Anda di halaman 1dari 23

PENGKAJIAN KEPERAWATAN PADA ODHA

TUGAS KEPERAWATAN HIV AIDS

oleh :
Kelompok 1
Anindianti Sukma 162310101133
Gilang Ramadhan 162310101140
Ramayana Lestari Dewi 162310101255
Dies Rut Setyoningsih 162310101260
Fatihul Matlub Ulum 162310101179

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019

i
PRAKATA

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas membuat makalah
mengenai “Pengkajian Keperawatan Pada ODHA” untuk memenuhi Tugas
Makalah Keperawatan HIV AIDS ini tepat pada waktunya. Dalam pembuatan
makalah ini penulis menemukan beberapa kesulitan dan hambatan akan tetapi
berkat semangat dan arahan serta bimbingan dari berbagai pihak kami mampu
menyelesaikan tugas ini dengan baik, oleh karena itu pada kesempatan ini, kami
mengucapkan terima kasih kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa, Dosen penanggungjawab mata kuliah


Keperawatan Jiwa Ns. Ahmad Rifai, MS.

2. Ayah dan Ibu yang selalu memberikan semangat serta dukungan pada
kami dalam menyelesesaikan makalah.

3. Teman-teman Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Jember, khususnya


kelas C angkatan 2016 tercinta.

Pemakalah mengakui bahwa tugas ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu Pemakalah sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca, guna
untuk kesempurnaan tugas makalah ini agar bermanfaat bagi kami dan pembaca
pada umumnya.

Jember, 3 Maret 2019

i
DAFTAR ISI

PRAKATA........................................................................................................I
DAFTAR ISI.....................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................2
1.3 Tujuan ................................................................................................2
1.3.1 Tujuan Umum............................................................................2
1.3.2 Tujuan Khusus...........................................................................2
1. 4 Manfaat..............................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN...................................................................................3
2.1 Definisi................................................................................................
2.2 Cara Penularan HIV............................................................................
2.3 Patofisiologi........................................................................................
2.4 Manifestasi Klinis...............................................................................
2.5 Pencegahan.........................................................................................
2.6 Pengkajian...........................................................................................
2.6.1 Biologis......................................................................................
2.6.2 Psikologis...................................................................................
2.6.3 Sosial..........................................................................................
2.6.4 Spiritual......................................................................................
2.6.5 Kultural......................................................................................
2.7 Pengkajian Data Demografi................................................................
2.8 Pengkajian Khusus Pasien..................................................................
2.9 Pengkajian Fisik..................................................................................
2.10 Pemeriksaan Diagnostik....................................................................
BAB 3 PENUTUP.............................................................................................
3.1 Kesimpulan.........................................................................................
3.2 Saran...................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

ODHA adalah singkatan dari Orang Dengan HIV/AIDS, sebagai pengganti


istilah penderita yang mengarah pada pengertian bahwa orang tersebut secara
positif didiagnosa terinfeksi HIV. HIV merupakan virus penyebab AIDS yang
hanya menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Fungsi dari sistem kekebalan
tubuh itu sendiri sangat vital karena melindungi terhadap segala penyakit. Bila
sistem kekebalan tubuh tidak berfungsi dengan baik atau dirusak oleh virus HIV
maka akan berakibat mudah terserang infeksi oportunistik. Secara terus menerus
HIV memperlemah sistem kekebalan tubuh dengan cara menyerang dan
menghancurkan kelompok sel-sel darah putih tertentu yaitu sel T- helper, sel yang
membuat zat anti dalam tubuh (Rahakbau, 2016). Jadi, HIV merupakan virus yang
menyerang kekebalan tubuh manusia sehingga imun menjadi lemah dan mudah
terserang berbagai penyakit yang dalam tahap lanjut disebut AIDS.
Berdasarkan data dari UNAIDS, terdapat 36,9 juta masyarakat berbagai
negara hidup bersama HIV dan AIDS pada 2017. Dari total penderita yang ada,
1,8 juta di antaranya adalah anak-anak berusia di bawah 15 tahun. Selebihnya
adalah orang dewasa, sejumlah 35,1 juta penderita. Masih bersumber dari data
tersebut, penderita HIV/AIDS lebih banyak diderita oleh kaum wanita, yakni
sebanyak 18,2 juta penderita. Sementara laki-laki sebanyak 16,9 juta penderita.
Sayangnya, 25 persen di antaranya, sekitar 9,9 juta penderita, tidak mengetahui
bahwa mereka terserang HIV atau bahkan mengidap AIDS.
Dari data kementrian kesehatan tahun 2018, sejak pertama kali ditemukan
pada tahun 1987 sampai dengan bulan Desember 2017 HIV-AIDS telah
dilaporkan oleh 421 (81,9%) dari 514 kabupaten/kota di seluruh provinsi di
Indonesia jumlah kasus HIV-AIDS dari tahun 2005 sampai dengan 2017
mengalami kenaikan setiap tahunnya dengan total akumulai 280.623 penderita
HIV sedangakan penderita AIDS dari tahun 1987 sampai dengan Desember 2017

1
berjumlah 102.667 orang.
Pengetahuan menganai HIV-AIDS sangat penting bagi perawat dalam
melakukan asuhan keperawatan profesional pada penderita HIV-AIDS.
Berdasarkan situasi diatas, kami menuliskan makalah mengenai pengkajian, tanda
dan gejala pada orang dengan HIV-AIDS.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana pengkajian keperawatan pada HIV/AIDS?

1.3 TUJUAN
1.3.1 Tujuan Umum dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengkajian keperawatan pada HIV/AIDS.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi, etiologi, patofisiologi, klasifikasi.
2. Untuk mengetahui pengkajian (Bio-psiko-sosial-spiritual-kultural),
pengkajian data demografi, pengkajian khusus klien, pengkajian
fisik (Head to toe), pemeriksaan diagnostik.

1.4 MANFAAT
1. Memahami tentang definisi, etiologi, patofisiologi, klasifikasi
2. Memahami pengkajian pengkajian (Bio-psiko-sosial-spiritual-kultural),
pengkajian data demografi, pengkajian khusus klien, pengkajian fisik
(Head to toe), pemeriksaan diagnostik.

2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 DEFNISI
Acquired Immune Defciency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan
gejala penyakit yang dapat disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus
(HIV). Seseorang yang didiagnosa terinfeksi virus HIV/AIDS disebut dengan
ODHA. Penderita HV/AIDS biasanya ditandai dengan munculnya gejala atau
terkena penyakit tertentu diakibatkan karena turunnya daya tahan tubuh yang
disebabkan oleh virus HIV atau bisa ditandai dengan hasil tes darah yang
menunjukkan jumlah dari sel CD4<200/mm3 (Kurniasih dkk, 2006).
Virus HIV adalah virus yang tergolong virus RNA karena memiliki
enzim reverse transcriptase. Sehingga memungkingkan virus ini mengubah
informasi genetknya dalam RNA ke dalam bentuk DNA yang kemudian
terintegrasikan ke sel limfosit yang diserang. Kemudian HV dapat
memanfaatkan mekanisme daeri sel limfosit terseut untuk menggandakan diri
menjadi virus baru yang memiliki ciri-ciri sama dengan HIV.

2.2 CARA PENULARAN HIV


Cara penularan HIV dapat melalui cairan genital yaitu cairan sperma
dan cairan vagina orang yang didiagnosa positif terinfeksi HIV mempunyai
jumlah virus yang sangat tinggi yang memungkinkan adanya penularan
apalag jika disertai dengan infeksi menular seksual lainnya. Oleh karena itu
semua hubungan seksual dapat berisiko menularkan HIV baik dari hubungan
seksual melalui genital, oral maupun anal. Penularan yang lain yaitu bisa
karena kontaminasi darah atau jaringan melalui kontaminasi darah seperti
transfusi darah dan transplantasi organ dari orang yang ternfeksi virus HIV
atau juga bisa dengan menggunakan peralatan medis yang tidak steril
misalnya jarum suntik yang tidak steril dari orang yang terinfeksi HIV secara
bersamaan. Penularan dari ibu ke janin yang terjadi selama kehamilan melalui
plasenta yang terinfeksi, sedangkan penularan ke bayi dapat melalui darah

3
atau cairan genital saat berlangsungnya persalinan serta melalui ASI pada
masa laktasi (Kemenkes RI, 2014).

2.3 PATOFISIOLOGI
HIV akan menyerang sel darah putih sel limfosit Th dimana sel darah puth ini
berfungsi debagai sumber kekebalan tubuh untuk mencegah adanya penyakit
infeksi. Virus memaksa masuk ke sel limfosit untuk menggandakan diri yang
dapat mengakibatkan matinya sel limfosit. Sehingga dengan turunyya jumlah
sel darah putih dalam tubuh manusa akan menyebabkan turunnya daya tahan
tubuh hal ini yang mengakibatkan sesorang mudah terkena infeksi dari luar
(virus, bakteri, jamur) dan dapat menyebabkan kematian pada penderita
HIV/AIDS (Hidayat, 2008).

2.4 MANIFESTAS KLINIS


Diagnosis infeksi HIV/AIDS dapat ditegakkan berdasarkan klasifikasi
klinis WHO atau CDC. Di Indonesia diagnosis AIDS penderita harus
mempunyai sekurang-kurangnya dua gejala mayor dan satu gejala minor
(Syafri et al, 2017).
1. Gejala mayor infeksi HIV/AIDS meliputi:
a) Berat badan menurun > 10% dalam 1 bulan
b) Diare kronik berlangsung > 1 bulan
c) Demam berkepanjangan > 1 bulan
d) Penurunan kesadaran
e) Demensia / HIV ensefalopati
2. Gejala minor infeksi HIV/AIDS meliputi:
a) Batuk menetap > 1 bulan
b) Dermatitis generalisata
c) Dermatitis eksfoliativa generalisata adalah suatu kelainan kulit dengan
gejala berupa eritema dan skuama generalisata yang melibatkan lebih
dari 90% permukaan kulit penderita (Yahya, 2009).
d) Herpes zoster multi segmental dan berulang

4
e) Herpes zoster merupakan penyakit kulit yang bercirikan timbulnya
ruam kulit dengan distribusi dermatomal dan disertai rasa nyeri yang
hebat (Saragih, 2014).
f) Kandidiasis orofaringeal
g) Kandidiasis orofaringeal adalah infeksi oportunistik mukosa yang
dalam banyak kasus disebabkan oleh jamur Candida albicans, tetapi
dapat pula disebabkan oleh spesies lain seperti Candida glabrata,
Candida tropicalis, dan Candida krusei. (Ellepola dan Samaranayake,
2000).
h) Herpes simpleks kronik progresif
i) Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh herpes
simpleks virus (HSV) tipe I atau tipe II yang ditandai dengan adanya
vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa
pada daerah dekat mukokutan (Handoko, 2010).
j) Limfadenopati generalisata
k) Limfadenopati generalisata merupakan pembesaran kelenjar getah
bening (KGB) pada dua atau lebih daerah yang berjauhan dan simetris
dengan ukuran > 0,5 cm (Jacobs, 2010).
l) Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
m)Retinitis cytomegalovirus
n) Merupakan anggota dari virus herpes, yang dikenal penyebab kebutaan
dan kematian pada pasien dengan AIDS lanjut (Heiden et al, 2007).

2.5 PENCEGAHAN
Penularan HIV secara seksual dapat dicegah dengan tdak behubungan
seksual bebas, setia dengan pasangan, Penggunaan kondom pria atau kondom
wanita secara konsisten dan benar. Tidak ada seks yang 100% aman. Seks
yang lebih aman menyangkut upaya-upaya kewaspadaan untuk menurunkan
potensi penularan dan terkena infeksi menular seksual termasuk HIV saat
melakukan hubungan seks. Menggunakan kondom secara tepat dan konsisten
selama melakukan hubungan seks dianggap sebagai seks yang lebih aman.

5
Kondom yang kualitasnya terjamin adalah satu-satunya produk yang saat ini
tersedia untuk melindungi pemakai dari infeksi seksual karena HIV dan
infeksi menular seksual lainnya. Ketika digunakan secara tepat, kondom
terbukti menjadi alat yang efektif untuk mencegah infeksi HIV di kalangan
perempuan dan laki-laki. Walaupun begitu tidak ada metode perlindungan
yang 100% efektif dan penggunaan kondom tidak dapat menjamin secara
mutlak perlindungan terhadap segala infeksi menular seksual (IMS). Agar
perlindungan kondom efektif, kondom tersebut harus digunakan secara benar
dan konsisten. Penggunaan yang kurang tepat dapat mengakibatkan lepasnya
atau bocornya kondom, sehingga menjadi tidak efektif (Salawati).

2.6 PENGKAJIAN (BIO-PSIK-SOSIAL-SPIRITUAL-KULTURAL)


2.6.1 BIOLOGIS
Respons Biologis (Imunitas) secara imunologis sel T yang terdiri dari
limfosit T-helper, disebut limfosit CD4+ akan mengalami perubahan baik
secara kuantitas maupun kualitas. HIV menyerang CD4+ baik secara
langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, sampul HIV yang
mempunyai efek toksik akan menghambat fungsi sel T (toxic HIV). Secara
tidak langsung, lapisan luar protein HIV yang disebut sampul gp 120 dan anti
p24 berinteraksi dengan CD4+ yang kemudian menghambat aktivasi sel yang
mempresentasikan antigen (APC).
Setelah HIV melekat melalui reseptor CD4+ dan co-reseptornya bagian
sampul tersebut melakukan fusi dengan membran sel dan bagian intinya
masuk ke dalam sel membran. Pada bagian inti terdapat enzim reverse
transcripatase yang terdiri dari DNA polimerase dan ribonuclease. Pada inti
yang mengandung RNA, dengan enzim DNA polimerase menyusun kopi
DNA dari RNA tersebut. Enzim ribonuclease memusnahkan RNA asli.
Enzim polimerase kemudian membentuk kopi DNA kedua dari DNA pertama
yang tersusun sebagai cetakan.
Kode genetik DNA berupa untai ganda setelah terbentuk, maka akan
masuk ke inti sel. Kemudian oleh enzim integrase, DNA copi dari virus

6
disisipkan dalam DNA pasien. HIV provirus yang berada pada limfosit
CD4+, kemudian bereplikasi yang menyebabkan sel limfosit CD4 mengalami
sitolisis (Stewart, 1997). Virus HIV yang telah berhasil masuk dalam tubuh
pasien, juga menginfeksi berbagai macam sel, terutama monosit, makrofag,
sel-sel mikroglia di otak, sel – sel hobfour plasenta, sel-sel dendrit pada
kelenjar limfe, sel- sel epitel pada usus, dan sel langerhans di kulit. Efek dari
infeksi pada sel mikroglia di otak adalah encepalopati dan pada sel epitel usus
adalah diare yang kronis (Stewart, 1997). Gejala-gejala klinis yang
ditimbulkan akibat infeksi tersebut biasanya baru disadari pasien setelah
beberapa waktu lamanya tidak mengalami kesembuhan. Pasien yang
terinfeski virus HIV dapat tidak memperlihatkan tanda dan gejala selama
bertahuntahun. Sepanjang perjalanan penyakit tersebut sel CD4+ mengalami
penurunan jumlahnya dari 1000/ul sebelum terinfeksi menjadi sekitar 200 –
300/ul setelah terinfeksi 2 – 10 tahun (Stewart, 1997).

2.6.2 PSIKOLOGIS
Respons Psikologis (penerimaan diri) pengalaman suatu penyakit akan
membangkitkan berbagai perasaan dan reaksi stres, frustasi, kecemasan,
kemarahan, penyangkalan, rasa malu, berduka dan ketidak pastian menuju
pada adaptasi terhadap penyakit. Tahapan reaksi psikologis pasien HIV
(Grame Stewart, 1997) adalah seperti terlihat pada tabel berikut:
Hal-hal yang biasa
Reaksi Proses Psikologis
dijumpai
Shock (kaget, goncangan Merasa bersalah, marah, Rasa takut, hilang akal,
batin) tidak berdaya frustasi, rasa sedih,
susahm acting out.
Mengucilkan diri Merasa cacat dan tidak Khawatir menginfeksi
berguna, menutup diri orang lain, murung
Membuka status secara Ingin tahu reaksi orang Penolakan, stress,
terbatas lain, pengalihan stress, konfrontasi
ingin dicintai
Mencari orang lain Berbagi rasa, pengenalan, Ketergantungan, campur
yang HIV positif kepercayaan, penguatan, tangan, tidak percaya

7
dukungan social pada pemegang rahasia
dirinya.
Status khusus Perubahan keterasingan Ketergantungan,
menjadi manfaat khusus, dikotomi kita dan mereka
perbedaan menjadi hal (semua orang dilihat
yang istimewa, sebagai terinfeksi HIV
dibutuhkan oleh yang dan direspon seperti itu),
lainnya. over identification.
Perilaku mementingkan Komitmen dan kesatuan Pemadaman, reaksi dan
orang lain kelompok, kepuasan kompensasi yang
memberi dan berbagi berlebihan
perasaan sebagai
kelompok
Penerimaan Integrasi status positive Apatis, sulit berubah
HIV dengan identitas
diri, keseimbangan antara
kepentingan orang lain
dengan diri sendiri, bisa
menyebutkan kondisi
seseorang

Respons Psikologis (penerimaan diri) terhadap Penyakit Kubler Ross


(1974) menguraikan lima tahap reaksi emosi seseorang terhadap penyakit,
yaitu :
1. Pengingkaran (denial) Pada tahap pertama pasien menunjukkan
karakteristik perilaku pengingkaran, mereka gagal memahami dan
mengalami makna rasional dan dampak emosional dari diagnosa.
Pengingkaran ini dapat disebabkan karena ketidaktahuan pasien terhadap
sakitnya atau sudah mengetahuinya dan mengancam dirinya.
Pengingkaran dapat dinilai dari ucapan pasien “saya di sini istirahat.”
Pengingkaran dapat berlalu sesuai dengan kemungkinan memproyeksikan
pada apa yang diterima sebagai alat yang berfungsi sakit, kesalahan

8
laporan laboratorium, atau lebih mungkin perkiraan dokter dan perawat
yang tidak kompeten. Pengingkaran diri yang mencolok tampak
menimbulkan kecemasan, pengingkaran ini merupakan buffer untuk
menerima kenyataan yang sebenarnya. Pengingkaran biasanya bersifat
sementara dan segera berubah menjadi fase lain dalam menghadapi
kenyataan (Achir Yani, 1999).
2. Kemarahan (anger) Apabila pengingkaran tidak dapat dipertahankan lagi,
maka fase pertama berubah menjadi kemarahan. Perilaku pasien secara
karakteristik dihubungkan dengan marah dan rasa bersalah. Pasien akan
mengalihkan kemarahan pada segala sesuatu yang ada disekitarnya.
Biasanya kemarahan diarahkan pada dirinya sendiri dan timbul
penyesalan. Yang menjadi sasaran utama atas kemarahan adalah perawat,
semua tindakan perawat serba salah, pasien banyak menuntut, cerewet,
cemberut, tidak bersahabat, kasar, menantang, tidak mau bekerja sama,
sangat marah, mudah tersinggung, minta banyak perhatian dan iri hati.
Jika keluarga mengunjungi maka menunjukkan sikap menolak, yang
mengakibatkan keluarga segan untuk datang, hal ini akan menyebabkan
bentuk keagresipan (Hudak & Gallo, 1996).
3. Sikap tawar menawar (bargaining) Setelah marah-marah berlalu, pasien
akan berfikir dan merasakan bahwa protesnya tidak ada artinya. Mulai
timbul rasa bersalahnya dan mulai membina hubungan dengan Tuhan,
meminta dan berjanji merupakan ciri yang jelas yaitu pasien menyanggupi
akan menjadi lebih baik bila terjadi sesuatu yang menimpanya atau
berjanji lain jika dia dapat sembuh (Achir Yani, 1999).
4. Depresi Selama fase ini pasien sedih/ berkabung mengesampingkan
marah dan pertahanannya serta mulai mengatasi kehilangan secara
konstruktif. Pasien mencoba perilaku baru yang konsisten dengan
keterbatasan baru. Tingkat emosional adalah kesedihan, tidak berdaya,
tidak ada harapan, bersalah, penyesalan yang dalam, kesepian dan waktu
untuk menangis berguna pada saat ini. Perilaku fase ini termasuk
mengatakan ketakutan akan masa depan, bertanya peran baru dalam

9
keluarga intensitas depresi tergantung pada makna dan beratnya penyakit
(Netty, 1999). e) Penerimaan dan partisipasi Sesuai dengan berlalunya
waktu dan pasien beradapatasi, kepedihan dari kesabatan yang
menyakitkan berkurang dan bergerak menuju identifikasi sebagai
seseorang yang keterbatasan karena penyakitnya dan sebagai seorang
cacat. Pasien mampu bergantung pada orang lain jika perlu dan tidak
membutuhkan dorongan melebihi daya tahannya atau terlalu memaksakan
keterbatasan atau ketidakadekuatan (Hudak & Gallo, 1996). Proses
ingatan jangka panjang yang terjadi pada keadaan stres yang kronis akan
menimbulkan perubahan adaptasi dari jaringan atau sel. Adaptasi dari
jaringan atau sel imun yang memiliki hormon kortisol dapat terbentuk bila
dalam waktu lain menderita stres, dalam teori adaptasi dari Roy dikenal
dengan mekanisme regulator.

2.6.3 SOSIAL
Dukungan sosial sangat diperlukan terutama pada pasien HIV yang
kondisinya sudah sangat parah. Indivdu yang temasuk dalam memberikan
dukungan sosial meliput pasangan suami istri,agama, anak, keluarga, teman,
tim kesehatan, konsselor. Dukungan sosial bermandaat untuk kesehatan dan
kesejahteraan, mediator yang penting untuk menyelesaikan masalah
seseorang. Perasaan minder dan tidak berguna di masyarakat. Interaksi sosial
yaitu perasaan terisolasi/ditolak.
Pada interaksi sosial tanda dan gejala yang dapat ditimbulkan adalah
sebagai berikut :
1. Tanda-tanda akan terjadi perubahan pada interaksi keluarga dan orang
terdekat maupun kegiatan lain yang dimiliki individu.
2. Gejala yang akan ditimbulkan karena sudah terdiagnosa yaitu kehilangan
orang terdekat, bahkan keluarga, teman, sahabat. Rasa takut untuk
mengungkapkannya pada orang lain, takut akan ditolak, kehilangan
pekerjaan, diisolasi, teman, sahabat maupun pasangan yang meninggal

10
karena AIDS. Menanyakan kemampuan bahgaimana untuk tetap hidup
mandiri atau tidak mampu untuk membuat rencana.
Respon sosial menurut Nursalam (2007) dibagi menjadi 3 hal meliputi :
1. Stigma sosial akan dapat memperparah kndisi depresi dan pandangan
negative tentang harga diri pasien
2. Diskriminasi terhadap orang yang terinfeksi HIV seperti menolak
pekerjaan dan hidup serumah yang akan mempengaruh kondisi
kesehatan. Menggunakan obat-obatan narkotika juga dapat
mengakibatkan kurangnya dukungan sosial dan memperparah stres
pasien.
3. Waktu yang cukup lama respons penolakan, emosi, depresi, yang akan
memperlambat upaya untuk pencegahan dan pengobatan. Sehingga
pasien akan mengonsumsi obat-obatan untuk mengurangi stress yang
dialaminya.
Respon adaptif sosial bedasarkan konsep dari Pearlin dan Aneshense
(1998) ada 3 hal yaitu emosi, cemas dan interaksi sosial.

2.6.4 SPIRITUAL
Respons adaptif spiritual menurut Nursalam (2011) adalah sebagai
berikut :
1. Menguatkan harapan yang realistis kepada pasien terhadap kesembuhan.
Harapan merupakan salah satu unsur yang penting dalam dukungan
sosial. Orang bijak mengatakan “hidup tanpa harapan, akan membuat
orang putus asa dan bunuh diri”. Perawat harus meyakinkan kepada
pasien bahwa sekecil apapun kesembuhan, misalnya akan memberikan
ketenangan dan keyakinan pasien untuk berobat.
2. Pandai mengambil hikmah. Peran perawat dalam hal ini adalah
mengingatkan dan mengajarkan kepada pasien untuk selalu berfikiran
positif terhadap semua cobaan yang dialaminya. Dibalik semua cobaan
yang dialami pasien, pasti ada maksud dari Sang Pencipta. Pasien harus
difasilitasi untuk lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta dengan

11
jalan melakukan ibadah secara terus menerus. Sehingga pasien
diharapkan memperoleh suatu ketenangan selama sakit.
3. Ketabahan hati. Karakteristik seseorang didasarkan pada keteguhan dan
ketabahan hati dalam menghadapi cobaan. Individu yang mempunyai
kepribadian yang kuat, akan tabah dalam menghadapi setiap cobaan.
Individu tersebut biasanya mempunyai keteguhan hati dalam menentukan
kehidupannya. Ketabahan hati sangat dianjurkan kepada PHIV. Perawat
dapat menguatkan diri pasien dengan memberikan contoh nyata dan atau
mengutip kitab suci atau pendapat orang bijak; bahwa Tuhan tidak akan
memberikan cobaan kepada umatNYA, melebihi kemampuannya (Al.
Baqarah, 286). Pasien harus diyakinkan bahwa semua cobaan yang
diberikan pasti mengandung hikmah, yang sangat penting dalam
kehidupannya.

2.6.5 KULTURAL
Pengkajian Kultural meliputi:
1. Faktor budaya yang berkaitan dengan fenomena yang muncul dimana
banyak ibu rumah tangga yang yang kondisi kesehatannya baik tiba-tiba
tertular virus HIV /AIDS yang ditularkan oleh suaminya yang sering
melakukan hubungan seksual dengan orang lain selain dengan istrinya.
2. Perempuan tidak berdaya serta tidak mempunyai bargaining position
(posisi rebut tawar) terhadap perilaku menyimpang suaminya.
3. Kurangnya pengetahuan oleh sebagian besar perempuan akan bahaya
yang mengancamnya.
Kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk menanggulangi
masalah HIV /AIDS adalah bimbingan sosial tentang pencegahan HIV /AIDS
dan memberikan konseling serta pelayanan sosial bagi penderita HIV /AIDS
yang tidak mampu. Adanya pemberian pelayanan kesehatan merupakan
langkah antisipatif agar kematian dapat dihindari dan harapan hidup dapat
ditingkatkan sehngga penderita HIV /AIDS dapat berperan sosial dengan baik
dalam kehidupanya.

12
2.7 PENGKAJIAN DATA DEMOGRAFI
Pengkajian data demografi meliputi : (Kemenkes, 2015)
- Nama : Tuliskan nama lengkap pasien. Jika belum jelas ditambahi nama
ayah pasien
- Jenis Kelamin : Berikan tanda x untuk jenis kelamin yang sesuai
- Tanggal lahir/Umur: Tuliskan tanggal lahir dan umur pasien pada saat
masuk perawatan HIV
- Pendidikan : Lingkari salah satu untuk tngkat pendidikan yang pernah atau
sedang dijalani
- Pekerjaan : beri tanda lingkaran untuk pekerjaan yang sesuai. Untuk
pekerja harian dianggap tidak bekerja jika tidak tidak menerima
penghasilan > 1 bulan.
- Nama Ibu Kandung : Tuliskan nama ibu kandung pasien
- Alamat : Tuliskan alamat pasien dan pendamping minum obat pasien.
Sebaiknya PMO (Pendamping minum obat adalah keluarga dekat yang
dihormati oleh ODHA)

13
2.8 PENGKAJIAN KHUSUS PASIEN
Pengkajian khusus pasien meliputi : (Kemenkes, 2015)
- Status pernikahan : Beri tanda x untuk status pernikahan yang sesuai
- Nama : Tuliskan nama orang yang merupakan mitra seksualnya, anak-
anak dar ibu yang mengidap HIV atau mitra sharing needle
- Hubungan : Tuliskan hubungan risiko penularan HIV. Misalnya anak,
pasangan seks tetap, pasangan penasun tetap
- Umur : Sebaiknya dicatat tanggal kelahiran nkarena umur bersifat
dinamis
- HIV +/- : Jika status HIVnya sudah diketahui +, belum diketahui –
- ARV Y/T : Jika mitra pasien sudah diketahui status HIVdan hasilnya +,
maka kolom ditulis Y jika belu menera ART. Jka status mitra pasien
hasilnya – maka kolom ditulis T. jika status HIV belum diketahui maka
klon ini dibiarkan kosong
- No.Reg.Nas : Jika mitra pasien sudah diketahui status HIV dan hasilnya +
dan sudah mendaptkan No.Reg.Nas maka tuliskan nomornya. Jika mitra
pasien hasilnya – maka kolom ini dikosongan. Jika status HIV belum
diketahui maka kolom juga dibiarkan kosong.

2.9 PENGKAJIAN FISIK (HEAD TO TOE)

14
1. Keadaan Umum
- Bergantung pada luas, lokasi timbulnya lesi, dan daya tahan tubuh
klien.
- Pemeriksaan berat badan dilakukan pada setiap kunjungan.
Kehilangan BB 10% atau lebih mungkin akibat dari sindrom wasting
salah satu tanda AIDS . sehingga diperlukan bantuan tambahan gizi
yang cukup jika apabila pasien telah kehilangan berat badan.
- Pemeriksaan tanda-tanda vital secara umum mengalami peningkatan
suhu tubuh atau demam ketika ada peradangan pada tubuh.
-
2. Kepala
Dikaji adanya vesikel atau tidak, tidak ada massa, tidak ada nyeri tekan.
3. Mata
Dikaji adanya vesikel atau tidak, tidak ada massa, dan penurunan
penglihatan.
4. Telinga
Tidak ada edema, tidak ada nyeri tekan .
5. Hidung
Tidak ada sekret, tidak ada lesi.
6. Mulut
Di daerah sekitar mulut sangat umum dijumpai infeksi jamur dan luka
pada orang yang terinfeksi HIV. Dokter akan melakukan pemerksaan
mulut pada setap kunjungan dan pemerksaan gigi minmal 2 kali setahun.
7. Leher
Trakea simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan vena jugularis,
tidak ada nyeri tekan.
8. Dada
Bentuk simetris, pernafasan reguler, tidak ada otot bantu nafas.
9. Abdomen
Bentuk simetris, tidak ada benjoan, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
pembesaran hepar. Perkusi suara timpani. Jika abdomen menunjukkan

15
limfa dan hati yang semakin membesar yang disebabkan oleh infeksi baru
atau menunjukkan adanya kanker.
10. Genetalia
Pada pria daerah yang perlu diperhatikan adalah gland penis, batang
penis, uretra, dan daerah anus. Pada wanita daerah yang perlu
diperhatikan adalah labia mayora dan minora, klitoris, introitus vaginalis,
dan serviks. Jika timbul lesi maka harus dicatat jenis, bentuk,
ukuran,/luas, warna, dan keadaan lesi. Perempuan yang terinfeksi HIV
lebih memiliki kelainan sel di serviks daripada perempuan yang tidak
terinfeksi HIV. Perubahan yang terjadi pada sel ini dapat diamati dengan
tes Pap Smear
11. Ekstremitas
Tidak ada luka dan spasme otot.
12. Kulit dan kuku
Adanya vesikel-vesikel berkelompok yang nyeri, edema disekitar lesi,
dapat pula timbul ulkus, pada infeksi sekunder. Juga dapat timbul
diaforesis. Pemeriksaan kulit secara teratur dapat memberikan petunjuk
mengenai kondisi yang dapat diobati mulai dari tingkat keparahanya.

2.10PEMERIKSAAN DIAGNSTIK
Tes diagnostik HIV merupakan bagian dari proses klinis untuk
menentukan diagnosis dengan pemeriksaan laboratorium. Jenis pemeriksaan
laboraturium HIV menurut Permenkes No. 87 tahun 2014 berupa:
1. Tes Serologi
a) Tes Cepat (Rapid Test)
Tes cepat dapat mendeteksi baik antibody terhadap HIV-1 maupun
HIV-2. Tes cepat dapat dijalankan pada jumlah sampel yang lebih
sedikit dan waktu tunggu untuk mengetahui hasil kurang dari 20 menit
bergantung pada jenis tesnya dan dilakukan oleh tenaga medis yang
terlatih.
b) Tes Enzyme Immunoassay (EIA) atau Tes ELISA

16
Tes ini mendeteksi antibodi untuk HIV-1 dan HIV-2. Sampel darah
diambil dari permukaan kulit dengan prosedur pengambilan darah pada
umumnya yang kemudian samepl darah dimasukkan ke dalam tabung
khusus dan dikirim ke laboratorium untuk dianalisis. Sampel darah
dimasukkan ke cawan petri yang berisi antigen HIV yang merupakan
zat asing, seperti virus yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh
merespon. Reaksi antigen-antibodi dapat dideteksi dengan perubahan
warna sampel darah. Hasil tes HIV dengan ELISA biasanya memakan
waktu satu sampai tiga hari bergantung pada tes, laboratorium, ataupun
apakah tes dilakukan di rumah. Jika hasil tes positif maka tes
selanjutnya dilakukan yaitu tes Western Blot.
c) Tes Western Blot
Tes ini merupakan tes antibodi untuk konfirmasi kasus yang sulit.
Dalam tes ini protein HIV dipisahkan oleh ukuran pada strip tes. Jika
tes ini menunjukkan hasil positif, serangkaian pita (band) terdeteksi
yang menandakan adanya pengikatan spesifik antibody seseorang
terhadap protein virus HIV tertentu. Tes ini hanya dilakukan untuk
menindaklanjuti tes skrining yang awalnya positif. Jika tes HIV
menunujukkan positif pada tes ELISA, klien mungkin terkena HIV.
Namun terkadang tedapat false positive dengan layar ELISA yang
berarti bahwa hasil tes menunjukkan bahwa klien sebenarnya tidak
terinfeksi virus HIV. Tes Western Blot membutuhkan satu hari untuk
dilakukan.
2. Tes virologis Polymerase Chain Reaction (PCR)
Tes virologis direkomendasikan untuk mendiagnosis ibu hamil HIV-
positif yang baru melahirkan serta bayi baru lahir dan direkomendasikan
untuk mendiagnosis anak berumur kurang dari 18 bulan. Jika b ayi dengan
pemeriksaan virologis pertama hasilnya positif, maka terapi antiretroviral
(ART) harus segera dimulai, pada saat yang bersamaan dilakukan
pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan tes virologis yang kedua.
Tes virologis terdiri atas:

17
a) HIV DNA kualitatif (EID)
Tes ini mendeteksi keberadaan virus dan tidak bergantung pada
keberadaan antibodi HIV. Tes ini digunakan untuk mendiagnosis bayi.
b) HIV RNA kuantitatif
Tes ini mendeteksi jumlah virus di dalam darah, dan dapat
digunakan untuk pemantauan terapi ARV pada dewasa dan diagnosis
pada bayi jika HIV DNA tidak tersedia.
Metode tes HIC dengan PCR ini dilakukan dengan bantuan enzim
untuk menggandakan virus HIV dalam darah. Kemudian reaksi kimia akan
menandai virus. Penanda ini berbentuk pita (band) yang diukur dan
digunakan untuk menghitung jumlah virus. Hasil pengujian RNA biasanya
memakan waktu beberapa hari sampai seminggu.

BAB 3
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Pengkajian pada penderita HIV/AIDS dapat dilakukan dengan
pengkajian respon biologis, psikologis (penerimaan diri), sosial, spiritual,
kultural, serta pengkajian fisik. Untuk mengetahui infeksi dari HIV/AIDS
dapat dilakukan pemeriksaan diagnostik tes serologi yang diawali Tes Cepat
(Rapid Test), Tes Enzyme Immunoassay (EIA) atau Tes ELISA, dan Tes
Western Blot. Serta tes virologis Polymerase Chain Reaction (PCR) yang
meliputi tes HIV DNA kualitatif (EID) dan HIV RNA kuantitatif. Tanda dan
gejala pada penderita AIDS dibagi menjadi gejala mayor dan gejala minor
dimana klien yang didiagnosis AIDS harus mempunyai minimal dua gejala
mayor dan satu gejala minor.

3.2 SARAN

18
Berdasarkan isi makalah mengenai pengkajian pada penderita
HIV/AIDS pembaca diharapkan dapat mengenali tanda dan gejala infeksi
HIV/AIDS dan dapat memahami berbagai macam pemeriksaan untuk
mendeteksi infeksi HIV/AIDS.

19
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Azz Amin. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan
Kebidanan. Jakarta : Penerbit Salmeba Medika.
http://siha.depkes.go.id/portal/files_upload/Manlak_PPIA_2015.pdf
(Diakses pada hari Selasa tanggal 05 Maret 2019 pukul 18.39 WIB)
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/lain-lain/situasi-hiv-
aids-2006.pdf (Diakses pada hari Selasa tanggal 05 Maret 2019 pukul 18.10
WIB)
https://books.google.co.id/books?
id=mmxAfqKkaNQC&pg=PA116&dq=Patofisiologi+HIV/AIDS&hl=en&s
a=X&ved=0ahUKEwilwsHm9urgAhVO8HMBHTm_Aj8Q6AEINjAC#v=o
nepage&q=Patofisiologi%20HIV%2FAIDS&f=false (Diakses pada hari
Selasa tanggal 05 Maret 2019 pukul 19.00 WIB)
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Petunjuk Pengisian Format
Pencatatan dan Pelaporan Pasien HIV/AIDS. Bakti Husada
Kementerian Kesehatan RI. 2014. Direktorat Jenderal Bina Gizi Dan Kesehatan
Ibu Dan Anak. Pedoman Pelaksanaan Pencegahan Penularan HIV Dan
Sifilis Dari Bibu Ke Anak Bagi Tenaga Kesehatan. Jakarta : Kementerian
Kesehatan RI .
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Laporan Perkembangan HIV-
AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS) Triwulan IV Tahun 2017. Jakarta.
Kurniasih, dkk. 2006. SITUASI HIV/AIDS DI INDONESIA TAHUN 1986-2006.
Jakarta : Pusat Data Informasi Departemen Kesehatan R.I.
Nursalam dan Ninuk Dian. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi
HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika.
Salawat, Liza. Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency
Syndrome Prevention. Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat/Ilmu Kedokteran
Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.

20

Anda mungkin juga menyukai