Anda di halaman 1dari 7

Sampah Plastik Laut, Mengancam dan

Berbahaya

Presiden Joko Widodo geram lantaran Indonesia menjadi negara


peringkat kedua sebagai penyumbang sampah plastik ke laut di dunia
atau berada satu posisi di bawah China sebagai negara peringkat pertama
penyumbang sampah plastik ke laut terbanyak di dunia.

Ya, Grup Penelitian Jambeck mengeluarkan hasil riset mereka soal yang
fakta sampah plastik di laut dalam jurnal berjudul Plastic Waste Inputs
From Land Into The Ocean. Data tersebut mengesahkan posisi Indonesia
berada di nomor dua sebagai penyumbang sampah plastik ke lautan di
dunia. China menghasilkan jumlah sampah terbesar di laut, yaitu 262,9
juta ton sampah. Selanjutnya ada Indonesia (187,2 juta ton), Filipina (83,4
juta ton), Vietnam (55,9 juta ton), dan Sri Lanka (14,6 juta ton).

Pemerintah pun terus mengingatkan pada 2016 lalu, World Economic


Forum melangsir fakta sampah plastik di laut. Saat ini, ada lebih dari 150
juta ton plastik di perairan bumi. Jumlah itu bertambah 8 juta ton lagi
setiap tahunnya. Bayangkan, ketika plastik yang lalu belum habis terurai,
sudah datang lagi sampah baru.

Bahaya serta ancaman lain sampah itu butuh waktu ratusan tahun
sebelum terurai sempurna. Dalam prosesnya sampah hancur menjadi
partikel-partikel kecil, menyebar di seantero perairan dan tanpa sadar
dikonsumsi oleh hewan-hewan di lautan. Sampah-sampah itu terus
membunuh makhluk hidup di lautan. Berdasarkan penelitian yang
diterbitkan Sekretariat Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati (United
Nations Convention On Biological Diversity) pada 2016, sampah di lautan
telah membahayakan lebih dari 800 spesies.

Dari 800 spesies itu, 40% nya adalah mamalia laut dan 44% lainnya
adalah spesies burung laut. Data itu kemudian diperbarui pada Konferensi
Laut PBB di New York pada 2017 lalu. Konferensi menyebut limbah
plastik di lautan telah membunuh 1 juta burung laut, 100 ribu mamalia laut,
kura-kura laut, dan ikan-ikan dalam jumlah besar, tiap tahun.

Fakta sampah plastik di laut berikutnya adalah, partikel-partikel sampah


plastik (mikro plastik) tidak hanya memberikan dampak buruk bagi biota
laut saja. Dalam jangka panjang, manusia juga akan terkena dampaknya.
Hal itu terjadi karena manusia mengonsumsi ikan dan produk-produk dari
laut. Ikan/hewan laut yang sudah menelan mikro plastik akan menyerap
racunnya. Racun ini lalu berpindah ke manusia yang memakannya.
Dampak Sampah Plastik Terhadap Ekosistem Laut : Manusia
Jangan Rusak Kami

Sampah plastik adalah faktor utama penyebab


kerusakan ekosistem di laut. Situasi sosial-
ekonomi masyarakat Indonesia yang seolah
bergantung pada penggunaan plastik,
menyebabkan penumpukan sampah plastik, baik
di darat maupun di laut. Oleh karena itu, diperlukan
kesadaran masyarakat untuk mengurangi
penggunaan plastik, mengingat betapa bahayanya
plastik bagi ekosistem, terutama ekosistem laut.

Plastik merupakan material bendawi berbahan


polimer sintesis yang dibuat melalui proses
polimerisasi. Penggunaan plastik terus
berkembang sejak tahun 1950 ketika plastik mulai
diproduksi secara besar-besaran. Jumlahnya yang
sangat banyak serta membutuhkan waktu 60-70
tahun untuk terdegradasi mampu menyebabkan
kerusakan ekosistem yang sangat serius. Menurut
penelitian Moore pada tahun 2008, sekitar 60-80%
sampah laut merupakan sampah plastik.
Sementara itu di Indonesia, menurut Koalisi
Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) setiap
tahunnya Indonesia membuang sebanyak 1,29
juta ton sampah plastikke sungai yang bermuara
di lautan.

Dampak langsung dari sampah plastik yang


mencemari laut adalah banyaknya kasus dimana
banyak organisme laut yang mati akibat menelan
sampah plastik. Hal ini terbukti dimana pada tahun
2018, ditemukan banyak sampah plastik didalam
organ tubuh organisme laut, sepeti bangkai
penyu, paus sperma, serta banyak organisme
lainnya yang organ tubuhnya sudah tercemar
sampah plastik. Sebagai contoh, seekor paus
sperma berusia 10 tahun ditemukan mati
terdampar di Pantai Luskentyre, Pulau Harris yang
terletak di barat laut Kepulauan Barat di Skotlandia
pada Kamis, 28 November 2019. Scottish Marine
Animal Strandings Scheme (SMASS) melakukan
nekropsi untuk mengetahui penyebab kematian
paus tersebut. Hasilnya sangat mengejutkan,
karena ditemukan banyak sampah plastik yang
tersembur keluar ketika perut samping paus
tersebut dibedah.

Contoh berikutnya yang membuktikan betapa


bahayanya sampah plastik bagi organisme laut
adalah ditemukannya bangkai seekor ikan duyung
di Desa Sapa, Kabupaten Minahasa Selatan,
Provinsi Sulawesi Utara pada bulan Maret 2020.
Diduga ikan duyung tersebut mati karena ulah
manusia, karena di mulut duyung tersebut
ditemukan sampah plastik, dan diduga terdapat
sampah plastik di dalam perutnya yang tidak
sengaja tertelan.

Sampah plastik yang tidak sengaja dimakan


oleh organisme laut tentunya sangat berbahaya
karena jika organ tubuh suatu organisme laut
tercemar sampah plastik, maka akan
mengakibatkan penyumbatan, komplikasi, hingga
kematian organisme-organisme di lautan. Dari
kasus-kasus diatas, dapat disimpulkan bahwa
keberadaan sampah plastik di lautan sangat
berbahaya dan dapat mengancam kehidupan
ekosistem laut.

Dampak secara tidak langsung yang


ditimbulkan adalah sampah plastik mampu
mengakibatkan kerusakan terumbu karang.
Terumbu karang berfungsi sebagai habitat bagi
organisme lain, oleh karena itu keberadaan
terumbu karang sangat berpengaruh terhadap
kehidupan oragnisme laut yang lain. Studi dari
Joleah B Lamb (2018) menyebutkan bahwa 89%
terumbu karang yang bersentuhan dengan sampah
plastik cenderung terjangkit penyakit karena
sampah plastik mampu memicu terjadinya
kolonisasi mikroba patogen. Sampah plastik akan
tersangkut dan menutupi terumbu karang,
sehingga proses fotosintesis akan terganggu.
Saat ini 60% dari terumbu karang telah rusak dan
setengah dari The Great Barrier Reef sudah mati.
Selain merusak terumbu karang, sampah plastik
yang tidak dikelola dengan baik dapat
mengeluarkan gas metana dan etilena yang
menyebabkan pemanasan global. Pemanasan
global akan mengakibatkan meningkatya suhu
dan keasaman air laut yang berdampak pada
populasi fitoplankton yang berperan dalam
menjaga kadar oksigen di laut serta mendinginkan
suhu bumi dengan cara mengeluarkan suatu
komponen sulfur. Kondisi ini akan menyebabkan
berkurangnya kadar oksigen di laut yang
sekaligus berdampak pada kehidupan oranisme
laut lainnya yang membutuhkan oksigen.

Mikroplastik juga berdampak buruk terhadap


ekosistem laut. Mikroplastik berukuran lebih kecil
dari 5mm membuat nutrien di laut jadi tak
seimbang. Dilansir dari situs repurpose.global,
mikroplastik adalah ancaman yang besar untuk
penyaring sekaligus pengumpan seperti ikan- paus
dan Manta Ray. Padahal jenis ikan tersebut punya
peranan besar pada setiap pergerakannya di
lautan. Setiap harinya, mereka menyerap air
dalam jumlah besar untuk kemudian disaring dan
nutriennya disebarkan pada ribuan spesies bawah
laut. Sayangnya, sampah plastik yang sekarang
memenuhi lautan dapat membahayakan ikan paus
dan Manta Ray. Racun yang terkandung di dalam
mikroplastik akan berbahaya bagi metabolisme
dan fungsi reproduksi. Begitu eksistensi ikan
penyaring pengumpan terancam, dengan kata lain
ekosistem juga turut terancam karena rusaknya
keseimbangan nutrien di laut.

Dari beberapa kasus kerusakan ekosistem


laut yang disebabkan oleh sampah plastik,
seharusnya pemerintah melakukan evaluasi dan
pembenahan untuk mencegah terjadinya kerusakan
yang semakin parah. Solusi paling efektif yang
bisa dilakukan adalah dengan mengurangi
penggunaan plastik di masyarakat. Pemerintah
bisa melakukan penyuluhan kepada masyarakat
tentang dampak sampah plastik terhadap
lingkungan. Mulai menerapkan pola hidup tanpa
plastik dengan solusi-solusi sederhana seperti :
mengganti tas plastik dengan totebag,
menggunakan sedotan kertas atau sedotan
stainless sebagai ganti dari sedotan plastik, lebih
memilih untuk mendaur ulang plastik menjadi
barang yang kreatif dan unik daripada harus
membuangnya. Dari hal-hal sederhana tersebut
kita sebagai masyarakat sudah sedikit
berkontribusi terhadap keselamatan ekosistem
laut. Karena biota-biota laut pun sudah cukup
menderita akibat ulah manusia yang tidak
bertanggungjawab padahal manusia masih
membutuhkan ekosistem laut sebagai sumber
rezeki. Oleh karena itu, mulai dari sekarang
kurangilah penggunaan plastik yang bisa merusak
lingkungan dan jagalah lingkungan disekitar kita.

Anda mungkin juga menyukai