Ciri hubungan atau komunikasi terapeutik adalah ber pusat pada klien lansia; menghargai
klien lansia sebagai individu yang unik dan bebas; meningkatkan kemam- puan klien lansia
untuk berpartisipasi dengan aktif dalam mengambil keputusan mengenai pengobatan dan
perawatannya; menghargai keluarga, kebudayaan, ke percayaan, nilai-nilai hidup dan asasi
dari klien lansia; menghargai privasi dan kerahasiaan hubungan pemberi asuhan atau perawat
dengan klien lansia; dan saling percaya, menghargai, dan saling menerima. Hubungan
membantu ini akan menjadi lebih efek-tif apabila ada rasa saling percaya dan saling
menerima antara perawat atau pemberi asuhan dan klien lansia. Selain itu perawat sebagai
pemberi asuhan harus me- nunjukkan rasa peduli pada kliennya (lansia) dan mau
membantunya. Seorang perawat atau pemberi asuhan yang men- dengarkan klien lansia tidak
saja memakai telinganya.
tetapi seluruh eksistensi dirinya. Perawat atau pemberi asuhan memfokuskan seluruh
perhatiannya tidak hanya pada apa yang disampaikan lansia, tetapi bagaimana lansia itu
menyampaikannya. Melalui sikap tubuh dari perawat atau pemberi asuhan, lansia dapat
merasakan apakah perawat atau pemberi asuhan siap dan berminat untuk mendengarkannya.
Tahapan Komuniikasi
Tahap I (pra-interaksi) Pada tahap ini perawat atau pemberi asuhan sudah me- miliki
beberapa informasi tentang klien lansia, seperti nama, alamat, umur, jenis kelamin, riwayat
kesehatan, dan lain-lain. Pertemuan pertama dengan lansia dapat membuat cemas perawat
atau pemberi asuhan yang belum mempunyai banyak pengalaman. Ada baiknya apabila
perawat atau pemberi asuhan menyadari pe- rasaan ini.
Tahap II (pengenalan) Perawat atau pemberi,asuhan dan klien lansia saling mengenal dan
mencoba menumbuhkan rasa percaya satu sama lain. Pada tahap pertemuan ini perawat atau
pemberi asuhan mengusahakan untuk membuat klien lansia merasa nyaman dengan beberapa
interaksi sosial seperti membicarakan tentang cuaca. Ada an perawat atau pemberi asuhan
melihat sikap penolakan dari lansia. Hal ini mungkin karena lansia belum siap untuk
mengungkapkan dan menghadapi masalah- nya, ada rasa malu untuk mengakui bahwa lansia
memerlukan bantuan, tidak siap mengubah pola tingkah laku yang menyebabkan masalah
kesehatannya, dan lain sebagainya. Kadang-kadang klien lansia juga ingin menguji ketulusan
perawat yang membantunya. Di sini perawat atau pemberi asuhan perlu menunjukkan sikap
ketulus- kepedulian. Sebenarnya sikap perawat atau kemungkina pemberi asuhan sangat
menentukan apakah hubungannya dengan klien lansia terapeutis atau tidak. Tahap
pengenalan ini mempunyai tujuan menum- buhkan rasa percaya klien lansia kepada perawat
atau pemberi asuhan:
1. Lansia dapat melihat perawat atau pemberi asuhan sebagai seorang profesional yang mam-
pu membantunya.
2. Lansia dapat melihat perawat atau pemberi asuhan sebagai individu yang jujur, terbuka,
dan peduli .
3. Lansia percaya bahwa perawat atau pemberi asuhan akan menghargai kerahasiaan
hubungan mereka, nilai, keyakinan, sosio-kulturalnya.
Tahap III (kerja) Pada tahap ini perawat atau pemberi asuhan dan klien lansia menemukan,
menghargai, dan menerima keunik- annya masing-masing. Rasa peduli dan empati juga akan
timbul. Perawat atau pemberi asuhan membantu klien lansia melihat secara mendalam
perasaannya agar lansia dapat memperoleh “insight” tentang masalahnya. Dengan memeriksa
secara mendalam tentang perasaan komunikasi dapat di perlancar apabila perawat atau
pemberi asuhan menunjukan :
1. Empati
Perawat atau pemberi asuhan akan mampu berempati dengan klien lansia bila mereka
merasakan apa yang dialami oleh lansia semua. teknik komunikasi yang dipakai akan
menjadi kaku, tidak spontan, dan tidak genmume, tetapi "sharing" tentang kesulitan klien
lansia akan membuat perawat atau pemberi asuhan menjadi spontan dan tulus dalam
meresponsnya dan sikap ini dapat dirasakan oleh lansia.
perlu memiliki keyakinan tentang martabat setiap manusia, bahwa manusia pada dasarnya
adalah baik, ia adalah ciptaan Tuhan, dan cenderung menjadi manusia yang patut dihargai
dan dicintai tanpa memperhatikan perbuatannya melainkan dirinya. Keyakinan ini akan
membantu perawat atau pemberi asuhan menerima, mencintai, dan menghargai lansia tanpa
syarat.
3. Genuiness Perawat atau pemberi asuhan sebagai pemberi asuhan keperawatan disebut
genuiness bila:
5. Konfrontasi Konfrontasi perlu đipakai dengan hati-hati dan penuh pengertian. Konfrontasi
akan lebih mudah diterima lansia bila ia merasa bahwa ia dihargai dan diterima oleh perawat
atau pemberi asuhan. Dengan konfrontasi, perawat menunjukkan kepada lansia ketidak
cocokan antara pikiran, perasaan, kata-kata, atau perbuatan nya. Ketidak cocokan ini akan
menghambat meriksaan dan penyadaran diri. Penyangkalan terhadap perasaan dapat
membuat lansia tidak mampu mengatur tingkah lakunya .
Tahap IV (terminal) Tahap ini dapat disertai bermacam-macam perasaan Mungkin lansia
merasa kehilangan sesuatu. Merasakan bimbang tentang kemampuannya tanpa bantuan dari
perawat atau pemberi asuhannya, merasa ditinggalkan, dan lain sebagainya. Pada tahap ini,
perawat atau pemberi asuhan perlu mengungkapkan kesediaannya membantu bila diperlukan
agar klien lansia merasa aman.
Komunikasi Terapeutik
seperti senyuman, kerlingan mata, anggukan kepala, gerakan bibir, dan lain-lain. Gangguan
pendengaran menyebabkan lansia hanya dapat mendengar suara yang lebih lambat. Kadang
gangguan pendengaran terlalu parah sehingga lansia memerlukan alat bantu dengar dan perlu
melihat mimik bibir komunikator untuk kemudian menyimpulkan apa yang telah diucapkan
komunikator (perawat atau pem- beri asuhan). Gangguan memori (mengalami demensia)
yang berdampak pada penerimaan dan pengiriman pesan. Dampak pada penerimaan pesan
antara lain:
2. Kurang mampu membuat koordinasi dan mengaitkan pesan dengan konteks yang
menyertai
Menurut Aspiani (2014), karakteristik lansia berbeda-beda sehingga kita harus memahami
lansia tersebut. Dalam berkomunikasi dengan lansia ada teknik-teknik khusus agar
komunikasi yang dilakukan berlangsung lancar dan sesuai tujuan yang diinginkan, yaitu:
1) Teknik Asertif Asertif adalah sikap yang dapat menerima dan memahami lansia dengan
menunjukkan sikap peduli dan sabar untuk mendengarkan dan memerhatikan ketika lansia
berbicara agar maksud komunikasi dapat dimengerti. Asetif merupakan pelaksanaan dan
etika berkomunikasi.
2) Responsif
Reaksi terhadap fenomena yang terjadi pada lansia merupakan suatu bentuk perhatian yang
dapat diberikan. Ketika terdapat perubahan sikap terhadap lansia sekecil apapun hendaknya
mengklarifikasi tentang perubahan tersebut.
3) Fokus
Sikap ini merupakan upaya untuk tetap konsisten terhadap komunikasi yang diinginkan. Hal
ini perlu diperhatikan karena umumnya lansia senang menceritakan hal yang tidak relevan.
4) Suportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik aspek fisik maupun psikis secara bertahap
menyebabkan emosi lansia menjadi labil. Perubahan ini dapat disikapi dengan menjaga
kestabilan emosi lansia, misalnya dengan mengiyakan, senyum, dan mengaggukkan kepala
ketika lansia berbicara.
5) Klarifikasi
Perubahan yang terjadi pada lansia menyebabkan proses komunikasi tidak berjalan dengan
lancar. Klarifikasi dengan cara mengajukan pertanyaan ulang dan memberi penjelasan lebih
dari satu kali perlu dilakukan agar maksud pembicaraan dapat dimengerti.
Gangguan Penglihatan pada lansia dapat terjadi, baik karena kerusakan organ misalnya
kornea,lensa mata kekeruhan lensa mata(katarak) atau kerusakan saraf pengantaran impuls
menuju otak. Kerusakan di tingkat persepsi adalah kerusakan otak. Kemampuan menangkap
rangsanagan ketika komunikasi sangat bergantung dengan pendengeran dan sentuhan. Oleh
karena itu, komunikasi yang dilakukan perawat atau pemberi asuhan harus mengoptimalkan
fungsi pengdengan dan sentuhan karena fungsi pengelihatan sedapat mungkin harus
digantikan oleh Indra yang lain.
Berikut ini teknik komunikasi yang perlu diperhatikan selama berkomunikasi dengan lansia
yang mengalami gangguan penglihatan:
Perawat sedapat mungkin mengambil posisi yang dapat dilihat oleh klien lansia,bila ia
mengalami kebutaan persial atau memberitahu secara verbal keberadaaan atau
kehadiran
Perawat berbicara dengan menggunakan nada suara normal karena kondisi lansia
tidak memungkinkan menerima pesan nonverbal secara visual
Nada suara memegang peranan besar dan bermakna bagi lansia
Jelasakan alasan perawat menyentuh sebelum melakukan sentuhan pada lansia
Ketika perawat akan meninggalkan ruangan atau hendak memutuskan komunikasi
atau pembicaraan informasikan kepada lansia
Orientasikan lansia pada suara-suara yang terdengar di sekitarnya
Orientasikan lansia padaingkungan bila lansia di pindahkan ke lingkungan yang asing
baginya.
2. Lansia dengan gangguan pendengaran
Gangguan pendengaran pada lansia dapat terjadi berupa penurunan pendengaran hinggal tuli
(tuli lansia). Bentuk ketulian yang biasa kita kenal :
A. Tuli perseptif yaitu tuli yanh terjadi akibat kerusakan sistem saraf
B. Tuli konduktif yaitu tuli yang terjadi akibat kerusakan struktur penghangatan
rangsangan suara.
Berikut ini teknik komunikasi yang dapat digunakan pada lansia gangguan pendengaran:
Perawat harus berhati hati ketika melakukan pembicaraan verbal dekat dengan lansia
karena ada keyakinan bahwa organ pendengaran merupakan organ terakhyyang
mengalami penurunan kemampuan menerima rangsangan pada individu yang tidak
sadar. Individu yang tidak sadar sering kali mendengar suara dari linkunngan
walaupun tidak mampu merespon sama sekali.
Peeawta harus mengamb asumsi bahwa lansia dapat mendengar pembicaraan kita.
Usahakan mengucapkan kata dengan menggunakan nada normal dan memerhatikan
materi ucapan yang kita sampaikan di dekat lansia.
Perawat harus memberikan uangkapan verbal sebelum menyentuh lansia, sentuhan
diyakini dapat menjadi salah satu bentuk komunikasi yang sangat efektif pada lansia
dengan penurunan kesadaran
Upayakan mempertahankan lingkungan setenang mungkin untuk membantu lansia
berfokus pada komunikasi yang dilakukan.
Lansia yang meangalami penurunan daya ingat atau dimensi atau kepikuanan mengalami
kesulitan untuk mengerti ala hang dikatakan orang lain. Hal ini sangat mengecewakan dan
membingungkan lansia maupun perawat perawat atau pemberi asuhan peu mengenalie gejala
berikut :
DAFTAR PUSTAKA