Suku Patopang adalah suku yang terletak di nagari Silantai Kecamatan Sumpur Kudus
Kabupaten Sijunjung. Awal mulanya suku patopang berdiri yaitu pada zaman dahulu, hiduplah
empat kakak beradik yang satu laki-laki dan tiga perempuan mereka hidup tenteram dan damai.
Tiga perempuan itu bernama Siti, Raya, dan Risma. Dan adiknya yang paling bungsu, anak
kesayangan ibu dan ayahnya, yang bernama Nasowa. Ia akrab dipanggil gaek Nasowa. Pada
zaman dahulu , sudah lumrah seorang laki-laki dipanggil gaek [kakek]. Ia tinggal di sebuah
rumah yang sangat sederhana rumah yang hanya berdindingkan kayu dan beratapkan rumbia
menjadi tempat berteduh dari panas dan dinginnya cuaca yang menembus bumi, rumah ini
sebagai saksi bisu suka cita keluarga yang jauh dari kata istimewa, tapi bagi mereka meskipun
sesekali cahaya matahari menembus atap rumbia, meskipun sesekali hujan turun membasahi
lantai rumah mereka tapi bagi mereka ketentraman dalam keluarga adalah hal yang paling
istimewa.
Puluhan tahun yang lalu, kakek Nasowa melakukan perjalanan dalam perjalanan
mereka berpisah di tiga persimpangan yaitu Siti pergi ke utara tepatnya di nagari Unggan dan
menetap disana, dan raya pergi ke selatan tepatnya di nagari Sumpur Kudus dan juga menetap
disana. Lain dari Risma yang tinggal di nagari Silantai bersama dengan adiknya (gaek
Nasowa). Hari berganti Minggu, minggu berganti bulan dan bulan berganti dengan tahun.
Akhirnya, Suku Patopang berkembang dari kakak beradik itu. Oleh sebab itu, tidak dibolehkan
sesama Suku Patopang menikah. Karena, Suku Patopang itu ‘’ Satu Hulu dan Muara,’’ yaitu
Pada masa pimpinan gaek Nasowa yang menjadi raja di nagari Silantai nagari ini sangat
sejaterah karena gaek Nasowa sangat peduli kepada masyarakatnya. Dia mengajak
masyarakatnya untuk menggarap semak-semak belukar dan hutan belantara. Tujuannya untuk
Dijadikan lahan pertanian dan perkebunan. Supaya masyarakatnya tenteram, makmur dan
menjadikan nagari Silantai nagari yang lebih maju. Setelah masyarakatnya menggarap semak-
semak belukar maka jadilah lahan pertanian yang ditanami dengan tanaman padi dan hutan
belantara yang mereka garap tadi jadilah lahan perkebunan yang ditanami dengan sayuran dan
panen dan menikmati hasil yang mereka tanam itulah bentuk kebijakan gaek Nasowa supaya
Beberapa tahun kemudian gaek Nasowa meninggal dunia dan kedudukannya sebagai
raja sudah berakhir. Setelah kematiannya Kemenakan, cucu dan cicit gaek Nasowa ini tidak
mempunyai harta dan kekayaan yang melimpah. ‘’kok sawah lah di ujuang-ujuang, kok ladang
lah jauah di baliak bukik.’’ Karena kemenakan cucu dan cicit gaek Nasowa ini telah runtuh
kenapa mamak kita tidak menurunkan kekayaannya kepada kita ???.’’ Salah satu kawannya
menjawab, ‘’karena mamak kita, dia hanya suka memimpin nagarinya bukan untuk menguasai
nagarinya,’’
‘’Ooo… begitu ya.’’ Ucap kemenakan gaek Naasowa. Dan seterusnya cucu dan cicitnya
bertanya kepada mamaknya .’’mamak kenapa kekayaan gaek Nasowa tidak jatuh ketangan kita
suka memimpin masyarakatnya dan tidak mau menguasai nagarinya.’’Cucu dan cicit gaek
Nsowa berkata lagi,’’Ooo… begitu ya mamak, terima kasih mamak telah menjawab pertanyaan
kami.’’ Mamaknya kemudian mengangguk. Itulah asal mula berdirinya suku patopang.
Selain masa kepemimpinan gaek Nasowa yang bijak suku patopang ini juga memilki
kepercayaan dalam sukunya yaitu saat akan berlangsungnya suatu perlehatan pernikahan atau
akan meninggalnya seorang yang bersuku patopang maka akan ada tanda-tanda jika salah satu
kejadian itu terjadi. Semua orang pasti penasaran dan bertanya-tanya, kenapa setiap Suku
Patopang atau anak dari Suku Patopang yang mengadakan acara baralek, pasti akan turun hujan
lebat yang menyebabkan banjir. Konon ceritanya, Budi adalah keturunan Suku Patopang dan
dia tidak percaya dengan kejadian itu. Suatu hari Budi menikah dengan Aminah Suku Domo.
Dan dia mengadakan acara baralek besar-besaran, dan seketika hari gelap dan awan hitam
mulai menyelimuti bumi tak lama kemudian turunlah hujan yang sangat lebat dan
menyebabkan banjir. Semenjak kejadian itu Budi sudah percaya bahwa saat orang patopang
Tak hanya kejadian itu suku patopang juga mempercayai bahwa setiap orang yang
bersuku patopang meninggal dunia maka aka ada tanda-tanda sebelum kematian itu terjadi.
Suku patopang mempercayai bahwa setiap orang yang bersuku patopang memiliki umur yang
Panjang, selain itu kelebihan dari suku patopang ini memilki suara yang sangat merdu
jangankan saat bernyanyi ketika berbicara saja mereka bertutur dengan lemah lembut. Karena
suaranya merdu mereka ingin jika ada yang meninggal dunia maka mereka ingin meratapinya
sambil bernyanyi tapi sayang karena kepercayaan mereka pada zaman itu maka tidak ada yang
Pada suatu hari, meninggallah salah seorang Suku Domo. Karena rumah adat Suku
Patopang dan Suku Domo sangat berdekatan yang terletak di Domo, Jorong Koto Tangah.
Maka dipinjamlah oleh Datuak Paduko [mamak Suku Patopang] mayat dari kemenakan
Godang Sambilan kepada datuak Indo Mangkuto [mamak Suku Domo]. Datuak Paduko
berkata’’bolehkah kami pinjam mayat kemenakan datuak untuk satu malam saja!??, karena
tidak ada anak kemenakan kami yang meninggal.’’ Kata datuak paduko. Datuak indo mangkuto
menjawab,’’kalau begitu kata datuak Paduko, kami persilahkan Datuak Paduko membawa
suara yang sangat merdu nyanyian ini melambangkan sebagai bentuk meratapi orang yang
meninggal sampai nyanyian itu bercucuran air mata. Di suku patopang mempercayai bahwa
seandainya ada salah seorang dari Suku Patopang atau anak dari orang suku patopang yang
akan meninggal pasti akaan ada suatu tanda-tanda. Konon ceritanya, di Silantai hiduplah
sebuah keluarga yang tenteram dan damai. Keluarga itu dipimpin oleh seorang ayah yang
bernama Budiman.dan istrinya yang bernama Aisyah. Ia memiliki seorang anak perempuan
yang bernama Rani. Suatu ketika ada kejadian aneh dimalam hari. Disaat rani sekeluarga sudah
tidur terdengar bunyi menggelegar di dapur rani,’’Doarrr!!!.’’ Hingga Rani terkejut dan
Ibu Rani : Itu adalah suatu pertanda bahwa akan ada keturunan Suku Patopang yang akan
meninggal dunia.’’
Tak lama kemudian terdengar di dapur Rani ada orang yang memasak dan menggiling
Setelah kejadian itu terdengar kembali suara orang yang mengetuk-ngetuk pintu, kemudian
perlahan-lahan kami buka ternyata tidak ada siapa-siapa, melihat kejadian itu kami merinding
seluruh tubuh menjadi beku semua kaki dan tangan terasa kaku. Tak hanya itu setelah kami
menutup pintu terdengar dari luar suara tangisan yang begitu pilu membuat kami semakin jadi
batu, tak berapa lama kemudian suara tangisan itu menghilang kamipun kembali ke tempat
tidur.
Tiga hari setelah kejadian tersebut nenek Rani meninggal dunia. Rani sangat bersedih
karena kehilangan orang yang dia cinta . kemudian Rani membuat kesimpulan mungkin tanda-
tanda yang terjadi malam itu sebagai tanda bahwa neneknya akan pergi untuk selamanya.
Semenjak kejadian itu semua orang meyakini bahwa setiap yang meninggal adalah suku
patopang maka akan ada tanda-tanda sebelum kematian itu terjadi. Sampai saat ini orang-orang