Anda di halaman 1dari 34

CaseRepart Session

Paraparese Inferior ec Trauma Medula Spinalis

Reshka Renanti M 0910312067

Preseptor:
Prof. Dr. dr. Darwin Amir, Sp.S (K)

dr. Syarif Indra, Sp.S

BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2015

1
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN “ari inenennenannnnnnnnnennannnnnnlanaaa alan. 3


1.1 Latar Belakang ............ooooWoo Woo Woo .W maan 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA “eri inernannnnnnnnnenannnnnnnnlaaaannallhnhlaalaaaa. 4


21 DefINISI .....ooocoooo#omenananannlnnnnllaanaallan anna 4

2.2 Epidemiologi ........oWoWooWoW Wo Wanna akan 4

2.3 EtiOlOgI oo mennnnnnnnnnannlanaanaalaanaaalalaanaananaaaan 4

2.4 KlasSifikaSI ............oooooooWoWomomnnannnnanlannnanala 4

2.5 AnatOMI “oom 5

2.6 Patofisiologi ...........ooWooWooWoWoo ombak 6

2.7 Gejala Klinis .......o..oooWoWooWo ombak 7

2.8 DiagnOSIS ......oooo.oWooWoWo mma anna anna 7

2.9 Pemeriksaan Penunjang ........ooooWo oo Woo Wo Woman 8

2.10 Tatalaksana .............oooooWoWoWoWo.Wo banana 8

2.11 PTONOSIS woo Wina 9

BAB III LAPORAN KASUS ea. i.inienannenenennnnanannnnnannlaaaa 10


BAB IV DISKUSI “arena nnennennnnnnnnnnnnnnnannannnaalnnnnaaanalalnlnlalla 23
BAB V KESIMPULAN .earnenvennnenennunnnnnnn anna 24
DAFTAR PUSTAKA “eri eriennnnannnnnennnenannnnnnannnnlaanlaanaaaaaa 25
BABI

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Medula spinalis adalah bagian dari sistem saraf pusat yang mengontrol tubuh. Medula
spinalis juga mengontrol pembuluh darah dithorak, abdomen dan pelvis.! Trauma
medula
spinalis adalah trauma pada tulang belakang yang menyebabkan lesi di medula
spinalis sehingga
menimbulkan gangguan neurologis, dapat menyebabkan kecacatan menetap atau kematian.
Trauma medula spinalis merupakan keadaan darurat neurologi yang memerlukan tindakan
cepat,
tepat dan cermat untuk mengurangi angka kecacatan dan kematian. Insiden trauma
medula
spinalis diperkirakan 30-40 per satu juta penduduk per tahun dengan sekitar 8000 -
10 000 kasus.
Angka mortalitas diperkirakan 48”6 dalam 24 jam pertama, dan lebih kurang 8040
meninggal di
tempat kejadian, ini disebabkan vertebra servikalis yang memiliki risiko trauma
yang paling
besar dengan level tersering C5 diikuti C4,C6, kemudian T12, L1 dan T10.? Usia
rata-rata untuk
trauma medula spinalis adalah 29 tahun. Kecelakaan motor merupakan penyebab paling
banyak
kasusnya. Dalam 25 tahun terakhir, lebih dari 9096 trauma medula spinalis yang
berkaitan
dengan olahraga dari menyelam, sepakbola, senam menyebabkan paralisis karena jenis
ini

mempengaruhi tulang servikal.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Trauma medula spinalis adalah trauma langsung atau tidak langsung terhadap medula
spinalis yang menyebabkan kerusakan medula spinalis.' Trauma medula spinalis dapat
menyebabkan hilangnya fungsi pada susunan saraf pusat yaitu fungsi motorik, fungsi
sensorik

dan fungsi otonom.”


2.2 Epidemiologi

Insiden trauma medula spinalis di Amerika Serikat adalah sekitar 40 kasus per satu
juta
penduduk atau sekitar 12.000 pasien per tahun berdasarkan data di database nasional
trauma
medula spinalis. Perkiraan dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa jumlah orang
di

Amerika Serikat hidup pada tahun 2010 dengan trauma medula spinalis sekitar 265.000
orang.”

Lebih dari 50yo dari trauma medula spinalis terjadi pada umur 16-30 tahun. Sekitar
8046

dari pasien trauma medula spinalis yaitu laki-laki.


2.3 Etiologi

Kecelakaan sepeda motor adalah penyebab paling banyak pada trauma medula spinalis

akut (44”60). Kejadian bisa berhubungan dengan tindakan kekerasan (2456), jatuh
(2249), olahraga

(8Yo) dan faktor-faktor lain (2Y6).


2.4 Klasifikasi!

Menurut American Spinal Injury Associaton :


Grade A : Hilangnya seluruh fungsi motorik dan sensorik sampai S4-S5
Grade B : Fungsi sensorik masih baik tapi motorik terganggu sampai segmen sakral
S4-S5

Grade C : Fungsi motorik terganggu dibawah level, tapi otot-otot motorik utama
masih

punya kekuatan 3
Grade D : Fungsi motorik terganggu dibawah level, otot-otot motorik utama punya
kekuatan

23
Grade E : Fungsi motorik dan sensorik normal
2.5 Anatomi

Medula spinalis terdiri dari saraf yang menghubungkan otak ke saraf dalam tubuh.
Ada 7

cervikal, 12 thorakal, 5 lumbal, 5 sakral, 4 sakrum.

Medula spinalis terdiri dari substansia alba dan substansia griseria. Substansia
alba
mengandung traktus serabut asenden dan desenden sedangkan substansia griseria
mengandung
berbagai jenis neuron, kornu anterius terutama mengandung neuron motorik. Kornu
lateral
terutama mengandung neuron otonom dan kornu posterius terutama mengandung neuron
somatosensorik yang berpartisipasi pada beberapa jaras aferen yang berbeda. Selain
itu medula
spinalis mengandung aparatus neuronal intrinsik yang terdiri dari interneuron,
neuron asosiasi,

dan neuron komisural, yang prosesusnya berjalan naik dan turun dalam fasikulus
proprius.

Medula spinalis lebih pendek daripada kolumna vertebralis,medula spinalis


terbentang
dari taut kranioservikal hingga di tingkat sekitar diskus intervertebralis antara
vertebra L1 dan
L2. Segmen tubulus neuralis (medula spinalis primitif) bersesuaian dengan kolumna
vertebralis
hanya hingga usia 3 bulan pada masa gestasi, setelah itu perkembangan tulang
belakang lebih
progresif dibandingkan medula spinalis. Namun, radiks saraf tetap keluar dari
kanalis spinalis
pada level numerik yang sesuai sehingga radiks torakalis bawah dan radiks lumbalis
harus
berjalan melalui jarak yang semakin jauh melalui ruang subarakhnoid untuk mencapai
foramina
intervertebralia tempat keluarnya. Medula spinalis berakhir pada konus medularis
setinggi level
LI atau L2. Dibawah level ini, sakus lumbalis hanya mengandung filamen radiks saraf
yang
disebut kauda eguina.yang menyerupai kipas tetap menunjukkan struktur metamerik
medula
spinalis asalnya tetapi medula spinalis sendiri tidak menunjukkan pembagian
segmental. Namun,
pada dua tempat, medula spinalis terlihat membesar yang disebut pembesaran servikal
dan
lumbal. Pembesaran servikal mengandung segmen yang sesuai dengan ekstremitas atas
(C4-T1)
yang membentuk pleksus brakialis, pembesaran lumbal mengandung segmen untuk
ekstremitas

bawah (L2-S3) yang membentuk pleksus lumbosakralis.”


2.6 Patofisiologi "

Efek trauma terhadap tulang belakang bisa bisa berupa fraktur-dislokasi, fraktur,
dan
dislokasi. Frekuensi relatif ketiga jenis tersebut adalah 3:1:1. Fraktur tidak
mempunyai tempat

predileksi, tetapi dislokasi cenderung terjadi pada tempat-tempat antara bagian


yang sangat

mobil dan bagian yang terfiksasi, seperti vertebra C1-2, C5-6 dan T11-12.

Dislokasi bisa ringan dan bersifat sementara atau berat dan menetap. Tanpakerusakan
yang nyata pada tulang belakang, efek traumatiknya bisa mengakibatkanlesi yang
nyata di
medulla spinalis.Efek trauma yang tidak dapat langsung bersangkutan dengan fraktur
dandislokasi, tetapi dapat menimbulkan lesi pada medulla spinalis dikenal
sebagaitrauma tak
langsung. Tergolong dalam trauma tak langsung ini ialah whiplash (Jecutan), jatuh
terduduk atau

dengan badan berdiri, atau terlempar oleh gaya eksplosi bom.


Medula spinalis dan radiks dapat rusak melalui 4 mekanisme berikut :

1. Kompresi oleh tulang, ligamentum, herniasi diskus intervertebralisdan hematom.


Yang
paling berat adalah kerusakan akibat kompresitulang dan kompresi oleh korpus
vertebra
yang mengalami dislokasitulang dan kompresi oleh korpus vertebra yang mengalami

dislokasike posterior dan trauma hiperekstensi.

2. Regangan jaringan yang berlebihan akan menyebabkan gangguan pada jaringan, hal
ini
biasanya terjadi pada hiperfleksi. Toleransimedulla spinmalis terhadap regangan
akan

menurun dengan bertambahnya usia.

3. Edema medulla spinalis yang timbul segera setelah traumamenyebabkan gangguan


aliran
darah kapiler dan vena.

4. Gangguan sirkulasi akibat kompresi tulang atau arteri spinalisanterior dan


posterior

Tiap lesi di medula spinalis yang merusak daerah jaras kortikospinal lateral
menimbulkan
kelumpuhan UMN pada otot-otot bagian tubuh terletak di bawah tingkat lesi. Lesi
yang
memotong melintang medula spinalis pada tingkat servikal mengakibatkan kelumpuhan
tipe
UMN. Lesi transversal yang memotong medula spinalis pada torakal atau tingkat
lumbal atas

mengakibatkan kelumpuhan LMN. ?


2.7 Gejala Klinis”

Apabila medula spinalis tiba-tiba mengalami kerusakan maka akan ada 3 kelainan yang
muncul

yaitu :

a. Semua pergerakan volunter dibawah lesi hilang segera mendadak dan bersifat

permanen sedangkan reflek fisiologis bisa menghilang atau meningkat


b. Sensasi sensorik di bawah lesi juga menghilang
c. Terjadi gangguan fungsi otonom
Trauma medula spinalis dapat menghasilkan satu atau lebih tanda klinis di bawah ini
:
a. Nyeri menjalar
b. Kelumpuhan/ hilangnya pergerakan
Cc. Hilangnya sensasi rasa
d. Hilangnya kemampuan peristaltik usus
e. Spasme otot atau bangkitan reflek yang meningkat
f. ' Perubahan fungsi seksual
g. Terjadi gangguan fungsi otonom

Trauma medula spinalis dapat menimbulkan gejala yang permanen dan tidak permanen
dan menyebabkan kelemahan fungsi motorik dan sensorik. Fungsi motorik dan sensorik
tergantung dari level trauma. Trauma bisa terjadi pada cervikal, thorakal yang
dapat

menyebabkan guadriplegia (jika komplit) atau guadriparesis (jika tidak komplit).

Setelah onset terjadi pada trauma medula spinalis maka kondisi pasien disebut syok

spinal yang merupakan reaksi akut dari trauma."


2.8 Diagnosis

Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologis yang tepat, dilakukan pemeriksaan

laboratorium rutin untuk hemoglobin dan hematokrit untuk mendeteksi atau memonitor

kehilangan darah. Urinalisis juga diperlukan untuk mendeteksi adanya trauma pada
traktur
genitourinarius. Selain itu, dilakukan pemeriksaan dengan foto rontgen proyeksi
antero-posterior
dan lateral, dan bila perlu tomografi tulang belakang untuk mengidentifikasi trauma
tulang
belakang, namun jika penderita memiliki gejala atau terdapat trauma sumsum tulang
belakang,
dilakukan CT-Scan atau MRI pada penderita dengan defisit neurologis tetapi rontgen
tidak
menunjukkan adanya fraktur. Semua tindakan diagnostik tersebut dikerjakan tanpa

memindahkan atau mengubah posisi penderita. '?


2.9 Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium

Darah perifer lengkap

— Urine lengkap

— Gula darah sewaktu

— Ureum dan kreatinin

— Astrup (analisa gas darah)


b. Radiologi

—- Foto vertebra posisi AP/LAT/odontoid dengan sesuai letak lesi . Merupakan


langkah
awal untuk mendeteksi kelainan-kelainan yang melibatkan medula spinalis, kolumna
vertebralis dan jaringan di sekitarnya. Pada cedera torakal dan lumbal digunakan
foto

AP dan lateral.'

—- CT Scan/ MRI jika dengan foto konvensional masih meragukan atau jika akan
dilakukan tindakan operasi . CT Scan dapat memperlihatkan jaringan lunak, struktur
tulang dan kanalis spinalis dalam potongan aksial. CT Scan merupakan pilihan utama
untuk mendeteksi cedera fraktur pada tulang belakang. MRI dapat memperlihatkan

seluruh struktur internal medula spinalis dalam sekali pemeriksaan.”


2.10 Tatalaksana?

Tiga fokus utama penanganan awal pasien cedera medula spinalis yaitu :

a. Mempertahankan usaha bernafas


BAB3

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama : In. P

Umur : 34 tahun

Rekam Medik : 99.87.08

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jalan Jati III No 5 Padang

Pekerjaan : Wiraswasta

Anamnesis
Keluhan utama
Lemah kedua tungkai

Riwayat Penyakit Sekarang

Lemah kedua tungkai sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Lemah kedua tungkai
dirasakan tiba-tiba. Awalnya pasien kecelakaan sepeda motor 2 hari yang lalu dengan
posisi
jatuh terduduk. Kelemahan pada kedua tungkai dirasakan sepanjang hari. Akibatnya
pasien

tidak bisa beraktivitas seperti biasa

- Rasa baal mulai dari lateral tungkai bawah sampai punggung kaki sejak 1 hari
sebelum

masuk rumah sakit. Rasa baal muncul bersamaan dengan lemahnya kedua tungkai

—- Kesulitan berkemih sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien kehilangan
sensai
berkemih dan mengalami kesulitan dalam mengeluarkan urin secara spontan. Urin hanya

bisa keluar melalui penekanan perut bagian bawah atau dengan ransangan batuk.

—- Pasien tidak BAB sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit karena hilangnya
rangsangan

untuk buang air besar. Biasanya pasien BAB minimal 1 kali dalam sehari.

— Kelemahan pada lengan (-)

10
— Mual muntah (-)
— Mulut mencong (-), bicara pelo (-)
— Demamt-)
- Nyeri kepala progresif (-)
—- Gangguan dalam ereksi dan ejakulasi (-)
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat jatuh terduduk 2 hari yang lalu
— Riwayat hipertensi, jantung, DM (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama seperti pasien
Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, Kebiasaan

Pasien seorang petani dengan aktivitas fisik sedang.

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : sakit sedang


Kesadaran : GCSI15 E4M6V5
Tekanan darah :120/80 mmhg
Nadi : 80 kali/menit
Nafas : 20 kali/menit
Suhu : 36,80C

Tinggi/ berat badan : 165 cm/62 kg

11
Status Internus

Kulit

KGB

Kepala

Rambut

Mata

THT

Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi

Auskultasi

: turgor kulit baik

: tidak ada pembesaran KGB

: normocephal

: hitam, tidak mudah dicabut

: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

: tidak ada kelainan

: simetris kiri dan kanan


: fremitus kiri dan kanan sama
: sonor

: vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

: iktus tidak terlihat


: iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC IV
: batas jantung dalam batas normal

: bising (-)

: tidak tampak membuncit


: supel, hepar lien tidak teraba
: timpani

: bising usus (H)

12
Korpus vertebrae
Inspeksi : deformitas (-)

Palpasi : massa (-)

Status Neurologis
1. GCS 15 E4M6V5
2. Tanda Rangsangan Selaput Otak
Kaku kuduk #-)
Brudzinsky I :(-)
BrudzinskyIl : (-)
Tanda Kernig :(-)
3. Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial (-)

Pupil isokor, diameter 3mm/3mm , reflek cahaya -/4, papil edema (-), muntah
proyektil

tidak ada, sakit kepala progresif tidak ada

4. Pemeriksaan Nervus Kranialis

N.I (Olfaktorius)
Penciuman Kanan Kiri
Subjektif (H) H)
Objektif (dengan bahan) 4) 4)
N.II (Optikus)

13
Penglihatan Kanan Kiri
Tajam Penglihatan Visus 5/5 Visus 5/5
Lapangan Pandang Normal Normal
Melihat warna ) »
Funduskopi Tidak diperiksa Tidak diperiksa
N.IH (Okulomotorius)

Kanan Kiri
Bola Mata ditengah ditengah
Ptosis -) -
Gerakan Bulbus Bebas ke segalaarah | Bebas ke segala arah
Strabismus -) -
Nistagmus —) —)
Ekso/Endopthalmus —) —)
Pupil
Bentuk Bulat, isokor Bulat, isokor
Refleks Cahaya (H) »)
Refleks Akomodasi (t) (t)
Refleks Konvergensi (t) (t)

14
N.IV (Troklearis)

Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah (t) »
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia - -
N.VI (Abdusens)
Kanan Kiri
Gerakan mata kemedial bawah 4) (t)
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia - -
N.V (Trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik
Membuka mulut H) »
Menggerakan rahang ») »
Menggigit ») H)
Mengunyah ») »)
Sensorik
- Divisi Oftlamika
Refleks Kornea ) »

15
Sensibilitas Baik Baik
-Divisi Maksila
Refleks Masseter (t) 4)
Sensibilitas Baik Baik
-Divisi Mandibula
Sensibilitas Baik Baik
N.VII (Fasialis)

Kanan Kiri
Raut wajah Simetris
Sekresi air mata ») (t)
Menggerakan dahi (H) (H)
Menutup mata ») »)
Mencibir/bersiul (t) 4)
Memperlihatkan gigi (H) H)
Sensasi lidah 2/3 belakang Baik Baik
Hiperakusis -) -

N.VIH (Vestibularis)

Kanan Kiri
Suara berbisik (t) (t)
Detik Arloji (t) »)

16
Nistagmus —) —)
Rinne Test 4) 4)
Weber Test Tidak ada lateralisasi
Scwabach Test Sama Sama
Pengaruh posisi kepala —)
N.IX (Glosofaringeus)
Kanan Kiri
Sensasi Lidah 1/3 belakang (t) (t)
Refleks muntah (gag refleks) —)
N.X (Vagus)
Kanan Kiri
Arkus faring Simetris
Uvula Simetris
Menelan Baik
Artikulasi Jelas
Suara »
Nadi Teratur
N.XI (Asesorius)
Kanan Kiri

17
Menoleh kekanan —)

Menoleh kekiri —)

Mengangkat bahu kanan (t)

Mengangkat bahu kiri (t)


N.XII (Hipoglosus)

Kanan Kiri
Kedudukan lidah dalam Normal

Kedudukan lidah dijulurkan Normal

Tremor -) -

Fasikulasi -) -

Atropi 0 D
Pemeriksaan Koordinasi

Cara Berjalan Tidak bisa Disatria —)

berjalan

Romberg test —) Disgrafia —)

Ataksia —) Supinasi-Pronasi baik

Rebound b—) Tes Jari Hidung baik

Phenomen

Tes Tumit Lutut baik Tes Hidung Jari baik

Pemeriksaan Fungsi Motorik

18
A. Badan Respirasi Teratur
Duduk Teratur
B.Berdiri dan berjalan | Gerakan spontan (t)
Tremor —)
Atetosis —)
Mioklonik —)
Khorea —)
C.Ekstermitas Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif
Kekuatan 5/5/5 5/5/5 2/2/2 2/2/2
Tropi Eutropi Eutropi Atropi Atropi
Tonus Eutonus Eutonus Hipotonus Hipotonus
Pemeriksaan Sensibilitas
Sensibilitas (4) menurun Sensibilitas (4) menurun setinggi
taktil setinggi L5-S1 kortikal L5-S1
Sensibilitas (4) menurun Stereognosis (4) menurun setinggi

19
nyeri setinggi L5-S1 L5-S1

Sensibilitas (4) menurun Pengenalan 2 titik (4) menurun setinggi


termis setinggi L5-S1 L5-S1
Sistem Refleks

A. Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri

Kornea (“) &&) Biseps (H) (H4)

Berbangkis Triseps (—) (—)

Laring KPR (—) (-)

Masseter APR ») (4)

B. Patologis Kanan Kiri Kanan Kiri

Lengan Tungkai

Hofmann Tromner —) —) Babinski —) —)


Chaddoks —) —)
Oppenheim —) -)
Gordon —) —)
Schaeffer —) —)

Fungsi Otonom

Miksi : retensio urin


Defekasi : konstipasi
Keringat : normal

20
Fungsi Luhur

Kesadaran Baik Tanda Demensia —)


Reaksi bicara Baik Refleks glabela —)
Reaksi intelek Baik Refleks Snout —)
Reaksi emosi Baik Refleks Menghisap —)
Refleks Memegang —)
Refleks palmomental -)

Pemeriksaan Laboratorium

Hb :15,7 gr/dl

Leukosit : 9.570/mm3

Trombosit : 285.000/mm3

Hematokrit : 435

GDS :112 mg/dl

Rencana pemeriksaan tambahan

a. Rontgen lumbosakral AP Lateral

b. MRI
Diagnosis :
Diagnosis Klinis
Diagnosis Topik

Diagnosis Etiologi

: Paraparese inferior tipe LMN

: setinggi L5-S1

: Susp. Trauma tulang belakang


21
Diagnosis Sekunder 1-
Terapi :
Umum

Diet MB

Khusus

Metilprednisolon 3x125 mg

Prognosis :
Ovo ad vitam : Dubia ed malam
Ouo ad sanam : Dubia ed malam

Ouvo ad fungsionam : Dubia ed malam

22
BAB IV

DISKUSI

Pasien laki-laki usia 34 tahun datang dengan keluhan utama lemah kedua tungkai.
Lemah
kedua tungkai sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Lemah kedua tungkai dirasakan
tiba-tiba.
Awalnya pasien kecelakaan sepeda motor 2 hari yang lalu dengan posisi jatuh
terduduk.
Kelemahan pada kedua tungkai dirasakan sepanjang hari. Rasa baal mulai dari lateral
tungkai
bawah sampai punggung kaki sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit yang bersamaan
dengan
lemahnya kedua tungkai. Pasien sulit berkemih sejak 1 hari sebelum masuk rumah
sakit. Pasien
kehilangan sensai berkemih dan mengalami kesulitan dalam mengeluarkan urin secara
spontan.
Pasien tidak BAB sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit karena hilangnya rangsangan
untuk

buang air besar.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran komposmentis dengan GCSI15. Status


internus dalam batas normal. Pada status neurologikus didapatkan gangguan motoric
pada kedua
tungkai, sensorik menurun setinggi L5-S1, adanya gangguan otonom seperti retensi
urin,

konstipasi.

Pasien di diagnosis klinis paraparese inferior tipe LMN, diagnosis topic setinggi
L5-S1

dan diagnosis etiologi susp. trauma tulang belakang

BAB V

23
KESIMPULAN

Trauma medula spinalis adalah kerusakan fungsi neurologis yang bisa menyebabkan
hilangnya fungsi motorik dan sensorik yang kebanyakan disebabkan kecelakaan lalu
lintas.
Trauma medula spinalis menyebabkan lesi di medula spinalis sehingga menimbulkan
gangguan
neurologis, dapat menyebabkan kecacatan menetap atau kematian sehingga merupakan
keadaan
darurat neurologi yang memerlukan tindakan cepat, tepat dan cermat untuk mengurangi
angka

kecacatan dan kematian.

24
10.

11.

12.

DAFTAR PUSTAKA

Watson C, Paxinos G.The spinal cord.USA. 2009. Hlm.1

PERDOSSI. Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal. Jakarta,

CV Prikarsa Utama.hlm.19-21, 25
Selzer M, Dobkin B. 2008. Spinal cord injury. New York.h1.23

Hadinoto S. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta, Gadjah Mada University press.


2009.
H1m.319

Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta, Dian Rakyat. 2009. Hlm.
35-36

Trieschmann R. Spimal cord injuries. USA: Pergamon. 1980. Hlm.4

Dewanto G, Suwono W.2009. Panduan Praktis Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf.
Jakarta, EGC. Hlm 21-23

Chin LS. Spinal cord injuries. http://emedicine.medscape.com/article/793582-

overview#showall (accessed 13 Juni 2014).


Harvey lisa. Management of spinal cord injuries. 2008. USA. Hlm.13

Holtz A, Levi R. Spinal Cord Injury. Sweden. 2010. Hlm.10

Baehr Mathias, Frotcher M, 2010. Diagnosis Topik Neurologi : Anatomi, Fisiologi,


Tanda,
Gejala. Jakarta: EGC. Hlm 170-171)

Basuki A. Cedera medula spinalis akut. Dalam: Basuki A. Dian S. (editor)


Kegawatdaruratan neurologi. Edisi pertama. Bandung, Indonesia: Bagian Saraf FK

Universitas Padjadjaran/RS Dr. Hasan Sadikin, 2009. hlm.123-149

25

Anda mungkin juga menyukai