Anda di halaman 1dari 15

PANGELING? OPO IKI?

Pangeling adalah sebuah kata dalam bahasa jawa yang


artinya adalah pengingat. Seperti nama yang kami pilih,
tujuan dari zine/selebaran ini adalah untuk saling
mengingatkan antar kita sesama rakyat dan warga
masyarakat tentang kondisi yang sedang terjadi. Pangeling
bukan selebaran propaganda ataupun provokasi, tujuan
kami adalah untuk saling berbagi, untuk saling
mengingatkan, agar kita tidak lupa ataupun menutup mata
akan kondisi di sekitar kita, seperti pepatah jawa: “Sak bejo
bejane wong kang lali, isih bejo wong kang eling lan
waspodo”, atau seberuntung-beruntungnya orang lupa,
masih lebih beruntung ia yang selalu ingat dan waspada.
Mungkin kamu sedang menemukan zine/selebaran ini di
poskamling, warung makan, pasar, atau dimanapun.
Memang tujuan kami ingin menjangkau masyarakat seluas
mungkin, dan jika kamu merasa ini bermanfaat kamu boleh
memperbanyak dan ikut menyebarkannya.

Salam,
Redaksi

TANAH ITU IBU


Tanah bagi orang jawa bermakna filosofis penting, sejajar
dengan keberadaan ibu. Tanah, seperti rahim ibu, melahirkan
kehidupan.

Dalam ajaran teologis yang dipercayai masyarakat Jawa,


manusia berasal dari tanah dan harus kembali menjadi tanah.
Namun filsafat sangkan paraning dumadi tidak berhenti pada
ungkapan tersebut. Pemaknaan lebih dalam menelusuri bahwa
ada hidup pasti ada mati, tetapi sebelum datang kematian
manusia harus mampu mengambil makna tertinggi dalam laku
kehidupannya.

Manusia menjadi besar dan pintar karena ditempa oleh keadaan.


Manusia berpijak di bumi yang sama serta sama-sama diciptakan
dari tanah, karena itu perjuangan untuk membantu sesama yang
kekurangan merupakan pemuncak sangkan paraning dumadi.

Ajaran asta brata yang berisi delapan laku kepemimpinan dalam


Ramayana antara lain menyebutkan pemimpin harus memiliki
prinsip “laku hambeging kisma”. Kisma berarti tanah, yang
bersifat tak pernah membeda-bedakan siapapun yang menginjak.
Pada tanahlah semua makhluk hidup menggantungkan hidup.
Jadi, pemimpin harus mampu mengayomi siapa pun dan
memperjuangkan kehidupan rakyat.

Makna filosofis tanah tercermin dalam lakon wayang, seperti


Kresna Duta. Terkisah, Kresna menjadi utusan Pandawa untuk
menagih janji Kurawa mengembalikan tanah Astina kepada
mereka, sang pemilik hak tanah sebenarnya. Namun Kurawa
menolak. Tak pelak terjadilah perang Bharatayuda. Itulah perang
besar antara para cucu Abiyasa.

Kisah ini menyiratkan makna tanah yang begitu tinggi bagi


manusia. Muncul ungkapan sadhumuk batuk sanyari bumi ditohi
pati, untuk mempertahankan sejengkal tanah nyawa menjadi
taruhannya.
Karena itulah acap terjadi pertengkaran soal tapal batas tanah.
Itu memunculkan etika, jangan menanam bibit pohon besar di
dekat tapal batas tanah. Sebab, jika pohon itu tumbuh besar
dapat melewati tapal batas tanah orang lain sehingga memicu
pertengkaran.

Perlawanan
Di rembang, sampai saat ini para ibu dari Gunem melakukan aksi
perlawanan. Mereka mendirikan dan tinggal di tenda di jalan
masuk ke pabrik semen. Mereka berpendapat, pendirian pabrik
semen ini merusak ekosistem, menghilangkan mata air dan
menanduskan tanah. Karena itu, para ibu gigih melawan,
meninggalkan rumah dan keluarga tercinta, untuk
mempertahankan ruang hidup dan tanah sumber hidup dan
penghidupan mereka dari ancaman pabrik semen.

Perjuangan mempertahankan ruang hidup dan tanah sebagai


sumber hidup dan penghidupan juga terjadi di berbagai daerah,
antara lain di Kulonprogo, dimana warga-warga yang selama ini
menggantungkan hidup dengan bertani dan hasil-hasil dari tanah
yang mereka kelola harus kehilangan tanahnya karena proyek
pembangunan bandara. Perlawanan juga terjadi di banyak
tempat lain. Perlawanan ini untuk menentang mitos
pembangunan yang selama ini diusung pemerintah yang ternyata
justru seringkali mengorbankan rakyat dalam wujud perampasan
tanah secara sepihak. Padahal, semestinya bumi adalah tempat
bagi manusia untuk hidup bersama serta tidak untuk saling
menguasai dan meniadakan. Maka, tak terelakan, perjuangan
untuk menciptakan kepemilikan tanah secara setara atau secara
kolektif merupakan perjuangan mencapai peradaban tertinggi
manusia.
Dari hal-hal tersebut menunjukan, sekali lagi, tanah dalam filosofi
hidup masyarakat jawa adalah ibu mereka. Memperjuangkan
tanah seperti berbakti kepada ibu. Jadi, mesti harus
mengorbankan nyawa sekalipun, perjuangan itu merupakan
perjuangan luhur yang tak bakal sia-sia.

Oleh: Arif Novianto


Tulisan esai ini sebelumnya telah dimuat di Koran Suara
Merdeka, Minggu 16/11/14. (dengan sedikit perubahan oleh
redaksi).
“Perempuan adalah bumi, yang
menumbuhkan padi dan singkong,
tetapi juga yang akhirnya
memeluk jenazah-jenazah
manusia yang pernah
dikandungnya dan disusuinya.”
-Y.B Mangunwijaya-
Apa yang terlintas ketika mendengar kata jogja? Kota yang
nyaman, kota yang ramah, kota yang berbudaya, kota yang
pertumbuhannya pesat?
.
Namun, tahukah kalian bahwa dibalik semua itu jogja menyimpan
ironi. Ditengah gedung-gedung yang semakin meninggi dan
ditengah angka pertumbuhan ekonomi yang selalu digaung-
gaungkan pemerintah ternyata jogja merupakan provinsi dengan
ratio gini (angka kesenjangan) tertinggi se-Indonesia selama
beberapa tahun terakhir. Berdasarkan data dari BPS angka ratio
gini jogja bulan maret 2017 adalah 0,432, yang notabene lebih
tinggi dari angka ratio gini seluruh indonesia yaitu 0,393.
.
Hal ini cukup mengkhawatirkan karena yang menjadikan suatu
daerah punya potensi konflik tinggi justru bukan daerah dengan
pertumbuhan ekonomi rendah, tapi justru daerah dengan
ketimpangan tinggilah yang berpotensi untuk timbul konflik.
Sebagai contoh, arab spring (revolusi negara-negara arab) terjadi
angka ratio gini disana ada di kisaran 0,45-0,5.
Dari sini pula kita bisa mempertanyakan arah pembangunan
yang semakin gencar. Pembangunan yang selalu digaung-
gaungkan pemerintah untuk kesejahteraan warga ternyata hanya
omong kosong dan bualan belaka. Pembangunan justru faktanya
hanya menguntungkan para pemodal dan orang kaya.
Sementara orang miskin dan masyarakat lapisan bawah justru
terkesan ingin disingkirkan.
.
Ini bisa dilihat dari kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan
pemerintah seperti perda no.1 tahun 2014 yang menjadikan
pembenaran untuk mengkriminalisasi pengamen, gelandangan
dan pengemis, serta berbagai kasus penggusuran ruang
ekonomi masyarakat atas nama pembangunan dan pariwisata.
“MENJAGA RUANG HIDUP DARI
ANCAMAN PENGGUSURAN”

Apa sebenarnya yang dimaksud dengan ruang hidup? Dan


mengapa kita harus bersama-sama menjaga ruanghidup dari
ancaman penggusuran? Tentu kita harusbersama-sama menjaga
dan melindungi apa yang sudah menjadi hak kita sebagai
manusia yang merdeka. Tanah adalah elemen penting dalam
kehidupan manusia dan sebagai ruang hidup manusia di
dalamnya, tanpa tanah kita tidak dapat memiliki kenyamanan
untuk tinggal di dalam rumah. Rumah begitu penting untuk kita
semua berlindung dan menetap tinggal. Di era rezim
pembangunan saat ini atau bisa disebut “Gaya Orde Baru”
dimana pembangunan tidak pernah mengindahkan rasa
kemanusiaan, banyak perampasan yang semakin menindas
rakyat, dan membunuh hak-hak kita sebagai manusia yang
merdeka.Tercatat banyak konflik agraria (pertanian/pertanahan)
yang pada akhirnya hanya menguntungkan sekelompok orang
yaitu Penguasa, Pengusaha, dan Pemodal. Dalih pembangunan
selalu berbunyi tidak berbeda yaitu “untuk kepentingan bersama”.
Kita bisa jadi muak dengan dalih pembangunan seperti ini,
karena jelas tidak ada kepentingan bersama didalamnya.
Bagaimana mungkin rumah kita yang sejak dahulu telah kita huni
bersama keluarga akan digusur begitu saja demi kepentingan
modal para penguasa dan pengusaha. Sebagai manusia yang
berbangsa besar, kita harus kembali mengingat para perjuangan
pendahulu bagaimana mempertahankan tanah air Indonesia dari
tangan-tangan penjajah. Di zaman yang serba modern saat ini,
penjajah itu masih berada disekitar kita. Mereka ingin merebut
kesejahteraan kita kembali, oleh karena itu kita harus bersama
melindungi satu sama lain. Bapak, Ibu, Anak, Kakak, dan Adik
harus bersama menjaga dan melindungi keluarga dan apa hak
yang ada pada diri semua keluarga didalamnya. Penggusuran
adalah ancaman untuk kita semua, jika kita tidak perdulidengan
hal ini.Kemudian hari rumah-rumah kita bisa menjadi bagian
perampasan selanjutnya!
Jaga rumah kita, jaga tanah kita, perjuangkan sepenuhnya
hak kita sebagai manusia yang merdeka! Ketakutan adalah
momok yang mengerikan untuk anak cucu kita berikutnya.Jangan
sampai kita mewariskan hal yang salah kepada generasi yang
akan datang. Mungkin jika pendahulu kita bukanlah orang-orang
yang berjiwa berani dan melawan segala bentuk penindasan.
Kita tidak dapat menikmati keadaan saat ini. Sudah saatnya kita
kembali menjaga api semangat yang telah diwariskan kepada
kita semua!.
“Tuan Rumah Tidak Akan Berunding dengan
Maling yang Menjarah Rumahnya”
-Tan Malaka

Anda mungkin juga menyukai