.
Prensky, M. (2001). Digital Natives, Digital
Immigrants. On the Horizon, 9 (5), 1-6.
Rahmi, A. (2013). Pengenalan Literasi Media
pada Anak Usia Sekolah Dasar.
Sawwa, 8 (2), 261-276.

77

Anda mungkin juga menyukai