Anda di halaman 1dari 18

Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah

Volume 3, Nomor 3, 2018, 123-140


DOI: 10.15575/tadbir
Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Sunan Gunung Djati Bandung
https://jurnal.fdk.uinsgd.ac.id/index.php/tadbir
ISSN: 2623-2014 (Print)ISSN: 2654-3648 (Online)

Penerapan Fungsi Pengorganisasian dalam


Meningkatkan Kemakmuran Masjid
Andri Sopiyan 1*, Irfan Sanusi2, Herman3
123Jurusan Manajemen Dakwah, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Sunan Gunung Djati, Bandung

*Email : 1154030011@student.uinsgd.ac.id

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui program pengorganisasian dalam hal
imarah, idarah, dan ri’ayah kemakmuran masjid dan fungsi pengorganisasian dalam
hal imarah, idarah dan ri’ayah terhadap kemakmuran Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad
Kab. Bekasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan di Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad Kab. Bekasi kemakmuran masjid yang
terlihat disana karena penerapan fungsi pengorganisasian yang baik yaitu dengan
merumuskan tujuan secara jelas baik tujuan jangka pendek, menengah maupun
jangka panjang. Kemudian dengan menggunakan pembagian kerja dengan
berdasarkan angka sederhana juga berdasarkan fungsi, serta pelimpahan
wewenang dan tanggung jawab yang menggunakan sentralisasi (pemusatan)
wewenang. Dengan demikian pengorganisasian dalam hal imarah, idarah dan ri’ayah
cukup baik, hal ini terlihat dari banyaknya kegiatan keagamaan, sosial, serta
perawatan dan pengembangan fisik bangunan yang ada di Masjid Jami’ Qurrotul
‘Ibaad Desa Sukamanah Kab. Bekasi.
Kata Kunci : pengorganisasian; masjid; kemakmuran

ABSTRACT

The purpose of this research is to find out the organizing program in terms of imarah, idarah,
and ri'ayah mosque prosperity and organizing functions in terms of imarah, idarah and ri'ayah
towards the prosperity of the Jami ’Qurrotul Mosque‘ Ibaad Kab. Bekasi. The method used in
this research is descriptive method with a qualitative approach. Based on the results of research
conducted at the Jami 'Qurrotul Mosque ‘Ibaad Kab. Bekasi mosque prosperity that was seen
there because of the application of a good organizing function that is by formulating goals clearly
both short, medium and long term goals. Then by using the division of labor based on simple
numbers also based on functions, as well as delegation of authority and responsibility that uses
centralization (concentration) of authority. Thus organizing in terms of imarah, idarah and
ri'ayah is quite good, this can be seen from the many religious, social, and care and physical

Diterima: Juli 2018. Disetujui: Agustus 2018. Dipublikasikan: September 2018 123
A, I, Herman.

development of existing buildings in the Jami ’Qurrotul Mosque‘ Ibaad Sukamanah Village,
Kab. Bekasi.
Keywords : organizing; mosque; prosperity

PENDAHULUAN
Pengorganisasian merupakan kegiatan awal dari segala kegiatan manajerial yang
dilaksanakan untuk dan mengatur segala sumber yang diperlukan termasuk
didalamnya adalah unsur manusia, sehingga segala tugas dapat terselesaikan
dengan baik dan sukses. Tujuan pengorganisasian yaitu untuk mengarahkan
individu-individu bekerjasama secara efektif (Terry, 1993:73).
Gambaran di atas menunjukan betapa berperannya masjid di masyarakat
bila difungsikan sebagaimana mestinya, bukan hanya tempat untuk sholat wajib
dan sunnah saja. Namun lebih dari pada itu masjid juga menjadi tempat untuk
bermusyawarah menyelesaikan persoalan umat, khususnya persoalan umat Islam
yang berada di sekitar masjid tersebut.
Untuk mengikuti tuntutan zaman saat ini mengharuskan masyarakat muslim
memprioritaskan salah satu organisasi yang ada di lingkungan terdekat masyarakt
yakni di masjid, dalam hal ini khususnya DKM (dewan kemakmuran masjid).
Karena DKM merupakan sebuah organisasi yang dibentuk dengan misi menjawab
tantangan-tantangan dakwah yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas dakwah
dan atau peningkatan fungsi masjid bagi kemakmuran umat di zaman sekarang
baik secara lahiriyah terlebih secara bathiniyah.
Realita tersebut terjadi karena kurangnya pemahaman masyarakat tentang
fungsi masjid serta organisasi kemasjidan juga hilangnya ghirah pemuda dalam
membangkitkan Islam dengan memakmurkan masjid yang berada di dekat rumah
mereka, sehingga pengelolaan masjid kurang dioptimalkan sebagaimana mestinya
sehingga agak sulit untuk menjawab tantangan zaman supaya risalah kelembagaan
yang mulia ini yakni masjid tercapai.
Organisasi masjid harus menjadi wadah aspirasi bagi masyarakat, artinya
mampu menampung ide-ide ataupun gagasan masyarakat terkait berbagai kegiatan
positif yang mempunyai unsur ibadah yang mahdloh dan ghoiru mahdloh maupun
dalam hal muamalah (sosial). Untuk mewujudkan masjid yang berdaya dan mampu
memberdayakan umat karena itulah maka sangat penting bagi umat muslim untuk
memahami pengelolaan masjid yang efektif dan efisien. Manajemen bagi pengurus
masjid merupakan salah satu dari banyaknya cara untuk menghidupkan syiar
Islam, karena itu manajemen pengurus masjid harus selalu dikembangkan sebagai
refleksi dari syiar Islam.
Pengorganisasian merupakan suatu proses mengatur, mempekerjakan,
124 Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 3 No. 3 (2018) 123-140
Penerapan Fungsi Pengorganisasian dalam Meningkatkan Kemakmuran Masjid

mengelompokkan dua individu atau lebih agar bekerja sama dengan cara yang
terstruktur demi mencapai tujuan spesifik atau beberapa tujuan (Sulastri,
2010:2).Organisasi masjid dibuat dengan tujuan untuk menjawab krisis yang
dihadapi bersamaan dalam tiap kesatuan sosial muslim. Yang berbeda dari
organisasi masjid satu dengan yang lainnya hanyalah cara serta pelaksanaannya
yang disesuaikan dengan keadaan yang ada pada lingkungan masjid masing-masing
(Gazalba, 1994:363).
Penelitian tentang pengorganisasian pada lembaga atau organisasi masjid
bukanlah hal yang baru. Beberapa tulisan serta penelitian terkait masjid telah
banyak dilakukan. Penelitian Hari Hadiyatullah (2013), misalnya. Dengan judul
penerapan fungsi pengorganisasian Pondok Pesantren Miftahul Falah dalam
meningkatakan kualitas sumber daya manusia santri. Fokus yang diteliti tentang
penerapan fungsi pengorganisasian yang dilakukan oleh Pesantren Miftahul Falah
terhadap peningkaan kualitas sumber daya manusia santri.
Kemudian penelitian Abdul Hamid (2013). Tentang penerapan fungsi
manajemen dalam meningkatkan kemakmuran Masjid Safînatussalâm Kab.
Bandung. Hal yang diteliti mengenai fungsi pengorganisasian dalam hal imarah
terhadap kemakmuran Masjid Saf înatussalâm Kab. Bandung. Selanjutnya
penelitian Sapty Prasetiawaty R. (2013) yang meneliti tentang efektivitas
manajemen organisasi IRMA (Ikatan Remaja Masjid) di Masjid Anwarul Huda
dalam meningkatkan akhlak remaja muslim. Dengan fokus penelitian tentang
efektivitas manajemen pengorganisasian yang dilakukan Irma Anwarulhuda; untuk
mengetahui kualitas kinerja Irma Anwarulhuda dalam meningkatkan akhlak
remaja muslim di lingkungan sekitar; untuk mengetahui seperti apa hubungan
antara efektivitas dan kualitas kinerja organisasi Irma Anwarulhuda dengan
peningkatan akhlak remaja muslim.
Berbeda dari penelitian sebelumnya, penelitian ini yang berlokasi di Masjid
Jami’ Qurrotul ‘Ibaad Jl. H. Basuki Rt 04/04, Desa Sukamanah, Kecamatan
Cibitung Kabupaten Bekasi lebih mendalami tentang penerapan fungsi
pengorganisasian dalam meningkatkan kemakmuran masjid. Dengan fokus
penelitian terhadap segala bentuk kegiatan pengorganisasian yang dibatasi pada
tiga hal 1) Perumusan tujuan 2) Mekanisme pembagian tugas, dan 3) Pelimpahan
wewenang serta tanggungjawab.
Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana
perumusan tujuan, mekanisme pembagian tugas serta bagaimana pelimpahan
wewenang dan tanggungjawab yang dilakukan oleh DKM Masjid Jami’ Qurrotul
‘Ibaad dalam meningkatkan kemakmuran masjid. Dengan demikian penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat, khususnya dalam memberikan pemaham yang
komprehensif tentang pengorganisasian sebuah lembaga Islam yang dalam hal ini
ialah masjid.
Tabligh: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 3 No. 3 (2018) 123-140 125
A, I, Herman.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yakni satu kegiatan


sistematis dalam rangka menemukan suatu teori dalam sebuah kehidupan sosial
khususnya pada organisasi Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad bukan menguji teori atau
hipotesis (Sadiah, 2015:19). Dilihat dari objek kajiannya, penelitian (research) ini
termasuk pada kategori penelitian observasi dan kajian pustaka, artinya
pengamatan serta pencatatan yang sitematis dan disengaja dilakukan terhadap
segala gejala objek yang diselidiki atau yang diteliti (Sadiah, 2015:88). Adapun
kajian pustaka yakni mencari data mengenai hal-hal variabel yang berupa buku,
catatan, transkrip, majalah, surat kabar, jurnal, agenda, dan sejenisnya dalam
bentuk media cetak tulis (Suharsimi, 1998:236). Metode yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu metode deskriptif. Metode ini dinilai sangat cocok karena
penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan atau mengilustrasikan dan
mengungkapkan seperti apa kondisi yang terjadi secara faktual dan cermat
(Rakhmat, 1985:34)..

LANDASAN TEORITIS
Pengorganisasian merupakan kegiatan awal dari segala kegiatan manajerial yang
dilaksanakan untuk mengatur segala sumber yang diperlukan termasuk
didalamnya adalah unsur manusia, sehingga segala tugas dapat terselesaikan
dengan baik dan sukses. Tujuan pengorganisasian yaitu untuk mengarahkan
individu-individu bekerjasama secara efektif (Terry, 1993:73)
Cyert dan March mengemukakan dalam Fremont dan James (1995:251)
bahwa organisasi mempunyai sasaran yang beragam dan sering kali berlawanan
antara satu dengan yang lainnya. Sasaran organisasi yang sesungguhnya terbentuk
dari proses tawar menawar yang terus menerus. Beberapa sasaran yang ada pada
organisasi 1) Sasaran menurut waktunya; pendek, menengan dan panjang
(Muhyadi, 2012:67). 2) Berdasarkan perspektif primer; lingkungan, sistem
(organisasi), dan individu (Kast & Rozenweig, 1995:251). 3) Berdasarkan
tingkatannya; umum ke khusus atau sebaliknya (Muhyadi, 2012:67). Dan 4)
Berdasarkan unit; produksi dan penjualan (Muhyadi, 2012:68).
Menurut Edgar H. Schein dalam Winardi (2017:27) menyatakan bahwa
pembagian kerja yaitu membagi-bagi tugas komplek menjadi bermacam-macam
pekerjaan yang terspesialisasi, dengan demikian maka organisasi dapat
memanfaatkan semua sumber daya manusia yang ada dalam organisasi secara
efisien. Ada beberapa mekanisme pembagian kerja yang harus diperhatikan, yang
pertama Arah pembagian tugas; horizontal (operating system), vertikal (managing
system). Dan kedua yaitu dasar-dasar pembagian kerja; angka sederhana, fungsi,
produk, lokasi, pelanggan, peralatan kerja, waktu kerja, serta proses kerja
126 Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 3 No. 3 (2018) 123-140
Penerapan Fungsi Pengorganisasian dalam Meningkatkan Kemakmuran Masjid

(Muhyadi, 2012:74-75).
Wewenang merupakan hubungan antara berbagai posisi dalam sebuah
organisasi dan bukan atribut seseorang dalam organisasi. Wewenang ialah alat yang
digunakan untuk memadukan aktivitas para anggota ke arah tujuan dan
memberikan dasar dalam sentralisasi arah dan kontrol. Sedangkan tanggungjawab
adalah kewajiban yang seimbang yang harus dipenuhi dari sebuah wewenang (Kast
& Rosenzweig, 1995:333). Hal yang harus diperhatikan dalam pelimpahan
wewenang antara lain; 1) Pendelegasian wewenang, 2) Efektivitas delegasi
wewenang, 3) Persiapan delegasi wewenang, dan 4) Bentuk wewenang (sentralisasi
atau desentraslisasi wewenang).
Asal kata masjid diambil dari bahasa Arab, yakni sajada, yasjudu, sujudan.
Makna dari kata sajada adalah bersujud, taat, patuh, ta’dzim serta tunduk dengan
penuh hormat. Ditunjukan untuk mengartikan suatu tempat, maka kata sajada
diubah menjadi “masjidun” (isim makan) yang memiliki arti tempat untuk bersujud
menyembah kepada Allah Jalla jalaluh. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa; secara
terminologis masjid mempunyai makna sebagai inti atau pusat dari segala
kebajikan kepada Allah Jalla jalaluh (Suherman, 2012:60-61).
Organisasi masjid dibuat dengan tujuan untuk menjawab berbagai krisis
yang dihadapi bersamaan dalam tiap kesatuan sosial muslim. Yang berbeda dari
organisasi masjid satu dengan yang lainnya hanyalah mekanisme atau cara dalam
pelaksanaannya yang disesuaikan dengan keadaan yang ada pada lingkungan
masjid masing-masing (Gazalba, 1994:363).
Berkaitan dengan fungsi masjid, Bachrun Rifa’i dengan Moch. Fakhruroji
mengemukakan (2005:45) bahwa dalam pandangan umum, masjid memiliki
fungsi; tempat untuk melakukan sholat (ibadah), memiliki fungsi kemasyarakatan
(sosial), memiliki fungsi politik, pendidikan, ekonomi dan fungsi untuk
mengembangkan seni-budaya. Semua fungsi diatas adalah fakta bahwa masjid
merupakan pusat peradaban dalam masyarakat serta menjadi tempat pranata sosial
yang mempunyai peran sebagai kanvas untuk berekspresi dan dalam pemenuhan
kebutuhan dasar masyarakat.
Tipologi masjid atau jenis-jenis masjid berdasarkan ukuran, yakni; 1) Masjid
merupakan tempat ibadah yang berkapasitas lebih dari 500 orang serta digunakan
sebagai tempat ibadah shalat Jum’at, 2) Langgar ialah tempat ibadah umat muslim
dengan kapasitas minimal 100 orang tetapi tidak digunakan sebagai tempat shalat
Jum’at, dan 3) Mushola yaitu tempat ibadah umat muslim yang berkapasitas lebih
sedikit dari langgar dan tentu tidak digunakan sebagai tempat shalat Jum’at. Masjid
berdasarkan lokasi; 1) Masjid negara, yakni masjid yang terletak di pusat
pemerintahan, 2) Masjid nasional, yaitu masjid yang terletak pada provinsi dan
diajukan menjadi masjid nasional, 3) Masjid raya, adalah masjid yang terletak di
provinsi, 4) Masjid agung, merupakan masjid yang terletak di kota atau kabupaten,
Tabligh: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 3 No. 3 (2018) 123-140 127
A, I, Herman.

5) Masjid besar, ialah masjid yang terletak pada tingkat kecamatan, 6) Masjid jami,
yaitu masjid yang berada pada tingkat kelurahan atau desa, dan 7) Masjid umum
(DIRJEN BMI, 2014 no 802).
Menurut Moh. E. Ayub (2005:72-73) berpendapat bahwa kemakmuran
masjid dapat dilihat dari berhasil atau tidaknya sebuah masjid tumbuh menjadi
sentral dinamika umat. Sehingga masjid benar-benar dapat berfungsi sebagaimana
mestinya yakni sebagai tempat ibadah, sosial, politik, pendidikan, ekonomi serta
budaya. Kemakmuran masjid juga dapat diartikan sebagai masjid dengan kondisi
fisik maupun ruh di dalamnya yang memberikan rasa nyaman untuk beribadah
dari segi aspek idarah, imarah dan ri’ayahnya.
Adapun klasifikasi dari kemakmuran masjid menurut sumber yang penulis
ambil dari https://dokumen.tips/documents/manajemen-masjid-paripurna.html yakni; 1)
masjid paripurna yang merupakan masjid dengan sarana prasana terlengkap
sebagai masjid, salah contohnya yaitu mempunyai lembaga pendidikan minimal
sampai jenjang S1, 2) masjid ideal ialah masjid yang sekurang-kurangnya dalam hal
idarah memiliki lembaga pendidikan hingga tingkat MA/SMA, 3) masjid layak
adalah masjid yang memiliki tingkatan idarah dibawah masjid ideal, yakni memiliki
lembaga pendidikan hingga tingkat Mts, dan 4) masjid sederhana ialah masjid yang
berada pada tingkat kemakmuran terendah yang hanya memiliki lembaga tinggat
RA atau TPQ dalam bidang idarahnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Lokasi penelitian bertempat di Jl. H. Basuki Kampung Elo Rt 04/04, Desa
Sukamanah, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Bekasi. Menurut masyarakat sekitar
masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad ini berdiri sejak 1930, namun tidak ada satu
orangpun yang mengetahui siapa yang mendirikan pada awalnya dan rupa
bangunannya juga seperti bangunan Belanda. kemudian masjid ini mengalami
berbagai kerusakan seiring berjalannya waktu, terutama pada saat pertengahan
kepemerintahan Presiden RI yang ke-2 dimana telah terjadi banjir bandang di
Desa Sukamanah tersebut.
Hingga pada tahun 1974 baru dilakukan renovasi terhadap masjid Jami’
Qurrotul ‘Ibaad ini, dan setelah selesai dibangun maka masyarakat sepakat untuk
membentuk organisasi atau pengurus masjid yang saat ini kita kenal dengan
sebutan DKM (dewan kemakmuran masjid). Pengurus masjid yang pertama sejak
dilakukannya renovasi terhadap Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad ialah seorang tokoh
masyarakat di daerah Desa Sukamanah tersebut, tepatnya di Kampung Elo yakni
K. H. Dahlan Efendi yang dipilih menjadi Ketua DKM Masjid Seumur hidup,
hingga beliau tutup usia pada tahun 1995. kemudian pada tahun 1995 baru
128 Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 3 No. 3 (2018) 123-140
Penerapan Fungsi Pengorganisasian dalam Meningkatkan Kemakmuran Masjid

diadakan pemilihan pengurus masjid kembali, da Mantri Awang ialah orang yang
terpilih sebagai pengurus baru hingga tahun 2000.
Setelah Mantri Awang tutup usia pada tahun 2000, maka masyarakat
mengadakan pemilihan ulang pengurus masjid. Pada pemilihan kali ini
kepengurusan masjid lebih terkonsep dengan memberikan batas maksimal selama
lima tahun. Pada pemilihan tahun 2000 tersebut Ust. Abdullah Bustomi yang
menjadi ketua DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad dan selalu terpilih kembali
hingga saat ini, pada tahun 2011 kondisi Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad sangat tidak
layak digunakan sebagai tempat ibadah, akhirnya dengan keputusan bersama dari
hasil musyawarah dengan para tokoh yang ada, memutuskan untuk merobohkan
masjid dan kemudian membangun ulang masjid tersebut . Dalam jangka waktu
lima tahun setelah dilakukakannya pembangunan, masjid selesai pada tahun 2016,
tidak cukup sampai disitu hingga saat ini Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad masih
melakukan berbagai upgrading dalam pembangunan untuk melengkapi sarana dan
prasarana masjid.
Perumusan Tujuan DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad
Dalam perumusuan tujuan DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad sejak
kepengurusan dibentuk mengadakan rapat setiap satu bulan sekali untuk
merumuskan target atau sasaran yang akan dicapai dalam jangka waktu satu tahun,
lima tahun, hingga 20 tahun kedepan bagi kemakmuran Masjid Jami’ Qurrotul
‘Ibaad. Hal ini tentu dapat saja berganti seiring berjalannya waktu dan juga apabila
terjadi pergantian pengurus dikarenakan masa jabatannya telah habis ataupun
pengurus yang ada meninggal dunia. Rapat perumusan tujuan yang diadakan satu
bulan sekali juga bertujuan untuk melihat sejauh mana perkembangan pencapaian
target yang dilakukan pengurus yakni DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad dalam
kurun waktu satu bulan untuk mecapai target atau sasaran yang ditentukan satu
tahun waktunya (tujuan jangka pendek) dan selain rapat satu bulan sekali dengan
sesama pengurus, DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad juga mengadakan rapat
tahunan yang diadakan setiap satu tahun sekali tepatnya satu minggu setelah hari
raya idul fitri yang bertujuan meminta kritik dan saran serta dukungan kepada
jama’ah untuk menjalankan segala program yang telah dibuat sedemikian rupa
dalam rangka meningkatkan kemakmuran masjid.
Diantara program yang dijalankan oleh DKM Masjid Jami’ Qurrotul
‘Ibaad ialah; program kesektretariatan yang mencakup: Manajerial yakni 1)
Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), 2) Melakukan evaluating kinerja
pengurus, 3) recruitment pengurus, 4) monitoring kegiatan ibadah serta prilaku
pengurus. Kemudian dalam Administrasi Umum yaitu 1) pembuatan serta
penerimaan surat menyurat, 2) membuat arsip data, 3) controling absensi kehadiran
pengurus dalam setiap kegiatan atau rapat, 4) planning dan evaluating segala kegiatan
Tabligh: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 3 No. 3 (2018) 123-140 129
A, I, Herman.

yang berlangsung di Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad. Selanjutnya program dalam


administrasi keuangan diantaranya, 1) membuat rencana anggaran belanja (RAB)
untuk setiap program yang akan dilaksanakan, 2) pembukuan keuangan, 3)
pengendalian keluar masuknya keuangan, 4) penerimaan zakat, infaq, shodaqoh
dan wakaf, 5) Identifikasi sumber lain baik berupa uang ataupun barang, 6)
kehumasan, 7) sosialisasi program masjid, 8) update informasi, dan 9) pelayanan
jama’ah.
Dua program berikutnya yang ada di Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad yakni
program pokok kemakmuran, Pertama dalam program ibadah 1) melaksanakan
sholat lima waktu, ibadah jum’at, kuliah subuh serta taklim mingguan di Masjid
Jami’ Qurrotul ‘Ibaad, 2) pelaksanaan PHBI (Peringatan Hari Besar Islam), 3)
Event Ramadhan dengan membuka bazar buku, buka puasa bersama, shalat
tarawih, tadarus, pawai obor menyambut bulan suci ramadlan, 4) i’tikaf di masjid.
Kedua peogram dalam majelis taklim, 1) pengajian umum mingguan, 2) festival
qosidah artinya mengadakan festival qosidah setiap satu tahun sekali, dan ikut
event festival qosidah di berbagai tempat, 3) safari dakwah yakni berkunjung ke
berbagai majelis untuk silaturrahim, ziarah, dan tafakur di alam terbuka.Ketiga
program bersama mitra dakwah masjid, 1) pembinaan remaja dengan membentuk
regenerasi, dengan diadakan pembinaan, baik secara mental maupun ilmu, 2)
pembangunan bangunan TPQ Majid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad, 3) pemberian
pinjaman usaha (bekerjasama dengan bank BJB Syariah). Memberikan pembinaan
untuk membuka usaha serta pemberian pinjaman dana untuk usaha tersebut tanpa
bunga kepada masyarakat.Dalam hal ini pengurus Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad
berperan sebagai agen dari Bank BJB, karena program pemberian pinjaman
tersebut asalnya memang program Bank BJB yang diberi nama BJB MESRA
(masyarakat ekonomi sejahtera).BJB MESRA ini ialah kredit usaha kepada
masyarakat Jawa Barat yang disalurkan melalui rekomendasi Rumah Ibadah
setempat.
Tujuan yang telah ditetapkan oleh DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad,
diantaranya tujuan jangka pendek, tujuan jangka menengah, dan tujuan jangka
panjang. 1) Tujuan jangka pendeknya ialah melancarkan pelaksanaan segala
kegiatan ibadah di masjid dengan cara menetapkan segala kegiatan ibadah rutin
harian, mingguan, bulanan hingga satu tahun. Misalnya menetapkan petugas
Jum’at selama satu tahun, pengajar taklim, dan lain sebagainya. 2) Tujuan jangka
menengah menopang keuangan masjid agar tetap stabil dengan cara memperluas
jaringan kerjasama dengan berbagai instansi demi kebutuhan masjid, seperti yang
dilakukan saat ini DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad membangun kerjasama

130 Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 3 No. 3 (2018) 123-140


Penerapan Fungsi Pengorganisasian dalam Meningkatkan Kemakmuran Masjid

dengan bank BJB Syariah dalam rangka mewujudkan visi DKM Masjid Jami’
Qurrotul ‘Ibaad yaitu menjadi basis peningkatan ekonomi umat, kemudia
kerjasama DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad juga dilakukan bersama team dari
PT. Astra Honda Motor. Dan 3)Tujuan jangka panjang atau yang disebut visi ialah
menjadikan Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad sebagai basis untuk peningkatan
keimanan, ketakwaan, serta menjadi tempat pemberdayaan ekonomi umat. Hal ini
dapat tercapai dengan mensukseskan tujuan jangka pendek dan jangka
menengahnya.(02 Februari 2019 : Hasil wawancara dengan Ust. Abdullah Bustomi
selaku Ketua DKM & Ust. Abdul Aziz selaku Sekertaris DKM).
Lingkungan memiliki pengaruh terhadap tujuan yang akan ditetapkan oleh
organisasi (Fremont dan James, 1995:251). Begitupun yang dirasakan DKM
Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad, dari empat interaksi lingkungan ada dua yang
mempengaruhi perumusan tujuan DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad yakni; (1)
Co-optation artinya DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad menggunakan jasa atau
bantuan tenaga dari luar organisasi (jama’ah, mitra kerjasama Bank BJB Syari’ah,
team dari P.T. Astra Honda) untuk menjalankan program yang telah ditetapkan
sebelumnya namun tujuan yang ditetapkan harus disesuaikan dengan tenaga dari
luar organisasi, (2) Koalisi artinya DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad pun
melakukan koalisi dengan berbagai instansi sebagaimana yang dijelaskan pada
tujuan jangka menengah DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad (02 Februari 2019 :
hasil wawancara dengan Ust. Abdullah Bustomi).
Kombinasi hubungan pasti terjadi dalam sebuah organisasi, begitupun
organisasi kemasjidan yang dalam hal ini DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad.
Relevansi hubungan tujuan yang terjadi pada DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad
ialah Neutral (netral). Hal ini berarti relevansi hubungan tujuan antara organisasi
dengan tujuan anggotanya tidaklah bersebrangan, namun hanya berbeda cara
pandang dalam mewujudkannya saja. Karena itu Ketua DKM Masjid Jami’
Qurrotul ‘Ibaad senantiasa memberikan motivasi dan memberi arahan agar dapat
membawa anggota organisasi supaya bisa menerima 100% visi dari DKM Masjid
Jami’ Qurrotul ‘Ibaad (12 Februari 2019 : hasil wawancara dengan Ust. Hasanudin
selaku penasehat dan Ust. Abdul Aziz selaku Sekertaris DKM).
Pokok utama tujuan DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad ialah; 1) Untuk
mensahkan segala kegiatan yang akan dilaksanakan dan sebagai penunjang peranan
organisasi dalam masyarakat, 2) Sebagai motivasi bagi semua pengurus DKM
Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad dalam menjalankan amanahnya, 3) Mengurangi
ketidak pastian dalam penetapan keputusan ketua DKM Masjid Jami’ Qurrotul
‘Ibaad, 4) Untuk melihat sejauh mana keberhasilan dalam memakmurkan masjid,
dan 5) Sebagai acuan dalam melaksanakan segala program DKM Masjid Jami’

Tabligh: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 3 No. 3 (2018) 123-140 131


A, I, Herman.

Qurrotul ‘Ibaad (12 Februari 2019 : hasil wawancara dengan Ust. Abdul Aziz
selaku sekertaris dan Ust. Afif Fudholi Selaku Ketua Seksi Peribadatan).
Sebagaimana yang ada dalam teori mengatakan bahwa tujuan terbagi kepada
tiga yakni tujuan jangka pendek (satu tahun), kemudian tujuan jangka menengah
(5-10 tahun), dan tujuan jangka panjang (20 tahun atau lebih) (Muhyadi, 2012:67).
Dengan visi DKM Masjid Qurrotul ‘Ibaad yang ingin menjadi basis dari
peningkatan keimanan, ketakwaan serta untuk basis pemberdayaan ekonomi umat,
selaras dengan pendapat Iwan Setiawan (2012: 348) yang mengemukakan gerakkan
dakwah dengan menggunakan model pemberdayaan ekonomi umat adalah salah
satu cara agar umat tidak hanya “kenyang” oleh kajian-kajian rohani saja tapi juga
secara jasmani.
Mekanisme Pembagian Tugas DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad
Pembagian tugas yang dilakukan DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad
menggunakan angka sederhana yang berarti membagi tugas berdasarkan jumlah
pengurus yang berada di organisasi, selain berdasarkan angka sederhana DKM
Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad juga menggunakan pembagian kerja berdasarkan
fungsi yang berarti memberikan setiap tugas kepada individu yang sanggup atau
ahli dibidang tugas atau pekerjaan tersebut. Berikut pembagian tugas DKM
Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad; Pertama, penasehat yang memiliki tugas 1)
memberikan arahan, masukan, dan bimbingan bagi jalannya roda kepengurusan
dan pembangunan masjid, 2) jika diperlukan, sewaktu-waktu dapat melakukan
rapat terbatas dengan pengurus masjid.
Kedua, tugas ketua DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad yakni, 1)
Menetapkan agenda kegiatan selama satu tahun yang didapat dari hasil
musyawarah bersama para pengurus dan jama’ah, 2) Menyusun RAB (rencana
anggara belanja) untuk pelaksanaan program selama satu tahun, 3)
Mengkoordinasikan tugas kepada para anggota pengurus, 4) Membuat rencana
atau langkah objektif untuk kelancaran pelaksanaan program, 5) Memberikan
pelayanan yang terbaik untuk jama’ah, 6) Menjaga nama baik pengurus / masjid,
7) Menyampaikan usulan-usulan kepada para pengurus serta jama’ah untuk
perbaikan atau pembangunan sarana dan prasarana masjid kedepannya, 8)
Mengevaluasi setiap program yang telah dilaksanakan serta mengadakan inovasi-
inovasi baru terhadap setiap kegiatan untuk kedepannya.
Ketiga, wakil ketua yang memiliki tugas 1) Membantu merealisasikan tugas-
tugas ketua, 2) Memotivasi, mengarahkan, serta mengawasi anggota pengurus
secara teknis dalam melaksanakan tugasnya, dan 3) Bertanggung jawab kepada
132 Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 3 No. 3 (2018) 123-140
Penerapan Fungsi Pengorganisasian dalam Meningkatkan Kemakmuran Masjid

ketua.
Keempat, sekretaris dengan tugas 1) Membuat program kerja beserta
anggarannya bersama ketua DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad, 2) Membuat
laporan serta hasil evaluasi kerja pengurus, 3) Ikut melakukan kontrol terhadap
program yang sedang dan akan dilaksanakan,4) Monitoring setiap kegiatan, 5)
erkoordinasi dengan pihak terkait dengan program yang dilaksanakan, 6)
Melakukan evaluating kinerja SDM (sumber daya manusia) DKM Masjid Jami’
Qurrotul ‘Ibaad, 7) Membuat proposal kegiatan apabila dibutuhkan, dan 8)
Mendokumentasikan berbagai dokumen penting masjid.
Kelima, bendahara yang mempunyai tugas, 1) Memikirkan dan
mengusahakan tambahan dana yang halal bagi masjid, 2) Membuat pembukuan
keuangan, 3) Membuat laporan keuangan, baik mingguan, bulanan, tahunan
sampai masa jabatannya habis, dan 5) Membantu dalam pencairan anggaran untuk
program kegiatan.
Keenam, seksi ibadah memiliki tugas, 1) Menyiapkan segala sarana dan
prasarana untuk beribadah, 2) Bertanggungjawab terhadap kebersihan masjid
sebelum digunakan untuk ibadah, 3) Bertanggungjawab sebagai ketua pelaksana
dalam kegiatan taklim, 4) Bertanggungjawab terhadap berlangsungnya segala
aktivitas peribadatan secara teknik, misalnya mengontrol pelaksanaan ibadah rutin,
memastikan atau konfirmasi khotib Jum’at, pelaksanaan sholat tarawih dan sholat
ied, dan 5) Bertanggungjawab kepada ketua DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad.
Ketujuh, seksi kepemudaan yang memiliki tugas, 1) Bertanggungjawab
terhadap pengembangan dan pembinaan pemuda atau remaja masjid baik perihal
struktur, pengkaderan ataupun kegiatan kepemudaan, dan 2) Bertanggungjawab
kepada ketua DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad.
Kedelapan, seksi sarana dan prasarana memiliki tugas, 1) Menyediakan
sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam setiap pelaksanaan program kegiatan
masjid, 2) Merawat sarana dan prasarana masjid, dan 3) Bertanggungjawab kepada
ketua DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad.
Adapun tugas dalam kemakmuran masjid dalam bidang idaroh; Pertama
menjalankan segala akivitas DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad sesuai dengan
fungsinya masing-masing, Kedua, melakukan rapat rutin minimal satu bulan sekali
oleh sesama pengurus DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad. Ketiga melakukan
rapat rutin bersama jama’ah minimal satu tahun sekali. Keempat melakukan
upgrading terhadap SDM pengurus DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad. Kelima,
melakukan pembinaan terhadap remaja masjid. Keenam, Evaluasi setiap program
kegiatan yang telah dilaksanakan. Ketujuh Membuat laporan keuangan masjid.
Tabligh: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 3 No. 3 (2018) 123-140 133
A, I, Herman.

Dan kedelapan, membuat laporan pertanggung jawaban setiap akhir periodenya.


Tugas dalam bidang imarah yakni; Pertama menyelenggarakan peribadatan
seperti sholat fardhu, sholat Jum’at, sholat tarawih, sholat ied, sholat sunnah yang
insidental misalnya sholat sunnah gerhana. Kedua menyiapkan sarana dan
prasarana untuk beribadah.ketiga mengatur jalannya rangkaian sholat Jum’at,
mulai dari penetapan muadzin, khotib dan imam sholat.keempat memperingati
hari besar Islam (seperti tahun Hijriyah, Maulid Nabi, Isra mi’raj, dll).Kelima
mengadakan kegiatan sosial. Dan keenam melakukan pelayanan yang baik
terhadap jama’ah.
Tugas dalam bidang ri’ayah; pertama merawat bangunan masjid, kedua
merawat taman-taman masjid, ketiga merawat kolam wudlu masjid, keempat
merawat bangunan majlis taklim masjid, kelima merawat setiap kantor atau
ruangan yang berada dalam lingkup masjid, keenam merawat sarana serta
prasarana masjid yang lainnya.
Arah pembagian kerja pada organisasi DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad
yakni menggunakan arah pembagian kerja vertikal (managing sysstem) hal ini
bertujuan agar control terhadap anggota yang diberikan tugas lebih baik, dan arah
pembagian kerja secara vertikal ini pun dipilih karena jumlah anggot yang terbilang
sedikit (13 Februari 2019 : hasil wawancara dengan Ust. Abdullah Bustomi dan
pengurus DKM lainnya).
Menurut Umu Kulsum (2018: 85) mengemukakan bahwa penerapan
manajemen dengan formulasi yang berisi rumusan-rumusan dari program yang
sedang atau akan dilaksanakan harus disesuaikan dengan keadaan sumber daya
yang ada, serta mempertimbangkan pengaruh lingkungan sekitar.
Menurut Adam Smith, dalam Sentanou K. (1985:70) berpendapat bahwa
sifat baik dari suatu pembagian kerja ialah dalam pemecahan kerja secara
keseluruhan menjadi bermacam-macam bagian kegiatan yang kecil, sederhana,
juga terpisah sehingga dalam setiap bagian tersebut dapat melakukan spesialisasi,
dan dapat meningkatkan produktivitas secara deret ukur.Arah pembagian kerja
secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua; yakni 1) pembagian kerja
mendatar atau menyamping atau horizontal (operating system), dan 2) arah
pembagian kerja secara menegak atau vertical (managing system). Arah pembagian
kerja secara horizontal (menyamping) yaitu pembagian kerja yang mendasarkan
diri kepada berbagai tugas operasional (nonmanajerial) yang dikerjakan oleh para
anggota, sedangkan arah pembagian kerja secara vertical (menegak) mengarahkan
kepada pembagian kerja yang mendasarkan diri kepada integrase atau fungsi
134 Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 3 No. 3 (2018) 123-140
Penerapan Fungsi Pengorganisasian dalam Meningkatkan Kemakmuran Masjid

control (fungsi manajerial) (Muhyadi, 2012:74).


Pembagian kerja menurut G.R.Terry (1993:93-95) adalah sebagai berikut; 1)
Berdasarkan fungsi artinya kegiatan biasa atau sejenis yang ditempatkan dalam
suatu unit/divisi organisasi yang biasa. Sistem pembagian tugas melalui fungsinya
adalah sistem yang pada umumnya diterapkan dalam pembagian tugas; cara
tersebut banyak digunakan karena lebih mudah dipahami dibandingkan dengan
cara-cara yang lain, 2) Berbagai tugas operasi dan pelayanan. Berbagai tugas
operasi tersebut akan dilaksanakan oleh divisi-divisi yang dimana pekerjaan
langsung berhubungan dengan produk yang akan dihasilkan, 3) Wilayah/lokasi.
Pembagian kerja yang didasarkan pada wilayah, merupakan cara yang cukup
populer di dalam organisasi, khusunya penjualan. Sistem ini dimaksudkan agar
para petugas penjualan mengurangi waktu serta biaya perjalanan juga lebih
memungkinkan para petugas untuk dapat mengetahui segala kondisi setempat, 4)
Langganan/pelanggan. Cara pembagian kerja ini dilakukan sesuai dengan jenis
langganan yang akan dilakukan hal ini dimaksudkan agar memberikan pelayanan
yang lebih baik, 5) Proses. Pembagian kerja yang didasarkan pada proses terutama
ditentukan oleh bermacam fasilitas teknis juga bersifat logis; pembagian seperti ini
biasanya diterapka pada tingkat operasional, 6) Team work. Suatu pekerjaan
khusus yang diserahkan kepada kelompok kerja yang bekerja sebagai divisi atau
unit yang dapat mengerjakan pekerjaan tersebut sacara mandiri karena memiliki
keahlian dalam bidang pekerjaan yang diberikan kepada divisi tersebut, 7) Matrix.
Inilah yang merupakan pembagian kerja terbilang baru yakni secara matriks
dimana sistem ini menganut double pengasawan; contohnya atas dasar teknis
(secara vertikal yang terdapat pada bagan organisasi).
Pelimpahan Wewenang dan Tanggungjawab DKM Masjid Jami’ Qurrotul
‘Ibaad
Dalam pelimpahan wewenang dan tanggung jawab DKM (dewan kemakmuran)
Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad melakukan pendelegasian yang memiliki indikator,
1) Menetapkan pekerjaan apa yang akan diberikan, 2) Mempertimbangkan siapa
yang akan diberikan wewenang tersebut, 3) Kemudian barulah menetapkan atau
memberikan wewenang dan tanggung jawab kepada yang terpilih, 4) Tetap
melakukan monitoring terhadap wewenang yang telah diberikan.
Tingkat efektivitas pendelegasian wewenang DKM (dewan kemakmuran)
Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, yakni; 1)
Melihat pekerjaan apa yang telah didelegasikan wewenangnya, 2) Mengawasi
pemegang wewenang dengan menetapkan feedback, dan 3) membantu pemegang
wewenang dengan memberikan arahan atau gambaran umum tentang pekerjaan
atau program yang diberikan.

Tabligh: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 3 No. 3 (2018) 123-140 135


A, I, Herman.

Dalam pelimpaham wewenang dan tanggung jawab pada DKM (dewan


kemakmuran) Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad, keputusan dari ketua DKM (dewan
kemakmuran) Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad sangat penting yang dimana sikap atau
keputusan yang diambil yakni; 1) Menganggap pentingnya pendelegasian tugas
tersebut, 2) Selalu terjun kelapangan untuk menganalisa situasi dan kondisi di
lapangan, 3) Menetapkan dengan matang tentang wewenang apa yang akan
didelegasikan kepada anggota-anggotanya, 4) Memilih dengan cermat kepada siapa
wewenang tersebut akan didelegasikan, 5) senantiasa menjadi motivator terhadap
anggota-angotanya yang telah menerima delegasi wewenang darinya.
Dalam bentuk pelimpahan wewenang dari dua bentuk yang ada yakni
sentralisasi dan desentralisasi, DKM (dewan kemakmuran) Masjid Jami’ Qurrotul
‘Ibaad menggunakan bentuk sentralisasi artinya segala keputusan akhir semuanya
berada pada keputusan ketua DKM (dewan kemakmuran) Masjid Jami’ Qurrotul
‘Ibaad dan segala aktifitas pelaporan semuanya harus melaporkan ke ketua DKM
(dewan kemakmuran) Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad secara langsung, yaitu ke
ustadz Abdulloh Bustomi. Bentuk sentralisasi ini menjadi pilihan DKM (dewan
kemakmuran) Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad dikarenakan beberapa fakto, pertama
melihat dari organisasi DKM (dewan kemakmuran) Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad
itu sendiri yang tergolong kedalam organisasi kecil dan sederhana juga memiliki
anggota atau individu yang sedikit, dan kedua karena dilihat dari cara kerja
pelimpahan wewenang dalam bentuk sentralisasi ini terbilang sederhana dan
mudah untuk diaplikasikan terutama untuk organisasi yang terbilang kecil dan
sederhana.
Pelimpahan otoritas atau wewenang dan tanggung jawab yang dilakukan
DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad adalah dengan membuat standar dalam
menentukan wewenang dan tanggung jawab apa yang akan diberikan serta akan
diberikan kepada siapa, selain memberikan wewenang dan tanggung jawab ketua
DKM juga turut membantu dengan memotivasi serta memberikan arahan tanpa
ikut membuat keputusan yang akan diambil oleh pengurus yang menerima
wewenang dan tanggung jawab tersebut. Oleh karena itu pelimpahan wewenang
dan tanggung jawab disini sangat tepat karena telah terkonsep dengan baik,
sehingga terciptanya lingkungan organisasi yang sehat serta kemakmuran masjid
meningkat hal ini dapat dilihat dari terciptanya kenyaman dilingkungan masjid,
program masjid yang berjalan continue, juga sarana dan prasarana yang memadai
sebagai masjid jami (13 Februari 2019 : hasil wawancara dengan Ust. Abdullah
Bustomi dan pengurus DKM lainnya).
Pegawai yang diberikan tugas dengan wewenang atas tugas tersebut namun
136 Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 3 No. 3 (2018) 123-140
Penerapan Fungsi Pengorganisasian dalam Meningkatkan Kemakmuran Masjid

wewenang itu jauh lebih kecil dari tugas yang harus dikerjakannya, maka pegawai
tersebut tidak akan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Begitupun
sebaliknya apabila wewenang yang diberikan melebihi tugas yang semestinya,
cenderung dapat menimbulkan penyelewengan atas wewenang tersebut. Dari
pemaparan sebelumnya maka sudah sepatutnya antara tugas, wewenang (hak),
serta tanggung jawab haruslah diberikan dengan porsi yang proporsional
(seimbang)(Muhyadi, 2012:81).
Setiap manajer harus mempunyai keseimbangan antara wewenang dan
tanggungjawab; wewenang tanpa tanggung jawab tidak akan pernah layak
dijadikan sebagai pegangan; begitu juga sebaliknya tanggungjawab tanpa
wewenang merupakan omong kosong yang nyata. Pada sebuah organisasi resmi
yang berjalan, wewenang haruslah didelegasikan oleh seorang pimpinan atau
manajer atau kelompok kerja organisasi pada pihak lain untuk melaksanakan
berbagai kewajiban khusus.
Pendelegasian wewenang merupakan salah saru faktor yang sangat vital di
dalam manajemen, karena; 1) menetapkan hubungan organisatoris formal di
antara individu yang merupakan anggota-anggota badan usaha, 2) memberikan
atau menyerahkan kekuasaan pengaturan (manajerial), dalam hal ini dapat
diartikan sebagai memberi “senjata” kepada para manajer agar mereka mampu
mengambil tindakan ketika keadaannya sulit “memaksa”; dan3) mengembangkan
atau meng-upgrade anggota dengan cara memberinya izin untuk mengambil
keputusan serta menerapkan pengetahuan yang mereka dapatkan dari berbagai
program latihan maupun hasil diskusi dalam pertemuan-pertemuan (G.R.Terry,
1993 : 101).
Efektivitas delegasi wewenang diantaranya; 1) memutuskan pekerjaan mana
yang nantinya akan didelegasikan (tidak semua pekerjaan dapat didelegasikan), 2)
menetapkan siapa yang akan menerima wewenang (tidak semua orang dapat
menerima wewenang), 3) mendelegasikan tugas yang telah ditetapkan, dan 4)
menetapkan feedback dengan tujuan monitoring (Hanafi, 1997:219).
Berikut hal-hal yang harus dilakukan pemimpin dalam pendelegasian; 1)
mengakui bahwa pendelegasian itu perlu dilakukan, 2) membuat suatu cara untuk
mengetahui segala hal yang terjadi di lapangan. Semua delegator (orang yang
mendelegasikan) ingin setiap informasi yang ada tetap sampai kepadanya, hal ini
dilakukan karena agar para delegator mengetahui semua hal yang sedang terjadi
dan agar ia mampu untuk kemudian memberikan petunjuk yang bersifat korektif
(jika diperlukan), 3) memilih jenis pengambilan keputusan yang paling tepat yang
akan didelegasikan. Untuk merealisasikan hal ini sebelum melakukan
pendelegasian maka haruslah membuat daftar sehingga dengan hal tersebut dapat
Tabligh: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 3 No. 3 (2018) 123-140 137
A, I, Herman.

mengidentifikasikan berbagai keputusan yang nantinya akan didelegasikan, 4)


menentukan dengan seksama mereka yang nantinya akan mendapatkan atau
menerima delegasi tersebut. Yang akan menerima pendelegasian atas wewenang
diharuskan orang yang dipercaya keberhasilannya dalam menjalankan tugas yang
diberikan, dan 5) membantu orang yang telah didelegasikan wewenang.
Mendampingi orang yang telah diberikan wewenang merupakan hal yang harus
dilakukan seorang pemimpin, namun dalam mendampingi jangan sampai
mengatur anggota yang telah didelegasikan tersebut dalam tindakannya mengambil
keputusan atau mendikte hal-hal yang semestinya harus dilakukan (Terry,
1993:102).
Sentralisasi dan desentralisasi wewenang, kedua hal ini merupakan bagian
penting dari suatu wewenang. Sentralisasi mempunyai arti sebagai suatu
pemusatan wewenang; sedangkan desentrasliasi memiliki arti membagi wewenang.
Kedua hal ini berhubungan dengan pendelegasian wewenang, karena persoalan
dalam pendelegasian wewenang salah satunya ialah berapa banyak wewenang yang
nantinya akan didelegasikan kepada anggota atau bawahan.
Sentralisasi wewenang mendapatkan dukungan yang luas dikarenakan; 1)
menghindari berbagai fungsi yang bersifat ganda, 2) menyeragamkan atau
menyamakan berbagai kebijaksanaan serta mendukung praktek kerja, 3)
mendapatkan wibawa dari para manajer dan bisa mengembangkan tugas yang
diberikan kepada mereka secara penuh, dan 4) pembagian kerja didasarkan pada
keahlian masing-masing dan bisa dimaksimalkan, hal ini dikarenakan ruang
lingkup serta volume pekerjaan yang diproses (Teryy, 1993:106).
Sedangkan desentralisasi wewenang lebih berhubungan dengan hal-hal
berikut ini; 1) mengedepankan efektivitas hubungan antar individu, 2) kesempatan
untuk mengelola dan mengembangkan tugas lebih besar, 3) meningkatkan bagian-
bagian dari organisasi begitupun kerjasamanya, dan 4) menyebarkan berbagai
resiko kerugian secara personal juga kerugian berbagai fasilitas (Terry, 1993:106).

PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad
mengenai penerapan fungsi pengorganisasian dalam meningkatkan kemakmuran
masjid maka dapat disimpulkan bahwa; 1) perumusan tujuan yang dilakukan oleh
DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad yakni dengan mengklasifikasikan berbagai
tujuan mulai dari jangka pendek, menengah dan juga jangka panjang. Selain hal
tersebut pengurus (DKM) juga melibatkan setidaknya satu anggota dari masing-
masing lembaga yang bekerjasama dengan DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘ibaad
138 Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 3 No. 3 (2018) 123-140
Penerapan Fungsi Pengorganisasian dalam Meningkatkan Kemakmuran Masjid

dalam merumuskan tujuan sehingga hasilnya penilaian dari mayoritas jama’ah


mengatakan perumusan tujuan atau sasaran yang dilakukan DKM Masjid Jami’
Qurrotul ‘Ibaad dapat dirasakan dampak positifnya terhadap peningkatan ibadah
mayoritas jama’ah, 2) mekanisme pembagian kerja yang dilakukan DKM Masjid
Jami’ Qurrotul ‘Ibaad dengan menggunakan pembagian kerja berdasarkan angka
sederhana juga dengan menempatkan orang yang diberi tugas sesuai dengan
kemampuannya (pembagian kerja berdasarkan fungsi) karenanya pembagian tugas
disini cukup baik. Baik dari segi idarah, imaroh, dan ri’ayahnya dengan indikator
adanya koordinasi tugas yang baik serta relationship yang baik antar pengurus, dan
3) pelimpahan otoritas atau wewenang dan tanggung jawab yang dilakukan DKM
Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad adalah dengan membuat standar dalam menentukan
wewenang dan tanggung jawab apa yang akan diberikan serta akan diberikan
kepada siapa, selain memberikan wewenang dan tanggung jawab ketua DKM juga
turut membantu dengan memotivasi serta memberikan arahan tanpa ikut
membuat keputusan yang akan diambil oleh pengurus yang menerima wewenang
dan tanggung jawab tersebut. Oleh karena itu pelimpahan wewenang dan
tanggung jawab disini sangat tepat karena telah terkonsep dengan baik, sehingga
terciptanya lingkungan organisasi yang sehat serta kemakmuran masjid meningkat
hal ini dapat dilihat dari terciptanya kenyaman dilingkungan masjid, program
masjid yang berjalan continue, juga sarana dan prasarana yang memadai sebagai
masjid jami.
Dari kesimpulan yang telah diuraikan sebelumnya, maka peneliti
mengemukakan beberapa rekomendasi bagi Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad, yaitu;
1) dalam perumusan tujuan DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad setidaknya harus
melibatkan beberapa jama’ah agar jama’ah pun mengetahui dan ikut berpartisipasi
mengemukakan pendapatnya dalam merumuskan tujuan, hal ini karena jama’ah
yang akan merasakan dampak baik itu positif atau negatifnya dari program yang
dijalankan DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad berdasarkan perumusan tujuan
tersebut, 2) mekanisme pembagian kerja serta pelimpahan otoritas atau wewenang
dan tanggung jawab yang dilakukan DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad hendaklah
dibuat profesional untuk menghindari adanya kecemburuan sosial dari anggota,
dengan begitu akan dapat meningkatkan kerjasama antar sesama pengurus DKM
Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad, dan 3) menambahkan pada struktur organisasi divisi
atau unit usaha agar organisasi DKM Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad lebih
profesional, terlebih dalam rangka mencapai visi Masjid Jami’ Qurrotul ‘Ibaad
yakni menjadi basis dalam pemberdayaan ekonomi umat.

DAFTAR PUSTAKA
Ayub E, M. 2005. Manajemen Masjid, Jakarta: Gema Insani.
Tabligh: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 3 No. 3 (2018) 123-140 139
A, I, Herman.

Dirjen BMI. 2014. Standar Pembinaan Manajemen Masjid, Jakarta: Dirjen Press.
E. Kast, Rosenzweig J. 1995. Organisasi dan Manajemen Edisi Keempat, Jakarta:
Bumi Aksara.
Gazalba, S. 1994. Masjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Pustaka Al-
Husna.
Hanafi, M.M. 2003. Manajemen Edisi Revisi, Yogyakarta: Unit Penerbit dan
percetakan akademik Manajemen Perusahaan ykpn.
Indonesia dokumen, 2015. Manajemen Masjid Paripurna, diakses 26 Februari
2019, dari https://dokumen.tips/documents/manajemen-masjid
paripurna.html
Iwan S, A. 2012. “Dakwah Berbasis Pemberdayaan Ekonomi dan Peningkatan
Kesejahteraan Mad’u” dalam Ilmu Dakwah: Academic Journal for Homeilectic
Studies,Vol. 6 No. 2 Desember 2012, 348
Kulsum, U. 2018. “Manajemen Strategik dalam Pengelolaan Pesantren” dalam
Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah, Vol. 3 No. 1 Maret 2018, 85.
Muhyadi. 2012. Dinamika Organisasi, Yogyakarta: Penerbit OMBAK.
R. Terry, G. 1993. Prinsip-Prinsip Manajemen, Jakarta: Bumi Aksara.
Rakhmat, J. 1999. Metode Penelitian Komunikasi, Bandung: Remaja Karya.
Rifa’i, F. 2005. Manajemen Masjid Mengoptimalkan Fungsi Sosial Ekonomi
Masjid, Bandung: Benang Merah Press.
Sadiah, D. 2015. Metode Penelitian Dakwah, Bandung: PT Rosdakarya.
Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Suherman, E. 2012. Manajemen Masjid, Bandung: Penerbit Alfabeta.
Winardi, J. 2017. Teori Organisasi & Pengorganisasian, Jakarta: Rajawali Pers.

140 Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 3 No. 3 (2018) 123-140

Anda mungkin juga menyukai