Anda di halaman 1dari 9

TUGAS BAHASA INDONESIA

Resensi Cerita Rakyat Sumatera Barat


“Asal Usul Danau Maninjau”

Disusun oleh:
Chintya Trosana Mahardika (10)
Fardiah Musni (12)
Fathur Gumilang (13)
Rininta Triaswinanti (30)
Soni Wicaksono (35)
Kelas X – 6

SMA Negeri 91 Jakarta


Pendahuluan

Pertama-tama kami ucapkan rasa syukur kepada Tuhan YME karena atas
rahmat-Nya, kami bisa menyusun resensi ini. Lalu kami juga mengucapkan terima
kasih kepada guru pembimbing kami yang telah membantu dan membimbing kami
dalam penyusunan resensi ini. Juga kepada orang tua dan seluruh pihak yang telah
mendukung dalam penulisan laporan ini. Kami membuat resensi tentang sebuah
cerita rakyat dari Sumatera Barat yaitu yang berludul “Asal Usul Danau Maninjau”.
Karya fiksi ini menceritakan bagaiman terjadinay Danau Maninjau yang terkenal
keindahannya itu.

Di dalam resensi ini kami juga memuat mengenai garis-garis besar cerita,
unsur-unsur yang terkandung dalam cerita, kelebihan dan kekurangan cerita, serta
amanat yang tersirat dalam cerita rakyat ini. Kami mengharapakan dari resensi yang
telah kami buat ini dapat memudahkan pembaca dalam membaca buku tersebut.

Akhirnya kami menyusun laporan resensi ini dengan harapan bahwa dari
resensi yang kami susun ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Semoga laporan kami
dapat menjadi suatu hal yang inspiratif. Serta menyadarkan kita bahwa betapa
pentingnya perana kita dalam menjaga kebudayaan kita sendiri.

Jakarta, 22 Februari 2010

Penulis
Judul : Asal Usul Danau Maninjau
(Cerita Rakyat dari Agam Sumatera Barat)
Pengarang : Ivan Adilla
Penerbit : PT. Grasindo
Tahun Terbit : 2004
Tebal buku : 1mm
Ukuran Buku : 14,5 cm x 19,7 cm

Garis Besar di Tiap Paragraf

Danau Maninjau adalah sebuah danau yang terbentuk karena letusan Gunung
Tinjau yang membentuk kawah, dan lambat laun menampung air dan membentuk
danau. Alkisah hidup sebuah keluarga yang terdiri dari sepuluh bersaudara, sembilan
orang anak lelaki dan satu orang anak perempuan yang bernama Sani, kedua orang tua
mereka telah meninggal dunia. Mereka hidup dengan berkecukupan karena orang tua
mereka telah meninggalkan warisan berupa lahan untuk digarap. Karena tidak
memiliki orang tua mereka dibimbingoleh seorang datuk bernama Datuk Limbatang.
Datuk Limbatang memiliki seorang anak bernama Giran. Giran dan Sani
tumbuh menjadi sepasang kekasih, pada awalnya kedua keluarga mereka saling
merestui, namun ketika Datuk Limbatang ingin melamar Sani untuk disandingkan
dengan Giran, kakak sulung Sani yang bernama Kukuban. Kukuban menaruh dendam
kepada Giran karena telah kurang ajar. Namun Datuk Limbatang dengan bijak
memberi pengertian dan pemahaman kepada Kukuban. Datuk Limbatang dengan
tenang dan sabar menyikapai sikap Kukuban, namun tetap saja Kukuban tidak dapat
menerimanya. Sani yang mendengar ucapan Kukuban sangat terkejut dan sedih,
karena menurutnya Giran adalah seorang lelaki yang sangat ia impikan.
Mengetahui hal tersebut, Giran melakukan pertemuan dengan Sani, namun
mereka belum dapat menemukan jalan keluar. Tak diduga sebuah duri tersangkut
disarung Sani, dan dengan spontan Giran langsung mengobati bagian yang terluka
tersebut, tak disangka sekelompok orang memergoki mereka dan menuduh mereka
sedang melakukan perbuatan terlarang. Kemudian mereka disidang, yang menentukan
hasil bahwa mereka berdua bersalah, dan harus dibuang ke kawah Gunung Tinjau.
Mereka berdua diarak ke Gunung Tinjau. Sebelum di buang ked alma kawah,
mereka diberi kesempatan untuk berbicara. Giran menyatakan bahwa mereka tidak
bersalah, dan jika benar kami bersalah maka hancurkan badan kami di kawah gunung
tersebut, namun jika kami memang tidak bersalah maka gunung ini akan meletus dan
kesembilan saudara Sani akan menjadi ikan. Lalu mereka melompat ke dalam kawah,
dan kemudian gunung itu bergetar dan menumpahkan segala isi yang ada didalamnya,
menandakan kebenaran sepasang kekasih tersebut, dan masyarakat mempercayai
bahwa mereka tidak bersalah.
Setelah itu lama kelamaan diatas gunung tersebut membentuk sebuah kawah
dan menjadi danau. Dan kesembilan saudara Sani pun menjadi ikan.
Isi Secara Keseluruhan

Asal usul Danau Maninjau adalah salah satu cerita rakyat dari Sumatera Barat.
Pada buku ini secara umum membahas mengenai kisah percintaan dua insan manusia
yang terhalang oleh restu sang kakak yang biasa di panggil Bujang Sembilan. Bidang
ilmu yang terkandung dalam cerita ini meliputi bidang sosial dan kebudayaan karena
unsur-unsur adat istiadat yang berlaku di desa kaki Gunung Tinjau masih kental dan
tradisional dalam pola pemikirannya.

Cerita ini menjelaskan tentang asal usul Danau Maninjau. Dikisahkan tentang
sepuluh bersaudara yang tinggal di salah satu desa di kaki Gunung Tinjau. Mereka
terdiri dari sembilan orang lelaki dan seorang wanita. Penduduk biasa memanggil
mereka dengan sebutan Bujang Sembilan. Mereka adalah Kukuban, Kudun, Bayua,
Malintang, Galapuang, Balok, Batang, Bayang, dan lelaki sulung yang bernama
Kaciak. Sedangkan seorang wanita termuda bernama Siti Rasani, yang biasa dipanggil
Sani. Kedua orang tua mereka telah meninggal dunia.
Bujang Sembilan terampil bertani sehingga mereka hidup dari hasil mengolah
pertanian. Sepuluh bersaudara tersebut juga dibimbing oleh Datuk Limbatang, yang
meeka panggil Mak Datuk. Beliau memiliki anak tunggal yang bernama Giran.Giran
adalah seorang pesilat yang gesit. Ia juga menjalin cinta dengan Sani.
Seiring berjalannya waktu, mereka tumbuh dewasa dan Datuk Limbatang
hendak datang ke rumah Bujang Sembilan untuk melamar Sani.. Namun kakak sulung
dari Sani , Kukuban tidak setuju dengan perestuan hubungan keduanya. Ia
menganggap, Giran adalah pemuda sombong yang tak tahu sopan santun. Menurutnya
Giran sudah kurang ajar, sehingga Kukuban menganggap Giran tidak pantas untuk
mendampingi hidup sang adik termudanya.
Pada suatu hari, Giran dan Sani bertemu di sebuah ladang di pinggir sungai.
Ketika itu sepotong duri tersangkut pada sarung Sani dan melukai pahanya. Tanpa
sengaja, lelaki itu memegang bagian yang terluka untuk mengobatinya. Ternyata
keberadaan mereka di intai oleh kesembilan kakaknya. Bujang Sembilan tidak terima
atas perbuatan yang dilakukan Giran terhadap adiknya dan mereka menuntut
perbuatannya itu ke sidang adat untuk dihukum.Persidangan menyatakan bahwa Giran
dan Sani bersalah dan mereka harus dibuang ke Kawah Gunung Tinjau.
Sebelum mereka melompat, Giran bersumpah bahwa dirinya tidak bersalah
dan bila seandainya Giran dan Sani memang terbukti tidak bersalah, maka gunung
akan meletus dan Bujang Sembilan dikutuk menjadi ikan. Setelah mengucapkan
sumpah itu, keduanya langsung melompat ke dalam kawah gunung. Sebentar gunung
berguncang keras dan menghasilkan letusan yang sangat dahsyat. Akhirnya
masyarakat percaya bahwa Giran dan Sani memang tidak bersalah. Dan sesuai isi
sumpahnya, Bujang Sembilan berubah menjadi ikan, Kawah bekas letusan itu lama-
kelamaan berubah menjadi danau. Dan danau itulah yang kemudian dikenal sebagai
Danau Maninjau. Nama-nama tokoh diabadikan menjadi nama nagari di sekitar
Danua Maninjau. Misalnya Tanjung Sani dan Sungai Batang.
Unsur-unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Cerita

Indonesia kaya akan kebudayaan-kebudayaan yang patut kita lestarikan dan


kita jaga. Dari sekian banyaknya budaya itu, salah satunya dalam bentuk karya cerita
rakyat “Asal Usul Danau Maninjau”. Kisah ini menceritakan kebudayaan masyarakat
Sumatera Barat yang masih memegang adat istiadat tradisional.

Dari cerita rakyat ini, dapat digambarkan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik
dalam cerita. Kisah ini berlatar di sebuah desa di kaki Gunung Tinjau yang terletak di
dekat kawah Danau Maninjau yang terkenal dengan panorama alamnya yang indah.
Dari segi penokohan, dijelaskan bahwa Datuk Limbatang sebagai pimpinan adat
mempunyai sifat yang bijaksana, perhatianj terhadap orang lain, serta mencontohkan
keterampilan dan tata cara adat yang baik.Hal ini digambarkan melaluisikapnya yang
mau membimbing Bujang Sembilan dan Sani ketika kedua orang tua mereka
meninggal dunia. Selain itu, ia juga bertanggung jawab besar dalam memperhatikan
kehidupan kemenakannya itu.
Di sisi lain, Bujang Sembilan mempunyai watak yang angkuh dan suka
memfitnah perbuatan orang lain yang tidak bersalah. Sehingga mereka merasakan
akibat ulahnya sendiri dan berubah wujud menjadi ikan dari sumpah yang diucapkan
Giran sebelum ia melompat ke kawah Gunung Tinjau. Berbeda dengan Sani, adik
bungsu mereka yang mempunyai watakbaik hati dan setia terhadap kekasih hatinya,
Giran. Sama halnya dengan Sani, Giran pun memiliki sifat setia kepada kekasihnya.
Hal ini ditunjukkan ketika pemuda tampan yang pandai bersilat itu bersikeras untuk
dapat hidup berumah tangga dengan Sani. Hingga di fitnah pun ia bersedia
menerimanya, meskipun ia dan Sani tidak bersalah.
Dari pemilihan kata dalam cerita ini, Ivan Adilla suadah pandai merangkai
kalimat-kalimat yang mudah dipahami dan memudahkan orang untuk mencerna juga
membayangkan isi dari cerita tersebut. Kisah ini juga memiliki banyak amanat agar
dalam hidup ini kita harus membiasakan sikap untuk tidak cepat memfitnah orang
lain. Sikap fitnah itu merupakn perbuatan keji yang tidak pantas dilakukan dan orang
yang berfitnah akann mendapat balasannya sendiri, seperti yang digambarkan dalam
cerita yakni kutukan ikan yang benar-benar terjadi pada Bujang Sembilan.

Unsur ekstrinsik yang terdapat dalam cerita dapat dilihat dari bidang agama,
sosial, dan budaya. Unsur keagamaan yang terkandung dalam cerita ini adalah jangan
membiasakan fitnah terhadap orang yang belum terbukti bersalah karena perbuatan
tersebut sangat mungkar. Kisah itu juga menggambarkan bahwa tidak baik jika kita
berburuk sangka terhadap orang lain. Kedua perbuatan tersebut sangatlah tercela
untuk dilakukan. Kita juga harus menegakkan sikap keadialan di dalam kehidupan
kita. Dari segi sosial, kehidupan masyarakat ini masih sederhana. Masyarakat sekitar
masih memegang teguh adat istiadat yang berlaku. Penduduk juga masih hidup
dengan mata pencaharian bertani di lahan pertanian mereka. Di bidang budaya,
kehidupan masyarakat masih memiliki pimpinan adat yang bertanggung jawab atas
tata cara adat yang berlaku di dalamnya. Sebagai contoh dalam kisah ini, untuk
menyelesaikan perkara, harus diadili dalam sidang adat dan hukumannya pun masih
bersifat tradisional. Penduduk juga masih memegang kepecayaan yang bersifat kuno.
Kelebihan Isi Cerita

Di dalam kisah ini, mempunyai beberapa kelebihan di antaranya,


menggunakan bahasa yang mudah di mengerti dan dipahami, pengarang pandai dalam
memilih kata-kata yang dapat mengembangkan imajinasi si pembaca cerita.
Pengarang menggunakan bahasa yang lugas dan sesuai dengan bahasa yang kita
gunakan sehari-hari. Isi dari cerita rakyat “Asal Usul Danau Maninjau” ini juga
mengandung suatu kisah yang tidak bertele-tele, sehingga dapat menimbulkan kesan
yang menarik dari pembaca. Selain itu cerita rakyat ini bermanfaat untuk melestarikan
kebudayaan Indonesia karena di dalamnya terdapat unsur-unsur sosial daerah
Sumatera Barat yang asli diambil dari kehidupan masyarakatnya. Cerita rakyat ini
juga menimbulkan suatu hal yang inspiratif bagi si pembaca.
Kisah cerita ini mempunyai amanat yang kuat yang patut di contoh oleh
pembaca. Dari dalam cerita kita banyak mendapat hikmah-hikmah kehidupan yang
pantas kita lakukan dalam hidup bermasyarakat. Dalm ceritanya sang pengarang, Ivan
Adilla membukukan sebuah cerita yang di dalamnya dipaparkan tentang bagaimana
kondisi permulaan terjadinya Danau Maninjau dan betapa pentingnya menegakkan
kebenaran dan keadilan dalam kehidupan kita. Menjauhi sikap memfitnah orang
merupakan suatu kebiasaan yang harus dihilangkan dalam diri kita masing-masing.
Jadi pada intinya, meskipun kisah ini merupakan karya cerita fiksi yang
menarik, namun banyak pesan tersirat di dalam ceritanya. Penggambaran itu
diwujudkan baik dalam bentuk sifat tokohnya maupun tradisi yang berlaku di daerah
sekitar Danau Maninjau. Kisah ini juga memiliki pendahuluan yang jelas, sehingga
nyambung dengan cerita yang dikisahkan. Selain itu kisah ini mempunyai daya
ketertarikan pembaca dan memudahkan pembaca untuk mencerna ceritanya.

Untuk memperjelas kelebihan-kelebihan kisah ini dapat diuraikan dalam poin-


poin sebagai berikut :

 Penggunaan bahasa yang jelas dan mudah dipahami membuat pembaca


menjadi mudah memahami isi cerita.
 Penggunaan bahasa yang sopan dan bersahaja dapat menjadi panutan bagi
pembaca.
 Penggambaran karakter pada cerita ini sangat jelas dan mudah dipahami.
 Terdapat banyak amanat dan pesan yang terdapat dalam cerita ini, yang salah
satunya adalah jangan membalas perbuatan jahat orang lain terhadap kita
dengan sengaja atau jangan menjadi seorang pedendam.
 Kisah dan peristiwa menarik membuat cerita ini menjadi lebih menarik dan
memiliki keistimewaan-istimewaan.
 Alur cerita yang jelas dengan kronologis cerita yang berurutan membuat
pembaca mudah memahami jalan cerita.
 Cerita ini menggambarkan suatu kehidupan yang masih kental dalam tradisi
dan hukum adatnya, sehingga masyarakatnya akan dapat menjauhi sifat-sifat
yang seharusnya tidak boleh dilakukan.
 Pada cerita ini menggambarkan sebuah pedesaan yang memiliki ketua adat
yang di beri gelar Datuk, walaupun pada umumnya sama dengan tugas kepala
desa, namun Datuk adalah orang yang dianggap mulia dan bijak oleh
warganya sehingga dapat menjadi panutan yang baik bagi warga tersebut. Dan
dapat mengayomi masyarakat.
Kelemahan Isi Cerita

Dari pandangan cerita ini, sedikit memiliki kelemahan. Di dalamnya terkadang


terdapat kata-kata yang kurang sopan dan tidak baku. Contohnya seperti pada ucapan
Kukuban, sang kakak sulung yang berkata “kurang ajar”. Kisah ini juga sudah
mengalami penggubahan oleh sang pengarang, Ivan Adilla, sehingga cerita ini tidak
lagi menjadi sebuah karya cerita rakyat yang asli. Kelemahan lain yang tedapat dalam
cerita ini adalah banyaknya cerita-cerita yang kemungkinan di potong dari naskah asli
cerita ini. Dapat pula di lebih-lebihkan oleh si pengarang. Alhasil cerita ini tidaklah
lagi menjadi karya fiksi yang murni dari daerahnya, Sumatera Barat.
Cover dari buku cerita rakyat ini juga kurang menarik. Cover terlalu berkesan
seperti kuno. Apabila cover lebih meriah dan penuh warna, maka pembaca pasti akan
lebih tertarik untuk membacanya. Hal ini tentu akan mempengaruli daya tarik si
pembaca untuk membaca buku ini. Dan alangkah baiknya jika buku ini juga di
lengkapi dengan ambar-gambar ilustrasi kejadian yang ada dalam cerita. Jadi,
pembaca pun tidak merasa jenuh dalam membaca kisah-kisah di dalam buku ini. Dan
faktor daya tarik pembaca pun menjadi bertambah dan pembaca tidak cepat merasa
bosan ketika membaca kisah ini.

Amanat dalam Cerita

Kisah “Asal Usul Danau Maninjau”, banyak menyimpan amanat yang tersirat.
Pengarang melukiskan bagaimana gaya hidup yang baik untuk di teladani dan kita
tiru. Di dalam kehidupan bermasyarakat ini, kita harus tetap berpegang teguh terhadap
adat isiadat atau norma yang brlaku di lingkungan kita masing-masing. Taatnya kita
terhadap adat yang berlaku itu harus di landasi kebenaran dan penegakkan keadilan.
Di dalam berbuat sesuatu, kita harus mempertimbangkan terlebih dahulu, apakah hal
tersebut baik dilakukan atau tidak. Kita tidak boleh mau menang sendiri dan merasa
apa yang kita lakukan adalah benar. Itu sama saja kita bersifat angkuh terhadap orang
lain. Hal tersebut tentu akan merugiakn kita sendiri.
Walaupun kisah ini tidak nyata, namun kisah ini dapat menyadarkan kita
untuk tetap berperilaku terpuji terhadap siapa saja. Di dalamnya kita harus sadar
bahwa memfitnah orang lain itu tidak baik dan orang yang melakukan fitnah itu pun
akan mendapat balasan yang setimpal denagan perbuatannnya, seperti yang di
contohkan pada perilaku Bujang Sembilan terhadap Giran dan Sani. Lebih baik
mengakui kekalahan kita kita, daripada berfitnah kepada orang lain yang tidak
terbukti tidak bersalah.
Kesan dan Pesan

Kesan kami setelah membaca kisah “Asal Usul Danau Maninjau” ini, cerita ini
mempunnyai makna kehidupan yang patut di tiru dalam kehidupan sehari-hari. Di
dalam kisah ini di gambarkan mengenai kesetiaan sepasang kekasih yang ingin hidup
bahgia berumah tangga, namun tidak mendapat restu dari kesembilan kakaknya. Hal
ini tentu akan menimbulkan kesan yang bersifat romantis dan keteguhan hati
keduanya dalam merajut kasih sayangnya. Mereka bersikeras untuk mendapatkan
restu dari Bujang Sembilan. Bahkan mereka rela di fitnah masyarakat setempat hingga
akhirnya mereka harus melmpat ke kawah Gunung Tinjau.
Kisah ini berkesan memiliki kisah yang mengandung nilai-nilai budaya yang
baik di dalam kehidupan. Kisah ini juga dapat menjadi bahan cerita yang ringan dan
simpel untuk di baca, karena cerita ini sangatlah bermanfaat bagi kita. Banyak nilai-
nilai tradisi yang wjib kita lestarikan dan nilai-nilai pelajaran yang dapat kita ambil
hikmahnya untuk di terapkan di dalam kehidupan kita ini.

Dari cerita rakyat yang telah di buat resensinya, pengarang menggambarkan


pesan tersirat yang ada di dalam kandungan isi cerita. Di kisah ceritanya,
mengingatkan kita agar tetap berperilaku terpuji dan menjauhi sikap memfitnah
orang. Suri teladan yang baik dalam cerita ini boleh kita tiru, namun perbuatan
tercelanya janganlah di tiru, karena sesungguhnya itu akan menyesatkan diri kita
sendiri.
Kesimpulan

Indonesia adalah negara yang kaya raya akan kekayaan alam. Salah satunya
adalah keindahan Danau Maninjau, danau yang berada di dalam Sumatera Barat.
Sebelum terbentuknya Danau Maninjau konon hidup sebuah kehidupan masyarakat
yang damai dan sejahtera yang penuh dengan berbagai macam perbedaan dan
permasalahan, namun dengan perbedaan dan permasalahan yang ada seharusnya
masyarakat tersebut dapat memperkuat kesatuan dan persatuan. Jikalah terdapat
permasalahan, dapat diselesaikan dengan baik-baik dan kepala dingin sehingga tidak
ada salah paham dan perselisihan.
Namun hal buruk datang dan membuat kehidupan masyarakat disekitar kaki
Gunung Tinjau berubah, konon pada suatu hari sepasang kekasih yang tak berdosa
dituduh telah melakukan perbuatan terlarang, dan mendapatkan hukuman dibuang ke
dalam kawah Gunung Tinjau. Namun dengan Maha Adil Allah kedua pasang kekasih
tersebut tidak jadi terbakar oleh panasnya isi kawah Gunung Tinjau, dan hal terbalik
menimpa orang yang menunduh sepasang kekasih tersebut, mereka dikutuk menjadi
ikan, karena perbuatan mereka.

Anda mungkin juga menyukai