ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana implementasi fungsi
actuating dalam pembinaan santri di pondok pesantren. Jenis penelitian yang
dilakukan merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan teknik analisis
induktif. Pengumpulan data dilakukan melalui teknik observasi, wawancara
dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pondok Pesantren
“Ma’hadul Islam Sarean Kaliwungu” (MISK) melakukan pembinaan kepada
santri melalui beberapa program kegiatan, salah satunya adalah kegiatan
“Jamiyah Jumat Malam”. Di mana dalam kegiatan ini aspek yang hendak
dibina dan dikembangkan adalah aspek keterampilan santri agar memiliki
kemampuan dan keahlian dalam mensyiarkan agama Islam di masyarakat.
Implementasi fungsi actuating sebagai upaya pembinaan santri di Pondok
Pesantren MISK dilakukan melalui beberapa cara yaitu pemberian motivasi,
pemberian bimbingan, menjalin hubungan, menyelenggarakan komunikasi
dan pengembangan atau peningkatan pelaksana.
Kata Kunci : Actuating, Pembinaan Santri, Pondok Pesantren.
ABSTRACT
Diterima: Februari 2021. Disetujui: April 2021. Dipublikasikan: juni 2021 115
U. Niswah & M.R. Setiawan
PENDAHULUAN
Pesantren merupakan subkultur atau lembaga berbasis masyarakat yang
didirikan dengan tujuan untuk menanamkan keimanan dan ketakwaan kepada
Allah SWT, menyematkan akhlak mulia, dan membentuk karakter pribadi
yang senantiasa memegang teguh ajaran agama, merawat nilai luhur bangsa
dan memiliki orientasi menyelenggarakan pendidikan untuk mengembangkan
kemampuan, pengetahuan dan keterampilan, dalam memahami dan
mengamalkan nilai-nilai ajaran agama, serta mensyiarkan dakwah Islam
rahmatan lil alamin.
Menurut Mastuhu, sebagai sebuah lembaga pendidikan Islam
tradisional, pesantren mempunyai empat ciri khusus yang menonjol, yaitu
mulai dari hanya memberikan pelajaran agama versi kitab-kitab Islam klasik
berbahasa Arab, mempunyai teknik pengajaran yang unik dengan metode
sorogan dan bondongan atau wetonan (Mastuhu, 1994, p. 20).
Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional yang bertahan
dengan konsentrasi keilmuan tradisional, saat ini menghadapi dua pilihan
dilematis, yaitu mempertahankan tradisinya, yang mungkin dapat menjaga
nilai-nilai agama ataukah mengikuti perkembangan zaman dengan resiko
kehilangan asetnya. Tetapi, sebenarnya ada jalan ketiga, hanya saja menuntut
kreativitas dan kemampuan rekayasa pendidikan yang tinggi melalui
pengenalan aset-asetnya atau identitasnya terlebih dahulu, kemudian
melakukan pengembangan secara modern. Oleh karena itu, sudah saatnya
pondok pesantren perlu pengelolaan dengan manajerial yang profesional.
Penyelenggaraan pendidikan, termasuk pondok pesantren apabila tidak
ditunjang dengan manajemen yang baik, maka akan terasa susah dalam
mengatur dan mengelolanya. Karena kelancaran dan keberhasilan suatu
organisasi untuk mencapai tujuanya memerlukan penerapan fungsi
manajemen yang baik sehingga tujuannya tercapai secara efektif dan efisien.
Termasuk kegiatan yang dilakukan pada pembinaan santri supaya memiliki
kemampuan yang baik dalam berdakwah dan memnyebarkan ajaran agama
Islam. Penyelenggaraan dakwah tidak akan efektif jika dilakukan secara
individu tetapi harus dilaksanakan dengan kerja sama dalam kesatuan yang
rapi dan terencana serta mempergunakan sistem kerja yang efektif, dan
efisien (Shaleh, 2017, p. 3).
KERANGKA TEORI
Landasan teori dalam penelitian ini mengkaji tentang actuating, pembinaan
dan pondok pesantren.
Fungsi Actuating Dalam Manajemen
Menurut Terry (1972), fungsi manajemen meliputi perencanaan (planning),
pengorganisasian (organizing), penggerakan (actuating), pengontrolan
(controlling). Penggerakan (actuating) merupakan bagian yang sangat
penting dalam manajemen sebab tanpa actuating maka perencanaan
(planning) dan pengorganisasian (organizing) tidak dapat dikorealisasikan
dalam kenyataan. Penggerakan (actuating) adalah suatu fungsi pembimbing
dan pemberian pimpinan serta penggerakan orang agar kelompok itu suka
dan mau bekerja (Tanthawi, 1983, p. 74).
Actuating (penggerakan) adalah menggerakkan orang-orang untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Syamsi
(1998, p. 96) merumuskan “penggerakkan adalah aktivitas pokok dalam
manajemen yang mendorong semua bawahan agar bergerak untuk mencapai
tujuan-tujuan yang telah ditentukan dan merasa memiliki kepentingan serta
bersatu padu dengan rencana usaha organisasinya.
Secara umum actuating diartikan sebagai menggerakkan orang lain.
Siagian (2014, p. 120) mendefinisikan penggerakan (actuating) sebagai
keseluruhan proses pemberian dorongan bekerja kepada para bawahan
sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan
organisasi dengan efisien dan ekonomis.
Actuating dalam pandangan Terry sebagaimana dikutip Sukarna (2011,
p. 82) dikatakan sebagai membangkitkan dan mendorong semua anggota
kelompok agar berkehendak dan berusaha dengan keras dan ikhlas serta serasi
dengan perencanaan dan usaha-usaha pengorganisasian dari pihak pimpinan.
Sementara Hersey dan Blanchard dalam kutipan Sudjana (1996, p. 115)
mengemukakan actuating atau motivating adalah kegiatan untuk
menumbuhkan situasi yang secara langsung dapat mengarahkan dorongan-
dorongan yang ada dalam diri seseorang kepada kegiatan-kegiatan untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Dari pendapat beberapa ahli di atas dapat ditarik benang merah bahwa
actuating merupakan sebuah upaya seorang pemimpin melalui pengarahan
dan pemberian motivasi bisa melaksanakan kegiatan secara maksimal sesuai
dengan tugas dan tanggung jawabnya untuk mencapai tujuan yang sudah
menjadi rencana dari organisasi tersebut. Di antara kegiatan actuating adalah
melakukan pengarahan (commanding), bimbingan (directing) dan komunikasi
secara sadar, terencana, terarah, dan teratur secara bertanggung jawab dalam
rangka penumbuhan, peningkatan dan mengembangkan kemampuan serta
sumber-sumber yang tersedia untuk mencapai tujuan. Dengan demikian,
dalam pembinaan terdapat unsur tujuan, materi, proses, cara, pembaharuan,
dan tindakan pembinaan. Selain itu, untuk melaksanakan kegiatan pembinaan
diperlukan adanya perencanaan, pengorganisasian dan pengendalian.
Mangunhardjana (1992, p. 17) mengungkapkan pembinaan adalah suatu
proses belajar dengan tujuan membantu orang yang menjalaninya, untuk
membetulkan dan mengembangkan pengetahuan dan kecakapan baru untuk
mencapai tujuan hidup dan kerja yang sedang dijalani secara lebih efektif.
Di sisi lain, Daradjat (1983, p. 3) mengungkapkan pembinaan adalah
suatu usaha yang dilakukan dengan sadar, terencana, teratur dan terarah serta
bertanggung jawab untuk mengembangkan kepribadian dengan segala
aspeknya.
Sementara Robert & Jhon (2002, p. 112) menyatakan bahwa pembinaan
adalah suatu proses di mana orang-orang mencapai kemampuan tertentu
untuk membantu mencapai tujuan organisasi.
Sedangkan santri adalah orang yang menuntut ilmu atau mencari dan
memperdalam ilmu di pesantren. Tentu ilmu yang dipelajari adalah ilmu-ilmu
agama Islam. Tetapi pada perkembangan selanjutnya santri juga
memperdalam ilmu-ilmu umum yang telah diprogramkan oleh pesantren yang
telah mengalami modernisasi (Majid, 1997, p. 22).
Jadi, Pembinaan Santri adalah suatu proses yang dilakukan oleh
organisasi (pondok pesantren) melalui berbagai program yang diterapkan
kepada para santri dengan tujuan mengembangkan pengetahuan dan
kemampuan tertentu untuk mencapai tujuan organisasi yang sudah
direncanakan.
Pembinaan memiliki beberapa manfaat, di antaranya untuk melihat diri
dan pelaksanaan hidup serta kerjanya, menganalisis situasi hidup dari segala
segi positif dan negatifnya, menemukan masalah dalam kehidupannya,
menemukan hal atau bidang hidup yang sebaiknya diubah atau diperbaiki,
merencanakan sasaran dan program di bidang hidupnya sesudah mengikuti
pembinaan (Mangunhardjana, 1992, p. 13).
Adapun pendekatan yang bisa dilakukan dalam melakukan upaya
pembinaan di antaranya : a). Pendekatan informative (informative approach),
yaitu cara menjalankan program dengan menyampaikan informasi kepada
peserta didik. Peserta didik dalam pendekatan ini dianggap belum tahu dan
tidak punya pengalaman. b). Pendekatan partisipatif (participative approach),
dimana dalam pendekatan ini peserta didik dimanfaatkan sehingga lebih ke
120 ‖Jurnal Manajemen Dakwah Vol. 9 No. 1 (2021) 115-132
Implementasi Fungsi Actuating dalam Pembinaan Santri di Pondok Pesantren
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan
deskriptif. Penelitian kualitatif deskriptif merupakan penelitian yang tidak
dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan
apa adanya tentang suatu variabel, gejala atau keadaan (Arikunto, 1993, p.
310). Penelitian kualitatif deskriptif bertujuan mengumpulkan informasi
ataupun data untuk disusun, dijelaskan dan dianalisis (Muhtadi & Safei,
2003, p. 128).
Metode pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara,
obsenvasi dan dokumentasi. Metode wawancara adalah suatu metode
pengumpulan data dengan cara mengajukan pertanyaan secara langsung
kepada seseorang yang berwenang tentang suatu masalah (Arikunto, 1993, p.
231). Teknik wawancara dilakukan kepada sumber primer penelitian ini, yaitu
pengasuh pondok pesantren, pengurus, dan santri yang ada di lingkungan
Pondok Pesantren “Ma’hadul Islam Sarean Kaliwungu”. Metode wawancara
ini digunakan untuk mendapatkan data dan menggali data tentang sesuatu
yang berkaitan dengan implementasi fungsi actuating dalam pembinaan santri
di Pondok Pesantren MISK.
tahun 2007, pondok pesantren ini berada di bawah asuhan K.H. Muhammad
Hasan Amrun dan Kyai Tubagus Bakrie, dengan sistem kurikulum atau
pengajaran berbasis pendidikan salaf dan pendidikan umum terpadu.
Sebagai salah satu jenis pesantren yang masih menggunakan sistem
pengajaran salafi (pengkajian kitab-kitab kuning) dan dipadukan dengan
pendidikan umum, santri Pondok Pesantren MISK mempunyai pemikiran
terbuka dan moderat, tanpa menghilangkan unsur peran Islam di dalamnya.
Disiplin dan kesederhanaan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, baik
dilingkungan pesantren maupun lingkungan masyarakat (Dokumen, 2020).
Pembinaan Santri di Pondok Pesantren MISK
Pembinaan santri yang dilakukan Pondok Pesantren “Ma’hadul Islam Sarean
Kaliwungu” (MISK) dilakukan melalui beberapa program kegiatan, salah
satunya adalah kegiatan “Jamiyah Jumat Malam”. Di mana dalam kegiatan
ini aspek yang hendak dibina dan dikembangkan adalah aspek keterampilan
santri untuk memiliki kemampuan dan keahlian dalam mensyiarkan agama
Islam di masyarakat. Oleh karena itu, pengasuh dan pengurus Pondok
Pesantren MISK membuat materi kegiatan “Jamiyah Jumat Malam” dengan
perencanaan secara komprehensif didasarkan pada kegiatan keagamaan yang
sering dilakukan di masyarakat seperti tahlilan, barzanji, sholawatan,
manaqiban, tilawah/murottal, khitobah dan ceramah. Kemudian materi-
materi yang telah dibuat santri disampaikan kepada pengurus untuk
dilakukan pembinaan sebelum tampil.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Rifai, ketua pengurus Pondok
Pesantren MISK, materi pada kegiatan “Jamiyah Jumat Malam adalah
pertama, tahlil dan doa, pembacaan tahlil dan doa adalah kegiatan yang biasa
dilakukan sebagian besar masyarakat muslim saat ada acara-acara tertentu.
Para santri di Pondok Pesantren MISK diberikan materi pelatihan untuk
menghafalkan tahlil dan doa, sebelum pelaksanaan acara, santri menyetorkan
atau memperdengarkan hafalan kepada pengurus untuk dikoreksi. Hafalan
tahlil dan doa ini bagi santri Pondok Pesantren MISK, selain untuk persiapan
dalam melaksanakan tugas di kegiatan “Jamiyah Jumat Malam” juga
bermanfaat ketika nantinya santri sudah terjun di masyarakat. Kedua, Al
barzanji dan manaqib, kegiatan pembacaan al barzanji dan manaqib juga
sering dilakukan di masyarakat. Sehingga Pondok Pesantren MISK
memberikan pembinaan kepada santri melalui pelatihan tentang bagaimana
membaca al-barzanji dan manaqib dengan baik serta mengkaji tentang arti
yang ada dalam bacaan al barzanji dan manaqib. Ketiga, sholawatan,
pemberian materi sholawatan juga dilakukan Pondok Pesantren MISK dalam
pembinaan santri. Hal ini sebagai upaya untuk menggali potensi dan bakat
santri. Adapun pelatihan ini meliputi melantunkan bacaan sholawat dan juga
dengan santri maupun pengurus selalu terjalin satu sama lain. Selain itu
dalam kegiatan belajar mengajar pun tidak jarang ustadz atau pengajar
memberikan ruang kepada para santri untuk bertanya. Komunikasi secara
tertulis juga dilakukan melalui mading (majalah dinding) yang dikelola oleh
pengurus seksi pendidikan terkait informasi kegiatan atau pengumuman
Pondok Pesantren MISK.
Kelima, pengembangan atau peningkatan pelaksana. Pengembangan
atau peningkatan pelaksana mempunyai arti penting bagi proses dakwah.
Sebab, dengan adanya usaha memperkembangkan para pelaksana, yang
berarti kesadaran, kemampuan, keahlian, dan keterampilan para pelaku
dakwah itu selalu ditingkatkan dan dikembangkan sesuai dengan rising
demand-nya usaha-usaha dakwah. Sehingga diharapkan proses
penyelengaraan dakwah itu berjalan secara efektif dan efisien (Shaleh, 2017,
p. 138). Rifai (2021) menyatakan bahwa dalam pembinaan santri di Pondok
Pesantren MISK ini seiring berjalannya waktu selalu mengalami
pengembangan dan peningkatan pelasana. Hal ini bisa dilihat misalnya
pembinaan santri melalui kegiatan “Jamiyah Jumat Malam”. Pada awalnya
kegiatan ini hanya sekedar pembacaan berzanji seperti di masyarakat pada
umumnya. Kemudian mengalami pengembangan seperti sekarang ini dengan
tambahan pembacaan tahlil, pembacaan tilawatil al-Quran bahkan ada latihan
khitobah dan ceramahnya. Sehingga secara otomatis juga terjadi peningkatan
pelaksana, karena santri yang bertugas juga semakin bertambah.
PENUTUP
Implementasi fungsi actuating sebagai upaya pembinaan santri di Pondok
Pesantren MISK dilakukan dengan cara : pemberian motivasi, pemberian
bimbingan, menjalin hubungan, penyelenggaraan komunikasi dan
pengembangan atau peningkatan pelaksana.
Pemberian motivasi dari pengasuh Pondok Pesantren MISK kepada
bawahannya, baik kepada pengurus maupun santri agar dalam setiap kegiatan
mereka melaksanakan tugas dengan senang hati, ikhlas dan bertanggung
jawab sehingga mendapatkan hasil yang baik. Pemberian motivasi sebagai
upaya pembinaan santri di Pondok Pesantren MISK ini berupa : 1)
Memberikan pemahaman dan manfaat tujuan dari setiap kegiatan yang
diberikan kepada santri, 2). Mengikutsertakan pengurus dalam pengambilan
keputusan terkait kegiatan di Pondok Pesantren MISK, 3). Memberikan
reward dan punishment kepada pengurus dan santri Pondok Pesantren MISK
agar lebih semangat dalam melaksanakan setiap tugas dan tanggung
jawabnya.
DAFTAR PUSTAKA
Empat.
Wawancara dengan Santri Pondok Pesantren MISK, M. Isroi, (2021).
Wawancara Ketua Pengurus Pondok Pesantren MISK, Ahmad Rifai, (2021).
Wawancara Koordinator Bidang Pendidikan Pondok Pesantren MISK,
Muhammad Ribqi Fikriddin, (2021).
Shaleh, A. R. (2017). Manajemen Dakwah Islam. Suara Muhammadiyah.
Siagian, S. P. (2014). Sistim Informasi Manajemen. Bumi Aksara.
Sudjana, D. (1996). Pengantar Manajemen Pendidikan Luar Sekolah.
Nusantara Press.
Sukarna. (2011). Dasar-Dasar Manajemen. CV. Mandar Maj.
Syamsi, I. (1998). Pokok-Pokok Organisasi dan Manajemen. Penerbit Bina
Aksara.
Tanthawi, J. (1983). Unsur-unsur Manajemen menurut Ajaran Al-Qur’an.
Pustaka Al-Husna.
Terry, G. R. (1972). Principles of Management (6th ed.). Richard D. Irwing
Inc.
Usman, H., & Akbar, P. S. (2003). Metodologi Penelitian Sosial. Bumi
Aksara.
Zaeni, A. W. (1995). Dunia Pemikiran Kaum Santri. LKPSM NU DIY.