Anda di halaman 1dari 22

CEDERA MEDULLA SPINALIS

D
I
S
U
S
U
N
OLEH

Kelompok : 1

1. Anggi eka putri.i (180204083) 8. Yohana fransiska p (180204030)

2. Bill cristopher (180204065) 9. Aldi elieser tarigan (180204049)

3. Ika namira tanjung (180204064) 10. Angelica mawanti m(180204042)

4. silva viranty (180204026) 11. Ilham arasyid (180204032)

5. Jhon Cristian (180204081) 12. Rika afriani sipayung ( 180204021)

6. Intan cahaya (180204080) 13. Novia tresia (180204045)

7. Elvrida saragih (180204055) 14. Dian frederika (180204020)

PROGRAM STUDI NERS

FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

TAHUN 2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Trauma medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan seringkali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila Trauma itu mengenai
daerah L1-2 dan/atau di bawahnya maka dapat mengakibatkan hilangnya fungsi
motorik dan sensorik serta kehilangan fungsi defekasi dan berkemih.trauma
medulla spinalis diklasifikasikan sebagai komplet : kehilangan sensasi fungsi
motorik volunter total dan tidak komplet : campuran kehilangan sensasi dan
fungsi motorik volunter.
Trauma medulla spinalis adalah masalah kesehatan mayor yang
mempengaruhi 150.000 orang di Amerika Serikat, dengan perkiraan10.000
Trauma baru yang terjadi setiap tahun. Kejadian ini lebih dominan pada pria usia
muda sekitar lebih dari 75% dari seluruh Trauma. Data dari bagian rekam medik
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati didapatkan dalam 5 bulan terakhir terhitung
dari Januari sampai Juni 2003 angka kejadian angka kejadian untuk fraktur adalah
berjumlah 165 orang yang di dalamnya termasuk angka kejadian untuk Trauma
medulla spinalis yang berjumlah 20 orang (12,5%).
Pada usia 45-an fraktur banyak terjadi pada pria di bandingkan pada
wanita karena olahraga, pekerjaan, dan kecelakaan bermotor. Tetapi belakangan
ini wanita lebih banyak dibandingkan pria karena faktor osteoporosis yang di
asosiasikan dengan perubahan hormonal (menopause).klien yang mengalami
Trauma medulla spinalis khususnya bone loss pada L2-3 membutuhkan perhatian
lebih diantaranya dalam pemenuhan kebutuhan ADL dan dalam pemenuhan
kebutuhan untuk mobilisasi. Selain itu klien juga beresiko mengalami komplikasi
Trauma spinal seperti syok spinal, trombosis vena profunda, gagal napas;
pneumonia dan hiperfleksia autonomic.Maka dari itu sebagai perawat merasa
perlu untuk dapat membantu dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien
dengan Trauma medulla spinalis dengan cara promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif sehingga masalahnya dapat teratasi dan klien dapat terhindar dari

2
masalah yang paling buruk.Berdasarkan uraian diatas di harapkan dengan adanya
malkalah yang berjudul “Trauma medulla spinalis” dapat bermanfaat bagi para
pembaca untuk dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan.

3
BAB II
PEMBAHASAN

KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
Trauma medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner & Suddarth,
2001).Trauma medulla spinalis adalah buatan kerusakan tulang dan sumsum yang
mengakibatkan gangguan sistem persyarafan didalam tubuh manusia yang
diklasifikasikan sebagai :
- komplet (kehilangan sensasi dan fungsi motorik total)
- tidak komplet (campuran kehilagan sensori dan fungsi motorik)
Trauma medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan sering kali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila Trauma itu mengenai
daerah servikal pada lengan, badan dan tungkai mata penderita itu tidak tertolong.
Dan apabila saraf frenitus itu terserang maka dibutuhkan pernafasan buatan,
sebelum alat pernafasan mekanik dapat digunakan.

B. ETIOLOGI.
Penyebab dari Trauma medulla spinalis yaitu :
a. kecelakaan otomobil, industri
b. terjatuh, olah-raga, menyelam
c. luka tusuk, tembak
d. tumor.

C. Anatomi Fisiologi dan Biokimia terkait Sistem Persarafan dengan


memperhatikan Aspek Legal dan Etik
Tulang belakang itu terdiri atas tulang punggung dan diskus
intervertebral. Terdapat 7 ruas servikal, 12 ruas vertebrae torakal, 5 ruas verbrae
lumbalis, 5 ruas tulang sakralis, dan 5 ruas koksigeal yang bersatu satu sama lain
(Gambar 2.1). Tulang belakang secara keseluruhan berfungsi sebagai tulang

4
penyokong tubuh terutama tulang-tulang lumbalis. Selain itu tulang belakang juga
berfungsi melindungi medula spinalis yang terdapat di dalamnya (Snell RS,
2010).
Di sepanjang medulla spinalis melekat 31 pasang nervus spinalis melalui radix
anterior atau motorik dan radix posterior atau sensorik. Masing–masing radix
melekat pada medulla spinalis melalui sederetan radices (radix kecil) yang
terdapat di sepanjang segmen medulla spinalis yang sesuai. Setiap radix
mempunyai sebuah ganglion radix posterior yang axon sel–selnya memberikan
serabut–serabut saraf perifer dan pusat (Snell RS, 2010).
Dari batang otak berjalan suatu silinder jaringan saraf panjang dan ramping, yaitu
medulla spinalis, dengan ukuran panjang 45 cm dan garis tengah 2 cm. Medulla
spinalis yang keluar dari sebuah lubang besar di dasar tengkorak dilindungi oleh
kolumna vertebralis sewaktu turun melalui kanalis vertebralis. Dari medulla
spinalis spinalis keluar saraf-saraf spinalis berpasangan melalui ruang-ruang yang
dibentuk oleh lengkung-lengkung tulang mirip sayap vertebra yang berdekatan
(Snell RS, 2010).
Saraf spinal berjumlah 31 pasang yang terdiri dari 8 pasang saraf servikal
(C), 12 pasang saraf thorakal (T), 5 pasang saraf lumbal (L), 5 pasang saraf sakral
(S), dan 1 pasang saraf koksigeal (Co) (Snell RS, 2010).
Selama perkembangan, kolumna vertebra tumbuh sekitar 25 cm lebih panjang
daripada medulla spinalis. Karena perbedaan pertumbuhan tersebut, segmen-
segmen medulla spinalis yang merupakan pangkal dari saraf-saraf spinal tidak
bersatu dengan ruang-ruang antar vertebra yang sesuai. Sebagian besar akar saraf
spinalis harus turun bersama medulla spinalis sebelum keluar dari kolumna
vertebralis di lubang yang sesuai. Medulla spinalis itu sendiri hanya berjalan
sampai setinggi vertebra lumbal pertama atau kedua, sehingga akar-akar saraf
sisanya sangat memanjang untuk dapat keluar dari kolumna vertebralis di lubang
yang sesuai. Berkas tebal akar-akar saraf yang memanjang di dalam kanalis
vertebralis yang lebih bawah itu dikenal sebagai kauda ekuina ”ekor kuda” karena
penampakannya (Gambar 2.1).
Walaupun terdapat variasi regional ringan, anatomi potongan melintang dari
medulla spinalis umumnya sama di seluruh panjangnya. Substansia grisea di

5
medulla spinalis membentuk daerah seperti kupu-kupu di bagian dalam dan
dikelilingi oleh substansia alba di sebelah luar. Seperti di otak, substansia grisea
medulla spinalis terutama terdiri dari badan-badan sel saraf serta dendritnya
antarneuron pendek, dan sel-sel glia. Substansia alba tersusun menjadi traktus
(jaras), yaitu berkas serat-serat saraf (akson-akson dari antarneuron yang panjang)
dengan fungsi serupa (Snell RS, 2010). Berkas-berkas itu dikelompokkan menjadi
kolumna yang berjalan di sepanjang medulla spinalis. Setiap traktus ini berawal
atau berakhir di dalam daerah tertentu di otak, dan masing-masing memiliki
kekhususan dalam mengenai informasi yang disampaikannya.
Perlu diketahui bahwa di dalam medulla spinalis berbagai jenis sinyal di pisahkan,
dengan demikian kerusakan daerah tertentu di medulla spinalis dapat mengganggu
sebagian fungsi tetapi fungsi lain tetap utuh. Substansia grisea yang terletak di
bagian tengah secara fungsional juga mengalami organisasi. Kanalis sentralis,
yang terisi oleh cairan serebrospinal, terletak di tengah substansia grisea.
Tiap-tiap belahan substansia grisea dibagi menjadi kornu dorsalis (posterior),
kornu ventralis (anterior), dan kornu lateralis. Kornu dorsalis mengandung badan-
badan sel antarneuron tempat berakhirnya neuron aferen. Kornu ventralis
mengandung badan sel neuron motorik eferen yang mempersarafi otot rangka.
Serat-serat otonom yang mempersarafi otot jantung dan otot polos serta kelenjar
eksokrin berasal dari badan-badan sel yang terletak di tanduk lateralis (Snell RS,
2010).
Saraf-saraf spinalis berkaitan dengan tiap-tiap sisi medulla spinalis melalui akar
spinalis dan akar ventral. Serat-serat aferen membawa sinyal datang masuk ke
medulla spinalis melalui akar dorsal; serat-serat eferen membawa sinyal keluar
meninggalkan medulla melalui akar ventral. Badan-badan sel untuk neuron-
neuron aferen pada setiap tingkat berkelompok bersama di dalam ganglion akar
dorsal. Badan-badan sel untuk neuron-neuron eferen berpangkal di substansia
grisea dan mengirim akson ke luar melalui akar ventral (Snell RS, 2010).
Akar ventral dan dorsal di setiap tingkat menyatu membentuk sebuah saraf
spinalis yang keluar dari kolumna vertebralis. Sebuah saraf spinalis mengandung
serat-serat aferen dan eferen yang berjalan diantara bagian tubuh tertentu dan
medulla spinalis spinalis. Sebuah saraf adalah berkas akson neuron perifer,

6
sebagian aferen dan sebagian eferen, yang dibungkus oleh suatu selaput jaringan
ikat dan mengikuti jalur yang sama. Sebagaian saraf tidak mengandung sel saraf
secara utuh, hanya bagian-bagian akson dari banyak neuron. Tiap-tiap serat di
dalam sebuah saraf umumnya tidak memiliki pengaruh satu sama lain. Mereka
berjalan bersama untuk kemudahan, seperti banyak sambungan telepon yang
berjalan dalam satu kabel, nemun tiap-tiap sambungan telepon dapat bersifat
pribadi dan tidak mengganggu atau mempengaruhi sambungan yang lain dalam
kabel yang sama (Snell RS, 2010).
Dalam medulla spinalis lewat dua traktus dengan fungsi tertentu, yaitu traktus
desenden dan asenden. Traktus desenden berfungsi membawa sensasi yang
bersifat perintah yang akan berlanjut ke perifer. Sedangkan traktus asenden secara
umum berfungsi untuk mengantarkan informasi aferen yang dapat atau tidak dapat
mencapai kesadaran. Informasi ini dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu :
(1) Informasi eksteroseptif, yang berasal dari luar tubuh, seperti rasa nyeri, suhu,
dan raba.
(2) Informasi proprioseptif, yang berasal dari dalam tubuh, misalnya otot dan
sendi (Snell RS, 2010).

D. PATOFISIOLOGI
Kerusakan medulla spinalis berkisar dari kamosio sementara (pasien
sembuh sempurna) sampai kontusio, laserasi dan kompresi substansi medulla,
(lebih salah satu atau dalam kombinasi) sampai transaksi lengkap medulla
(membuat pasien paralisis).Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis,
darah dapat merembes ke ekstradul subdural atau daerah suaranoid pada kanal
spinal, segera sebelum terjadi kontusio atau robekan pada Trauma, serabut-serabut
saraf mulai membengkak dan hancur.

Sirkulasi darah ke medulla spinalis menjadi terganggu, tidak hanya ini saja
tetapi proses patogenik menyebabkan kerusakan yang terjadi pada Trauma
medulla spinalis akut.
Suatu rantai sekunder kejadian-kejadian yang menimbulkan iskemia, hipoksia,
edema, lesi, hemorargi.

7
Trauma medulla spinalis dapat terjadi pada lumbal 1-5
-  Lesi L1         : Kehilangan sensorik yaitu sama menyebar sampai lipat paha dan
bagian dari bokong.
- Lesi L2          : Ekstremitas bagian bawah kecuali 1/3 atas dari anterior paha.
- Lesi L3          : Ekstremitas bagian bawah.
- Lesi L4          : Ekstremitas bagian bawah kecuali anterior paha.
- Lesi L5          : Bagian luar kaki dan pergelangan kaki.

E. FARMAKOLOGI
Berikan steroid dosis tinggi (metilpredisolon) untuk melawan edema
medulla.
Tindakan Respiratori
1) Berikan oksigen untuk mempertahankan PO2 arterial yang tinggi.
2) Terapkan perawatan yang sangat berhati-hati untuk menghindari fleksi atau
eksistensi leher bila diperlukan inkubasi endrotakeal.
3) Pertimbangan alat pacu diafragma (stimulasi listrik saraf frenikus) untuk pasien
dengan lesi servikal yang tinggi.
Reduksi dan Fraksi skeletal
1) Trauma medulla spinalis membutuhkan immobilisasi, reduksi, dislokasi, dan
stabilisasi koluma vertebrata.
2) Kurangi fraktur servikal dan luruskan spinal servikal dengan suatu bentuk
traksi skeletal, yaitu teknik tong /capiller skeletal atau halo vest.
3) Gantung pemberat dengan batas sehinga tidak menggangu traksi
Intervensi bedah = Laminektomi
Dilakukan Bila :
1) Deformitas tidak dapat dikurangi dengan fraksi
2) Terdapat ketidakstabilan signifikan dari spinal servikal
3) Trauma terjadi pada region lumbar atau torakal
4) Status Neurologis mengalami penyimpanan untuk mengurangi fraktur spinal
atau dislokasi atau dekompres medulla.

F. TERAPI DIET

8
Pada Perawatan hari ke - 1 didapatkan keluhan nyeri pada leher dan rasa tebal
pada keempat anggota gerak mulai membaik. Inspeksi regio vertebralis ( log roll )
tidak ditemukan jejas dan deformitas. Pada pemeriksaan colok dubur ditemukan
tonus sfingter ani cekat, dan sacral sparring masih baik. Status motorik didapatkan
trofi normal, tanpa fasikulasi dan klonus. Kekuatan otot masih menurun pada ke
empat ekstremitas walaupun sudah menunjukkan kemajuan. Pemeriksaan
penunjang laboratorik dalam batas normal, kecuali gula darah 2 jam post prandial
197 mg / dL. Penatalaksanaan dengan rigid collar neck dan mobilisasi cara log
roll. Terapi di lanjutkan dengan tambahan ketorolac 20 mg 3 x 1 Tablet ( jika
nyeri ). Diet lunak 1900 kkal dibagi atas empatporsi, protein 2 g / kgBB / hari,
takar urin, dan keseimbangan cairan tubuh.
Pada perawatan hari ke - 2, kelemahan keempat anggota gerak dan rasa tebal pada
keempat anggota gerak masih terasa. Hasil pemeriksaan Grading ASIA / IMSOP :
D. Diagnosis kerja ialah Cervical 5 ASIA D; curiga spinal cord injury without
radiologic abnormalities ( SCIWORA ). Program yang direncanakan oleh Bagian
Rehabilitasi Medik ialah : breathing exercise, mobilisasi dengan neck collar,
proper bed positioning,
latihan isometrik servikal ( Calliet exercise ), latihan penguatan otot aktif resisted
keempat ekstremitas; dan terapi dilanjutkan
Pada perawatan hari ke - 3 , keluhan masih tetap sama. Pemeriksaan gula
darah sewaktu 152 mg/dL, sedangkan yang lain-nya dalam batas normal.
Pemberian metil prednisolon dilanjutkan dengan dosis 3x16 mg per oral yang
secara bertahap diturun-kan setiap 3 hari sampai dosis minimal 4 mg sehari ;
Mecobalamin dan ranitidin per oral; terapi lain dilanjutkan.
Pada Perawatan hari ke - 20 dilakukan CT-Scan servikal sentrasi C4-C6 dengan
hasil dalam batas normal. Terapi dan program rehabilitasi di lanjutkan. Diagnosis
kerja ialah Cervical 5 ASIA D; SCIWORA.
Pada perawatan hari ke - 29, keempat anggota gerak mengalami perbaikan.
Kekuatan otot masing-masing ekstremitas
(atas dan bawah) 4-4-4-4. Tonus otot ekstremitas atas dan bawah normal. Refleks
fisiologik meningkat pada ke-empat ekstremitas, dan ditemukan refleks patologik
pada kedua ekstremitas atas. Saat pulang, pasien dianjurkan untuk tetap

9
menggunakan neck collar, Mecobalamin 500 mg 3x1 tablet, dan kontrol teratur di
poliklinik rehabilitasi medik.

G. PEMERIKSAN DIAGNOSTIK.
a. Sinar X spinal
Menentukan lokasi dan jenis Trauma tulan (fraktur, dislokasi), unutk kesejajaran,
reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi
b. Skan ct
Menentukan tempat luka / jejas, mengevaluasi ganggaun struktural
c. MRI
Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi
d. Mielografi.
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor putologisnya
tidak jelas atau dicurigai adannya dilusi pada ruang sub anakhnoid medulla
spinalis (biasanya tidak akan dilakukan setelah mengalami luka penetrasi).
e. Foto ronsen torak, memperlihatkan keadan paru (contoh : perubahan pada
diafragma, atelektasis)
f. Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vita, volume tidal) : mengukur volume
inspirasi maksimal khususnya pada pasien dengan trauma servikat bagian bawah
atau pada trauma torakal dengan gangguan pada saraf frenikus /otot interkostal).
g. GDA : Menunjukan kefektifan penukaran gas atau upaya ventilasi

H. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN TRAUMA


MEDULLA SPINALIS
A. Pengkajian
a.1. Pengkajian Primer
1). Airway.
Jika penderita dapat berbicara maka jalan napas kemungkinan besar dalam
keadaan adekuat. Obstruksi jalan napas sering terjadi pada penderita yang tidak
sadar, yang dapat disebabkan oleh benda asing, muntahan, jatuhnya pangkal lidah,
atau akibat fraktur tulang wajah. Usaha untuk membebaskan jalan napas harus
melindungi vertebra servikalis (cervical spine control), yaitu tidak boleh

10
melakukan ekstensi, fleksi, atau rotasi yang berlebihan dari leher. Dalam hal ini,
kita dapat melakukan chin lift atau jaw thrust sambil merasakan hembusan napas
yang keluar melalui hidung.
Bila ada sumbatan maka dapat dihilangkan dengan cara membersihkan
dengan jari atau suction jika tersedia. Untuk menjaga patensi jalan napas
selanjutnya dilakukan pemasangan pipa orofaring. Bila hembusan napas tidak
adekuat, perlu bantuan napas.
2). Breathing.
Bantuan napas dari mulut ke mulut akan sangat bermanfaat. Apabila
tersedia, O2 dapat diberikan dalam jumlah yang memadai. Jika penguasaan jalan
napas belum dapat memberikan oksigenasi yang adekuat, bila memungkinkan
sebaiknya dilakukan intubasi endotrakheal.1,3,5,6,7,8.
3). Circulation.
Status sirkulasi dapat dinilai secara cepat dengan memeriksa tingkat kesadaran
dan denyut nadi Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah mencari ada tidaknya
perdarahan eksternal, menilai warna serta temperatur kulit, dan mengukur tekanan
darah. Denyut nadi perifer yang teratur, penuh, dan lambat biasanya menunjukkan
status sirkulasi yang relatif normovolemik.
4). Disability.
Melihat secara keseluruhan kemampuan pasien diantaranya kesadaran pasien.
5). Exprosure,
Melihat secara keseluruhan keadaan pasien. Pasien dalam keadaan sadar
(GCS 15) dengan :Simple head injury bila tanpa deficit neurology
a) Dilakukan rawat luka
b) Pemeriksaan radiology
c) Pasien dipulangkan dan keluarga diminta untuk observasi bila terjadi
penurunan kesadaran segera bawa ke rumah sakit

a.2. Pengkajian Skunder.


1). Aktifitas /Istirahat.
Kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok pada bawah lesi.
Kelemahan umum / kelemahan otot (trauma dan adanya kompresi saraf).

11
2). Sirkulasi.
Hipotensi, Hipotensi posturak, bradikardi, ekstremitas dingin dan pucat.
3). Eliminasi.
Retensi urine, distensi abdomen, peristaltik usus hilang, melena, emisis
berwarna seperti kopi tanah /hematemesis.
4). Integritas Ego.
5). Takut, cemas, gelisah, menarik diri.
6). Makanan /cairan.
Mengalami distensi abdomen, peristaltik usus hilang (ileus paralitik)
7). Higiene.
Sangat ketergantungan dalam melakukan aktifitas sehari-hari (bervariasi)
8). Neurosensori.
Kelumpuhan, kelemahan (kejang dapat berkembang saat terjadi perubahan
pada syok spinal).Kehilangan sensasi (derajat bervariasi dapat kembaki normak
setelah syok spinal sembuh).Kehilangan tonus otot /vasomotor, kehilangan refleks
/refleks asimetris termasuk tendon dalam. Perubahan reaksi pupil, ptosis,
hilangnya keringat bagian tubuh yang terkena karena pengaruh trauma spinal.
9). Nyeri /kenyamanan.
Mengalami deformitas, postur, nyeri tekan vertebral.
10). Pernapasan.
Pernapasan dangkal /labored, periode apnea, penurunan bunyi napas, ronki, pucat,
sianosis.
11). Keamanan.
Suhu yang berfluktasi *(suhu tubuh ini diambil dalam suhu kamar).
12). Seksualitas.
Ereksi tidak terkendali (priapisme), menstruasi tidak teratur.

B. Diagnosa Keperawatan yang muncul :

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (1996).


2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal
dan neuromuskuler (1973, 1998).

12
3. Kerusakan eliminasi urine berhubungan dengan kerusakan sensori motorik
(1973).
4. Inkontinensia usus berhubungan dengan kerusakan saraf motorik bawah
(1975,1998).
5. Resiko kerusakan integritas kulit, faktor resiko perubahan sensasi
(1975,1998).

Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan
1.          Nyeri akut b.d agen NOC label: Mengelola analgetik
cede-ra : fisik Kontrol nyeri (1605) 1.        Tentukan lokasi, karakteristik,
Batasan Tujuan: kualitas nyeri sebelum pemberian obat
karakteristik: Setelah dilakukan pada pasien
tindakan keperawatan
2.        Cek jenis obat, dosis, dan frekuensi
selama … x 24 jam pemberian
pasien dapat
3.        Cek adanya riwayat alergi pada
melakukan kontrol pasien
nyeri , dengan
4.        Evaluasi kemampuan pasien untuk
criteria : menggunakan rute analgesic (oral, IM,
IV, suppositoria)
Kontrol Nyeri 5.        Monitor vital sign sebelum dan
          Klien mengetahui sesudah pemberian analgetik jenis
pe-nyebab nyeri narkotik
          Klien mengetahui
6.        Evaluasi efektifitas dan efek
wak-tu timbulnya samping yang ditimbulkan akibat
nyeri pemakaian analgetik.
          Klien mengenal
7.        Kolaborasi dengan dokter jika ada

13
gejala timbulnya nyeri perubahan advis dalam pemakaian
          Klien analgetik
menggunakan
analgetik jika diper- Distraksi
lukan 1.        Tentukan jenis distraksi yang sesuai
dengan pasien (musik, televisi,
membaca, dll)
2.        Ajarkan teknik buka-tutup mata
dengan focus pada satu obyek, jika
memungkinkan
3.        Ajarkan teknik irama (ketukan jari,
bernafas teratur) jika memungkinkan
4.        Evaluasi dan catat teknik yang
efektif untuk menurunkan nyeri pasien

Terapi Oksigen
1         Bersihkan jalan nafas dari secret
2         Pertahankan jalan nafas tetap efektif
3         Berikan oksigen sesuai instruksi
4         Monitor aliran oksigen, kanul
oksigen, dan humidifier
5         Beri penjelasan kepada klien tentang
pentingnya pemberian oksigen
6         Observasi tanda-tanda hipoventilasi
7         Monitor respon klien terhadap
pemberian oksigen
8         Anjurkan klien untuk tetap memakai
oksigen selama aktivitas dan tidurr

Mengatur Posisi
1.  Atur posisi yang nyaman untuk pasien

2 Kerusakan mobilitas NOC label: Tindakan Keperawatan:


fisik b.d kerusakan Perawatan diri
1.        Makan-minum
muskuloskelettal (Activity Dailya. Bantu pasien makan dan minum

14
dan neuromuskuler Living) (0300) (menyuapi, mendekatkan alat-alat dan
Batasan Tujuan: makanan/minuman)
karakteristik : Setelah dilakukanb. Pertahankan kesehatan dan kebersihan
tindakan keperawatan mulut pasien
selama … x 24 jam 2. Berpakaian
perawatan diri kliena. Bantu pasien mamakai pakaiannya
(ADL) terpenuhi b. Libatkan keluarga dan ajarkan cara
Indikator: memakaikan pakaian pada pasien
1.        Makan dan minum 3. Kebersihan diri
adekuat dengan a. Memandikan pasien
bantuan/mandiri b. Libatkan keluarga untuk membantu
2.        Berpakaian dg memandikan pasien
dibantu/mandiri c. Lakukan perawatan mata, rambut,
3.        Kebersihan diri kaki, mulut, kuku dan perineum
terpenuhi dg 4. Bak/bab
bantuan/mandiri a. Bantu pasien bak/bab
4.        Buang air b. Lakukan perawatan inkontinensia
kecil/besar dg usus
bantuan/mandiri c. Manajemen nutrisi
d. Libatkan keluarga dalam perawatan

3.          Kerusakan eliminasi NOC label: Lakukan manajemen eliminasi urin


urin b.d dengan Eliminasi urine 1.        Monitor eliminasi urine (frekuensi,
kerusakan sensori Tujuan: konsistensi, bau, volume, warna)
motorik Setelah dilakukan
2.        Monitor tanda dan gejala retensi
Batasan tindakan keperawatan urine
karakteristik : selama … x 24 jam
3.        Ajarkan pada pasien tanda dan
kebutuhan eliminasi gejala ISK
urine pasien terpenuhi4.        Catat waktu urinal terakhir jika
Indikator: diperlukan
1.        Pengosongan
5.        Libatkan pasien/keluarga untuk
kandung kemih mencatat urine output jika diperlukan
komplit 6.        Masukkan suppositoria uretral jika

15
2.        Mampu diperlukan
menahan/mengontrol 7.        Siapkan specimen urine midstream
urine untuk analisa jika perlu
3.        Terbebas dari ISK 8.        Laporkan ke dokter jika ditemukan
tanda dan gejala ISK
9.        Anjurkan pasien minum 8 gelas
sehari saat makan, anatara makan dan
saat pagi hari
10.     Bantu pasien mengatur toileting rutin
kalau perlu
11.     Anjurkan pasien untuk memeonitor
tanda dan gejala ISK

Perawatan Retensi Urin


1.        Berikan prifasi untuk eliminasi urin
2.        Gunakan kekuatan sugesti dengan
aliran air untuk memancing eliminasi
3.        Stimulasi reflek kandung kencing
dengan pemberian kompres dingan
pada abdomen atau dengan
mengalirkan air
4.        Berikan waktu yang cukup untuk
me-ngosongkan kandung kencing (10
menit)
5.        Gunakan manuver Crede jika
diperlukan
6.        Masukkan kateter urin jika
diperlukan
7.        Monitor intake dan output cairan
8.        Monitor adanya distensi kandung
kencing dengan palpasi atau perkusi
9.        Bantu toileting dengan jarak teratur

16
jika memungkinkan
10.     Lakukan kateterisasi untuk residu,
jika perlu
11.     Lakukan kateterisasi secara
intermiten jika perlu
12.     Rujuk ke ahli urinary Continance
jika perlu

Bladder Training

4.          Inkontinensia usus Setelah dilakukan Manajemen Usus


b.d dengan tindakan keperawatan
1.        Catat tanggal terakhir pasien b.a.b
kerusakan saraf selama .. x 24 jam
2.        Monitor b.a.b pasien (frekuensi,
motorik bawah saluran konsistensi, volume, warna)
Batasan gantrointestinal pasien
3.        Monitor suara usus
Karakteristik mampu membentuk
4.        Catat adanya peningkatan frekuensi
massa feses dan bising usus
mengevakuasi secara
5.        Monitor terhadap tanda dan gejala
efektif , dengan diare
criteria : 6.        Evaluasi terhadap incontinensia
7.        Ajarkan pasien tentang makanan
Eliminasi usus yang dianjurkan
          Mampu
8.        Evaluasi jenis obat yang
mengontrol b.a.b. menimbulkan efek samping pada fungsi
          Tidak terjadi diare gastrointestinal

Bowel Training
1.        Rencanakan program latihan dengan
pasien
2.        Konsul dengan dokter dalam
pemakaian suppositoria/laksatif
3.        Ajarkan pasien dan keluarga prinsip-
prinsip bowel training

17
4.        Anjurkan pasien tentang jemis
makanan yang harus diperbanyak
5.        Berikan diit yang cukup sesuai jenis
yang diperlukan
6.        Pertahankan intake cairan yang
adekuat
7.        Pertahankan latihan fisik yang
cukup
8.        Jaga posisi pasien
9.        Evaluasi status bowel secara teratur
10.     Modifikasi program usus jika
diperlukan
5.          Resiko kerusakan Setelah dilakukan Circulatory Care
integri-tas kulit tindakan keperawatan
1.        Kaji secara komprehensif sirkulasi
,Faktor resiko : selama … x 24 jam perifer (cek pulsasi perifer, adanya
          Perubahan perfusi jaringan perifer udema, pengisian kapiler, warna kulit
sensasi pasien adekuat , dan suhu ekstrimitas)
dengan criteria : 2.        Amati kulit dari munculnya
perlukaan atau memar akibat tekanan
Perfusi jaringan 3.       
: Kaji adanya ketidaknyamanan datau
perifer nyeri local
          Pengisian kapiler
4.        Rendahkan ekstrimitas untuk
perifer adekuat meningkatkan sirkulasi arteri, jika tidak
          Pulsasi perifer ada kontra indikasi
distal kuat 5.        Pasang stocking anti emboli,
          Pulsasi proximal dilakukan perubahan 15-20 menit
perifer kuat setiap 8 jam
          Tingkat sensasi
6.        Naikkan anggota badan 20 derajat di
normal atas level jantung untuk meningkatkan
          Warna kulit normal aliran balik vena jika tidak ada kontra
          Fungsi otot-otot indikasi
intack 7.        Rubah posisi pasien minimal tiap 2
          Kulit intack jam jika tidak ada kontra indikasi

18
          Suhu ekstrimitas
8.        Gunakan matras/bed terapetik jika
hangat tersedia
          Udema perifer
9.        Lakukan aktif/pasif ROM selama
tidak terjadi bedrest
          Nyeri local
10.     Lakukan latihan pada pasien sesuai
ekstrimitas tidak dengan kemampuan
terjadi 11.     Anjurkan pasien untuk pencegahan
vena stasis (tidak menyilangkan lengan,
meninggikan kaki tanpa menyangga
lutut, dan latihan
12.     Pertahankan hidrasi yang adekuat
untuk membuat naiknya viskositas
darah
13.     Monitor status cairan tubuh (intake-
output)

Terapi Oksigen
1.        Bersihkan jalan nafas dari secret
2.        Pertahankan jalan nafas tetap efektif
3.        Berikan oksigen sesuai instruksi
4.        Monitor aliran oksigen, kanul
oksigen, dan humidifier
5.        Beri penjelasan kepada klien tentang
pentingnya pemberian oksigen
6.        Observasi tanda-tanda hipoventilasi
7.        Monitor respon klien terhadap
pemberian oksigen
8.        Anjurkan klien untuk tetap memakai
oksigen selama aktivitas dan tidurr

Mengatur Posisi
1.        Atur posisi yang nyaman untuk
pasien
Perawatan Kaki
Perawatan Kulit

19
Pressure Management

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Trauma medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner & Suddarth,
2001).Penyebab dari Trauma medulla spinalis yaitu :kecelakaan otomobil, industri
terjatuh, olah-raga, menyelam ,luka tusuk, tembak dan tumor.
Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat merembes
ke ekstradul subdural atau daerah suaranoid pada kanal spinal, segera sebelum
terjadi kontusio atau robekan pada Trauma, serabut-serabut saraf mulai
membengkak dan hancur. Sirkulasi darah ke medulla spinalis menjadi terganggu,
tidak hanya ini saja tetapi proses patogenik menyebabkan kerusakan yang terjadi
pada Trauma medulla spinalis akut. Suatu rantai sekunder kejadian-kejadian yang
menimbulakn iskemia, hipoksia, edema, lesi, hemorargi.
Penatalaksanaan pasien segera ditempat kejadian adalah sangat penting,
karena penatalaksanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan
kehilangan fungsi neurologik.Pada kepala dan leher dan leher harus
dipertimbangkan mengalami Trauma medula spinalis sampai bukti Trauma ini
disingkirkan. Memindahkan pasien, selama pengobatan didepartemen kedaruratan
dan radiologi,pasien dipertahankan diatas papan pemindahan.
Asuhan Keperawatan yang diberikan pada pasien dengan Trauma medula spinalis
berbeda penanganannya dengan perawatan terhadap penyakit lainnya,karena
kesalah dalam memberikan asuhan keperawatan dapat menyebabkan Trauma
semakin komplit dan dapat menyebabkan kematian.

B. SARAN.
Dengan adanya makalah ini diharapkan kepada mahasiswa agar dapat
menjaga kesehatannya terutama pada bagian tulang belakang agar Trauma medula

20
spinalis dapat terhindar. Adapun jika sudah terjadi , mahasiswa dapat melakukan
perawatan seperti yang telah tertulis dalam makalah ini

21
Daftar Pustaka

https://mikimikiku.wordpress.com/2014/03/22/asuhan-keperawatan-pasien-
dengan-cedera-medula-spinalis-sistem-neurobehaviour/

http://askepdoumbojo.blogspot.co.id/2011/09/laporan-pendahuluan-cedera-
medulla.html

Nurafif, Amin Huda.2015.NANDA NIC NOC. Jogjakarta : Mediaction.

22

Anda mungkin juga menyukai