Anda di halaman 1dari 37

REFERAT

MANAJEMEN EKSISI TUMOR JINAK KULIT

Oleh:

Kusuma Ghaisani Shabrina 180070200011199


Kovai Malar A/P Munysamy 180070200011213
Nik Ahmad Rashdan Bin Nik Mohd Fisal 180070200011225
Asy Syifa Karima 180070200011166
Nur Nadia Bt Abdul Halim 180070200011164

Periode : 11 Mei 2020 – 7 Juni 2020


Pembimbing : dr. Arviansyah, Sp.BP-RE

LABORATORIUM/SMF ILMU BEDAH


RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
MANAJEMEN EKSISI TUMOR JINAK KULIT

Disusun Oleh:

Kusuma Ghaisani Shabrina 180070200011199


Kovai Malar A/P Munysamy 180070200011213
Nik Ahmad Rashdan Bin Nik Mohd Fisal 180070200011225
Asy Syifa Karima 180070200011166
Nur Nadia Bt Abdul Halim 180070200011164

Disetujui untuk dibacakan pada:

Hari : Kamis

Tanggal : 14 Mei 2020

Menyetujui,

Pembimbing

dr. Arviansyah, Sp.BP-RE

i
DAFTAR ISI

Lembar Persetujuan ..........................................................................................i


Daftar Isi ............................................................................................................ii
Bab 1 Pendahuluan .........................................................................................1
1.1. Latar belakang ............................................................................................1
1.2. Rumuan Masalah ........................................................................................2
1.3. Tujuan Penulisan ........................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan ......................................................................................2
Bab 2 Tinjauan Pustaka...................................................................................3
2.1 Anatomi Kulit................................................................................................3
2.2 Tumor Jinak Kulit .........................................................................................5
2.2.1 Definisi .................................................................................................5
2.2.2 Prevalensi ............................................................................................6
2.2.3 Etiologi dan Faktor Risiko .....................................................................6
2.2.4 Patofisiologi ..........................................................................................8
2.2.5 Manifestasi Klinis..................................................................................9
2.2.6 Diagnosis .............................................................................................12
2.3 Tatalaksana Eksisi Elips pada Tumor Jinak Kulit .........................................14
2.3.1 Peralatan ..............................................................................................14
2.3.2 Persiapan Sebelum Operasi .................................................................16
2.3.3 Teknik Eksisi Tumor Kulit Jinak ............................................................20
2.3.4 Teknik Jahitan ......................................................................................26
2.3.5 Perawatan Pasca Operasi ....................................................................29
BAB 3 Penutup.................................................................................................32
3.1 Kesimpulan ..................................................................................................32
3.2 Saran ...........................................................................................................32
Daftar Pustaka .................................................................................................33

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tumor kulit adalah salah satu jenis tumor yang paling umum, menyumbang
lebih dari 40% dari semua kasus tumor. Tumor kulit dapat dibagi menjadi
melanoma dan non-melanoma (Boni, 2002). Meningkatnya angka kejadian tumor
kulit non melanoma kemungkinan disebabkan oleh kombinasi dari peningkatan
paparan terhadap sinar ultraviolet (UV) atau sinar matahari, peningkatan aktivitas
di luar ruangan, perubahan gaya berpakaian, peningkatan umur panjang,
penipisan ozon, faktor genetik, dan dalam beberapa kasus, adanya penekanan
kekebalan tubuh (Leiter, 2014). Tumor kulit memiliki klasifikasi beragam mulai dari
lesi jinak yang hanya menyebabkan masalah kosmetik hingga lesi pra maligna dan
tumor agresif. Sebagian besar tumor kulit merupakan tumor kulit jinak (Khandpur,
2012).

Masalah kulit biasa ditemui di fasilitas kesehatan primer. Salah satu tinjauan
grafik retrospektif dari rujukan dermatologi di klinik kedokteran umum sebuah
universitas menemukan bahwa sekitar sepertiga dari pasien dirujuk oleh dokter
perawatan primer. Namun, dokter keluarga dapat secara efektif mengobati
sebagian besar gangguan kulit. Tinjauan diagnosis yang dibuat oleh dokter
perawatan primer ditemukan benar sebesar 70% dari seluruh diagnosis (93%
untuk dokter kulit) (Higgins, 2015). Dapat dilihat bahwa tumor jinak kulit merupakan
kasus yang akan sering ditemui oleh dokter umum. Kemampuan untuk
mendiagnosis dan mengetahui tatalaksana tumor jinak dengan benar dan untuk
membedakannya dari lesi ganas adalah keterampilan penting. Diagnosis biasanya
didasarkan pada penampakan lesi dan riwayat klinis pasien, meski biopsi kadang
diperlukan untuk pemeriksaan histopatologis dengan tujuan menyingkirkan
kemungkinan keganasan. Tatalaksana termasuk eksisi, cryotherapy, kuretase
dengan atau tanpa elektrodesikasi, dan farmakoterapi, didasarkan pada jenis
tumor dan lokasinya (Luba, 2003). Manajemen pada tumor kulit jinak biasanya
dilakukan lebih sering untuk alasan kosmetik. Secara umum, eksisi adalah

1
manajemen pilihan untuk tumor kulit jinak seperti lipoma, dermatofibroma,
keratoacanthoma, granuloma piogenik, dan kista epidermoid.

Berdasarkan latar belakang tersebut, referat ini akan membahas mengenai


manifestasi klinis dan cara mendiagnosis tumor jinak kulit serta mengetahui
tatalaksana eksisi pada tumor jinak kulit.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah definisi tumor jinak kulit?
2. Bagaimanakah etiologic dan faktor risiko tumor jinak kulit?
3. Bagaimanakah patofisiologi terjadinya tumor jinak kulit?
4. Bagaimanakah manifestasi serta diagnosis dari jinak jinak kulit?
5. Bagaimanakah tatalaksana eksisi tumor jinak kulit?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk memahami definisi tumor jinak kulit
2. Untuk memahami etiologi dan faktor risiko jinak kulit
3. Untuk memahami patofisiologi terjadinya tumor jinak kulit
4. Untuk memahami manifestasi serta diagnosis dari tumor jinak kulit
5. Untuk memahami tatalaksana eksisi tumor jinak kulit

1.4 Manfaat Penulisan

Penulisan referat ini diharapkan akan meningkatkan pengetahuan serta


pemahaman dokter muda mengenai tumor jinak kulit dalam hal definisi,
penegakan diagnosis, serta manajemen eksisi yang dapat dilakukan sehingga
dapat berguna saat berpraktik di masyarakat kelak.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Kulit

Kulit terdiri dari 2 lapisan dasar, epidermis dan dermis. Epidermis terutama
terdiri dari sel keratinosit dan juga mengandung sel melanosit, sel langerhans, dan
sel merkel. Lapisan Epidermis dibagi menjadi beberapa lapisan atau strata yang
dilalui oleh skin appendages seperti kelenjar sebasea dan kelenjar keringat.
Sedangkan dermis dibagi menjadi lapisan papiler (papillary layer) dan retikuler
(reticualar layer). Di dalam lapisan dermis terdapat pasokan neurovascular kulit.
Selain itu, terdapat jaringan subkutan di bawah kulit yang mengandung fasia
superfisial dan lemak subkutan (Losquadro, 2017).

Gambar 2.1 Lapisan Epidermis Kulit

Lapisan epidermis memiliki lapisan-lapisan, antara lain stratum basale


(bagian terdalam epidermis), stratum spinosum, stratum granulosum, stratum
lucidum (hanya pada lapisan kulit yang tebal seperti telapak tangan dan telapak
kaki), dan stratum korneum (bagian paling luar dari epidermis). Jenis sel utama
dalam epidermis adalah keratinosit, dan 4 lapisan pada epidermis mewakili
pematangan keratinosit dari dalam ke lapisan superfisial (Gambar 2.1). Proses
keratinisasi ini memungkinkan pembentukan keratin.

3
Gambar 2.2 Anatomi Kulit Manusia

Keratinosit adalah tipe sel primer di pada lapisan epidermis. Setidaknya


80% sel dalam epidermis adalah keratinosit. Proses diferensiasi yang terjadi ketika
sel bermigrasi dari lapisan basal ke permukaan kulit disebut keratinisasi, suatu
proses di mana keratinosit akan melewati fase sintetis dan kemudian fase
degradatif (Chu, 2008). Selain itu, terdapat sel melanosit yang terbatas pada
lapisan basal dengan fungsi utama, yaitu menghasilkan melanin, pigmen yang
melindungi inti sel dari cedera yang disebabkan oleh paparan radiasi UV. Vesikel
yang mengandung melanin yang disebut melanosom disekresikan dari melanosit
dan diambil oleh keratinosit yang berdekatan. Pigmen melanin kemudian
didistribusikan ke nuklei untuk memaksimalkan perlindungan DNA. Sel
Langerhans adalah antigen presenting cell yang ditemukan dalam stratum
spinosum, stratum granularum, dan dermis. Jumlah sel Langerhans berkurang
dengan paparan radiasi UV, dan akibatnya penurunan imunologis kulit aktivitas
dapat menciptakan lingkungan yang lebih permisif untuk pengembangan
karsinoma. Jenis sel epidermis lainnya adalah sel Merkel. Sel-sel merkel berada
di lapisan basal dan mengandung butiran sekretori yang isinya mirip dengan sel-
sel neuroendokrin lainnya. Kelompok sel Merkel yang terkait dengan ujung saraf
perifer membentuk struktur khusus yang disebut cakram taktil, yang kemungkinan
besar memfasilitasi sensasi halus (Leithauser, 2016).

Kemudian ada lapisan dermis yang terletak di antara epidermis dan


jaringan subkutan dan bertanggung jawab atas variasi regional dalam ketebalan
kulit. Lapisan ini terutama terdiri dari kolagen, tetapi juga mengandung elastin,
pembuluh darah, saraf, dan kelenjar keringat. Jenis sel kulit primer pada dermis
adalah fibroblast yang menghasilkan kolagen, elastin, dan protein lainnya. Dermis
selanjutnya dibagi menjadi lapisan papiler dan retikular. Dermis papiler terletak di

4
bawah dermal-epidermal junction dan mengandung campuran fibrosit, kolagen,
dan pembuluh darah. Di bawahnya terdapat dermis retikular yang jauh lebih tebal.
Lapisan ini mengandung lebih sedikit fibrosit, tetapi kolagen yang lebih padat.
Ketebalan kulit dalam kepala dan leher berkisar dari kurang dari 1 mm pada
kelopak mata hingga 2,5 mm pada kulit kepala (Frohm, 2014). Jaringan subkutan,
atau hipodermis, adalah jaringan yang menjembatani kulit dengan jaringan yang
lebih dalam seperti otot dan tulang. Jaringan ini mengandung lemak subkutan,
fasia superfisialis, pembuluh darah, dan saraf (Losquadro, 2017).

Vaskulatur dermal terdiri dari dua pleksus yang saling berkomunikasi:


pleksus subpapiler atau superfisial yang terdiri dari venula post kapiler yang
ditemukan di pertemuan lapisan papiler dan retikular dari dermis dan pleksus
dalam (deep) pada pertemuan lapisan dermal dan subkutan. Papilla dermal
dipasok oleh kapiler, arteriol akhir, dan venula pleksus superfisial. Sedangkan
pleksus yang lebih dalam disuplai oleh pembuluh darah yang lebih besar, lebih
kompleks dan berada di sekitar struktur adneksa. Bundel saraf, bersama dengan
arteriol dan venula, ditemukan dalam jumlah besar dalam bundel neurovaskular
dermis. Sel-sel Meissner, ditemukan pada papilla dermal, membantu memediasi
sentuhan dan ditemukan terutama pada sisi-sisi ventral tangan dan kaki. Sel-sel
Meissner lebih banyak di tangan, dengan konsentrasi terbesar di ujung jari. Nyeri,
suhu, dan sensasi gatal ditularkan oleh serabut saraf tak bermielin yang berakhir
di sekitar folikel rambut dan dermis papiler (James et al., 2006).

2.2 Tumor Jinak Kulit

2.2.1 Definisi

Definisi tumor jinak adalah pertumbuhan atau pembesaran massa yang


inosen dan terlokalisir serta tidak meluas ke lokasi yang lain dan dapat di angkat
dengan tatalaksana pembedahan (Kumar et al., 2014). Tumor jinak kulit adalah
tumor yang terlokalisir di kulit. Tumor jinak kulit yang biasa ditemukan adalah
lipoma, dermatofibroma, keratoacanthoma, pyogenic granuloma, epidermoid cyst,
cherry angioma, sebaceous hyperplasia, seborrheic keratosis dan acrochordon
(Luba et al., 2003). Dihubungkan dengan majaneman penatalaksanaannya, tumor
jinak kulit yang menggunakan tatalaksana eksisi adalah lipoma, dermatofibroma,
keratoacanthoma, pyogenic granuloma dan epidermoid cyst (Luba et al., 2003).

5
2.2.2 Prevalensi

Menurut WHO, tumor kulit menempati tempat ke-23 tumor tersering di


Indonesia pada tahun 2018. Terkait tumor jinak kulit seperti lipoma, prevalensi
tumor jinak lipoma dikatakan sebanyak 1 per 1000 orang per tahun (umum).
Lipoma biasanya terjadi pada individu berusia 40 hingga 60 tahun. Lipoma, tumor
jinak dengan tipe slow-growing, juga merupakan salah satu tumor jinak kulit yang
paling banyak terjadi. Sedangkan keratoacanthoma adalah tumor jinak tipe fast
growing. Epidermoid cyst akan mengalami resorpsi dengan sendiri apabila
dibiarkan (Luba et al., 2003).

2.2.3 Etiologi dan faktor resiko

a. Keratoachantoma

Keratoacanthoma sangat bergantung kepada paparan sinar matahari (sun


exposure) untuk menghasilkan lesi. Tumor ini merupakan tipe fast growing, lesi
awal keratoacanthoma merupakan lesi papul yang kemudian membesar dalam
waktu 2 hingga 4 minggu. Pada 4 hingga 6 bulan akan terjadi involusi dari lesi dan
menghasilkan parut hipopigmentasi (Luba et al., 2003).

b. Lipoma

Etiologi pasti terjadinya lipoma belum bisa dipastikan. Tetapi terdapat


kasus dimana lipoma mempunyai etiologi genetik di mana terjadi rearrangement
dari kromosom 12. Trauma juga boleh menyebabkan terjadinya lipoma (Higgins et
al., 2015).

c. Dermatofibroma

Etiologi dari dermatofibroma juga belum bisa dipastikan, kemungkinan


etiologi anata lain, reaksi fibrous akibat trauma, gigitan serangga, infeksi viral,
rupture kista, atau folikulitis (Luba et al., 2003).

d. Pyogenic granuloma

Etiologi dari pyogenic granuloma adalah trauma, luka bakar, dan infeksi
virus. Akan tetapi tidak ada penyebab yang tepat untuk menyebabkan pyogenic
granuloma. Pyogenic granuloma sering ditemukan pada anak-anak dan 2% dari
wanita hamil akan membentuk pyogenic granuloma pada akhir trimester pertama
hingga trimester kedua (Higgins et al., 2015).

6
e. Epidermoid cyst

Epidermoid cyst juga disebut sebagai inclusion cyst. Tipe epidermoid cyst
yang multiple mempunya etiologi dari penyakit sistemik yaitu Gardner syndrome,
sebuah penyakit autosomal dominant yang mempunyai asosiasi dengan kanker
colon. Kista yang sering terbentuk pada lokasi yang tidak biasanya terbentuk
seperti di jari jari tangan dan kaki haruslah membuat klinisi mencari penyebab lain
atau asosiasi dengan kanker kolon (Higgins et al., 2015). Etiologi lain yang
menyebabkan terbentuknya epidermoid cyst di lokasi palmoplantar adalah infeksi
dari virus HPV tipe 57 dan 60. Epidermoid cyst juga boleh terbentuk akibat trauma
sekiranya lokasi di lokasi yang tidak terbentuk rambut (Kang, 2018).

f. Cherry angioma

Cherry angiomas mempunyai etiologi yang tidak diketahui, akan tetapi


eksposur ke bahan kimia seperti gas mustard dan 2-butoxyethanol pernah
dilaporkan menyebabkan dilatasi dari pembuluh darah kapiler dan membentuk
cherry angioma. Salah satu faktor lain yang menyebabkan cherry angioma adalah
hormon, dimana wanita hamil dilaporkan mempunyai kadar prolactin yang tinggi
dan menyebabkan pementukan lesi cherry angioma (Luba et al., 2003).

g. Sebaceous hyperplasia

Sebaceous hyperplasia sering ditemukan pada individu usia tua (Luba et


al., 2003).

h. Seborrhoic keratosis (SK)

Seborrhoic keratosis ditemukan pada laki-laki dan wanita. Insiden


meningkat dengan usia (Luba et al., 2003). Seborrhoic keratosis sendiri
mempunyai etiologi yang tidak diketahui tetapi banyak laporan yang menunjukkan
SK mempunyai etiologi genetik, terutama mutasi gen FGFR3 , PIK3CA, EGFR,
HRAS dan KRAS. Eksposur kepada matahari yang lama juga memainkan peranan
dalam pembentukan SK. Belum ada hubungan yang pasti antara infeksi HPV dan
SK. Karena analisa dari PCR menunjukkan bahwa 70% kasus SK genitalia adalah
positif HPV, terutama HPV 6. Tetapi SK di lokasi tubuh lainnya hanya menunjukkan
10% positif HPV (Kang, 2018).

7
i. Acrochordon

Acrochordon ataupun dikenali juga sebagai skin tag terbentuk dari


ectoderm dan mesoderm. Epidermis mengalami hyperplasia dan skin tag biasanya
ditemukan pada 25% individu dan insiden semakin meningkat dengan
meningkatnya usia. Faktor predisposisi skin tag adalah obesitas akan tetapi tidak
malignant. Skin tag yang ditemukan pada anak-anak harus dilakukan pemeriksaan
histopatologi karena skin tag pada anak-anak menggambarkan manifestasi klinis
awal dari basal cell carcinoma syndrome (Luba et al., 2003).

2.2.4 Patofisiologi

Tumor juga dikenali sebagai neoplasma, yaitu jaringan abnormal yang


muncul secara mandiri tanpa tujuan. Tumor dibentuk oleh sel abnormal yang
mengalami perubahan seperti pada gambar 2.3.

(1) Hipertrofi, atau peningkatan ukuran sel

(2) Hiperplasia atau peningkatan jumlah sel dalam zona tertentu

(3) Anaplasia atau regresi karakteristik fisik sel ke tipe yang tidak terdiferensiasi
(Victor,H. et al, 2019)

Gambar 2.3 Patofisiologi tumor pada kulit

Tumor memiliki ciri pertumbuhan ekspansil centripetal karena bagian


perifer dari tumor akan menekan jaringan lunak sekitarnya. Pertumbuhan tumor
menyebabkan pembentukan zona jaringan fibrosa terkompresi yang mungkin
mengandung sel-sel tumor. Lapisan tipis di jaringan disebut zona reaktif yang

8
mengelilingi zona kompresi. Zona kompresi bersama dengan zona reaktif
membentuk pseudocapsule yang membungkus tumor dan berguna dalam
menentukan luas reseksi bedah (Mehren M, 2018).

2.2.5 Manifestasi Klinis

Terdapat beberapa manifestasi klinis yang terjadi pada tumor jinak kulit.
Secara morfologis, tumor jinak kulit bermanifestasi sebagai macula atau ada
sedikit peninggian/papula. papula, dan nodul (Luba, 2003). Adanya manifestasi
klinis berupa lesi multiple merupakan petunjuk klinis yang dapat dinilai sebagai
sifat jinak dari suatu tumor kulit (Khandpur, 2012). Berikut ini merupakan gambaran
klinis dari beberapa jenis tumor jinak kulit :

a. Cherry Angioma ( Campbell de Morgan’s spot)

Lesi sering muncul pada tubuh dan juga extremitas dengan diameter
beberapa millimeter. Lesi yang ditemukan berbentuk bulat, berwarna merah dari
merah terang hingga merah gelap. Cherry Angioma ini merupakan tumor yang
asimptomatik. Cherry Angioma sering terjadi pada dewasa muda dan jumlahnya
meningkat seiring dengan bertambahnya usia (Luba, 2003).

b. Sebaceous Hyperplasia (Senile Hyperplasia)

Sebaceous hyperplasia sering terjadi pada usia dewasa atau lansia. Tumor
terdiri berbentuk papula yang lunak, berwarna kuning, dan berbentuk kubah
centrally umbilicated. Umumnya, muncul pada dahi, pipi dan hidung dengan
diameter 2 – 4 mm. Tumor ini juga bisa terjadi pada vulva (Luba, 2003).

c. Dermatofibroma

Dermatofibroma berbentuk papula yang keras, plak, atau nodul yang


ukurannya bervariasi dari 3 hingga 10 mm. Tumor ini dapat berwarna coklat
keunguan, merah, kuning, dan merah muda. Nodul ini bisa ditemukan di semua
bagian tubuh dan umum ya pada bagian anterior ekstremitas inferior. Biasanya
tidak memberikan gejala. Diagnosis dermatofibromas didasarkan pada
penampilan khas dan Fitzpatrick sign, yang merupakan skin dimpling atau retraksi
dari lesi di bawah kulit dengan kompresi lateral (Luba, 2003).

9
Gambar 2.4 Cherry angioma, Sebaceous gland hyperplasia, Dermatofibroma

d. Pyogenic Granuloma

Granuloma piogenik merupakan sebuah lesi vascular dan tidak purulent


seperti namanya. Mayoritas granuloma piogenik muncul dalam lima tahun pertama
kehidupan. Lesi paling sering terjadi pada kepala, leher, dan ekstremitas, terutama
jari-jari, serta pada membrane mukosa. Granuloma piogenik sering terjadi pada
gingiva selama kehamilan (epulis gravidarum) dan mengalami regresi setelah
melahirkan. Pyogenic granuloma awalnya kecil (kurang dari 1 cm), soliter,
merupakan lesi papula yang tumbuh dengan cepat, berwarna merah atau kuning,
dan sering kali berkembang membentuk tangkai dan scale di permukaan (Luba,
2003).

e. Kerathocanthoma

Kerathocantoma dimulai sebagai lesi papular, membesar dua hingga


empat minggu dengan ukuran 2 cm atau lebih. Papula sering berkembang menjadi
umbilicated dengan inti keratin. Mayoritas lesi pada wajah dan ekstremitas atas
(meskipun juga sering terjadi di bagian bawah ekstremitas terutama pada wanita).
Setelah empat hingga enam bulan, lesi terjadi ekspulsi inti, dam meninggalkan
bekas luka hipopigmentasi (Luba, 2003).

f. Seborrhoic Keratosis

Keratosis seboroik adalah lesi hiperkeratotik pada epidermis, yang sering


tampak menempel pada permukaan kulit. Lesinya bervariasi dalam warna, dari
cokelat ke coklat kehitaman dengan batas tegas. Keratosis seboroik berkembang
dari makula hiperpigmentasi ke plak yang sering ditemukan pada wajah dan kulit
kepala. Sebagian besar denganpermukaan kasar dan biasanya berkisar dari 2 mm
hingga berdiameter 3 cm, tetapi bisa lebih besar. Area badan merupakan lokasi
yang paling umum, tetapi lesi juga bisa ditemukan pada ekstremitas, wajah, dan
kulit kepala (Luba, 2003).

10
g. Acrochordon

Acrochordons, atau skin tags, berasal dari ectoderm dan mesoderm dan
menunjukkan epidermis hiperplastik. Aksila, leher dan inguinal merupakan lokasi
yang paling sering terjadi acrochordon ini. Jumlahnya bertambah dengan usia dan
paling umum ditemukan di aksila, leher dan daerah inguinal. Skin tag biasanya
melekat pada kulit dengan tangkai tipis dengan ukuran kurang dari 1cm hingga 1
cm dan berwarna kulit atau cokelat (Luba,et al, 2003).

Gambar 2.5 Pyogenic granuloma, Keratoacanthoma, Skin tag

Gambar 2.6 Makula seborohoik keratosis dan keratosis seboroik matur,

h. Lipoma

Lipoma adalah tumor jaringan lunak subkutan yang paling umum yang
terdiri daripada adiposity. Tumor ini umumnya merupakan nodul yang tumbuh
lambat dengan konsistensi yang kenyal. Sebagian besar tumor tersebut tidak
menunjukkan gejala tetapi dapat menyebabkan rasa sakit ketika menekan saraf.
Tumor ini sering terjadi pada trunkus, bahu, leher posterier dan aksila. Sekitar 80
persen lipoma berdiameter kurang dari 5 cm, beberapa dapat mencapai lebih dari
20 cm dan berat beberapa kg (Luba,et al, 2003).

i. Epidermoid Cyst

Kista epidermoid berbentuk bulat dan bergerak (mobile). Ukuran mulai dari
beberapa milimeter hingga beberapa sentimeter. Kista diisi dengan keratin dan
dilapisi dengan epitel skuamosa berlapis. Kista epidermoid biasanya muncul pada
punggung, wajah, dan dada, dan bersambung dengan kulit melalui keratinfilled

11
plug. Kista mungkin menetap dalam bentuk yang kecil selama bertahun-tahun atau
dapat tumbuh dengan cepat. Dinding kista yang pecah ke dalam dermis akan
memicu respon peradangan (Luba,et al, 2003).

Gambar 2.7 Lipoma yang diambil dari insisi, Epidermoid cyst

2.2.6 Diagnosis

Tumor jinak kulit sering kali ditemukan pada pasien sebagai keluhan utama
dan bisa juga menjadi keluhan sampingan sehingga kemampuan dalam
mendiagnosa penyakit ini dengan tepat adalah sangat penting. Diagnosis tumor
kulit biasanya ditegakkan secara histopatologi, namun beberapa jenis tumor jinak
kulit dapat di diagnosis dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan melihat
manifestasi pada tumor kulit. Lesi yang multiple membuat diagnosis lebih mudah
dibandingkan dengan lesi papula atau nodul soliter (Khandpur, 2012).

Pemeriksa harus berhati-hati dalam mengevaluasi tumor kulit.


Pemeriksaan penunjang dermoscopy disebutkan dapat mempermudah diagnosis
tumor jinak kulit, namun metode yang lebih diutamakan adalah penilaian lesi
melalui pemeriksaan fisik (Higgins, 2015). Dalam artikel Luba (2003), di
gambarkan proses diagnosis tumor jinak kulit menggunakan algoritma diagnosis
berdasarkan manifestasi klinis makula, papula, dan subepidermal yang dapat
dilihat pada gambar 2.8, 2.9, dan 2.10.

12
Gambar 2.8 Algoritma untuk diagnosis tumor jinak kulit (macula atau slightly
raised/papular)

Gambar 2.9 Algoritma untuk diagnosis tumor jinak kulit (papular)

Gambar 2.10 Algoritma untuk diagnosis tumor jinak kulit (subepidermal)

13
Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, terdapat beberapa tehnik dan
metode pemeriksaan diagnostik dalam penegakan diagnosis pada tumor jinak
kulit. Antara tehnik diagnostik yang bisa dilakukan adalah:

1. Non-invasive diagnostic techniques for skin tumors

Teknik in vivo non-invasive digunakan untuk diagnosis awal dan terapi


yang sesuai pada tumor kulit. Tehnik ini dapat membantu dalam pemilihan lesi
yang akan di biopsi. Tehnik ini juga dapat membantu dalam menentukan margin
pada tindakan pembedahan (Khandapur, 2012).

2. Dermascopy (Epiluminescene microscopy)

Dermascopy merupakan suatu teknik pemeriksaan yang mudah dan murah


yang bisa menvisualisasi morfologi dari lesi kulit yang tidak bisa oleh mata kasar
manusia. Lesi kulit di tutupi dengan mineral oil, alcohol atau air untuk eliminasi dari
pantulan cahaya permukaan. Pemeriksaan ini, dapat menvisualisasi pigmen di
epidermis, dermo-epidermal junction dan dermis superfisial (Khandapur, 2012).

3. Ultrasound

Tumor kulit bisa di evaluasi dengan menggunakan frekuensi tinggi 20 MHz


sonografi dengan resolusi axial 50 um dan resolusi lateral 350 um. Tumor kulit
akan terlihat hyporechoic homogen berbanding dermis yang sekitarnya
hyperechoic homogen. Perbatasan yang tebal dan jelas di antara tumor
hypoechoic dan dermis hyperechoic di dasar tumor dapat membantu dalam
menuntukan ketebalan tumor (Khandapur, 2012).

2.3 Tatalaksana Eksisi Elips Pada Tumor Jinak Kulit


Operasi kulit eksisi melibatkan penggunaan struktur yang relatif superfisial,
dilakukan dengan anestesi lokal, dan jarang menyebabkan kehilangan darah
besar atau perubahan cairan. Namun, hal ini masih merupakan prosedur invasif,
dan penilaian pra operasi pasien sangat penting (MD, 2019).

2.3.1 Peralatan
Di ruang operasi, nampan steril harus tersedia untuk operasi. Minimal, baki
ini harus berisi pegangan pisau bedah, pisau No. 15, forceps bergerigi Adson, 2
kait kulit, Gradle atau gunting lain yang sesuai untuk memotong jaringan, gunting
untuk memotong jahitan, needle holder, bahan jahit, kapas Aplikator yang banyak,

14
kain kasa, dan handuk kain. Bilah No. 10 adalah bilah yang lebih luas dan lebih
kuat yang sering digunakan saat melakukan operasi kulit di punggung. Larutan
antiseptik dan obat bius dapat dimasukkan pada baki, atau dapat digunakan
sebelum baki dibuka (MD, 2019).
Troli operasi kulit seharusnya dibersihkan dengan hipoklorit dan ditutup
dengan pelindung steril. Peralatan juga harus mencakup:
 Dressing pack
 Antiseptic solution
 Penyeka kasa
 Tas untuk pembuangan swab kotor
 hemostasis
 Benang, paling sering nilon monofilamen (wajah dan leher 5-0, batang dan
tungkai 4-0)
 Pottle yang mengandung saline formol 10% untuk histologi, dan wadah
untuk benda tajam bekas.

Gambar 2.11 peralatan minimum untuk biopsy eksisi meliputi driver jarum, gunting iris,
tang Adson, pisau bedah no 15,dan hemostat melengkung.

Bahan benang jahit


Dari berbagai bahan jahitan yang tersedia. Pemilihan bahan khusus
didasarkan pada preferensi dokter bedah. Jahitan dalam yang biasa digunakan
adalah polydioxanone (PDS), Monocryl, dan Vicryl, dimana 2 benang pertama
adalah monofilamen (helai tunggal, nonbraided). Masing-masing jahitan ini dapat
diserap dan tidak perlu dilepas. Monofilamen lebih rentan terhadap infeksi, dan
jahitan sintetis lebih tidak imunoreaktif. Jahitan kulit yang sering digunakan adalah
nilon sintetis nonbraided (misalnya, Ethilon) dan polypropylene (misalnya, Prolene)
dan jahitan ini perlu dikeluarkan (MD,2019).

15
Di wajah, jahitan kulit dapat dilepas setelah 5-7 hari. Pada badan dan
ekstremitas, jahitan dapat dikeluarkan setelah 10-14 hari. Penempatan jahitan
superfisial yang berkepanjangan dapat menghasilkan re-epitelisasi atas jahitan,
serta pembentukan tanda trek permanen yang tidak enak dipandang di sepanjang
jalur eksternal jahitan (MD,2019).
Jahitan tersedia dalam berbagai ketebalan yang sesuai untuk berbagai
lokasi dan jaringan tubuh. Biasanya, 6-0 jahitan superfisial digunakan pada wajah,
dan jahitan 5-0 atau 4-0 digunakan pada batang dan ekstremitas. Jahitan dalam
sering kaliber sedikit lebih besar daripada jahitan kulit yang sesuai. Eksisi wajah
ditutup secara rutin dengan jahitan dalam 5-0, dan jahitan dalam 4-0 mungkin
diperlukan pada bagian tubuh lainnya. Eksisi besar di punggung atau kulit kepala
mungkin membutuhkan penggunaan 3-0 jahitan subkutan (MD,2019).
Bahan yang dapat diserap, seperti chromic catgut, dapat digunakan jika
pengangkatan jahitan kulit tidak praktis. Di sepanjang mukosa atau dekat mata,
jahitan sutra, yang dikaitkan dengan risiko imunogenisitas dan infeksi yang lebih
tinggi, mungkin lebih nyaman.

Perekat jaringan
Perekat jaringan, biasanya senyawa sianoakrilat sebagai pilihan lain untuk
penutupan luka, terutama di daerah dengan ketegangan rendah. Keuntungannya
termasuk waktu penutupan lebih cepat dibandingkan dengan jahitan dan
kurangnya bekas luka. Kerugian termasuk biaya dan kemungkinan tingkat
dehiscence yang lebih tinggi, terutama di daerah-daerah yang tegang. Hasil
kosmetik dan tingkat infeksi luka mencerminkan hasil jahitan (MD, 2019).

2.3.2 Persiapan sebelum operasi


Riwayat medis pasien sebelumnya harus diperoleh dan didokumentasikan
dalam semua kasus. Kondisi yang dapat mengganggu penyembuhan luka
(misalnya, penyakit pembuluh darah kolagen, merokok, diabetes) dan
penggunaan obat bersamaan yang dapat meningkatkan kemungkinan perdarahan
intraoperatif (misalnya, aspirin, obat antiinflamasi nonsteroid lainnya, vitamin E
oral, warfarin). Masalah medis utama, seperti serebrovaskular, kardiovaskular,
atau penyakit pernapasan, harus diselidiki lebih lanjut, bahkan jika pasien
tampaknya stabil. Dokter penyakit dalam atau dokter lain yang mengelola kondisi
penting ini dapat dikonsultasikan jika ahli bedah menilai perlu. Operasi eksisi yang

16
direncanakan harus dijelaskan oleh dokter, dan pendapatnya mengenai kelayakan
prosedur dapat diperoleh secara tertulis dan ditempatkan di bagan pasien
(MD,2019).
Aspirin, warfarin (Coumadin), dan agen lain yang diresepkan untuk
modifikasi waktu perdarahan atau fungsi trombosit tidak boleh dihentikan tanpa
izin tertulis dari dokter yang meresepkannya. Komplikasi katastropik, termasuk
embolus paru yang menyebar luas, stroke, dan penggumpalan katup jantung
buatan, dapat terjadi ketika antikoagulasi yang diperlukan secara medis dihentikan
secara perioperative (Otley CC dkk., 2003). Komplikasi intraoperatif dan
postoperatif sangat minim bahkan ketika warfarin dilanjutkan selama periode
bedah. (Alkalay J dkk., 2004)
Pasien yang dapat menjalani operasi tetapi dalam kesehatan yang lemah
mungkin memerlukan pemantauan jantung intraoperatif. Pasien yang sakit luar
biasa dapat dioperasi dengan baik di lingkungan klinik rumah sakit, tempat layanan
darurat khusus tersedia. Antibiotik oral profilaksis dapat dimulai jika diindikasikan
oleh kondisi yang sudah ada sebelumnya (misalnya, penyakit valvular, penyakit
jantung rematik) atau jika operasi berlangsung lama atau kompleks. Pemeriksaan
fisik harus dilakukan sebelum operasi eksisi. Diagnosis dugaan dan kesesuaian
operasi harus dikonfirmasi. Dokter bedah bertanggung jawab untuk memastikan
bahwa prosedur ini layak (MD, 2019).

Merencanakan eksisi elips, atau fusiform (Bhat W dkk., 2010; Kratf J dkk., 2011)
Eksisi elips, atau fusiformis, merupakan pendekatan klasik untuk
menghilangkan lesi yang bulat atau linier. Eksisi bentuk ini lebih disukai karena
kemudahan penutupan selanjutnya. Eksisi bundar yang lebih besar dari 4 mm sulit
untuk ditutup tanpa meninggalkan kelebihan kulit atau dog ear.

Gambar 2.12 Dalam eksisi elips atau fusiform klasik, ujung-ujungnya berada pada sudut
internal 30 °. Meskipun sudut ini mendefinisikan hubungan tepi dengan lesi sentral yang
dihilangkan, sudut pemotongan sebenarnya pada tepi biasanya lebih luas, seperti yang
ditunjukkan dalam gambar.

17
Elips harus cukup panjang sehingga dapat dijahit bersama tanpa dog ears
tetapi tidak lagi diperlukan untuk meminimalkan panjang bekas luka yang tak
terhindarkan. Prosesnya dimulai dengan menandai lesi yang akan diangkat.
Marker permanen atau marker kulit lainnya dapat digunakan untuk melingkari lesi
target. Seringkali, margin beberapa milimeter harus dihilangkan dari sekitar lesi
primer, dan tanda untuk margin ini dapat digambarkan sebagai lingkaran
konsentris yang lebih besar. Kemudian, sebuah elips harus ditandai di sekitar
lingkaran yang lebih besar. Diameter lingkaran harus membentuk sumbu pendek
elips, dan sumbu yang lebih panjang harus 3-4 kali panjangnya. Sebagai alternatif,
sudut antara 2 garis yang ditarik dari tepi sumbu panjang ke tepi titik tengah
bilateral elips harus sekitar 30 ° (gambar 2.12).
Orientasi elips itu penting. Idealnya, sumbu panjang harus sejajar dengan
garis ketegangan kulit yang rileks di lokasi tubuh yang terlibat. Tersedia diagram
yang menunjukkan garis-garis ketegangan kulit pada wajah dan tubuh (lihat
gambar di bawah). Kecenderungan yang tepat dari garis-garis ini dapat
dikonfirmasikan dengan meminta pasien terlibat dalam berbagai ekspresi wajah
yang berlebihan. Pada lengan dan tungkai, fleksi dan ekstensi dapat

Gambar 2.13 Eksisi elips harus berorientasi


pada garis ketegangan kulit yang rileks. Jika
elips ditempatkan dengan hati-hati, bekas
luka linier minimal terlihat. Lokasi garis-garis
ketegangan kulit sedikit berbeda di antara
individu; oleh karena itu, diagram bergaya
tidak memberikan panduan yang memadai.
Pemeriksaan ketat dan mencubit kulit
menunjukkan orientasi garis.

menggantikan manuver tersebut. Dokter bedah dapat memperoleh informasi ini di


lokasi bedah dengan sengaja mengerutkan kulit di lokasi bedah antara ibu jari dan
jari telunjuknya. Dengan menempatkan elips di sepanjang garis ketegangan kulit
yang rileks, dokter bedah memastikan bahwa bekas luka paralel dengan garis-
garis ini. Jika bekas luka itu tipis dan kecil dan jika pasien berusia lanjut, akan
memungkinkan bekas yang hampir tidak terlihat, dan hanya akan muncul sebagai
kerutan atau lipatan lain bagi pengamat yang tidak terlatih.

18
Desinfeksi dan Penerapan Prinsip Tindakan Aseptik
Sebelum memulai operasi, ahli bedah harus membersihkan tempat bedah
dengan larutan antiseptik seperti chlorhexidine gluconate (Hibiclens) atau
povidone-iodine (Betadine). Usap atau kasa yang diresapi harus dengan kuat
dipindahkan ke satu arah di sepanjang kulit dengan gerakan spiral, dari pusat ke
tepi. Tidak ada area yang terlewatkan, dan area yang dibersihkan harus
melampaui area bedah. Terapkan pelindung bedah untuk teknik aseptik (MD,
2019).

Gambar 2.14 Desinfeksi dan penerapan prinsip tindakan aseptik.

Anestesi
Anestesi lokal digunakan untuk eksisi sederhana. Larutan lidokain (0,5%,
1%, atau 2%) dengan epinefrin 1: 100.000 biasanya disuntikkan dengan
menggunakan jarum 30-gauge sepanjang 0,5 inci (Ghias MH dkk., 2019). Tidak
ada kontraindikasi absolut terhadap penggunaan lidokain dengan epinefrin dalam
pembedahan kulit. Sediaan anestesi seperti itu dapat digunakan dengan aman
bahkan di lokasi-lokasi terminal yang jauh, seperti ujung jari dan penis, asalkan
tidak ada tourniquet atau alat yang setara digunakan secara bersamaan. Lidocaine
adalah kategori kehamilan B dan epinefrin adalah kategori C; Namun, dalam
operasi dermatologis, manfaat epinefrin dalam jumlah kecil seringkali lebih besar
daripada risikonya (Murase JR dkk., 2014).
Anestesi dapat diaplikasikan ke dalam dermis atau di atas subkutis.
Suntikan intradermal menyebabkan kulit menjadi pucat dan peningkatan folikular
yang menonjol. Suntikan harus diberikan dengan laju konstan yang lambat untuk
meminimalkan ketidaknyamanan pasien. Buffer anestesi dengan menambahkan
natrium bikarbonat (1 bagian per 9 bagian lidokain) dapat lebih meningkatkan
kenyamanan pasien dengan mengurangi sengatan asam yang terkait. Seluruh
area pembedahan ditambah beberapa milimeter ditepi area harus dibius. Lesi

19
yang akan dieksisi tidak harus disuntikkan langsung, terutama jika sampel akan
dikirim untuk pemeriksaan patologis. Sebaliknya, anestesi harus diberikan secara
melingkar ke arah pusat. Area yang belum dibius harus disuntikkan melalui area
yang sudah dibius untuk melindungi pasien dari rasa tidak nyaman akibat tusukan
berulang. Injeksi anestesi tanpa rasa sakit meyakinkan pasien dan menyampaikan
bahwa dokter bedah bertekad untuk membuat prosedur ini senyaman mungkin
sehingga nantinya pasien lebih kooperatif (MD, 2019).

Gambar 2.15 Pemberian anestesi local

Eksisi sederhana jarang membutuhkan anestesi dalam jumlah besar.


Namun, selama eksisi yang lebih besar pada punggung atau selama prosedur
yang membutuhkan penginjeksian kembali, direkomendasikan pemantauan
jumlah yang digunakan. Untuk 1% lidokain, dosis toksik sekitar 300 mg, atau 30
mL, bila digunakan tanpa epinefrin dan 500 mg, atau 50 mL, bila digunakan
dengan epinefrin pada pasien dewasa yang sehat dengan berat 150 lb (70 kg).
Untuk memaksimalkan kenyamanan pasien, tingkat anestesi harus diuji sebelum
sayatan dibuat. Tes ini dapat diselesaikan dengan mengetuk jarum 30-gauge pada
kulit dan meminta pasien untuk menyampaikan ketika merasakan sensasi yang
tajam (MD, 2019).

2.3.3 Teknik Eksisi Tumor Kulit Jinak


Gunakan pena bedah untuk menandai bentuk fusiform di sekitar lesi. Di
wajah, tempatkan tanda eksisi di garis kerutan atau sejajar dengannya. Dengan
tidak adanya kerutan, buat garis-garis dinamis dengan meminta pasien untuk
tersenyum, mengerutkan kening atau menutup mata dengan erat. Injeksikan
anestesi lokal, (biasanya 2% lignokain dengan adrenalin) menggunakan jarum
pendek (setengah hingga satu inci) dan jarum halus (ukuran 27-30) disuntikkan ke

20
dalam dermis superfisial. Umumnya, 0,5 ml sudah cukup untuk membius area
sekitar 1 cm. Scrub menggunakan teknik standar atau pembersih antiseptik tanpa
air yang disetujui untuk penggunaan bedah. Jangan mengenakan sarung tangan
bedah dan gaun. Bersihkan area bedah dengan povidone iodine, chlorhexidine
atau larutan alkohol (tidak berdekatan dengan mata). Dengan satu tangan,
stabilkan area sayatan dengan traksi. Dengan menggunakan tekanan yang
terkendali pada pisau bedah, potonglah sepanjang garis yang ditandai secara
vertikal dengan sudut mata pisau sedikit berorientasi menjauh dari lesi. Membedah
sampai pertengahan jaringan subkutan, dan menghapus specimen (Bath-Hextall
F dkk., 2004).

Gambar 2.16 pembedahan kulit (a) potong sepanjang area yang ditandai (b) ambil
specimen (c) diseksi subcutan (d) haemostasis dengan diatermi.

Salah satu ujung elips dapat dipotong sebagai cara sederhana untuk
mengarahkan spesimen (berikan diagram patologis dengan label pada formulir
permintaan). Tempatkan seluruh lesi dalam botol histologi berlabel. Jika perlu,
gunakan gunting berujung tumpul yang melemahkan tepi kulit sekitar 5 mm di
bawah dermis untuk membebaskan kulit di atasnya, untuk memungkinkan
penjahitan tanpa ketegangan. Dapatkan hemostasis (Bath-Hextall F dkk., 2004).

21
Menutup luka ada beberapa teknik. Yang paling sederhana adalah
penutupan lapisan tunggal menggunakan jahitan loop terputus sederhana yang
diikat menggunakan pemegang jarum, memasukkan dan mengeluarkan jarum di
garis kurva. Harus ada 'gigitan' yang sama dari masing-masing pihak termasuk
setidaknya seluruh dermis. Ikat simpul bedah 'karang' sehingga tepi luka ringan
dalam kontak dan sedikit terbalik. Potong jahitan 5-10 mm dari permukaan kulit. Di
beberapa lokasi, jahitan berkelanjutan mungkin memuaskan untuk luka kecil. Luka
yang lebih dalam dan lebih besar mungkin memerlukan penyisipan jahitan
subkutan yang dapat diserap dan diserap untuk menghilangkan ruang mati (yang
meningkatkan kemungkinan hematoma dan infeksi) (Bath-Hextall F dkk., 2004).

Gambar 2.17 (a) penjahitan subkutan (b) penjahitan continuous (c) simpul dan gunting
benang (d) luka yang telah dijahit (e) tutup luka degan petroleum jelly dan dressing
strips..

Berikan tekanan ringan untuk memastikan perdarahan benar-benar


berhenti, bersihkan lukanya, dan kenakan pelindung selama minimal 24 jam.
Biasanya, oleskan jeli minyak bumi di atas garis eksisi dan oleskan balutan perekat
hypoallergenic yang tidak patuh. Saus anti air mungkin lebih disukai. Beri tahu
pasien tentang perawatan luka. Dalam kebanyakan kasus, pembalut pertama
harus dilepas pada 24 jam dan luka harus dibersihkan dengan air keran dengan
lembut. Dressing kemudian digunakan jika diperlukan untuk melindungi luka dari
cedera (Bath-Hextall F dkk., 2004).

22
Manajemen jarum
Jarum jahit harus dijepit dengan driver jarum pada titik dua pertiga jarak
dari ujung (lihat gambar di bawah). Mengamankan jarum pada titik ini mengurangi
kemungkinan menekuk atau mematahkannya selama operasi.

Gambar 2.18 Needle driver


harus digunakan untuk
menggenggam jarum di
tengah atau sedikit di luar
tengah menuju penyisipan
jahitan. Memegang jarum
terlalu dekat dengan ujung
akan menghasilkan selip dan
tekukan poros.

Jarum pemegang biasanya dipegang dengan pegangan di telapak tangan


dominan. Jari telunjuk ditempatkan segera proksimal dan posterior ke rahang
pemegang jarum. Dalam orientasi ini, jari telunjuk dapat memandu jalur jarum, dan
telapak tangan dapat memutar jarum begitu jarum berada di kulit. Khususnya, ahli
bedah tidak perlu menempatkan jari-jarinya melalui cincin pemegang jarum saat
menjahit (MD,2019).
Jarum dimasukkan secara tegak lurus ke kulit, yaitu pada sudut 90° (lihat
gambar di bawah). Entri yang tepat membutuhkan hiperpronasi tangan di
pergelangan tangan. Saat jarum menembus lebih dalam, gerakannya menjadi
miring dan kemudian lateral, sampai muncul di tengah luka. Kemudian, jarum
masuk kembali ke kulit di lokasi luka yang berlawanan, dengan arah gerakan
secara bertahap bergeser dari lateral ke miring. Kemudian, jarum keluar dari kulit
di sisi kontralateral, lagi pada sudut 90 °. Jahitan yang masuk dan keluar kulit pada
sudut 90 ° dan melakukan perjalanan miring dan kemudian secara lateral di bawah
kulit paling efektif untuk memicu eversi (MD, 2019).
Jika ketegangan di sepanjang luka rendah, mengekstraksi jarum di sisi
yang jauh mungkin sulit. Dalam hal ini, forsep dapat ditekan rata pada sisi yang
jauh dari luka, dan jarum dapat didorong melalui ujungnya. Tips dapat digunakan
untuk menarik keluar jarum, yang harus diputar selama proses ini untuk
menghindari menekuknya. Dokter bedah tidak boleh menggunakan jari-jarinya

23
untuk menarik jarum karena tindakan ini menimbulkan risiko yang sangat tinggi
terhadap paparan jarum yang tidak disengaja (MD, 2019).
Eversi mengacu pada penciptaan punggungan sentral di sepanjang garis
penutupan. Saat luka matang, penyebaran dan kontraksi yang terkait dengan
penyembuhan normal meratakan ketinggian ini, yang mengarah ke bekas luka
yang rata. tepi kulit juga diperlukan untuk memastikan bahwa kontur akhir halus.
Terkadang, satu sisi mungkin jauh lebih rendah dari yang lain; asimetri ini dapat
diperbaiki dengan memasukkan jarum jauh di sisi bawah dan dangkal di sisi tinggi.
Dengan cara ini, tepi yang lebih rendah terangkat, dan yang lebih tinggi mengalami
depresi. Ukuran 2 gigitan dan jarak masing-masing dari tepi luka harus tetap sama
(MD, 2019).

Memotong dan Mengambil (Boyer JD dkk., 2001)


Dokter bedah harus memegang pisau bedah di antara ibu jari dan telunjuk
tangan dominannya. Sisi lain digunakan untuk menerapkan traksi 3 titik untuk
meregangkan dan melumpuhkan tempat bedah. Sayatan dimulai ke arah ahli
bedah yang beroperasi dengan perut anterior pisau menekan elips yang ditandai
sebelumnya. Satu langkah yang tegas dan terus menerus diterapkan untuk
memotong epidermis dan sebagian melalui dermis di setiap sisi. Mata pisau harus
tegak lurus terhadap jaringan (yaitu pada sudut 90 °) selama proses ini (lihat
gambar di bawah). Gerakan sentak, gergaji, atau berulang menghasilkan tepi
berlubang atau buntut ikan di luar tepi elips. Pada kulit yang tebal, seperti yang
ada di punggung dan ekstremitas, sayatan awal mungkin tidak cukup untuk
mencapai luka yang cukup dalam. Dalam hal ini, blade dapat diperkenalkan
kembali ke lekukan yang telah diinsisi sebelumnya, dan gerakan diulang saat
blade menekan terhadap margin luar.
Gambar 2.19 Secara umum,
bilah pisau bedah harus
dipertahankan tegak lurus
terhadap permukaan kulit karena
potongan yang diorientasikan
secara vertikal tertutup paling
rapi dan dengan eversi terbaik.
Posisi tangan mungkin perlu
dimodifikasi ketika permukaan
topografis melengkung.

24
Kedalaman eksisi tergantung pada jenis lesi yang dieksisi dan lokasi
anatomi. Kebanyakan eksisi berlanjut ke bagian dangkal, tengah, atau dalam dari
subkutis. Setelah elips yang berisi lesi telah diinsisi ke kedalaman yang diinginkan
di semua sisi, elips dapat dihilangkan. Tang dengan gigi atau pengait kulit dapat
digunakan untuk menggenggam jaringan dengan lembut dari satu ujung.
Kemudian, pisau bedah atau gunting digunakan untuk memotong jaringan (lihat
gambar di bawah). Jika jaringan dipegang di atas pisau bedah selama proses
pemotongan, jaringan dipotong kurang dalam dibandingkan jika ditarik dari pisau
bedah. Setelah potongan jaringan fusiform dihilangkan, lapisan jaringan lemak
yang tidak rata dapat tetap berada di lokasi. Lapisan yang tidak rata ini harus
dipangkas dengan hati-hati untuk membuat bidang yang rata untuk memastikan
penutupan yang merata secara merata.

Gambar 2.20 Saat membebaskan jaringan dengan pisau bedah, dokter bedah dapat
menarik kulitnya ke samping untuk memastikan kedalamannya. Sepasang gunting
mudah berada di bidang yang benar dan dapat digunakan untuk memantulkan jaringan
elips ke atas.

Merusak area di sekitar tepi area pengangkatan dapat membantu.


Undermining mengurangi ketegangan vertikal dan lateral pada penutupan akhir,
meningkatkan kosmesis hasilnya. Ketika ketegangan tidak besar atau ketika luka
kecil, merusak mungkin tidak diperlukan. Demikian pula, jika pemeliharaan
hemostasis adalah suatu tantangan, melemahkan hanya dapat memperburuk
masalah.
Proses undermining paling baik dilakukan dengan mengangkat tepi luka
dengan pengait kulit. Gunting berujung tumpul tertutup harus dimasukkan ke
dalam ruang tenda. Ketika mereka agak jauh di dalam, mereka harus dibuka.
Dengan cara ini, jaringan tidak dipotong, melainkan disingkirkan. Beberapa ahli
menganjurkan apa yang disebut perusakan tajam; meskipun pendekatan ini dapat
memberikan penutupan yang lebih merata, itu menciptakan risiko substansial
cedera saraf atau pembuluh darah di tangan pemula.

25
Kedalaman undermining idealnya meluas ke lapisan yang paling dangkal.
Seringkali, level ini adalah lemak superfisial. Tingkat lateral dari undermining harus
cukup untuk memungkinkan penutupan luka dengan tegangan rendah. Merusak
berlebihan dapat menyebabkan masalah sebaliknya karena memiliki terlalu
banyak jaringan dan membuat telinga anjing yang kemudian harus dikeluarkan.

Hemostasis
Darah dapat terkumpul di dalam rongga yang tersisa setelah pengangkatan
elips, sebagai hasil dari aliran darah yang lambat atau perdarahan yang lebih cepat
dari beberapa sumber titik. Pembuluh mungkin telah dipotong di subkutis dan di
sepanjang tepi luka dermal. Jarang sekali pembuluh kaliber besar ini, tetapi
bahkan perdarahan moderat harus dikontrol sebelum penutupan. Perkembangan
hematoma dan perdarahan persisten setelah keluar dapat dicegah dengan
pendekatan ini (MD, 2019).
Electrocautery dapat digunakan untuk menutup pembuluh darah.
Kerusakan pada jaringan non-pendarahan yang berdekatan harus diminimalkan
selama prosedur. Memegang bejana pendarahan dengan forsep yang halus dan
menyentuh elektroda aktif ke pegangan memungkinkan penargetan yang tepat
untuk koagulasi. Area di situs yang diauterisasi harus kering agar perangkat
berfungsi optimal, dan bidang kering ini dapat dipertahankan dengan
menggunakan kain kasa, dengan menggulungnya dengan aplikator kapas-tip,
atau dengan menggunakan alat penghisap (dalam kasus yang jarang terjadi) (MD,
2019).
Pembuluh yang lebih besar dapat diikat dengan jahitan. Pembuluh tersebut
awalnya dapat digenggam dengan hemostat dan kemudian diikat dengan jaringan
yang berdekatan. (MD, 2019).

2.3.4 Teknik jahitan


Sebelum jahitan ditempatkan, kait atau tekanan tangan dapat digunakan
untuk mensimulasikan penutupan akhir. Simulasi ini menunjukkan dengan tepat
titik di satu sisi luka yang seharusnya memberikan titik tertentu di sisi kontralateral.
Aturan setengah menunjukkan bahwa jahitan pertama harus ditempatkan di
tengah luka, membagi dua masing-masing setengah dengan jahitan tambahan.
Dokter bedah dapat melanjutkan dengan cara ini sampai luka dijahit tertutup. Atau,
ahli bedah dapat memulai dengan menempatkan jahitan di salah satu ujung luka

26
dan berlanjut ke ujung lainnya. Teknik ini bermanfaat ketika luka berada di bawah
tekanan yang substansial. Ketegangan juga dapat dikurangi dengan
menempatkan 1 atau 2 jahitan kulit dekat pusat sebelum jahitan subkutan
ditempatkan. Setelah itu, jahitan kulit yang menghilangkan ketegangan sementara
ini dapat dihilangkan. Jarak antara jahitan paralel tergantung pada ketebalan kulit
dan lokasi anatomi. Ketika dermis lebih tebal, jahitannya semakin jauh dan lebih
dalam. Untuk semua luka, ketegangan memuncak di pusat elips, dan jahitan di sini
dapat ditempatkan lebih dekat bersama (MD, 2019).
Sebagian besar ikatan jahitan dalam operasi eksisi adalah ikatan instrumen
daripada ikatan tangan. Simpul yang khas adalah simpul simpul dokter bedah,
yang terdiri dari menempatkan 2 loop di sekitar pemegang jarum di 1 tepi jahitan
dan kemudian menarik melalui ke tepi lainnya. Simpul yang terkubur dikencangkan
sejajar dengan sayatan tertutup (penempatan jahitan dalam ditunjukkan pada
gambar di bawah). Simpul superfisial dikencangkan tegak lurus dengan garis luka,
dengan simpul pertama minimal dikencangkan dan hanya diletakkan di kulit.
Penggunaan beberapa lemparan dari simpul dokter bedah adalah rutin, tetapi
penggunaan lebih dari 3 lemparan harus dihindari dengan simpul yang dikubur
karena lemparan tersebut sangat meningkatkan volume bahan asing yang
ditanamkan ke kulit (MD, 2019).
Gambar 2.21 Benang yang mudah
diserap dalam harus ditempatkan
sehingga simpul menghadap ke
bawah. Penempatan ini mengurangi
kemungkinan jahitan meludah ke
permukaan. Jahitan dalam dapat
ditempatkan di subkutis, seperti yang
ditunjukkan di sini, atau sedikit lebih
tinggi, dengan bagian paling atas
pada reticular atau mid dermis.

Banyak jenis konfigurasi jahitan dapat digunakan untuk menutup eksisi.


Jahitan yang paling umum adalah jahitan subkutan, atau buried knots, deep suture
dan jahitan terputus sederhana atau jahitan berjalan untuk jahitan superfisial (MD,
2019).
Jahitan subkutan memberikan stabilitas luka, menutup ruang mati,
memotong tepi, dan mengurangi ketegangan. Pada luka yang dalam, simpul dapat
diposisikan ke atas, yaitu, dengan jarum mengarah ke bawah dengan gigitan
pertama, tanpa reaksi jaringan yang berlebihan. Namun, pada sebagian besar

27
eksisi, ikatannya terlalu dekat dengan permukaan dan harus dikubur; yaitu, jarum
menunjuk ke atas dengan gigitan pertama untuk menghasilkan simpul yang
diarahkan ke bawah, atau dikubur. Jahitan yang ditempatkan hanya melalui lemak
cenderung menarik; oleh karena itu, sebagian dari fasia atau dermis harus
dimasukkan. Di sisi lain, jahitan yang terlalu dangkal dapat menyebabkan tepi luka
mengerut atau akhirnya meludahkan jahitan ke permukaan luka. Vicryl lebih
cenderung meludah daripada jahitan dalam monofilament (MD, 2019).

Gambar 2.22 Macam-macam teknik Menjahit luka

Jahitan terputus sederhana adalah jahitan paling mendasar dalam


operasi kulit. Ini dapat digunakan untuk secara efektif menutup luka besar, dengan

28
halus membalik tepi luka kecil atau sedang, dan menutup luka dengan tepi pada
ketinggian yang berbeda. Beberapa jahitan terputus sederhana dapat ditempatkan
untuk meningkatkan eversi atau menambah kekuatan di sepanjang tusuk berjalan.
Kerugian dari tusukan terputus sederhana termasuk potensi jaringan parut rel
kereta api dan waktu yang diperlukan untuk menempatkan tusuk. Dibandingkan
dengan jahitan berjalan, yang hanya diikat pada 2 ujung, jahitan terputus
sederhana lebih baik dalam mendistribusikan ketegangan dan, karenanya,
mencapai eversi (MD, 2019).
Penempatan jahitan yang berjalan adalah metode yang mudah dan cepat
dalam menjahit jaringan yang didekati dengan baik dengan tegangan sisa minimal.
Jahitan semacam ini sangat berguna pada area dengan kulit longgar seperti
kelopak mata, leher, atau skrotum. Jahitan lari juga mudah dilepas. Namun,
dibandingkan dengan jahitan terputus sederhana, jahitan lari tidak sekuat, dan
pergantian luka optimal dan bahkan distribusi ketegangan mungkin lebih sulit (MD,
2019).
Jahitan subkutikuler, yang terletak di dalam dermis tepat di bawah
permukaan kulit, adalah jenis lain dari teknik menjahit. Jahitan ini dapat dilakukan
dengan menggunakan jahitan yang dapat diserap atau tidak dapat diserap dan
mencegah munculnya tanda trek. Biasanya digunakan pada batang dan
ekstremitas. Penutupan khusus ini tidak disarankan untuk daerah dengan
tegangan tinggi atau luka dengan sedikit eversi, karena jahitannya sendiri tidak
meningkatkan eversi (MD, 2019).
Bahkan perkiraan tepi luka juga penting. Kegagalan untuk mencapai
perkiraan seperti itu dapat menyebabkan bekas luka yang bermasalah. Pada
pasien muda yang sadar estetika, penyembuhan niat sekunder dan penggunaan
Steri-Strips saja tidak memberikan hasil yang dapat diterima secara kosmetik.
Jahitan sutra dapat digunakan, tetapi ini saja tidak memperbaiki tepi yang tidak
rata (MD, 2019).

2.3.5 Perawatan Pasca Operasi


Setelah luka ditutup, ahli bedah harus memastikan bahwa jaringan
diperkirakan dengan baik dan hemostasis dipertahankan. Dokter bedah dapat
menggulung kasa dengan kuat pada panjang luka untuk mengekspresikan darah
apa pun jika ada perdarahan residual atau hematoma. Komplikasi ini mungkin

29
memerlukan manajemen lebih lanjut dengan tekanan berkelanjutan, drainase,
atau pembukaan kembali dan eksplorasi luka.
Salep topikal dapat dioleskan langsung ke tempat luka. Fungsi salep
topikal adalah untuk menjaga lingkungan lokal yang lembab sementara secara
bersamaan memfasilitasi penghapusan puing-puing dan kerak untuk memastikan
reepithelization optimal secara kosmetik. Risiko infeksi setelah pembedahan kulit
rendah, terutama untuk luka superfisial di area yang mengalami vaskularisasi baik
seperti kepala dan leher. Akibatnya, semua emolien hambar (misalnya,
petrolatum, Salep Penyembuh Aquaphor, antibiotik topikal, persiapan serupa)
sama-sama efektif dalam memfasilitasi penyembuhan luka. Namun, jika seorang
pasien menggunakan antibiotik topikal, pengembangan eritema lokal atau iritasi
dapat menunjukkan respons alergi, dan antibiotik topikal harus dialihkan ke
emolien yang sepenuhnya hambar seperti petrolatum. Dengan eksisi besar atau
memakan waktu, profilaksis antibiotik oral dapat diindikasikan.
Setelah salep topikal diterapkan, dressing nonadhesif (misalnya, Telfa)
harus diterapkan. Kasa yang dipasang langsung pada luka membuat
pengangkatan dressing menjadi sulit dan menyakitkan, dan robekan penutupan
bisa dilakukan. Namun, gulungan kain kasa dapat diaplikasikan di atas Telfa untuk
berfungsi sebagai pembalut tekanan untuk hemostasis. Pita perekat yang dapat
merenggang, seperti Hypafix, dapat digunakan untuk menahan pembalut ini.
Pasien harus diinstruksikan untuk melepas pembalut dalam 24-48 jam. Setelah itu,
aplikasi salep topikal setiap hari dan perban perekat setelah luka dibersihkan
dengan lembut dengan air sabun harus cukup.
Pasien harus menghindari aktivitas berat selama minimal 2 minggu setelah
prosedur eksisi. Eksisi yang lebih besar dan yang berada di bagasi mungkin sangat
rentan terhadap penyebaran yang berhubungan dengan olahraga. Perokok harus
didorong untuk berpantang setidaknya selama seminggu, karena merokok secara
signifikan mengganggu penyembuhan luka. Pasien harus menghubungi dokter
mereka jika perdarahan berlebihan, kemerahan, pembengkakan, nyeri, demam,
atau gejala konstitusional lainnya berkembang. Pasien harus diberitahu bahwa
penerapan tekanan kuat yang terus menerus selama 15 menit dapat
menghentikan pendarahan dari luka; namun, jika tidak, mereka harus mencari
bantuan. Obat-obatan nyeri resep (mis., Tylenol dengan kodein) dapat diberikan
jika sesuai. Instruksi tertulis juga harus diberikan karena pasien sering terlalu
tegang atau sibuk untuk mengingat instruksi lisan dengan jelas (MD, 2019).

30
Follow up pengangkatan jahitan dapat dijadwalkan 1-2 minggu setelah
operasi. Kunjungan tindak lanjut ini memberi dokter kesempatan untuk memantau
penyembuhan luka. Pasien yang bepergian dari jauh yang memiliki perawat atau
dokter terdekat mungkin tidak memerlukan janji kembali. Penggunaan jahitan
superfisial yang dapat diserap mungkin lebih disukai pada pasien yang sibuk atau
tidak dapat kembali untuk perawatan lanjutan (MD, 2019).
Jahitan harus dilepas dengan sangat lembut sesegera mungkin (untuk
menghindari bekas jahitan), menggunakan gunting atau pisau bedah dan forsep
bedah yang halus. Jumlah hari setelah prosedur tergantung pada situs tubuh,
ukuran luka dan jumlah ketegangan di dalamnya. Pada wajah 4-7 hari, badan 7-
10 hari, Lengan 8-12 hari, dan tungkai bawah 12-14 hari.

31
BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Tumor kulit jinak biasanya pertama kali dilihat oleh dokter umum.
Kemampuan untuk mendiagnosis dan mengobati tumor jinak yang umum dan
untuk membedakannya dari lesi ganas adalah keterampilan penting untuk semua
dokter umum. Setiap lesi yang diagnosisnya tidak pasti, berdasarkan pada riwayat
dan pemeriksaan gross, serta dibiopsi untuk pemeriksaan histopatologi untuk
menyingkirkan keganasan. Lipoma secara teknis adalah tumor jaringan lunak
subkutan, bukan tumor kulit, dan kontroversi muncul apakah keratoacanthoma
memiliki potensi ganas; Namun, keduanya dibahas dalam makalah ini karena
mereka adalah tumor umum yang dievaluasi oleh dokter umum.
Diagnosis biasanya didasarkan pada penampilan lesi dan riwayat klinis
pasien, meskipun terkadang dibutuhkan biopsi. Perawatan termasuk eksisi,
cryotherapy, kuretase dengan atau tanpa elektrodesik, dan farmakoterapi, dan
didasarkan pada jenis tumor dan lokasinya. Umumnya, eksisi adalah pengobatan
pilihan untuk lipoma, dermatofibroma, keratoacanthomas, granuloma piogenik,
dan kista epidermoid.
Operasi kulit eksisi melibatkan penggunaan struktur yang relatif superfisial,
dilakukan dengan anestesi lokal, dan jarang menyebabkan kehilangan darah
besar atau perubahan cairan. Namun, hal ini masih merupakan prosedur invasif,
dan penilaian pra operasi pasien sangat penting
3.2 Saran
Kami menyarankan perlu adanya skill dan ketrampilan klinis yang memadai
untuk dokter umum dalam menangani kasus tumor jinak kulit pada daerah perifer
yang jauh dari pusat pelayanan kesehatan.

32
DAFTAR PUSTAKA

Alam M, Posten W, Martini MC, Wrone DA, Rademarker AW. Aesthetic and functional
efficacy of subcuticular running epidermal closures of the trunk and extremity: a
rater-blinded randomized control trial. Arch Dermatol. 2006 Oct. 142(10):1272-8.

Alkalay J, Alkalay R. controversies in perioperative management of blood thinners in


dermatologic surgery continoue or discontinoue?. Dermatol Surg. 2004 Aug.
30(8):1091-4; discussion 1094.

Bath-Hextall F, Bong J, Perkins W, Williams H.Interventions for basal cell carcinoma of the
skin: systematic review. BMJ. 2004 Sep 25;329(7468):705. Epub 2004 Sep 13.

Bhat W, Akhtar S, Alkali A. Waste not, want not: technique to use redurant skin from
elliptical skin lesion excision. Plast Reconctr Surg. 2010 Sep. 126(3):140e-1e.

Boni, R., Schuster, C., Nehrhoff, B. and Burg, G., 2002. Epidemiology of skin
cancer. Neuroendocrinology Letters, 23, pp.48-51.

Boyer JD, Zitelli JA, Brodland DG. Undermining in cutaneous surgery. Dermatol Surg. 2001
Jan. 27(1):75-8.

Chu, D.H. (2008). Overview of biology, development, and structure of skin. In K. Wolff, L.A.
Goldsmith, S.I. Katz, B.A. Gilchrest, A.S. Paller, & D.J. Leffell (Eds.), Fitzpatrick’s
dermatology in general medicine (7th ed., pp. 57–73). New York: McGraw-Hill

David E., Daniela M., Richard A. & Rein W. (2018). WHO Classification of skin Tumors,
World Health Organiztion Classification of Tumours. (4): 10-14

Frohm ML, Durham AB, Bichakjian CK, et al. (2014). Anatomy of the skin. In: Baker SR,
editor. Local flaps in facial reconstruction. 3rd edition. Elsevier; p. 3–13.

Ghias MH, Shamloul N, Khachemoune A. Dispelling mith in dermatologic surgery. Acta


Dermatovenerol Alp Pannonica Adriat. 2019 Sept 28 (3): 113-117 James, W.D.
and Berger, T.G., 2006. Andrews' diseases of the skin: clinical dermatology 10th
edition. Philadelphia: wB Saunders.

Higgins, J. C., Maher, M. H. & Douglas, M. S. 2015. Diagnosing common benign skin
tumors. American family physician, 92, 601-607.

Kang, S. 2018. Fitzpatrick's Dermatology, 2-Volume Set, McGraw Hill Professional.

Khandpur, S. and Ramam, M., 2012. Skin tumours. Journal of cutaneous and aesthetic
surgery, 5(3), p.159.

33
Kratf J Murray CA. The fusiform skin excision: one recipe for success. J Cutan Med Surg.
2011 Sep-Oct. 15(5):245-9

Kumar, V., Abbas, A. K., Fausto, N. & Aster, J. C. 2014. Robbins and Cotran pathologic
basis of disease, professional edition e-book, elsevier health sciences.

Leiter, U., Eigentler, T., & Garbe, C. (2014). Epidemiology of Skin Cancer. Sunlight, Vitamin
D and Skin Cancer, 120–140. doi:10.1007/978-1-4939-0437-2_7

Leithauser LA, Collar RM, Ingraffea A. Structure and function of the skin. In: Papel ID,
Frodel JL, Holt GR, et al, editors. Facial plastic and reconstructive surgery. 4th
edition. New York: Thieme; 2016. p. 1–5.

Losquadro, W. D. (2017). Anatomy of the Skin and the Pathogenesis of Nonmelanoma


Skin Cancer. Facial Plastic Surgery Clinics of North America, 25(3), 283–
289. doi:10.1016/j.fsc.2017.03.001

Luba, M.C., Bangs, S.A., Mohler, A.M. and Stulberg, D.L., 2003. Common benign skin
tumors. American family physician, 67(4), pp.729-738.

Mark CL, Scott AB, Andrew M, Daniel L. Common Benign Skin Tumors. American Family
Physician. 2003 Feb. Vol 67-4. www.aafp.org/afp.

Mehren M, Randall RL, Benjamin RS, Boles S, Bui MM, Ganjoo KN, et al., (2018) Soft
Tissue Sarcoma, Version 2, NCCN Clinical Practice Guidelines in Oncology. J Natl
Compr Canc Netw. 2018 May. 16 (5):536-563.

MD, M. A. (2019, Oct 17). Basic Excisional Surgery. Retrieved from Medscape:
https://emedicine.medscape.com/article/1818482-overview#a1

Murasse JR, Heller MM, Butlet DC. Safety of dermatologic medications in pregnancy and
lactation: Part I. Pregnancy. J Am Acad Dermatol. 2014 Mar. 70(3):401.e1-14;quiz
415.

Otley CC. Continuation of medically necessary aspirin and warfarin during cutaneous
surgery. Mayo Clin Proc. 2003 Nov. 78(11):1392-6.

Victor, H., William, G., Kaelin, et al. (2019). Tumour Pathology. (online). Available at:
https://www.britannica.com/science/tumor

WHO Classification of skin Tumors (2018), David E. at el, World Health Organiztion
classification of tumours, 4th ed

34

Anda mungkin juga menyukai