Abstrak
Kegagalan diagnosis dini emboli paru pada pasien kritis menyebabkan tertundanya pemberian trombolitik dan
antikoagulan sebagai lini pertama mengatasi obstruksi pulmonal yang menjadi etiologi disfungsi ventrikel kanan
hingga penurunan curah jantung. Spektrum klinis yang heterogen (asimtomatik hingga syok), tumpang tindih
dengan penyakit kritis dasar dan angka kematian dini yang berkisar antara <1%->15% menyebabkan penegakkan
diagnosis emboli paru pada pasien kritis memiliki tantangan tersendiri. Gangguan pengiriman oksigen (DO2)
yang sulit dijelaskan penyebabnya, memungkinkan emboli paru perlu segera distratifikasi sebagai diagnosis
banding, karena pada kondisi syok, lama waktu penegakkan diagnosis berbanding lurus dengan prognosis buruk
pasien, perburukan yang progresif. Angiografi CT masih dianggap baku emas penegakkan diagnosis emboli
paru. Pemeriksaan penunjang sederhana (foto toraks, elektrokardiogram, ekokardiografi) walaupun tidak sensitif
dan spesifik, dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding lain dengan tanda dan gejala yang sama.
Resusitasi awal emboli paru masif (status syok) yang meliputi terapi cairan, vasopressor dan inotropik harus
dengan pemantauan terukur demikian halnya teknik ventilasi juga perlu pemahaman interaksi jantung-paru. Terapi
definitif emboli paru (panduan ESC) meliputi farmakologis dan nonfarmakologis dengan target pengembalian
aliran pulmonal serta identifikasi faktor risiko emboli paru.
Abstract
Early diagnostic failure of pulmonary embolism in critical patients causes delayed thrombolytic administration
and anticoagulation as first-line agent that reduce pulmonary artery obstruction as the etiology of right ventricular
dysfunction to decreased cardiac output. Heterogeneous clinical spectrum (asymptomatic to shock state),
overlapping with basic critical illnesses and early mortality rates ranging from <1% - > 15% leads the diagnosis of
pulmonary embolism in critical patients having their own challenges. The unexplained oxygen delivery disorder
(DO2) allows the pulmonary embolism to be immediately stratified as a differential diagnosis, since in shock
state the time required for diagnosis is proportional to the progressively worsens patient’s poor prognosis. CT-
angiography is still considered a diagnostic gold standard for this entity. Simple investigations means (chest
radiography, electrocardiogram, echocardiography) although not sensitive and specific, may be used to rule out
other differential diagnoses that have similar signs and symptoms. The initial resuscitation of massive pulmonary
embolism (shock state) included fluid therapy, vasopressor and inotropes should be measurably monitored as
well as ventilation techniques also need heart-lung interactions comprehension. Definitive pulmonary embolism
therapy (ESC guideline) includes pharmacologic and nonpharmacologic agents targetting of restoring pulmonary
flow and identification any risk factors of pulmonary embolism.
191
192
Pendahuluan penatalaksanaannya.
Emboli Paru: Strategi Diagnostik dan Tata Laksana dalam Perspektif Perawatan Kritis
mengakibatkan peningkatan tekanan dinding ini, kebutuhan oksigen akibat tekanan dinding
pada ventrikel kanan, peningkatan tekanan vena jantung kanan yang terus meningkat tidak dapat
koroner serta terganggunya perfusi koroner dipenuhi karena suplai oksigen yang menurun,
dan pengembangan ventrikel kiri. Pada titik terjadi iskemia, infarct, dan gagal ventrikel
Emboli Paru: Strategi Diagnostik dan Tata Laksana dalam Perspektif Perawatan Kritis
paru pada pasien ICU meliputi keadaan-keadaan yang tiba-tiba menjadi manifestasi klinik utama
sebelum dan yang didapat di ICU. Faktor-faktor untuk pasien-pasien ICU yang mendapat ventilasi
risiko sebelum masuk ICU dapat berasal dari mekanik. Pada keadaan sulit sapih dari ventilator
pasien sendiri (usia >60 tahun, indeks masa dan pireksia menetap tanpa adanya bukti sumber
tubuh >30kg/m2, riwayat VTE, penyakit ginjal infeksi dapat menjadi kecurigaan diagnosis
stadium akhir, kanker aktif, adanya komorbid emboli paru.1,2,7
kardiopulmonal, metabolisme dan infeksi), Gejala dan tanda klinis yang tidak cukup
keadaan klinis khusus (trauma, cedera medula sensitif dan spesifik, serta terbatasnya
spinalis), gangguan hiperkoagulabel herediter pemeriksaan-pemeriksaan penunjang menjadi
dan didapat. Sedangkan faktor-faktor risiko dasar probabilitas klinis emboli paru dapat
yang didapat di ICU dapat berupa penggunaan diestimasi menggunakan skor Well dan Revisi
ventilasi mekanik, kateter vena femoral, sedasi, Geneva (Tabel 1). Probabilitas klinis emboli
agen paralisis, vasopresor, transfusi trombosit paru distratifikasi menjadi tiga level yaitu rendah
dan keadaan imobilisasis serta sepsis. 6–8 (low), menegah (intermediate), dan tinggi (high)
Emboli paru dicurigai atas adanya dispnu, atau dua level yaitu mungkin emboli paru (PE
nyeri dada, presinkop atau sinkop dan hemoptisis likely) dan tidak mungkin emboli paru (PE
pada sebagian besar pasien. Namun, temuan unlikely). Menurut panduan ESC, Skor-skor
klinis di atas sulit dikenali di ICU karena ini telah disederhanakan untuk meningkatkan
sebagian besar pasien terintubasi dengan ventilasi adopsinya pada praktik klinis.2,8
mekanik dan tersedasi sehingga gejala klasik ini Pada probabilitas klinis tiga level, proporsi
tersamarkan. Adanya peningkatan kebutuhan pasien emboli paru sekitar 10% pada probabilitas
oksigen, hipokarbi atau turunnya hemodinamik rendah, 30% pada menengah, dan 65% pada
Tabel 4 Rekomendasi pemantauan parameter selama terapi pasien kritis dengan hipertensi arteri
pulmonal
Parameter Modalitas Tujuan Terapi
Fungsi Paru AGD Mempertahankan SaO2 89%–92% (protokol
Ventilator ARDS), mempertahankan venous return
end tidal CO2 dengan pengaturan PEEP, P plateau
Fungsi Ginjal Kateter urin Mempertahankan fungsi ginjal dan diuresis,
Kreatinin serum menjaga balans tetap negatif
Fungsi hati AST, ALT, bilirubin Mengurangi kongesti hepar, mempertahankan
perfusi hati
Fungsi jantung Jalur vena sentral (CVP, ScvO2) Memperbaiki fungsi jantung, ditandai
Kateter arteri pulmonal (tekanan peningkatan curah jantung disertai perbaikan
RA, indeks jantung, PAPm, (pengurangan) tekanan atrium kanan
SvO2) ScvO2 >70%
Ekokardiografi SvO2 >65%
Perbaikan pengisian ventrikel kiri
Perfusi jaringan/ Laktat Kadar <2 mmol/L
oksigenisasi
Marker neurohormonal BNP atau NT-proBNP Penurunan kadar BNP
Faktor koagulasi INR, kadar faktor anti X-a Pemantauan efek antikotrombolisis, Nilai
INR: 2–3
Perfusi miokard Tekanan darah sistemik Menjamin tekanan diastolik sistemik yang
(noninvasif atau invasif) adekuat (>60mmHg)
EKG Hindari/atasi takikardi/takiaritmia
Troponin Optimalkan perfusi miokard (troponin
negatif)
Keterangan: ALT:alanin aminotransferase; AST:aspartat aminotransferase; BNP:brain natriuretik peptida;
EKG:elektrokardiogram; INR: international normalized ratio; LV:left ventricle; NT-proBNP:N-terminal fragment
of brain natriuretic peptide; PAPm:mean pulmonary arterial pressure; PVR:pulmonary vascular resistance;
RA:right atrial; ScvO2:central venous oxygen saturation; SVO2:mixed venous oxygen saturation.
Emboli Paru: Strategi Diagnostik dan Tata Laksana dalam Perspektif Perawatan Kritis
apabila SKA telah disingkirkan, terutama pada paru untuk mengurangi pemeriksaan pencitraan
kasus-kasus dengan indikasi terapi percutaneous atau radiasi yang tidak perlu (I,A). Nilai normal
catether-directed (IIb,C). Temuan pemeriksaan D-dimer pada kelompok probabilitas rendah atau
ekokardiografi transtoraks dapat berupa hipertensi tidak mungkin emboli paru dapat mengeksklusi
pulmonal akut dan disfungsi ventrikel kanan dan kemungkinan emboli paru (I,A), namun pada
mungkin disertai trombi, apabila menggunakan kelompok menengah diperlukan pemeriksaan
TEE dapat dijumpai visualisasi trombi langsung lanjutan (IIb,C). Pada kelompok probabilitas
di arteri pulmonal dan cabang-cabangnya.2 klinis tinggi, D-dimer tidak direkomendasikan,
Pada kecurigaan emboli paru tanpa syok atau karena nilai normalnya tidak aman untuk
hipotensi, ESC merekomendasikan penggunaan mengeksklusi emboli paru.2
kriteria yang valid untuk diagnosis (I,B), strategi Hasil angiografi CT yang normal aman untuk
diagnostik berdasarkan probabilitas klinis baik mengeksklusi emboli paru pada kelompok
penilaian klinis atau aturan prediksi yang valid probabilitas klinis rendah atau menengah
(I,A).2 atau tidak mungkin emboli paru (I,A), serta
Pengukuran D-dimer plasma pada kelompok probabilitas klinis tinggi atau
direkomendasikan pada pasien probabilitas klinis kemungkinan emboli paru (IIa,B). Adanya
rendah, menengah atau tidak mungkin emboli trombus segmental atau lebih proksimal juga
menegaskan suatu emboli paru (I,B), namun tekanan darah normal. Meningkatkan indeks
apabila dijumpai bekuan yang terisolasi dan jantung di atas nilai fisiologis dapat memperburuk
subsegmental maka diperlukan pemeriksaan ketidaksesuaian (mismatch) ventilasi-perfusi
lanjutan (IIb,C).2 dengan meredistribusi aliran menjauhi vaskular
Hasil skintigrafi V/Q yang normal dapat obstruksi ke vaskular yang tidak obstruksi.
mengeksklusikan emboli paru (I,A), hasil Epinefrin memiliki efek kombinasi norepinefrin
probabilitas tinggi menegaskan emboli paru dan dobutamin tanpa efek vasodilatasi dari
(IIa,B). Pada probabilitas klinis rendah atau dobutamin. Sehingga sangat bermanfaat pada
tidak mungkin emboli paru, hasil skintigrafi V/Q pasien emboli paru disertai syok. 16
non-diagnostik dapat mengeksklusi emboli paru Penggunaan vasodilator sistemik terbatas pada
apabila hasil CUS proksimal negatif (IIa,B).2 efek spesifiknya pada pembuluh darah pulmonal.
Pemeriksaan CUS tungkai bawah untuk mencari Preparat seperti levosimendan pada suatu studi
DVT dapat dipertimbangkan pada pasien tertentu awal dapat mengembalikan interaksi ventrikel
yang dicurigai emboli paru (IIb,B). Apabila pada kanan dan arteri pulmonal akibat vasodilatasi
pemeriksaan CUS pada pasien yang dicurigai pulmonal dan peningkatan kontraktilitas ventrikel
emboli paru dijumpai DVT proksimal, diagnosis kanan. Inhalasi nitrik oksida dapat memperbaiki
emboli paru dapat ditegakkan (I,B), namun status hemodinamik dan pertukaran gas. 16
apabila dijumpai di distal maka diperlukan Pada keadaan hipoksemia dan hiperkapni,
pemeriksaan lebih lanjut (IIa,B).2 diperlukan terapi oksigen dengan ventilasi
Angiografi pulmonal dapat dipertimbangkan mekanik dengan konsekuensi hemodinamik yang
bila terdapat perbedaan antara evaluasi klinis dan cukup tinggi. Tekanan positif ventilator dapat
hasil pemeriksaan pencitraan non invasif (IIb,C). menurunkan aliran balik vena (venous return)
Sedangkan untuk MRA tidak direkomendasikan sehingga memperburuk gagal ventrikel kanan
untuk digunakan menyingkirkan diagnosis pada pasien emboli paru masif. Strategi yang
emboli paru (III,A).2 dapat dilakukan diantaranya pemberian PEEP
dengan perhatian khusus, volume tidal rendah
Resusitasi (hingga 6 mL/kgBB ideal), tekanan plateau akhir
Pada fase akut, gangguan hemodinamik harus inspirasi <30 cmH2O. Langkah terakhir apabila
dipahami akibat gagal ventrikel kanan akut yang tidak tertangani, adalah terapi suportif seperti
mengakibatkan keluaran sistemik yang rendah. ekstrakorporeal kardiopulmonal.2,16
Terapi suportif yang dapat diberikan berupa
kombinasi cairan, vasopresor, inotropik sebelum Reperfusi Primer
memulai terapi definitif. Tidak ada protokol Beberapa jam pertama kegawatan emboli paru
yang tegas berkaitan dengan bagaimana cara dapat dianggap sebagai waktu kritis untuk
memperbaiki hemodinamik pada emboli paru melakukan reperfusi primer untuk mencegah
fase akut (Gambar 2). Cairan dalam jumlah perburukan kondisi. Pilihan dapat berupa agen
sedang (500 mL) dapat membantu meningkatkan farmakologi seperti unfractionated heparin
indeks jantung dengan catatan pada kasus emboli (UFH), low-molecular-weight heparin (LMWH),
paru dengan indeks jantung yang rendah dan vitamin K antagonists (VKA) dan nonfarmakologi
tekanan darah normal.2,14-16 seperti embolektomi melalui pembedahan dan
Vasopresor seperti norepinefrin dapat perkutan.
memperbaiki fungsi ventrikel kanan melalui Pada kondisi emboli paru disertai syok,
efek inotropik positif, sambil memperbaiki antikoagulan inisial yang disarankan adalah UFH
perfusi koroner ventrikel kanan melalui stimulasi intravena (LMWH atau fondaparinux belum
reseptor alfa di vaskular serta peningkatan tekanan pernah diuji). Terapi antikoagulan bertujuan
darah sistemik. Namun penggunaannya hanya mencegah proses pembentukan bekuan dan
dibatasi pada keadaan hipotensi. Dobutamin atau emboli rekuren. Pada pasien emboli paru risiko
dopamin dapat dipertimbangkan pada pasien tinggi, pilihan reperfusi primer adalah trombolisis
emboli paru dengan indeks jantung rendah dan sistemik. Apabila tidak berhasil atau terdapat
Emboli Paru: Strategi Diagnostik dan Tata Laksana dalam Perspektif Perawatan Kritis
kontraindikasi, pilihan alternatifnya adalah selama 30 hari) hasil terapi emboli paru bisa
dengan bedah embolektomi jika tersedia ahli dan diprediksi dengan memperhitungkan empat
sumber daya. Alternatif lainnya adalah dengan parameter berikut, yaitu adanya syok atau
terapi langsung kateter perkutan. Keputusan hipotensi, tergolong PESI kelas III–IV atau sPESI
terapi ini diambil interdisiplin yang melibatkan >1 (Tabel 3), disfungsi ventrikel kanan pada
bedah toraks atau kardiologis intervensi.14 pencitraan dan biomarker jatung positif. Risiko
Pada kondisi emboli paru stabil, pasien perlu mortalitas dini ini dibagi menjadi tiga kategori
distratifikasi menggunakan skor PESI (Tabel 3). yaitu tinggi (high), menengah (intermediate-high
Tujuan stratifikasi ini adalah menentukan pilihan dan intermediate low) dan rendah (low).
terapi. Pada kelompok risiko menengah tinggi Kategori risiko mortalitas dini tinggi apabila
(emboli paru, disfungsi ventrikel kanan, troponin keempat parameter tersebut positif. Risiko
positif) diberikan trombolisis sistemik dengan dikategorikan menengah apabila tidak terdapat
tujuan mencegah dekompensasi hemodinamik syok atau hipotensi, tergolong PESI kelas
dengan risiko perdarahan intrakranial. Pada III–IV atau sPESI >1, terdapat tanda-tanda
kelompok risiko menengah rendah hanya disfungsi ventrikel kanan pada pencitraan dan/
direkomendasikan pemberian antikoagulan.2,14,18 atau biomarker jantung positif. Risiko menengah
Antikoagulan harus diberikan pada pasien dengan dibagi menjadi dua yaitu tinggi (apabila kedua
probabilitas tinggi atau menengah sembari tanda-tanda disfungsi ventrikel kanan pada
menunggu hasil pemeriksaan. Pada emboli paru pencitraan dan biomarker jantung positif) dan
akut, tujuan pemberian antikoagulan adalah rendah (apabila terdapat salah satu tanda-tanda
mencegah kematian dan terjadinya VTE yang positif dari disfungsi ventrikel kanan pada
simtomatik dan fatal, dengan durasi pemberian pencitraan atau biomarker jantung). Kategori
sedikitnya 3 bulan. risiko rendah adalah apabila keempat parameter
Pada pengobatan fase akut, meliputi di atas negatif.
pemberian UFH, LMWH selama 5–10 hari
pertama. Pemberian heparin parenteral bersamaan Simpulan
dengan inisiasi VKA, sebagai alternatif dapat
pula diberikan salah satu antikoagulan golongan Penegakkan diagnosis emboli paru terutama
baru seperti dabigatran atau edoxaban. Jika pada kondisi syok dengan rekomendasi strategi
rivaroxaban atau apixaban juga diberikan, terapi diagnostik yang ada harus sesegera mungkin
oral salah satu agen ini diberikan langsung atau karena sifat dasar penyakit yang cepat memburuk
setelah 1–2 hari pemberian UFH, LMWH atau akibat obstruksi arteri pulmonal. Pendekatan
fondaparinux. Pada kasus ini, terapi fase akut terapi (resusitasi dan reperfusi) dapat distratifikasi
meliputi peningkatan dosis antikoagulan oral berdasar perhitungan parameter sehingga dapat
selama tiga minggu pertama (untuk rivaroxaban), segera memperbaiki kondisi hemodinamik dan
atau selama tujuh hari pertama (untuk apixaban). menekan angka rekurensi. Karena pasien kritis
Pada beberapa kasus, pemberian antikoagulan memiliki banyak faktor risiko VTE yang sudah
lebih dari tiga bulan mungkin diperlukan pada teridentifikasi, pendekatan yang paling tepat
kasus-kasus untuk pencegahan sekunder setelah adalah dengan identifikasi faktor risiko dan
menimbang risiko rekuren pasien dan risiko pencegahan.
perdarahan.2
Fungsi-fungsi organ-organ vital harus tetap Daftar Pustaka
dipantau selama proses perjalanan penyakit
(derajat oklusi yang mengakibatkan kompensasi 1. Marino. Venous thromboembolism. Dalam:
ventrikel kanan) dan selama pemberian terapi Brown B, Dernoski N. Marino’s the icu
(Tabel 4).7,18 book. Philadelphia: Wolters Kluwer Health/
Lippincott Williams & Wilkins. 2014. Hlm
Prognosis 97–119.
Penilaian prognosis dini (di rumah sakit atau 2. Konstantinides S, Torbicki A, Agnelli G,