Anda di halaman 1dari 10

Dampak Pencemaran Air Laut Akibat Sampah Plastik Di

Indonesia

Wahyu Ramadhan
D021191035

Universitas Hasanuddin, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan


Telp: 085340517650. Email: wrdn261@gmail.com

ABSTRAK

Sampah plastik menjadi isu penting banyak negara karena pencemarannya terus
meningkat setiap tahunnya. Tak hanya di daratan, sampah plastik juga mulai
mencemari laut. Data terbaru Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP),
sampah plastik yang mencemari lautan Indonesia mencapai 1,29 juta metrik ton
(M/T). "Kalau satu tahun itu ada 1,29 juta metrik ton pertahunnya. Hal itu besar
sekali, sampah itu bisa baru, bisa sampah yang berulang-ulang terkena harus.
Karena sampah kumpul di suatu tempat dan akan pindah lagi," kata Direktur
Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Direktur Jendral Ruang Laut,
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Muhammad Yusuf, saat ditemui di
Denpasar, Bali, Jumat (10/5). Yusuf menjelaskan, lebih dari 250 juta km wilayah
lautan terdampak akan pencemaran sampah tersebut dan paling banyak sampah
yang ada di laut adalah plastik. Yusuf juga menyampaikan, jika sampah plastik
tidak dikelola dengan baik akan masuk ke laut. Kemudian, mengalami proses
pelapukan dan menjadi mikro dan nano plastik yang bisa merusak ekosistem
pesisir. Sementara, mikro dan nano plastik ini dapat termakan oleh ikan dan
plankton yang pada akhirnya dikonsumsi oleh manusia. Plastik yang ada di laut
bisa berasal dari daratan maupun perairan. Polusi plastik dari perairan mengacu
kepada sampah sisa-sisa alat penangkap ikan seperti jaring, tali, dan bangkai
kapal. Sementara yang dari daratan berasal dari kehidupan modern manusia, di
mana plastik kerap digunakan sebagai 'barang sekali pakai' seperti botol, gelas,
dan alat makan plastik, serta pembersih telinga. Sampah-sampah ini akan sangat
berbahaya bagi hewan laut karena mereka akan mengira plastik sebagai
makanannya dan akhirnya mengonsumsinya. Penyu misalnya, mereka tidak dapat
membedakan kantung plastik dengan ubur-ubur, sehingga kerap mengonsumsinya
tanpa sengaja. Saat sampah plastik masuk kepencernaan hewan laut, itu dapat
menyebabkan penyumbatan dan akhirnya kematian. Untuk menghentikan sama
sekali penggunaan plastik dalam memproduksi barang, mungkin akan sulit bagi
kita karena beberapa keunggulan plastik masih diperlukan untuk memproduksi
barang. Yang mungkin dilakukan adalah membatasi penggunaan plastik untuk
produk tertentu yang sebenarnya dapat digantikan dengan bahan lain yang lebih
ramah lingkungan, seperti penggunaan kantong kain.

Kata Kunci : Dampak, Sampah Plastik, Laut Indonesia.


I. LATAR BELAKANG

Matinya paus sperma (Physeter macrocephalus) di sekitar Pulau Kapota,


Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara dan tiga penyu di Pulau Pari, Kepulauan
Seribu, DKI Jakarta membuka mata banyak kalangan terhadap bahaya sampah
plastik. Indonesia adalah negara kedua terbesar setelah Tiongkok penyumbang
sampah plastik yang dibuang ke laut. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (KLHK), 80% sampah yang dibuang ke laut berasal dari
daratan dan 90% merupakan sampah plastik. Sampah plastik di lautan Indonesia
diperkirakan mencapai 187,2 juta ton per tahun (Jambeck et.al, 2015).

Plastik adalah polimer hidrokarbon rantai panjang yang terdiri atas jutaan
monomer yang saling berikatan dan tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme
(Trisunaryanti, 2018). Sampah plastik membutuhkan waktu 200 sampai 1.000
tahun untuk dapat terurai. Sampah plastik dapat menimbulkan pencemaran
terhadap tanah, air tanah, dan makhluk bawah tanah. Bahkan racun dari partikel
plastik yang masuk ke dalam tanah akan membunuh hewan pengurai di dalam
tanah seperti cacing. Tidak hanya itu, PCB (Polychlorinated Biphenyls) yang
tidak dapat terurai meskipun termakan oleh binatang maupun tanaman akan
menjadi racun berantai sesuai urutan rantai makanan, dan masih banyak lagi
dampak negatif yang ditimbulkan oleh sampah plastik (Wibowo dalam
Purwaningrum, 2016).

Sampah plastik yang masuk ke laut dapat terbelah menjadi partikel-


partikel kecil yang disebut mikroplastik dengan ukuran 0,3 – 5 milimeter.
Mikroplastik ini sangat mudah dikonsumsi oleh hewan-hewan laut. Sebelumnya,
berdasarkan data The World Bank tahun 2018, sebanyak 87 kota di pesisir
Indonesia memberikan kontribusi sampah ke laut diperkirakan sekitar 1, 27 juta
ton. Dengan komposisi sampah plastik mencapai 9 juta ton dan diperkirakan
sekitar 3,2 juta ton adalah sedotan plastik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
Jenna R Jambeck dari University of Georgia, pada 2010 ada 275 juta ton sampah
plastik yang dihasilkan di seluruh dunia. Sekitar 4,8-12,7 juta ton di antaranya
terbuang dan mencemari laut. Indonesia memiliki populasi pesisir sebesar 187,2
juta yang setiap tahunnya menghasilkan 3,22 juta ton sampah plastik yang tak
terkelola dengan baik. Sekitar 0,48-1,29 juta ton dari sampah plastik tersebut
diduga mencemari lautan.

Data itu juga mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara dengan


jumlah pencemaran sampah plastik ke laut terbesar kedua di dunia. Cina
memimpin dengan tingkat pencemaran sampah plastik ke laut sekitar 1,23-3,53
juta ton/tahun. Padahal jumlah penduduk pesisir Indonesia hampir sama dengan
India, yaitu 187 juta jiwa. Namun tingkat pencemaran plastik ke laut India hanya
sekitar 0,09-0,24 juta ton/tahun dan menempati urutan ke 12. Artinya memang ada
sistem pengelolaan sampah yang buruk di Indonesia. Sebelumnya, Peneliti Pusat
Penelitian Oseanografi (P2O) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) M
Reza Cordova juga membeberkan fakta tentang sampah plastik, khususnya
mikroplastik. Menurut dia, mikroplastik memang sudah mengancam kerusakan
ekosistem laut di Indonesia dan itu terus berlangsung sepanjang tahun tanpa henti.

Diperkirakan saat ini mikroplastik yang ada di air laut Indonesia


jumlahnya ada di kisaran 30 hingga 960 partikel/liter. Keberadaan mikroplastik di
dalam air laut Indonesia, jumlahnya sama dengan jumlah mikroplastik yang
ditemukan di air laut Samudera Pasifik dan Laut Mediterania. Namun, lebih
rendah dibandingkan di pesisir Tiongkok, Pesisir California, dan Barat Laut
Samudera Atlantik. Sepertinya pencemaran plastik di Indonesia diperkirakan akan
terus meningkat. Saat ini, industri-industri minuman di Indonesia merupakan
salah satu sektor yang pertumbuhannya paling pesat. Pada kuartal I-2019,
pertumbuhan industri pengolahan minuman mencapai 24,2% secara tahunan
(YoY) hanya kalah dari industri pakaian jadi.

Menurut Our World In Data pada 1950, dunia hanya memproduksi dua
juta ton per tahunnya. Namun, sejak saat itu, produksi tahunan plastik meningkat
hampir 200 kali lipat--menjadi 7,8 miliar ton di 2015. Jumlah ini setara dengan
massa 2/3 populasi dunia. Plastik, seperti yang kita tahu, dapat bertahan lama di
Bumi, bahkan hingga 60-70 tahun. Dan plastik yang dibuat pada masa awal pun
kemungkinan masih ada hingga saat ini. Menurut para penelti dari Environment
Agency Austria dan Medical University of Vienna, setengah dari total plastik
yang ada saat ini, berasal dari abad ke-21. Akan tetapi, hanya 20% sampah plastik
yang didaur ulang. Pada akhirnya, sekitar 10 miliar ton plastik berakhir di lautan
setiap tahunnya. Menurut riset, pada tahun 2050, rerata spesies laut di Bumi akan
mengonsumsi plastik. Namun melihat berbagai kejadian terkait, kami takut bahwa
hal tersebut tidak memerlukan waktu lama hingga terjadi. Bisa saja dalam
beberapa tahun kabar buruk tersebut terjadi bila kita tidak mau mengubah perilaku
kita terhadap penggunaan plastik sekali pakai.
II. PEMBAHASAN

Laut adalah salah satu dari 17 tujuan dari Sustainable Development Goals
(SDGs) atau pembangunan berkelanjutan (2015-2030) yang diukur dengan
menyeimbangkan tiga dimensi pembangunan berkelanjutan yaitu lingkungan, sosial
dan ekonomi. Laut adalah salah satu ekosistem perairan yang memiliki kemampuan
untuk mempertahankan kelestarian ekosistem yang berguna sebagai penampungan
akhir dari segala jenis limbah air yang dihasilkan dari aktivitas manusia. Seperti yang
diungkpakan oleh Darmono (2001) laut menerima bahan-bahan yang terbawa oleh air
dari daerah pertanian, limbah rumah tangga, sampah, bahan buangan dari kapal,
tumpahan minyak, dan bahan buangan lainya.

Gambar 2.1 Sampah plastik mengapung di lautan

Sumber : Magnus Larsson/Getty Images/iStockphoto

Laut dianggap sebagai tempat pembuangan akhir bagi kehidupan manusia,


namun hal itu diabaikan oleh manusia karena laut memiliki volume air yang cukup
besar dan memiliki kemapuan untuk mengencerkan segala jenis zat yang dirasa tidak
akan menimbulkan dampak sama sekali. Terdapat suatu ekosistem kehidupan di
dalam laut yang harus dilestarikan yang memiliki kemampuan untukmempertahankan
suatu keseimbangan dan salah satu kebutuhan manusia. Kelestarian air laut apabila
tercemar oleh zat-zat yang ditimbulkan oleh limbah manusia secara terus-menerus
dengan volume yang besar dalam konsentrasi yang tinggi, maka dapat menyebabkan
rusaknya keseimbangan laut, rusaknya keseimbangan laut dapat berdampak pada
kelestarian alam dan terjadi dampak global untuk selanjutnya.

Pencemaran laut oleh sampah yang menyebabkan kerusakan ekosistem dan


biota laut oleh sampah dari aktivitas kehidupan manusia. Menurut (Yulia, 2006)
faktor penyebab terjadinya kerusakan ekosistem lingkungan lainya disebabkan oleh
berbagai aktifitas manusia. Untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia memerlukan
sejumlah kegiatan yang justru berperan dalam kerusakan lingkungan
disekitarnya.(Lingkungan, 2016). Pencemaran sampah dalam laut di Indonesia
merupakan permasalahan yang dihadapi Indonesia dan menjadi faktor utama
permasalahan pencemaran di laut Indonesia, dimana laut dilindungi untuk mencapai
pembangunan berkelanjutan dan memecahkan masalah-masalah yang ada untuk saat
ini dan untuk keberlangsungan kehidupan di masa depan. Pencemaran sampah dapat
berasal dari sampah yang dihasilkan oleh manusia yang dibuang ke sungai yang
selanjutnya mengalir akan bermuara ke laut atau aktivitas manusia yang secara
langsung membuang sampah ke laut. Sampah laut (Marine Debris) merupakan bahan
padat peristen yang sengaja atau tidak sengaja dibuang dan ditinggalkan di
lingkungan laut (CSIRO, 2914). Pencemaran sampah di laut dapat berasal dari
beberapa faktor sampah, seperti sampah plastik, sampah kayu, sampah logam,
sampah dari bahan organik, dan terdapat banyak sampah lainya yang dapat
mencemari laut.

Indonesia menempati urutan kedua sebagai negara penyumbang sampah


plastik terbesar di laut. Volumenya diperkirakan mencapai 1,29 juta metrik ton
setiap tahunnya. Fakta ini merugikan Indonesia secara ekonomi. Co-founder
Making Ocean's Plastik Free (MOPF), Roger Spranz menyebut hasil penelitian
lembaganya baru-baru ini menemukan penggunaan dan pencemaran kantong
plastik diperkirakan merugikan ekonomi nasional mencapai 2,91 miliar dolar AS
atau sekitar Rp 39 triliun per tahun.

a. Dampak Pencemaran Lingkungan Akibat Sampah Plastik Terhadap


Ekosistem Di Laut

Pada Minggu (18/11) Laude M. Saleh Hanan, volunteer Yayasan


Wakatobi, yang juga menjadi Ketua Badan Promosi Wakatobi, bersama
dengan WWF dan Akademi Komunitas Perikanan dan Kelautan (AKKP)
Wakatobi menemukan Paus Sperma (P. Macrocephalus) yang sudah menjadi
bangkai di perairan Desa Kapota, Kecamatan Wangi Wangi Selatan,
Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Sedihnya, saat melakukan
pemeriksaan terhadap organ dalam paus tersebut, berbagai sampah ditemukan.
Dari hasil identifikasi yang dilakukan dosen AKKP Wakatobi, ditemukan
beberapa jenis sampah plastik dengan komposisi: gelas plastik 750 gram (115
buah), plastik keras 140 gra, (19 buah), botol plastik 150 gram (4 buah),
kantong plastik 260 gram (25 buah), serpihan kayu 740 gram (6 potong),
sandal jepit 270 gram (2 buah), karung nilon 200 gram (1 potong), tali rafia
3260 gram (lebih dari 1000 potong), di dalam tubuh paus.

Secara total, berat basah sampah yang dimakan hewan malang tersebut
berjumlah 5,9 kilogram. Ini bukanlah angka yang sedikit. Apalagi, sebagian
besar sampah tadi telah berubah warna. Hal ini menandakan bahwa sampah-
sampah tersebut sudah berada di dalam tubuh paus ini dan mengendap dalam
waktu yang lama. Jauh sebelum ditemukannya plastik pada tubuh paus sperma
di Wakatobi ini, banyak hewan laut yang tanpa sengaja terjerat atau
mengonsumsi jenis sampah yang sulit terurai tersebut. Mulai dari lobster, ikan
pari, lumba-lumba, ubur-ubur, bayi anjing laut, paus pilot jantan dan yang
lainnya. Hewan laut yang berada di perairan dalam pun tak bisa menghindari
ancaman sampah plastik.

Plastik yang ada di laut bisa berasal dari daratan maupun perairan. Polusi
plastik dari perairan mengacu kepada sampah sisa-sisa alat penangkap ikan
seperti jaring, tali, dan bangkai kapal. Sementara yang dari daratan berasal
dari kehidupan modern manusia, di mana plastik kerap digunakan sebagai
'barang sekali pakai' seperti botol, gelas, dan alat makan plastik, serta
pembersih telinga. Sampah-sampah ini akan sangat berbahaya bagi hewan laut
karena mereka akan mengira plastik sebagai makanannya dan akhirnya
mengonsumsinya. Penyu misalnya, mereka tidak dapat membedakan kantung
plastik dengan ubur-ubur, sehingga kerap mengonsumsinya tanpa sengaja.
Saat sampah plastik masuk kepencernaan hewan laut, itu dapat menyebabkan
penyumbatan dan akhirnya kematian.

Gambar 2.2 Sejumlah mahasiswa Akademi Komunitas Perikanan dan Kelautan Wakatobi
mengukur bangkai Paus yang terdampar di perairan Wakatobi.(KOMPAS.com/ ISTIMEWA)

b. Dampak Pencemaran Lingkungan Akibat Sampah Plastik Terhadap


Kesehatan Manusia

Selain hewan laut, manusia pun dapat terkena dampaknya. Belum lama ini,
sekelompok peneliti Austria melalui penelitiannya mengungkapkan fakta bahwa
mikroplastik yang merupakan partikel kecil hasil penguraian plastik ternyata
terakumulasi pada kotoran manusia. Itu berarti, setelah hewan laut memakan
sampah plastik, manusia kemudian ikut menelannya melalui hasil tangkapan laut,
seperti ikan, udang, dan makanan laut lainnya. Dipaparkan oleh Greenpeace, pada
dasarnya sampah plastik ini berpotensi terbelah menjadi partikel-partikel kecil,
yang disebut sebagai mikroplastik dengan ukuran sebesar 0,3 hingga 5 milimeter.
Partikel kecil inilah yang justru berbahaya, karena berpeluang masuk ke dalam
tubuh makhluk hidup, termasuk manusia. Adapun dampak yang bisa ditimbulkan
pada manusia antara lain kanker, stroke, serta penyakit pernapasan.

Paparan mikroplastik dan bahan kimia dapat menumpuk di rantai makanan,


yang berpotensi berdampak pada seluruh ekosistem, termasuk kesehatan tanah
tempat kita menanam makanan. Mikroplastik juga terdapat di mana-mana, baik di
air dan udara. Mikroplastik dalam air yang diminum dan udara yang dihirup juga
dapat mengenai manusia secara langsung. Orang yang terus-menerus terpapar
mikroplastik dari wadah makanan dan minuman plastik dapat mengganggu
hormon endokrin (hormon yang mengatur pertumbuhan). Kehadiran mikroplastik
pada ikan, cacing tanah, dan spesies lain memang meresahkan, tetapi bahaya
sebenarnya terjadi jika mikroplastik berlama-lama di dalam tubuh, terutama jika
mikroplastik keluar dari usus, lalu masuk ke aliran darah dan organ lain.

Para ilmuwan termasuk Browne telah mengamati tanda-tanda kerusakan fisik,


seperti peradangan, yang disebabkan penusukan partikel dan gesekan
mikroplastik pada dinding organ. Para peneliti juga menemukan tanda-tanda
mikroplastik yang tertelan dapat membawa bahan kimia berbahaya dan polutan
lingkungan seperti pestisida yang tertarik ke permukaan plastik. Ini mengarah ke
efek kesehatan, misal terjadi kerusakan hati.

c. Dampak Pencemaran Lingkungan Akibat Sampah Plastik Terhadap


Pariwisata Indonesia

Aktivitas pariwisata yang dilakukan antara wisatawan dengan


pelaku wisata, secara langsung dan tidak langsung, dapat menyebabkan
adanya timbulan sampah setiap harinya. Kajian dari United
Nations Environment Proggramme (UNEP) menyatakan bahwa
wisatawan rata-rata menghasilkan enam kali lebih banyak sampah
saat mereka berlibur (WWF-Indonesia, 2015). Akibatnya, volume
sampah akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah
kunjungan wisata pada satu destinasi wisata.

Gambar 2.3 Sampah plastik di Pantai Kuta, Bali

Sumber : mongabay.co.id

Sampah yang tidak terkelola dengan baik di kawasan wisata dapat


mengganggu kenyamanan wisatawan dalam berwisata (Kurihara
dalam Khalik, 2014). Kenyamanan menjadi kondisi sangat penting
dalam industri pariwisata, selain keamanan (Kovari & Zimanyi,
2011). Di destinasi wisata Bunaken, ketika sampah tidak terkelola dengan
baik, telah mengakibatkan terjadinya penurunan kunjungan wisata
asing ke daerah tersebut. Data Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Manado menyatakan dalam 7 tahun terakhir telah terjadi penurunan
kunjungan wisatawan sebesar 65% (liputan6.com, 23 Januari 2016).
Banyaknya sampah plastik yang dibuang ke laut akan
berdampak terhadap pengembangan pariwisata yang saat ini sedang
gencar-gencarnya dilakukan oleh pemerintah. Beberapa destinasi
wisata telah terkena dampaknya.
III. KESIMPULAN

Indonesia meiliki laut yang begitu luas, namun pencemaran laut oleh sampah
tidak dapat dihindarkan di beberapa bagian laut indonesia karena sampah yang
ditimbulkan tidak dapat dihindarkan lagi serta Indonesia merupakan negara
penyumbang sampah terbesar nomor dua setelah cina, hal ini menjadi masalah yang
serius dimana sekitar 8 juta ton sampah dari manusia mengalir ke lautan setiap
tahunya di dunia.

Pencemaran air laut tidak hanya brdampak kepada ekosisitem laut dan biota
laut, tetapi manusia juga dapat terkenan dampak pencemaran tersebut, mengingat
manusia membutuhkan bagi kehidupan utnuk mencukupi aktifitas sehari-hari, apabila
air laut tercemar maka kebutuhan air yang digunakan manusia juga dapat ikut
tercemar sehingga dapat menyebabkan penyakit bagi manusia karena air yang
tercemar didalamnya pasti akan terdapat bakteri atau kandungan berbahaya bagi
manusia, selain itu apabila ekosisitem laut seperti hewan-hewan tercemar oleh
sampah maka hewan tersebut akan mengandung penyakit karena terinfeksi
pencemaran dan apabila manusia mengkonsumsi ikan tersebut secara tidak langsung
pencemaran yang ada didalam ikan akan ikut termakan oleh tubuh manusia dan tubuh
manusia aka ikut menjadi tercemar oleh bakteri ikan yang tidak sehat. Sampah plastik
juga berdampak buruk bagi pariwisata Indonesia, karena telah berdampak terhadap
menurunnya kunjungan wisata.

Kelestarian lingkungan khususnya ekosistem laut dan biota laut harus dijaga
dan dilindungi, karena sampah adalah tanggung sama seluruh manusia dan harus
diatasi bersama dalam rangka pembangunan berkelanjutan demi keberlanjutan
ekosistem laut dan untuk keberlanjutan kehidupan dimasa depan dan menjadi sumber
penunjang kehidupan masyarakat indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Haryanti, Fitri. 2019.Dari Ikan ke Manusia, Mikroplastik Bisa Merusak Organ


Tubuh. Diakses pada 20 Mei 2020

https://www.liputan6.com/health/read/3947275/dari-ikan-ke-manusia-mikroplastik-
bisa-merusak-organ-tubuh

Kadafi, Moh. 2019. Miris, Sampah Plastik di Laut Indonesia Mencapai 1,29 Juta
Metrik Ton. Diakses pada 20 Mei 2020

https://www.merdeka.com/peristiwa/miris-sampah-plastik-di-laut-indonesia-
mencapai-129-juta-metrik-ton.html

Laras, Gita. 2018. Perilaku Manusia dan Dampak Sampah Plastik yang Menewaskan
Hewan Laut. Diakses pada 20 Mei 2020

https://nationalgeographic.grid.id/read/131244353/perilaku-manusia-dan-dampak-
sampah-plastik-yang-menewaskan-hewan-laut?page=all

Lestari, Karlina. 2020. Dampak Sampah Plastik yang Menghantui Lingkungan dan
Kesehatan. Diakses pada 20 Mei 2020

https://www.sehatq.com/artikel/dampak-sampah-plastik-yang-menghantui-
lingkungan-dan-kesehatan

Nurhayati, Sri. 2018. Sampah Plastik: Dampaknya Terhadap Pariwisata Dan Solusi.
Diakses pada 20 Mei 2020

https://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%20Singkat-X-23-I-P3DI-
Desember-2018-189.pdf

Satrio, Bhakti. 2018. Paus Mati di Wakatobi, Bukti Nyata Indonesia Darurat Sampah
Plastik. Diakses pada 20 Mei 2020

https://sains.kompas.com/read/2018/11/22/181000423/paus-mati-di-wakatobi-bukti-
nyata-indonesia-darurat-sampah-plastik
Wikan, Ratri. 2018. Dampak Pencemaran Air Laut Akibat Sampah Terhadap
Kelestarian Laut Di Indonesia. Diakses pada 20 Mei 2020

https://www.researchgate.net/publication/325312443_DAMPAK_PENCEMARAN_AI
R_LAUT_AKIBAT_SAMPAH_TERHADAP_KELESTARIAN_LAUT_DI_INDONESIA

Anda mungkin juga menyukai