Anda di halaman 1dari 2

Bolehkah Kujual Indonesia?

Oleh; Aqna Mumtaz Ilmi Ahbati

Banyak yang perlu dibicarakan mengenai negeri kita, Indonesia. Negara seluas 1,905
juta km² dengan 16.771 pulau dan 1.340 suku bangsa yang mendiami Indonesia. Tapi sayang,
negara kita yang katanya subur makmur dan merdeka ini, persoalan masih saja tak dapat
dihindari. Tidakkah kalian tau ada 75.303 orang anak yang putus sekolah menurut data
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang
dirilis Mei 2022. Jumlah yang sangat fantastis bagi negara sebesar Indosesia. Dan
kebanyakan dari mereka adalah anak di tingkat sekolah dasar.
Lalu, tak sampai di situ, juga tentang mereka yang sudah bersekolah. Sekolah sampai
tinggi tak menjamin tenang dapat pekerjaan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), ada
208,54 juta orang yang tak kerja. Pengangguran dan menaggung beban hidup masing-masing.
Tak menjamin bagi mereka yang berpendidikan untuk memiliki kesadaran. Pendidikan tak
cukup membuat mereka sadar. Mereka tak peduli dengan negaranya dan hanya
mementingkan dirinya sendiri. Kemana mereka saat pencak silat, lagu rasa sayange, dan
wayang kulit hingga diaku oleh negara lain? Bukankah budaya adalah suatu hal yang harus
kita pertahankan? Kita lestarikan? Tapi, kalian yang berpendidikan hanya diam, acuh, dan tak
melawan.
Bahkan di tingkat tertinggi di Indonesia juga lebih hancur. Para petinggi, wakil rakyat
yang katanya sebagai wakil telinga, lisan, dan hati rakyat, nyatanya hanya memperdaya
rakyat untuk kesenangan dirinya. Kepentingan pribadinya. Korupsi seolah menjadi santapan
sehari-hari. Orang-orang cerdas dari para petinggi wakil rakyat seolah tenang bolak-balik bui
karena korupsi. Bui seolah kamar mandi bagi mereka. Sulit bagi kami untuk menyebut
mereka memiliki hati. Tidak pernah kita lupa akan korupsi penyerobotan kawasan hutan
lindung oleh pemilik PT. Duta Palma Group, Surya Darmadi, yang merugikan RP.78
Triliyun. Berapa banyak nominal itu jika digunakan untuk diterima akal sehat manusia. Kami
sebagai masyarakat lemah merasa sangat tersinggung. Tak hanya itu, bansos yang menjadi
hak dalam sebaran virus corona masih sempat-sempatnya dikorupsi. Apakah masih pantas
menyebut mereka manusia? Apakah memanusiakan manusia telah musnah? Apakah nilai sila
kedua pancasila hilang begitu saja?
Belum dengan kejahatan korupsi yang sulit kita terima, pemerintah juga tak ada
habisnya untuk menyudutkan rakyat dengan peraturan yang menyulitkan. Sebut saja UU
Cipta Kerja, UU KPK, UU Minerba, dan UU MK. Deretan undang-undang itu begitu
kontroversi untuk kita pahami sebagai rakyat. Peraturan yang seharusnya untuk menciptakan
ketertiban dan kenyaman, nyatanya hanya menciptakan ketidakadilan, lalu protes dan demo-
demo.
Padahal jika kita melihat sejarah, para pahlawan dengan jutaan ribu masyarakat
Indonesia sudah mati-matian mempertahankan bangsa ini. Semua harap dan kerja keras para
pendahulu telah tertuang pada sejarah perjuangan dan dituliskan dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945.
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.”
Tidakkah kita tau, sudah berapa banyak nyawa yang mati demi jalan sepanjang 1000
kilometer Anyer-Panarukan? Berapa banyak jumlah rakyat, santri, kiai yang disembelih
dalam kebiadaban PKI? Berapa banyak jumlah mahasiswa yang hilang diculik, ditembak, dan
mati saat Orba 97/98? Jangan kita tutup mata dan telinga kita dari sejarah. Sejarah adalah
bukti nyata bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaannya yang semua itu untuk
diambil pelajaran bagi para penerus-penerus bangsa. Terutama kita yang sebagai pemuda
bangsa, tunas dan harapan bangsa. Apa yang telah IR. Soekarno katakan tentang kita?
“Beri aku 10 pemuda, maka akan kuguncang dunia!”
Kalimat itu mengandung makna harap dan kepercayaan yang sangat besar pada kita,
pemuda. Pemuda sebagai orang yang dibebani harapan besar para pendahulu harus memiliki
jiwa dan semangat besar untuk menciptakan perubahan dalam tatanan hidup. Demi
kesejahteraan. Demi perdamaian.
Kita harus merubah mindset kita untuk maju ke depan. Buatlah gebrakan kemajuan
lewat pendidikan, kesejahteraan, dan keadilan yang merata. Kita adalah negara yang lebih
besar dari jepang ataupun negara-negara lain. Tentu sudah seharusnya kita juga lebih bisa dan
berhak untuk memproklamirkan sebagai negara yang maju. Siapa yang meremehkan SDA
dan SDM kita dengan semangat merdeka yang tak pernah padam? Bukankah benar apa yang
telah disebutkan dalam sebuah lirik lagu,
“Orang bilang tanah kita tanah surga
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman.”
Ayolah! Jangan pernah padamkan semua semangat dan usaha para pahlawan yang
telah memperjuangkan bangsa ini mati-matian. Mereka semua sudah mengorbankan air mata,
keringat, darah, dan bahkan nyawa mereka untuk bangsa ini. Kita cukup berjuang dengan
menyumbangkan pikiran kita demi kesejahteraan dan kemanusiaan.
Fokus pada tugas dan kewajiban masing-masing. Sibuk perbaiki apa yang kurang
dalam diri kita. Kita adalah bangsa yang besar. Kita adalah bangsa yang satu. Kemanusiaan
harus kita junjung tinggi-tinggi. Jika semua pengorbanan dan perjuangan para pendahulu tak
cukup menjadikan kalian sebagai manusia yang memanusiakan manusia, Bolehkah Kujual
Indonesia?

***

Anda mungkin juga menyukai