Indonesia
Wahyu Ramadhan
D021191035
ABSTRAK
Sampah plastik menjadi isu penting banyak negara karena pencemarannya terus
meningkat setiap tahunnya. Tak hanya di daratan, sampah plastik juga mulai
mencemari laut. Data terbaru Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP),
sampah plastik yang mencemari lautan Indonesia mencapai 1,29 juta metrik ton
(M/T). "Kalau satu tahun itu ada 1,29 juta metrik ton pertahunnya. Hal itu besar
sekali, sampah itu bisa baru, bisa sampah yang berulang-ulang terkena harus.
Karena sampah kumpul di suatu tempat dan akan pindah lagi," kata Direktur
Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Direktur Jendral Ruang Laut,
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Muhammad Yusuf, saat ditemui di
Denpasar, Bali, Jumat (10/5). Yusuf menjelaskan, lebih dari 250 juta km wilayah
lautan terdampak akan pencemaran sampah tersebut dan paling banyak sampah
yang ada di laut adalah plastik. Yusuf juga menyampaikan, jika sampah plastik
tidak dikelola dengan baik akan masuk ke laut. Kemudian, mengalami proses
pelapukan dan menjadi mikro dan nano plastik yang bisa merusak ekosistem
pesisir. Sementara, mikro dan nano plastik ini dapat termakan oleh ikan dan
plankton yang pada akhirnya dikonsumsi oleh manusia. Plastik yang ada di laut
bisa berasal dari daratan maupun perairan. Polusi plastik dari perairan mengacu
kepada sampah sisa-sisa alat penangkap ikan seperti jaring, tali, dan bangkai
kapal. Sementara yang dari daratan berasal dari kehidupan modern manusia, di
mana plastik kerap digunakan sebagai 'barang sekali pakai' seperti botol, gelas,
dan alat makan plastik, serta pembersih telinga. Sampah-sampah ini akan sangat
berbahaya bagi hewan laut karena mereka akan mengira plastik sebagai
makanannya dan akhirnya mengonsumsinya. Penyu misalnya, mereka tidak dapat
membedakan kantung plastik dengan ubur-ubur, sehingga kerap mengonsumsinya
tanpa sengaja. Saat sampah plastik masuk kepencernaan hewan laut, itu dapat
menyebabkan penyumbatan dan akhirnya kematian. Untuk menghentikan sama
sekali penggunaan plastik dalam memproduksi barang, mungkin akan sulit bagi
kita karena beberapa keunggulan plastik masih diperlukan untuk memproduksi
barang. Yang mungkin dilakukan adalah membatasi penggunaan plastik untuk
produk tertentu yang sebenarnya dapat digantikan dengan bahan lain yang lebih
ramah lingkungan, seperti penggunaan kantong kain.
Plastik adalah polimer hidrokarbon rantai panjang yang terdiri atas jutaan
monomer yang saling berikatan dan tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme
(Trisunaryanti, 2018). Sampah plastik membutuhkan waktu 200 sampai 1.000
tahun untuk dapat terurai. Sampah plastik dapat menimbulkan pencemaran
terhadap tanah, air tanah, dan makhluk bawah tanah. Bahkan racun dari partikel
plastik yang masuk ke dalam tanah akan membunuh hewan pengurai di dalam
tanah seperti cacing. Tidak hanya itu, PCB (Polychlorinated Biphenyls) yang
tidak dapat terurai meskipun termakan oleh binatang maupun tanaman akan
menjadi racun berantai sesuai urutan rantai makanan, dan masih banyak lagi
dampak negatif yang ditimbulkan oleh sampah plastik (Wibowo dalam
Purwaningrum, 2016).
Menurut Our World In Data pada 1950, dunia hanya memproduksi dua
juta ton per tahunnya. Namun, sejak saat itu, produksi tahunan plastik meningkat
hampir 200 kali lipat--menjadi 7,8 miliar ton di 2015. Jumlah ini setara dengan
massa 2/3 populasi dunia. Plastik, seperti yang kita tahu, dapat bertahan lama di
Bumi, bahkan hingga 60-70 tahun. Dan plastik yang dibuat pada masa awal pun
kemungkinan masih ada hingga saat ini. Menurut para penelti dari Environment
Agency Austria dan Medical University of Vienna, setengah dari total plastik
yang ada saat ini, berasal dari abad ke-21. Akan tetapi, hanya 20% sampah plastik
yang didaur ulang. Pada akhirnya, sekitar 10 miliar ton plastik berakhir di lautan
setiap tahunnya. Menurut riset, pada tahun 2050, rerata spesies laut di Bumi akan
mengonsumsi plastik. Namun melihat berbagai kejadian terkait, kami takut bahwa
hal tersebut tidak memerlukan waktu lama hingga terjadi. Bisa saja dalam
beberapa tahun kabar buruk tersebut terjadi bila kita tidak mau mengubah perilaku
kita terhadap penggunaan plastik sekali pakai.
II. PEMBAHASAN
Laut adalah salah satu dari 17 tujuan dari Sustainable Development Goals
(SDGs) atau pembangunan berkelanjutan (2015-2030) yang diukur dengan
menyeimbangkan tiga dimensi pembangunan berkelanjutan yaitu lingkungan, sosial
dan ekonomi. Laut adalah salah satu ekosistem perairan yang memiliki kemampuan
untuk mempertahankan kelestarian ekosistem yang berguna sebagai penampungan
akhir dari segala jenis limbah air yang dihasilkan dari aktivitas manusia. Seperti yang
diungkpakan oleh Darmono (2001) laut menerima bahan-bahan yang terbawa oleh air
dari daerah pertanian, limbah rumah tangga, sampah, bahan buangan dari kapal,
tumpahan minyak, dan bahan buangan lainya.
Secara total, berat basah sampah yang dimakan hewan malang tersebut
berjumlah 5,9 kilogram. Ini bukanlah angka yang sedikit. Apalagi, sebagian
besar sampah tadi telah berubah warna. Hal ini menandakan bahwa sampah-
sampah tersebut sudah berada di dalam tubuh paus ini dan mengendap dalam
waktu yang lama. Jauh sebelum ditemukannya plastik pada tubuh paus sperma
di Wakatobi ini, banyak hewan laut yang tanpa sengaja terjerat atau
mengonsumsi jenis sampah yang sulit terurai tersebut. Mulai dari lobster, ikan
pari, lumba-lumba, ubur-ubur, bayi anjing laut, paus pilot jantan dan yang
lainnya. Hewan laut yang berada di perairan dalam pun tak bisa menghindari
ancaman sampah plastik.
Plastik yang ada di laut bisa berasal dari daratan maupun perairan. Polusi
plastik dari perairan mengacu kepada sampah sisa-sisa alat penangkap ikan
seperti jaring, tali, dan bangkai kapal. Sementara yang dari daratan berasal
dari kehidupan modern manusia, di mana plastik kerap digunakan sebagai
'barang sekali pakai' seperti botol, gelas, dan alat makan plastik, serta
pembersih telinga. Sampah-sampah ini akan sangat berbahaya bagi hewan laut
karena mereka akan mengira plastik sebagai makanannya dan akhirnya
mengonsumsinya. Penyu misalnya, mereka tidak dapat membedakan kantung
plastik dengan ubur-ubur, sehingga kerap mengonsumsinya tanpa sengaja.
Saat sampah plastik masuk kepencernaan hewan laut, itu dapat menyebabkan
penyumbatan dan akhirnya kematian.
Gambar 2.2 Sejumlah mahasiswa Akademi Komunitas Perikanan dan Kelautan Wakatobi
mengukur bangkai Paus yang terdampar di perairan Wakatobi.(KOMPAS.com/ ISTIMEWA)
Selain hewan laut, manusia pun dapat terkena dampaknya. Belum lama ini,
sekelompok peneliti Austria melalui penelitiannya mengungkapkan fakta bahwa
mikroplastik yang merupakan partikel kecil hasil penguraian plastik ternyata
terakumulasi pada kotoran manusia. Itu berarti, setelah hewan laut memakan
sampah plastik, manusia kemudian ikut menelannya melalui hasil tangkapan laut,
seperti ikan, udang, dan makanan laut lainnya. Dipaparkan oleh Greenpeace, pada
dasarnya sampah plastik ini berpotensi terbelah menjadi partikel-partikel kecil,
yang disebut sebagai mikroplastik dengan ukuran sebesar 0,3 hingga 5 milimeter.
Partikel kecil inilah yang justru berbahaya, karena berpeluang masuk ke dalam
tubuh makhluk hidup, termasuk manusia. Adapun dampak yang bisa ditimbulkan
pada manusia antara lain kanker, stroke, serta penyakit pernapasan.
Sumber : mongabay.co.id
Indonesia meiliki laut yang begitu luas, namun pencemaran laut oleh sampah
tidak dapat dihindarkan di beberapa bagian laut indonesia karena sampah yang
ditimbulkan tidak dapat dihindarkan lagi serta Indonesia merupakan negara
penyumbang sampah terbesar nomor dua setelah cina, hal ini menjadi masalah yang
serius dimana sekitar 8 juta ton sampah dari manusia mengalir ke lautan setiap
tahunya di dunia.
Pencemaran air laut tidak hanya brdampak kepada ekosisitem laut dan biota
laut, tetapi manusia juga dapat terkenan dampak pencemaran tersebut, mengingat
manusia membutuhkan bagi kehidupan utnuk mencukupi aktifitas sehari-hari, apabila
air laut tercemar maka kebutuhan air yang digunakan manusia juga dapat ikut
tercemar sehingga dapat menyebabkan penyakit bagi manusia karena air yang
tercemar didalamnya pasti akan terdapat bakteri atau kandungan berbahaya bagi
manusia, selain itu apabila ekosisitem laut seperti hewan-hewan tercemar oleh
sampah maka hewan tersebut akan mengandung penyakit karena terinfeksi
pencemaran dan apabila manusia mengkonsumsi ikan tersebut secara tidak langsung
pencemaran yang ada didalam ikan akan ikut termakan oleh tubuh manusia dan tubuh
manusia aka ikut menjadi tercemar oleh bakteri ikan yang tidak sehat. Sampah plastik
juga berdampak buruk bagi pariwisata Indonesia, karena telah berdampak terhadap
menurunnya kunjungan wisata.
Kelestarian lingkungan khususnya ekosistem laut dan biota laut harus dijaga
dan dilindungi, karena sampah adalah tanggung sama seluruh manusia dan harus
diatasi bersama dalam rangka pembangunan berkelanjutan demi keberlanjutan
ekosistem laut dan untuk keberlanjutan kehidupan dimasa depan dan menjadi sumber
penunjang kehidupan masyarakat indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.liputan6.com/health/read/3947275/dari-ikan-ke-manusia-mikroplastik-
bisa-merusak-organ-tubuh
Kadafi, Moh. 2019. Miris, Sampah Plastik di Laut Indonesia Mencapai 1,29 Juta
Metrik Ton. Diakses pada 20 Mei 2020
https://www.merdeka.com/peristiwa/miris-sampah-plastik-di-laut-indonesia-
mencapai-129-juta-metrik-ton.html
Laras, Gita. 2018. Perilaku Manusia dan Dampak Sampah Plastik yang Menewaskan
Hewan Laut. Diakses pada 20 Mei 2020
https://nationalgeographic.grid.id/read/131244353/perilaku-manusia-dan-dampak-
sampah-plastik-yang-menewaskan-hewan-laut?page=all
Lestari, Karlina. 2020. Dampak Sampah Plastik yang Menghantui Lingkungan dan
Kesehatan. Diakses pada 20 Mei 2020
https://www.sehatq.com/artikel/dampak-sampah-plastik-yang-menghantui-
lingkungan-dan-kesehatan
Nurhayati, Sri. 2018. Sampah Plastik: Dampaknya Terhadap Pariwisata Dan Solusi.
Diakses pada 20 Mei 2020
https://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%20Singkat-X-23-I-P3DI-
Desember-2018-189.pdf
Satrio, Bhakti. 2018. Paus Mati di Wakatobi, Bukti Nyata Indonesia Darurat Sampah
Plastik. Diakses pada 20 Mei 2020
https://sains.kompas.com/read/2018/11/22/181000423/paus-mati-di-wakatobi-bukti-
nyata-indonesia-darurat-sampah-plastik
Wikan, Ratri. 2018. Dampak Pencemaran Air Laut Akibat Sampah Terhadap
Kelestarian Laut Di Indonesia. Diakses pada 20 Mei 2020
https://www.researchgate.net/publication/325312443_DAMPAK_PENCEMARAN_AI
R_LAUT_AKIBAT_SAMPAH_TERHADAP_KELESTARIAN_LAUT_DI_INDONESIA