Keutamaannya
Oleh : Muhammad Hanafi, SS., M.Sy
Bulan Ramadan menjadi kesempatan yang sempurna bagi umat Islam untuk
membersihkan dan memurnikan jiwa.
َوأَ َنا أَجْ ِزي ِب ِه، َفه َُو لِي،ص َيا َم
ِّ إِاَّل ال،ُْن آدَ َم لَه
ِ ُك ُّل َع َم ِل اب
“Setiap amalan anak Adam itu adalah (pahala) baginya, kecuali puasa, karena
puasa itu untuk-Ku dan Akulah yang akan membalasnya.” (HR. Bukhari No. 1795,
Muslim No. 1151, Ibnu Majah No. 1638, 3823, Ahmad No. 7494, Ibnu Khuzaimah
No. 1897, Ibnu Hibban No. 3416)
Haditsnya:
"Sholat lima waktu, antara sholat Jum'at ke Sholat Jum'at dan Ramadhan ke Ramadhan
penghapus dosa diantara keduanya, jika dijauhi dosa-dosa besar,". (HR. Muslim No.
233)
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda:
“Barang siapa yang shalat malam pada malam Lailatul Qadar karena iman dan
ihtisab (mendekatkan diri kepada Allah) , maka akan diampuni dosa-dosanya yang
lalu.” (HR. Bukhari No. 35, 38, 1802)
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda:
ُغفِ َر لَهُ َما تَقَ َّد َم ِم ْن َذ ْنبِ ِه7،ضانَ إِي َمانًا َواحْ تِ َسابًا
َ َم ْن قَا َم َر َم.
“Barang siapa yang shalat malam pada Ramadhan karena iman dan ihtisab, maka
akan diampuni dosa-dosa yang lalu.” (HR. Bukhari No. 37 1904, 1905)
6. Dibuka Pintu Surga, Dibuka pinta Rahmat, Ditutup Pintu Neraka, dan Syetan
dibelenggu
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda:
ْ صفِّد
ِ ََت ال َّشي
اطين ِ َّت أَب َْوابُ الن
ُ ار َو ْ َت أَ ْب َوابُ ْال َجنَّ ِة َو ُغلِّق
ْ ضان فُتِّ َح
َ إِ َذا َجا َء َر َم
وسلسلت الشياطين، وغلقت أبواب جهنم،إذا كان رمضان فتحت أبواب الرحمة
7. Berpuasa karena melihat hilal, berhari raya juga karena melihat hilal, jika
tertutup awan maka genapkan hingga tiga puluh hari
َ لِر ُْؤيَتِ ِه فَإِ ْن ُغب َِّي َعلَ ْي ُك ْم فَأ َ ْك ِملُوا ِع َّدةَ َش ْعبَانَ ثَاَل ثِين7صُو ُموا لِر ُْؤيَتِ ِه َوأَ ْف ِطرُوا
Berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal) dan berhari rayalah karena
melihatnya, jika hilal hilang dari penglihatanmu maka sempurnakan bilangan
Sya’ban sampai tiga puluh hari. (HR. Bukhari No. 1909)
Maka berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal) dan berhari rayalah karena
melihatnya, lalu jika kalian terhalang maka ditakarlahlah sampai tiga puluh hari.
(HR. Muslim No. 1080, 4)
ُإِنَّ َما ال َّش ْه ُر تِ ْس ٌع َو ِع ْشرُونَ فَاَل تَصُو ُموا َحتَّى تَ َروْ هُ َواَل تُ ْف ِطرُوا َحتَّى تَ َروْ هُ فَإِ ْن ُغ َّم َعلَ ْي ُك ْم فَا ْق ِدرُوا لَه
Sesungguhnya sebulan itu 29 hari, maka janganlah kalian berpuasa sampai kalian
melihatnya (hilal), dan janganlah kalian berhari raya sampai kalian melihatnya,
jika kalian terhalang maka takarkan/perkirakan/hitungkanlah dia. (HR. Muslim No.
1080, 3)
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda:
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan ihtisab, maka akan
diampuni dosa-dosanya yang lalu.” (HR. Bukhari No. 38, 1910, 1802)
Makna ‘diampuninya dosa-dosa yang lalu’ adalah dosa-dosa kecil, sebab dosa-
dosa besar –seperti membunuh, berzina, mabuk, durhaka kepada orang tua,
sumpah palsu, dan lainnya- hanya bias dihilangkan dengan tobat nasuha, yakni
dengan menyesali perbuatan itu, membencinya, dan tidak mengulanginya sama
sekali. Hal ini juga ditegaskan oleh hadits berikut ini.
9. Bau mulut orang puasa lebih Allah Ta’ala cinta di banding kesturi
… Demi Yang Jiwa Muhammad ada di tanganNya, bau mulut orang yang berpuasa
lebih Allah cintai u dibanding bau misk (kesturi) …” (HR. Bukhari No. 1904 dan
Muslim No. 1151)
10. Dua kebahagiaan bagi orang berpuasa
وإذا لقي ربه فرح بصومه، إذا أفطر فرح:للصائم فرحتان يفرحهما
“Bagi orang berpuasa ada dua kebahagiaan: yaitu kebahagiaan ketika berbuka,
dan ketika berjumpa Rabbnya bahagia karena puasanya.” (HR. Bukhari No. 1805,
7054. Muslim no. 1151. At Tirmidzi No. 766. An Nasa’i No. 2211, 2212, 2213,
2215, 2216. Ibnu Majah No. 1638. Ad Darimi No. 1769. Ibnu Hibban No. 3423. Al
Baihaqi dalam As Sunan No. 7898. Ibnu Khuzaimah No. 1896. Abu Ya’la No. 1005.
Ahmad No. 4256, dari Ibnu Mas’ud. Ath Thabarani dalam Al Kabir No. 10077.
Abdurrazzaq No. 7898)
Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda:
ًُور بَ َر َكة
ِ فَإِ َّن فِي ال َّسح7تَ َس َّحرُوا
“Bersahurlah kalian, karena pada santap sahur itu ada keberkahan.” (HR. Bukhari
No. 1923, Muslim No. 1095)
Dari Abu Sa’id Al Khudri Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam bersabda:
ُصلُّونَ َعلَى َ فَإِ َّن هللاَ َع َّز َو َج َّل َو َماَل ئِ َكتَهُ ي، َولَوْ أَ ْن يَجْ َر َع أَ َح ُد ُك ْم جُرْ َعةً ِم ْن َما ٍء،ُ فَاَل تَ َدعُوه،ٌر أَ ْكلُهُ بَ َر َكة7ُ ال َّسحُو
ِ ْال ُمتَ َسح
َِّرين
ب أَ ْكلَةُ ال ُّسحُور
ِ ام أَ ْه ِل ْال ِكتَا7ِ َصي ِ َفَصْ ُل َما بَ ْين
ِ صيَا ِمنَا َو
“Perbedaan antara puasa kita dan puasa Ahli Kitab adalah pada makan sahur.”
(HR. Muslim No. 1096)
سحورا7كان أصحاب محمد صلى هللا عليه و سلم أعجل الناس إفطارا وأبطأهم
ََار ُسهُ ْالقُرْ آن َ َو َكانَ ِجب ِْري ُل يَ ْلقَاهُ فِي ُكلِّ لَ ْيلَ ٍة ِم ْن َر َم
ِ ضانَ فَيُد
Jibril menemuinya (nabi) pada tiap malam malam bulan Ramadhan, dan dia (Jibril)
bertadarus Al Quran bersamanya. (HR. Bukhari No. 3220)
ضانَ ِحينَ يَ ْلقَاهُ ِجب ِْري ُل َو َكانَ ِجب ِْري ُل َعلَ ْي ِه َ د َما يَ ُكونُ فِي َر َم7ُ اس َوأَجْ َو ِ َّصلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم أَجْ َو َد الن
َ َكانَ النَّبِ ُّي
الرِّيح
ِ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم أَجْ َو ُد بِ ْالخَ ي ِْر ِم ْن
َ ِ ل هَّللا7ُ َار ُسهُ ْالقُرْ آنَ فَلَ َرسُو
ِ ضانَ فَيُد َ ال َّساَل م يَ ْلقَاهُ فِي ُكلِّ لَ ْيلَ ٍة ِم ْن َر َم
ْال ُمرْ َسلَ ِة
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah manusia yang paling dermawan, dan
kedermawanannya semakin menjadi-jadi saat Ramadhan apalagi ketika Jibril
menemuinya. Dan, Jibril menemuinya setiap malam bulan Ramadhan dia
bertadarus Al Quran bersamanya. Maka, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
benar-benar sangat dermawan dengan kebaikan melebihi angin yang berhembus.
(HR. Bukhari No. 3220)
Dari Zaid bin Khalid Al Juhani Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda:
م َش ْيئًا7ِِ َكانَ لَهُ ِم ْث ُل أَجْ ِر ِه َغ ْي َر أَنَّهُ اَل يَ ْنقُصُ ِم ْن أَجْ ِر الصَّائ7صائِ ًما
َ َم ْن فَطَّ َر
Barang siapa yang memberikan makanan untuk berbuka bagi orang berpuasa
maka dia akan mendapatkan pahala sebagaimana orang tersebut, tanpa
mengurangi sedikit pun pahala orang itu. (HR. At Tirmidzi No. 807, katanya: hasan
shahih. Ahmad No. 21676, An Nasa’i dalam As Sunan Al Kubra No. 3332. Al
Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 3952. Dishahihkan Syaikh Al Albani dalam
Shahihul Jami’ No. 6415. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: hasan lighairih.
Lihat Ta’liq Musnad Ahmad No. 21676, Al Bazzar dalam Musnadnya No. 3775)
ْ ثَاَل ثَةٌ اَل تُ َر ُّد َد ْع َوتُهُ ْم الصَّائِ ُم َحتَّى يُ ْف ِط َر َواإْل ِ َما ُم ْال َعا ِد ُل َو َد ْع َوةُ ْال َم
ظلُوم
Ada tiga manusia yang doa mereka tidak akan ditolak: 1. Doa orang yang
berpuasa sampai dia berbuka, 2. Pemimpin yang adil, 3. Doa orang teraniaya. (HR.
At Tirmidzi No. 2526, 3598, katanya: hasan. Ibnu Hibban No. 7387, Imam Ibnul
Mulqin mengatakan: “hadits ini shahih.” Lihat Badrul Munir, 5/152. Dishahihkan
oleh Imam Al Baihaqi. Lihat Shahih Kunuz As sunnah An Nabawiyah, 1/85.
Sementara Syaikh Al Albani mendhaifkannya. Lihat Shahih wa Dhaif Sunan At
Tirmidzi No. 2526)
Berdoa diwaktu berbuka puasa juga diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam Berikut ini adalah doanya:
ُ ق َوثَبَتَ اأْل َجْ ُر إِ ْن َشا َء هَّللا ْ ََّب الظَّ َمأ ُ َوا ْبتَل
ُ ت ْال ُعرُو َ َر ق7َ َصلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم إِ َذا أَ ْفط
َ ال َذه َ ِ َكانَ َرسُو ُل هَّللا
“Adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, jika sedang berbuka puasa dia
membaca: “Dzahaba Azh Zhama’u wab talatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah.”
(HR. Abu Daud No. 2357, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 7922, Ad
Daruquthni, 2/185, katanya: “isnadnya hasan.” An Nasa’i dalam As sunan Al Kubra
No. 3329, Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 1536, katanya: “Shahih sesuai syarat
Bukhari- Muslim”. Al Bazzar No. 4395. Dihasankan Syaikh Al Albani dalam
Shahihul Jami’ No. 4678)
ضانَ َحتَّى ت ََوفَّاهُ هَّللا ُ ثُ َّم ا ْعتَ َكفَ أَ ْز َوا ُجهُ ِم ْن ِ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َكانَ يَ ْعتَ ِكفُ ْال َع ْش َر اأْل َ َو
َ اخ َر ِم ْن َر َم َّ ِأَ َّن النَّب
َ ي
بَ ْع ِد ِه
َ ِضا ٍن َع ْش َرةَ أَي ٍَّام فَلَ َّما َكانَ ْال َعا ُم الَّ ِذي قُب
َض فِي ِه ا ْعتَ َكف َ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَ ْعتَ ِكفُ فِي ُكلِّ َر َم
َ َكانَ النَّبِ ُّي
ِع ْش ِرينَ يَوْ ًما
َ يت أَ ْن تُ ْف َر
َ ض َعلَ ْي ُك ْم َو َذلِكَ فِي َر َم
َضان ِ ُوج إِلَ ْي ُك ْم إِاَّل أَنِّي
ُ خَش ِ صنَ ْعتُ ْم فَلَ ْم يَ ْمنَ ْعنِي ِم ْن ْال ُخر ُ قَ ْد َرأَي
َ ْت الَّ ِذي
“Aku melihat apa yang kalian lakukan, dan tidak ada yang mencegahku keluar
menuju kalian melainkan aku khawatir hal itu kalian anggap kewajiban.” Itu
terjadi pada bulan Ramadhan. (HR. Bukhari No. 1129, Muslim No. 761)
21. Terawih pada masa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: 8 rakaat dan witir 3
rakaat
ضانَ َواَل فِي َغي ِْر ِه َعلَى إِحْ دَى َع ْش َرةَ َر ْك َعة
َ َما َكانَ يَ ِزي ُد فِي َر َم
“Bahwa Rasulullah tidak pernah menambah lebih dari sebelas rakaat shalat
malam, baik pada bulan Ramadhan atau selainnya.” (HR. Bukhari No. 2013, 3569,
Muslim No. 738)
إن كان مني الليلة شيء يعني في، يا رسول هللا: جاء أبي بن كعب إلى رسول هللا صلى هللا عليه وسلم فقال
، بصالتك7 إنا ال نقرأ القرآن فنصلي: قلن، نسوة في داري: قال، » « وما ذاك يا أبي ؟: قال، رمضان
فكان شبه الرضا ولم يقل شيئا: قال، ثم أوترت، فصليت بهن ثمان ركعات: قال
Ubay bin Ka’ab datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan
berkata: “Wahai Rasulullah, semalam ada peristiwa pada diri saya (yaitu pada
bulan Ramadhan).” Rasulullah bertanya: “Kejadian apa itu Ubay?”, Ubay
menjawab: “Ada beberapa wanita di rumahku, mereka berkata: “Kami tidak
membaca Al Quran, maka kami akan shalat bersamamu.” Lalu Ubay berkata: “Lalu
aku shalat bersama mereka sebanyak delapan rakaat, lalu aku witir,” lalu Ubay
berkata: “Nampaknya nabi ridha dan dia tidak mengatakan apa-apa.” (HR. Abu
Ya’la dalam Musnadnya No. 1801. Ibnu Hibban No. 2550, Imam Al Haitsami
mengatakan: sanadnya hasan. Lihat Majma’ az Zawaid, Juz. 2, Hal. 74)
22. Terawih pada masa Sahabat: 20 rakaat dan witir 3 rakaat serta terawih 36
rakaat dan witir 3 rakaat
Pada masa sahabat, khususnya sejak masa khalifah Umar bin Al Khathab
Radhilallahu ‘Anhu dan seterusnya, manusia saat itu melaksanakan shalat tarawih
dua puluh rakaat.
الفقهاء من7 وهو رأي جمهور،وصح أن الناس كانوا يصلون على عهد عمر وعثمان وعلي عشرين ركعة
وأكثر أهل العلم على ما روي عن عمر وعلي وغيرهما من أصحاب7: قال الترمذي،الحنفية والحنابلة وداود
هكذا أدركت: وقال، وهو قول الثوري وابن المبارك والشافعي،النبي صلى هللا عليه وسلم عشرين ركعة
الناس بمكة يصلون عشرين ركعة
“Dan telah shahih, bahwa manusia shalat pada masa Umar, Utsman, dan Ali
sebanyak 20 rakaat, dan itulah pendapat jumhur (mayoritas) ahli fiqih dari
kalangan Hanafi, Hambali, dan Daud. Berkata At Tirmidzi: ‘Kebanyakan ulama
berpendapat seperti yang diriwayatkan dari Umar dan Ali, dan selain keduanya
dari kalangan sahabat nabi yakni sebanyak 20 rakaat. Itulah pendapat Ats Tsauri,
Ibnul Mubarak. Berkata Asy Syafi’i: “Demikianlah, aku melihat manusia di Mekkah
mereka shalat 20 rakaat.” (Syaikh Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, 1/206
ُم َح َّمد بْن نَصْ ر ِم ْن7ث َو ِع ْش ِرينَ ” َو َر َوى ِ َوع َْن يَ ِزيد بْن رُو َمانَ قَا َل ” َكانَ النَّاس يَقُو ُمونَ فِي َز َم
ٍ ان ُع َمر بِثَاَل
ت ْال ِو ْتر َ ُصلُّونَ ِع ْش ِرينَ َر ْك َعة َوثَاَل
ِ ث َر َك َعا َ ضان ي َ م فِي َر َم7ْ َعطَاء قَا َل ” أَ ْد َر ْكته7” طَ ِريق
“Dari Yazid bin Ruman, dia berkata: “Dahulu manusia pada zaman Umar
melakukan 23 rakaat.” Dan Muhammad bin Nashr meriwayatkan dari Atha’, dia
berkata: “Aku berjumpa dengan mereka pada bulan Ramadhan, mereka shalat 20
rakaat dan tiga rakaat witir.” (Fathul Bari, 4/253)
Beliau melanjutkan:
ارة أَبَانَ بْن ع ُْث َمان َو ُع ْمر بْن َعبْد َ ال ” أَ ْد َر ْكت النَّاس فِي إِ َم َ َ ُم َح َّمد اِبْن نَصْ ر ِم ْن طَ ِريق دَا ُو َد بْن قَيْس ق7َو َر َوى
ْ َ
. ال َمالِك ه َُو اأْل ْم ُر القَ ِدي ُم ِع ْن َدنَا
َ َث ” َوق ٍّ ْال َع ِزيز – يَ ْعنِي بِ ْال َم ِدينَ ِة – يَقُو ُمونَ بِ ِس
ٍ ت َوثَاَل ثِينَ َر ْك َعةً َويُوتِرُونَ بِثَاَل
َ َولَي، َث َو ِع ْش ِرين
ْس ٍ َوع َْن ال َّز ْعفَ َرانِ ِّي ع َْن ال َّشافِ ِع ِّي ” َرأَيْت النَّاس يَقُو ُمونَ بِ ْال َم ِدينَ ِة بِتِس
ٍ ْع َوثَاَل ثِينَ َوبِ َم َّكة بِثَاَل
ٌ ضي
ق ِ ك َ ِ” فِي َش ْيء ِم ْن َذل
Muhammad bin Nashr meriwayatkan dari jalur Daud bin Qais, dia berkata: “Aku
menjumpai manusia pada masa pemerintahan Aban bin Utsman dan Umar bin
Abdul Aziz –yakni di Madinah- mereka shalat 39 rakaat dan ditambah witir tiga
rakaat.” Imam Malik berkata,”Menurut saya itu adalah perkara yang sudah lama.”
Dari Az Za’farani, dari Asy Syafi’i: “Aku melihat manusia shalat di Madinah 39
rakaat, dan 23 di Mekkah, dan ini adalah masalah yang lapang.” (Ibid)
Betapa banyak orang berpuasa yang tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya
kecuali hanya lapar saja. (HR. Ahmad No. 9685, Ibnu Majah No. 1690, Ad Darimi
No. 2720)
Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: hasan. (Ta’liq Musnad Ahmad No. 9685),
Syaikh Husein Salim Asad mengatakan: hadits ini shahih. (Sunan Ad Darimi No.
2720. Cet. 1, 1407H. Darul Kitab Al ‘Arabi, Beirut)
ت ُ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَقُ ْلَ ي ُ صائِ ٌم فَأَتَي
َّ ِْت النَّب َ ت َوأَنَا ُ ت يَوْ ًما فَقَب َّْل
ُ ي هَّللا ُ َع ْنهُ قَا َل هَ َش ْش
7َ ض ِ عن ُع َم َر ب ِْن ْالخَطَّا
ِ ب َر ْ
ت بِ َما ٍء َ َ َ َّ َ
7َ ْم أ َرأيْتَ لوْ تَ َمضْ َمض7َ صلى ُ َعل ْي ِه َو َسل هَّللا َّ هَّللا
َ ِ صائِ ٌم فقا َل َرسُو ُل َ َ َ ُ ْ َ َ
َ َظي ًما فقبَّلت َوأنَا َ ْ ُ
ِ صنَعْت اليَوْ َم أ ْمرًا ع َ
َ َّ َ
م ففِي َم7َ صلى ُ َعل ْي ِه َو َسل هَّللا َّ هَّللا
َ ِ ال َرسُو ُل َ
َ ك فقَ َ
َ ِس بِذل ْ ُ ْ
َ صائِ ٌم قلت اَل بَأُ ْ
َ ََوأنت َ
Suatu hari bangkitlah syahwat saya, lalu saya mencium isteri, saat itu saya sedang
puasa. Maka saya datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, saya
berkata: “Hari ini, Aku telah melakukan hal yang besar, aku mencium isteri
padahal sedang puasa.” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Apa
pendapatmu jika kamu bekumur-kumur dengan air dan kamu sedang berpuasa?”,
Saya (Umar) menjawab: “Tidak mengapa.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda: “Lalu, kenapa masih ditanya?” (HR. Ahmad, No. 138, 372. Al
Hakim, Al Mustadrak No. 1572, Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No. 7808, 8044.
Ibnu Khuzaimah No. 1999)
Hadits ini dishahihkan oleh Imam Al Hakim. (Al Mustadrak ‘Alash Shahihain No.
1572). Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: isnadnya shahih sesuai syarat Imam
Muslim. (Lihat Ta’liq Musnad Ahmad No. 138). Syaikh Al A’zhami (Tahqiq Shahih
Ibnu Khuzaimah No. 1999)
قالت7 في الفريضة والتطوع؟: قلت لعائشة. يقبل بعض نسائه وهو صائم7كان رسول هللا صلى هللا عليه وسلم
في الفريضة والتطوع، في كل ذلك:عائشة
Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: “Hadits ini shahih.” (Shahih Ibnu Hibban
bitartib Ibni Balban, No. 3545)
25. Berpuasa ketika safar; diberikan pilihan antara tetap berpuasa atau berbuka,
tergantung kekuatan orangnya
: فقال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم، فهل علي جناح ؟. أجد بي قوة على الصيام في السفر:يا رسول هللا
ومن أحب أن يصوم فال جناح عليه.”“هي رخصة من هللا فمن أخذ بها فحسن.
“Wahai Rasulullah, saya punya kekuatan untuk berpuasa dalam safar, apakah
salah saya melakukannya?” Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
menjawab: “Itu adalah rukhshah (keringanan) dari Allah, barang siapa yang mau
mengambilnya (yakni tidak puasa) maka itu baik, dan barang siapa yang mau
berpuasa maka tidak ada salahnya.” (HR. Muslim No. 1121. Al Baihaqi, As Sunan
Al Kubra, no. 7947. Ibnu Khuzaimah No. 2026)
Dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
هللا صلى هللا عليه وسلم خرج إلى مكة عام الفتح في رمضان فصام حتى بلغ كراع الغميم فصام7أن رسول
الناس معه فقيل له يا رسول هللا إن الناس قد شق عليهم الصيام فدعا بقدح من ماء بعد العصر فشرب والناس
فقال أولئك العصاة7 بعض الناس وصام بعض فبلغه أن ناسا صاموا7 فأفطر7ينظرون
Bahkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah mengkritik orang yang berpuasa
dalam keadaan safar dan dia kesusahan karenanya.
: فقال. وقد ضلل عليه. رجال قد اجتمع الناس عليه7 فرأى. في سفره7كان رسول هللا صلى هللا عليه وسلم
“ليس من البر أن تصوموا في السفر: هللا عليه وسلم7 فقال رسول. رجل صائم:”“ماله ؟” قالوا.
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tengah dalam perjalanannya. Dia melihat
seseorang yang dikerubungi oleh manusia. Dia nampak kehausan dan kepanasan.
Rasulullah bertanya: “Kenapa dia?” Meeka menjawab: “Seseorang yang puasa.”
Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Tidak ada kebaikan
kalian berpuasa dalam keadaan safar.” (HR. Muslim No. 1115)
Jika diperhatikan berbagai dalil ini, maka dianjurkan tidak berpuasa ketika dalam
safar, apalagi perjalanan diperkirakan melelahkan. Oleh karena itu, para imam
hadits mengumpulkan hadits-hadits ini dalam bab tentang anjuran berbuka ketika
safar atau dimakruhkannya puasa ketika safar. Contoh: Imam At Tirmidzi
membuat Bab Maa Ja’a fi Karahiyati Ash Shaum fi As Safar (Hadits Tentang
makruhnya puasa dalam perjalanan), bahkan Imam Ibnu Khuzaimah menuliskan
dalam Shahihnya:
باب ذكر خبر روي عن النبي صلى هللا عليه وسلم في تسمية الصوم في السفر عصاة من غير ذكر العلة التي
أسماهم بهذا االسم توهم بعض العلماء أن الصوم في السفر غير جائز لهذا الخبر
“Bab tentang khabar dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang penamaan
berpuasa saat safar adalah DURHAKA tanpa menyebut alasan penamaan mereka
dengan nama ini. Sebagian ulama menyangka bahwa berpuasa ketika safar adalah
TIDAK BOLEH karena hadits ini.”
Tetapi, jika orang tersebut kuat dan mampu berpuasa, maka boleh saja dia
berpuasa sebab berbagai riwayat menyebutkan hal itu, seperti riwayat Hamzah
bin Amru Al Aslami Radhiallahu ‘Anhu di atas.
Ini juga dikuatkan oleh riwayat lainnya, dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma,
katanya:
وأفطر، في السفر، قد صام رسول هللا صلى هللا عليه وسلم7.ال تعب على من صام وال من أفطر.
“Tidak ada kesulitan bagi orang yang berpuasa, dan tidak ada kesulitan bagi yang
berbuka. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah berpuasa dalam safar dan
juga berbuka.” (HR. Muslim No. 1113)
فشربه. ثم دعا بإنء فيه شراب. فصام حتى بلغ عسفان. رسول هللا صلى هللا عليه وسلم في رمضان7سافر
رسول هللا صلى هللا عليه7 فصام:قال ابن عباس رضي هللا عنهما. حتى دخل مكة. ثم أفطر. ليراه الناس.نهارا
ومن شاء أفطر، فمن شاء صام.وسلم وأفطر.
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengadakan perjalanan pada Ramadhan,
dia berpuasa singga sampai ‘Asfan. Kemudian dia meminta sewadah air dan
meminumnya siang-siang. Manusia melihatnya, lalu dia berbuka hingga masuk
Mekkah.” Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma berkata: “Maka Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam berpuasa dan berbuka. Barang siapa yang mau maka dia puasa,
dan bagi yang mau buka maka dia berbuka.” (Ibid)
Dengan mentawfiq (memadukan) berbagai riwayat yang ada ini, bisa disimpulkan
bahwa anjuran dasar bagi orang yang safar adalah berbuka. Namun, bagi yang
kuat dan sanggup untuk berpuasa maka boleh saja berbuka atau tidak berpuasa
sejak awalnya. Namun bagi yang sulit dan lelah, maka lebih baik dia berbuka saja.
Wallahu A’lam
26. Umrah ketika Ramadhan adalah sebanding pahalanya seperti haji bersama
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
Secara spesifik, Lailatul Qadar ada pada sepuluh malam terakhir atau tujuh malam
terakhir. Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda:
ِ ال َرسُو ُل هَّللا ِ م أُرُوا لَ ْيلَةَ ْالقَ ْد ِر فِي ْال َمن َِام فِي ال َّسب ِْع اأْل َ َو7َ َّصلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسل
َ َاخ ِر فَق ِ أَ َّن ِر َجااًل ِم ْن أَصْ َحا
َ ب النَّبِ ِّي
اخ ِرِ فِي ال َّسب ِْع اأْل َ َو7ت فِي ال َّسب ِْع اأْل َ َوا ِخ ِر فَ َم ْن َكانَ ُمت ََحرِّيهَا فَ ْليَتَ َح َّرهَا ْ َ م أَ َرى ر ُْؤيَا ُك ْم قَ ْد تَ َواطَأ7َ َّصلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسل
َ
فمن كان أن يكون صلى هللا عليه وسلم لما7قال أبو بكر هذا الخبر يحتمل معنيين أحدهما في السبع األواخر
في السبع األواخر7 الصحابة أنها في السبع األخير في تلك السنة أمرهم تلك السنة بتحريها7علم تواطأ رؤيا
في السبع األواخر إذا ضعفوا7 الثاني أن يكون النبي صلى هللا عليه وسلم إنما أمرهم بتحريها وطلبها7والمعنى
وعجزوا عن طلبها في العشر كله
Berkata Abu Bakar: Khabar ini memiliki dua makna. Pertama, pada malam ke
tujuh terakhir karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tatkala mengetahui adaya
kesesuaian dengan mimpi sahabat bahwa Lailatul Qadr terjadi pada tujuh malam
terakhir pada tahun itu, maka beliau memerintahkan mereka pada tahun itu
untuk mencarinya pada tujuh malam terakhir. Kedua, perintah Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam kepada para sahabat untuk mencari pada tujuh malam terakhir
dikaitkan jika mereka lemah dan tidak kuat mencarinya pada sepuluh hari
semuanya. (Lihat Shahih Ibnu Khuzaimah No. 2182)
Makna ini diperkuat lagi oleh hadits yang menunjukkan alasan kenapa Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan mengintai tujuh hari terakhir.
ضعُفَ أَ َح ُد ُك ْم أَوْ ع ََج َزَ ر يَ ْعنِي لَ ْيلَةَ ْالقَ ْد ِر فَإِ ْن7ِ فِي ْال َع ْش ِر اأْل َ َوا ِخ7صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ْالتَ ِمسُوهَا
َ ِ قَا َل َرسُو ُل هَّللا
فَاَل يُ ْغلَبَ َّن َعلَى ال َّسب ِْع ْالبَ َواقِي
Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Carilah dia pada
sepuluh malam terakhir (maksudnya Lailatul Qadar) jika kalian merasa lemah atau
tidak mampu, maka jangan sampai dikalahkan oleh tujuh hari sisanya.” (HR.
Muslim No. 1165, 209)
Kemungkinan lebih besar adalah Lailatul Qadr itu datangnya pada malam ganjil
sebagaimana hadits berikut:
Dari Abu Said Al Khudri Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda:
ُ فَإِنِّي أُ ِر
يت لَ ْيلَةَ ْالقَ ْد ِر َوإِنِّي نُسِّيتُهَا َوإِنَّهَا فِي ْال َع ْش ِر اأْل َ َوا ِخ ِر فِي ِو ْت ٍر
ال ت ََح َّروْ ا لَ ْيلَةَ ْالقَ ْد ِر فِي ْال ِو ْت ِر ِم ْن ْال َع ْش ِر َ ِ ض َي هَّللا ُ َع ْنهَا أَ َّن َرسُو َل هَّللا
َ َم ق7َ َّصلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسل ِ ع َْن عَائِ َشةَ َر
َضان َ ر ِم ْن َر َم7ِ اأْل َ َوا ِخ
“Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda: “Carilah oleh kalian Lailatul Qadar pada malam ganjil dari sepuluh
malam terakhir Ramadhan.” (HR. Bukhari No. 1913)
Ada dua pelajaran dari dua hadits yang mulia ini. Pertama, Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam sendiri tidak tahu persis kapan datangnya Lailatu Qadar karena
dia lupa. Kedua, datangnya Lailatul Qadar adalah pada malam ganjil di sepuluh
malam terakhir.
Imam Bukhari juga meriwayatkan, dari ‘Ubadah bin Ash Shamit Radhiallahu ‘Anhu
bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
يح ِة
َ ِصب َ ِ َوهَّللا ِ إِنِّي أَل َ ْعلَ ُم أَيُّ لَ ْيلَ ٍة ِه َي ِه َي اللَّ ْيلَةُ الَّتِي أَ َم َرنَا بِهَا َرسُو ُل هَّللا
َ ُصلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم بِقِيَا ِمهَا ِه َي لَ ْيلَة
ضا َء اَل ُش َعا َع لَهَا
َ يح ِة يَوْ ِمهَا بَ ْي َ ِصبَ َطلُ َع ال َّش ْمسُ فِي ْ َسب ٍْع َو ِع ْش ِرينَ َوأَ َما َرتُهَا أَ ْن ت
صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم أَ َرى ر ُْؤيَا ُك ْم فِي ْال َع ْش ِر اأْل َ َوا ِخ ِر
َ َرأَى َر ُج ٌل أَ َّن لَ ْيلَةَ ْالقَ ْد ِر لَ ْيلَةُ َسب ٍْع َو ِع ْش ِرينَ فَقَا َل النَّبِ ُّي
ْ َف
فِي ْال ِو ْت ِر ِم ْنهَا7اطلُبُوهَا
“Seorang laki-laki melihat Lailatul Qadr pada malam ke 27. Maka, Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda: Aku melihat mimpi kalian pada sepuluh malam
terakhir, maka carilah pada malam ganjilnya.” (HR. Muslim No. 1165)
Inilah riwayat yang dijadikan pegangan oleh jumhur ulama, bahwa kemungkinan
besar Lailatul Qadr adalah pada malam ke 27. Namun, perselisihan tentang
kepastiannya sangat banyak, sehingga bisa dikatakan bahwa jawaban terbaik
dalam Kapan Pastinya Lailatul Qadr adalah wallahu a’lam.
ل لَنَا ِم ْن َم َذا ِهبه ْم فِي َذلِكَ أَ ْكثَر ِم ْن أَرْ بَ ِعينَ قَوْ اًل7َ ص
َّ َوت ََح. َكثِيرًا7د اِ ْختَلَفَ ْال ُعلَ َماء فِي لَ ْيلَة ْالقَ ْدر اِ ْختِاَل فًا7ْ ََوق
“Para ulama berbeda pendapat tentang Lailatul Qadr dengan perbedaan yang
banyak. Kami menyimpulkan bahwa di antara pendapat-pendapat mereka ada
lebih 40 pendapat.” (Fathul Bari, 4/262. Darul Fikr)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajarkan doa khusus untuk kita baca
ketika Lailatul Qadar.
Barang siapa yang tidak berpuasa pada Ramadhan tanpa adanya uzur, tidak pula
sakit, maka tidaklah dia bisa menggantikannya dengan puasa sepanjang tahun,
jika dia melakukannya. (HR. Bukhari No. 1934)
: حالل الدم7 فهو بها كافر، من ترك واحدة منهن، عليهن أسس االسالم، وقواعد الدين ثالثة،عرى االسالم
رمضان7 وصوم، والصالة المكتوبة،شهادة أن ال إله إال هللا
Tali Islam dan kaidah-kaidah agama ada tiga, di atasnyalah agama Islam
difondasikan, dan barangsiapa yang meninggalkannya satu saja, maka dia kafir
dan darahnya halal ( untuk dibunuh), (yakni): Syahadat Laa Ilaaha Illallah, shalat
wajib, dan puasa Ramadhan.” (HR. Abu Ya’ala No. 2349, Alauddin Al muttaqi Al
Hindi dalam Kanzul ‘Ummal No. 23, juga Ad Dailami dan dishahihkan oleh Imam
Adz Dzahabi. Berkata Hammad bin Zaid: aku tidak mengetahui melainkan hadits
ini telah dimarfu’kan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Al Haitsami
mengatakan sanadnya hasan, Majma’ Az Zawaid, 1/48. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah.
Tetapi didhaifkan oleh Syaikh Al Albani Rahimahullah)
بل يشكون، ومدمن الخمر، أنه شر من الزاني، رمضان بال مرض7 أن من ترك صوم:وعند المؤمنين مقرر
واالنحالل، ويظنون به الزندقة،في إسالمه.
“Bagi kaum mukminin telah menjadi ketetapan bahwa meninggalkan puasa
Ramadhan padahal tidak sakit adalah lebih buruk dari pezina dan pemabuk,
bahkan mereka meragukan keislamannya dan mencurigainya sebagai zindiq dan
tanggal agamanya.” (Syaikh Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, 1/434. Lihat juga Imam
Al Munawi, Faidhul