Oleh:
Disusun Oleh:
Hari : Kamis
Menyetujui,
Pembimbing
i
DAFTAR ISI
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
Tumor kulit adalah salah satu jenis tumor yang paling umum, menyumbang
lebih dari 40% dari semua kasus tumor. Tumor kulit dapat dibagi menjadi
melanoma dan non-melanoma (Boni, 2002). Meningkatnya angka kejadian tumor
kulit non melanoma kemungkinan disebabkan oleh kombinasi dari peningkatan
paparan terhadap sinar ultraviolet (UV) atau sinar matahari, peningkatan aktivitas
di luar ruangan, perubahan gaya berpakaian, peningkatan umur panjang,
penipisan ozon, faktor genetik, dan dalam beberapa kasus, adanya penekanan
kekebalan tubuh (Leiter, 2014). Tumor kulit memiliki klasifikasi beragam mulai dari
lesi jinak yang hanya menyebabkan masalah kosmetik hingga lesi pra maligna dan
tumor agresif. Sebagian besar tumor kulit merupakan tumor kulit jinak (Khandpur,
2012).
Masalah kulit biasa ditemui di fasilitas kesehatan primer. Salah satu tinjauan
grafik retrospektif dari rujukan dermatologi di klinik kedokteran umum sebuah
universitas menemukan bahwa sekitar sepertiga dari pasien dirujuk oleh dokter
perawatan primer. Namun, dokter keluarga dapat secara efektif mengobati
sebagian besar gangguan kulit. Tinjauan diagnosis yang dibuat oleh dokter
perawatan primer ditemukan benar sebesar 70% dari seluruh diagnosis (93%
untuk dokter kulit) (Higgins, 2015). Dapat dilihat bahwa tumor jinak kulit merupakan
kasus yang akan sering ditemui oleh dokter umum. Kemampuan untuk
mendiagnosis dan mengetahui tatalaksana tumor jinak dengan benar dan untuk
membedakannya dari lesi ganas adalah keterampilan penting. Diagnosis biasanya
didasarkan pada penampakan lesi dan riwayat klinis pasien, meski biopsi kadang
diperlukan untuk pemeriksaan histopatologis dengan tujuan menyingkirkan
kemungkinan keganasan. Tatalaksana termasuk eksisi, cryotherapy, kuretase
dengan atau tanpa elektrodesikasi, dan farmakoterapi, didasarkan pada jenis
tumor dan lokasinya (Luba, 2003). Manajemen pada tumor kulit jinak biasanya
dilakukan lebih sering untuk alasan kosmetik. Secara umum, eksisi adalah
1
manajemen pilihan untuk tumor kulit jinak seperti lipoma, dermatofibroma,
keratoacanthoma, granuloma piogenik, dan kista epidermoid.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Kulit terdiri dari 2 lapisan dasar, epidermis dan dermis. Epidermis terutama
terdiri dari sel keratinosit dan juga mengandung sel melanosit, sel langerhans, dan
sel merkel. Lapisan Epidermis dibagi menjadi beberapa lapisan atau strata yang
dilalui oleh skin appendages seperti kelenjar sebasea dan kelenjar keringat.
Sedangkan dermis dibagi menjadi lapisan papiler (papillary layer) dan retikuler
(reticualar layer). Di dalam lapisan dermis terdapat pasokan neurovascular kulit.
Selain itu, terdapat jaringan subkutan di bawah kulit yang mengandung fasia
superfisial dan lemak subkutan (Losquadro, 2017).
3
Gambar 2.2 Anatomi Kulit Manusia
4
bawah dermal-epidermal junction dan mengandung campuran fibrosit, kolagen,
dan pembuluh darah. Di bawahnya terdapat dermis retikular yang jauh lebih tebal.
Lapisan ini mengandung lebih sedikit fibrosit, tetapi kolagen yang lebih padat.
Ketebalan kulit dalam kepala dan leher berkisar dari kurang dari 1 mm pada
kelopak mata hingga 2,5 mm pada kulit kepala (Frohm, 2014). Jaringan subkutan,
atau hipodermis, adalah jaringan yang menjembatani kulit dengan jaringan yang
lebih dalam seperti otot dan tulang. Jaringan ini mengandung lemak subkutan,
fasia superfisialis, pembuluh darah, dan saraf (Losquadro, 2017).
2.2.1 Definisi
5
2.2.2 Prevalensi
a. Keratoachantoma
b. Lipoma
c. Dermatofibroma
d. Pyogenic granuloma
Etiologi dari pyogenic granuloma adalah trauma, luka bakar, dan infeksi
virus. Akan tetapi tidak ada penyebab yang tepat untuk menyebabkan pyogenic
granuloma. Pyogenic granuloma sering ditemukan pada anak-anak dan 2% dari
wanita hamil akan membentuk pyogenic granuloma pada akhir trimester pertama
hingga trimester kedua (Higgins et al., 2015).
6
e. Epidermoid cyst
Epidermoid cyst juga disebut sebagai inclusion cyst. Tipe epidermoid cyst
yang multiple mempunya etiologi dari penyakit sistemik yaitu Gardner syndrome,
sebuah penyakit autosomal dominant yang mempunyai asosiasi dengan kanker
colon. Kista yang sering terbentuk pada lokasi yang tidak biasanya terbentuk
seperti di jari jari tangan dan kaki haruslah membuat klinisi mencari penyebab lain
atau asosiasi dengan kanker kolon (Higgins et al., 2015). Etiologi lain yang
menyebabkan terbentuknya epidermoid cyst di lokasi palmoplantar adalah infeksi
dari virus HPV tipe 57 dan 60. Epidermoid cyst juga boleh terbentuk akibat trauma
sekiranya lokasi di lokasi yang tidak terbentuk rambut (Kang, 2018).
f. Cherry angioma
g. Sebaceous hyperplasia
7
i. Acrochordon
2.2.4 Patofisiologi
(3) Anaplasia atau regresi karakteristik fisik sel ke tipe yang tidak terdiferensiasi
(Victor,H. et al, 2019)
8
mengelilingi zona kompresi. Zona kompresi bersama dengan zona reaktif
membentuk pseudocapsule yang membungkus tumor dan berguna dalam
menentukan luas reseksi bedah (Mehren M, 2018).
Terdapat beberapa manifestasi klinis yang terjadi pada tumor jinak kulit.
Secara morfologis, tumor jinak kulit bermanifestasi sebagai macula atau ada
sedikit peninggian/papula. papula, dan nodul (Luba, 2003). Adanya manifestasi
klinis berupa lesi multiple merupakan petunjuk klinis yang dapat dinilai sebagai
sifat jinak dari suatu tumor kulit (Khandpur, 2012). Berikut ini merupakan gambaran
klinis dari beberapa jenis tumor jinak kulit :
Lesi sering muncul pada tubuh dan juga extremitas dengan diameter
beberapa millimeter. Lesi yang ditemukan berbentuk bulat, berwarna merah dari
merah terang hingga merah gelap. Cherry Angioma ini merupakan tumor yang
asimptomatik. Cherry Angioma sering terjadi pada dewasa muda dan jumlahnya
meningkat seiring dengan bertambahnya usia (Luba, 2003).
Sebaceous hyperplasia sering terjadi pada usia dewasa atau lansia. Tumor
terdiri berbentuk papula yang lunak, berwarna kuning, dan berbentuk kubah
centrally umbilicated. Umumnya, muncul pada dahi, pipi dan hidung dengan
diameter 2 – 4 mm. Tumor ini juga bisa terjadi pada vulva (Luba, 2003).
c. Dermatofibroma
9
Gambar 2.4 Cherry angioma, Sebaceous gland hyperplasia, Dermatofibroma
d. Pyogenic Granuloma
e. Kerathocanthoma
f. Seborrhoic Keratosis
10
g. Acrochordon
Acrochordons, atau skin tags, berasal dari ectoderm dan mesoderm dan
menunjukkan epidermis hiperplastik. Aksila, leher dan inguinal merupakan lokasi
yang paling sering terjadi acrochordon ini. Jumlahnya bertambah dengan usia dan
paling umum ditemukan di aksila, leher dan daerah inguinal. Skin tag biasanya
melekat pada kulit dengan tangkai tipis dengan ukuran kurang dari 1cm hingga 1
cm dan berwarna kulit atau cokelat (Luba,et al, 2003).
h. Lipoma
Lipoma adalah tumor jaringan lunak subkutan yang paling umum yang
terdiri daripada adiposity. Tumor ini umumnya merupakan nodul yang tumbuh
lambat dengan konsistensi yang kenyal. Sebagian besar tumor tersebut tidak
menunjukkan gejala tetapi dapat menyebabkan rasa sakit ketika menekan saraf.
Tumor ini sering terjadi pada trunkus, bahu, leher posterier dan aksila. Sekitar 80
persen lipoma berdiameter kurang dari 5 cm, beberapa dapat mencapai lebih dari
20 cm dan berat beberapa kg (Luba,et al, 2003).
i. Epidermoid Cyst
Kista epidermoid berbentuk bulat dan bergerak (mobile). Ukuran mulai dari
beberapa milimeter hingga beberapa sentimeter. Kista diisi dengan keratin dan
dilapisi dengan epitel skuamosa berlapis. Kista epidermoid biasanya muncul pada
punggung, wajah, dan dada, dan bersambung dengan kulit melalui keratinfilled
11
plug. Kista mungkin menetap dalam bentuk yang kecil selama bertahun-tahun atau
dapat tumbuh dengan cepat. Dinding kista yang pecah ke dalam dermis akan
memicu respon peradangan (Luba,et al, 2003).
2.2.6 Diagnosis
Tumor jinak kulit sering kali ditemukan pada pasien sebagai keluhan utama
dan bisa juga menjadi keluhan sampingan sehingga kemampuan dalam
mendiagnosa penyakit ini dengan tepat adalah sangat penting. Diagnosis tumor
kulit biasanya ditegakkan secara histopatologi, namun beberapa jenis tumor jinak
kulit dapat di diagnosis dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan melihat
manifestasi pada tumor kulit. Lesi yang multiple membuat diagnosis lebih mudah
dibandingkan dengan lesi papula atau nodul soliter (Khandpur, 2012).
12
Gambar 2.8 Algoritma untuk diagnosis tumor jinak kulit (macula atau slightly
raised/papular)
13
Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, terdapat beberapa tehnik dan
metode pemeriksaan diagnostik dalam penegakan diagnosis pada tumor jinak
kulit. Antara tehnik diagnostik yang bisa dilakukan adalah:
3. Ultrasound
2.3.1 Peralatan
Di ruang operasi, nampan steril harus tersedia untuk operasi. Minimal, baki
ini harus berisi pegangan pisau bedah, pisau No. 15, forceps bergerigi Adson, 2
kait kulit, Gradle atau gunting lain yang sesuai untuk memotong jaringan, gunting
untuk memotong jahitan, needle holder, bahan jahit, kapas Aplikator yang banyak,
14
kain kasa, dan handuk kain. Bilah No. 10 adalah bilah yang lebih luas dan lebih
kuat yang sering digunakan saat melakukan operasi kulit di punggung. Larutan
antiseptik dan obat bius dapat dimasukkan pada baki, atau dapat digunakan
sebelum baki dibuka (MD, 2019).
Troli operasi kulit seharusnya dibersihkan dengan hipoklorit dan ditutup
dengan pelindung steril. Peralatan juga harus mencakup:
Dressing pack
Antiseptic solution
Penyeka kasa
Tas untuk pembuangan swab kotor
hemostasis
Benang, paling sering nilon monofilamen (wajah dan leher 5-0, batang dan
tungkai 4-0)
Pottle yang mengandung saline formol 10% untuk histologi, dan wadah
untuk benda tajam bekas.
Gambar 2.11 peralatan minimum untuk biopsy eksisi meliputi driver jarum, gunting iris,
tang Adson, pisau bedah no 15,dan hemostat melengkung.
15
Di wajah, jahitan kulit dapat dilepas setelah 5-7 hari. Pada badan dan
ekstremitas, jahitan dapat dikeluarkan setelah 10-14 hari. Penempatan jahitan
superfisial yang berkepanjangan dapat menghasilkan re-epitelisasi atas jahitan,
serta pembentukan tanda trek permanen yang tidak enak dipandang di sepanjang
jalur eksternal jahitan (MD,2019).
Jahitan tersedia dalam berbagai ketebalan yang sesuai untuk berbagai
lokasi dan jaringan tubuh. Biasanya, 6-0 jahitan superfisial digunakan pada wajah,
dan jahitan 5-0 atau 4-0 digunakan pada batang dan ekstremitas. Jahitan dalam
sering kaliber sedikit lebih besar daripada jahitan kulit yang sesuai. Eksisi wajah
ditutup secara rutin dengan jahitan dalam 5-0, dan jahitan dalam 4-0 mungkin
diperlukan pada bagian tubuh lainnya. Eksisi besar di punggung atau kulit kepala
mungkin membutuhkan penggunaan 3-0 jahitan subkutan (MD,2019).
Bahan yang dapat diserap, seperti chromic catgut, dapat digunakan jika
pengangkatan jahitan kulit tidak praktis. Di sepanjang mukosa atau dekat mata,
jahitan sutra, yang dikaitkan dengan risiko imunogenisitas dan infeksi yang lebih
tinggi, mungkin lebih nyaman.
Perekat jaringan
Perekat jaringan, biasanya senyawa sianoakrilat sebagai pilihan lain untuk
penutupan luka, terutama di daerah dengan ketegangan rendah. Keuntungannya
termasuk waktu penutupan lebih cepat dibandingkan dengan jahitan dan
kurangnya bekas luka. Kerugian termasuk biaya dan kemungkinan tingkat
dehiscence yang lebih tinggi, terutama di daerah-daerah yang tegang. Hasil
kosmetik dan tingkat infeksi luka mencerminkan hasil jahitan (MD, 2019).
16
direncanakan harus dijelaskan oleh dokter, dan pendapatnya mengenai kelayakan
prosedur dapat diperoleh secara tertulis dan ditempatkan di bagan pasien
(MD,2019).
Aspirin, warfarin (Coumadin), dan agen lain yang diresepkan untuk
modifikasi waktu perdarahan atau fungsi trombosit tidak boleh dihentikan tanpa
izin tertulis dari dokter yang meresepkannya. Komplikasi katastropik, termasuk
embolus paru yang menyebar luas, stroke, dan penggumpalan katup jantung
buatan, dapat terjadi ketika antikoagulasi yang diperlukan secara medis dihentikan
secara perioperative (Otley CC dkk., 2003). Komplikasi intraoperatif dan
postoperatif sangat minim bahkan ketika warfarin dilanjutkan selama periode
bedah. (Alkalay J dkk., 2004)
Pasien yang dapat menjalani operasi tetapi dalam kesehatan yang lemah
mungkin memerlukan pemantauan jantung intraoperatif. Pasien yang sakit luar
biasa dapat dioperasi dengan baik di lingkungan klinik rumah sakit, tempat layanan
darurat khusus tersedia. Antibiotik oral profilaksis dapat dimulai jika diindikasikan
oleh kondisi yang sudah ada sebelumnya (misalnya, penyakit valvular, penyakit
jantung rematik) atau jika operasi berlangsung lama atau kompleks. Pemeriksaan
fisik harus dilakukan sebelum operasi eksisi. Diagnosis dugaan dan kesesuaian
operasi harus dikonfirmasi. Dokter bedah bertanggung jawab untuk memastikan
bahwa prosedur ini layak (MD, 2019).
Merencanakan eksisi elips, atau fusiform (Bhat W dkk., 2010; Kratf J dkk., 2011)
Eksisi elips, atau fusiformis, merupakan pendekatan klasik untuk
menghilangkan lesi yang bulat atau linier. Eksisi bentuk ini lebih disukai karena
kemudahan penutupan selanjutnya. Eksisi bundar yang lebih besar dari 4 mm sulit
untuk ditutup tanpa meninggalkan kelebihan kulit atau dog ear.
Gambar 2.12 Dalam eksisi elips atau fusiform klasik, ujung-ujungnya berada pada sudut
internal 30 °. Meskipun sudut ini mendefinisikan hubungan tepi dengan lesi sentral yang
dihilangkan, sudut pemotongan sebenarnya pada tepi biasanya lebih luas, seperti yang
ditunjukkan dalam gambar.
17
Elips harus cukup panjang sehingga dapat dijahit bersama tanpa dog ears
tetapi tidak lagi diperlukan untuk meminimalkan panjang bekas luka yang tak
terhindarkan. Prosesnya dimulai dengan menandai lesi yang akan diangkat.
Marker permanen atau marker kulit lainnya dapat digunakan untuk melingkari lesi
target. Seringkali, margin beberapa milimeter harus dihilangkan dari sekitar lesi
primer, dan tanda untuk margin ini dapat digambarkan sebagai lingkaran
konsentris yang lebih besar. Kemudian, sebuah elips harus ditandai di sekitar
lingkaran yang lebih besar. Diameter lingkaran harus membentuk sumbu pendek
elips, dan sumbu yang lebih panjang harus 3-4 kali panjangnya. Sebagai alternatif,
sudut antara 2 garis yang ditarik dari tepi sumbu panjang ke tepi titik tengah
bilateral elips harus sekitar 30 ° (gambar 2.12).
Orientasi elips itu penting. Idealnya, sumbu panjang harus sejajar dengan
garis ketegangan kulit yang rileks di lokasi tubuh yang terlibat. Tersedia diagram
yang menunjukkan garis-garis ketegangan kulit pada wajah dan tubuh (lihat
gambar di bawah). Kecenderungan yang tepat dari garis-garis ini dapat
dikonfirmasikan dengan meminta pasien terlibat dalam berbagai ekspresi wajah
yang berlebihan. Pada lengan dan tungkai, fleksi dan ekstensi dapat
18
Desinfeksi dan Penerapan Prinsip Tindakan Aseptik
Sebelum memulai operasi, ahli bedah harus membersihkan tempat bedah
dengan larutan antiseptik seperti chlorhexidine gluconate (Hibiclens) atau
povidone-iodine (Betadine). Usap atau kasa yang diresapi harus dengan kuat
dipindahkan ke satu arah di sepanjang kulit dengan gerakan spiral, dari pusat ke
tepi. Tidak ada area yang terlewatkan, dan area yang dibersihkan harus
melampaui area bedah. Terapkan pelindung bedah untuk teknik aseptik (MD,
2019).
Anestesi
Anestesi lokal digunakan untuk eksisi sederhana. Larutan lidokain (0,5%,
1%, atau 2%) dengan epinefrin 1: 100.000 biasanya disuntikkan dengan
menggunakan jarum 30-gauge sepanjang 0,5 inci (Ghias MH dkk., 2019). Tidak
ada kontraindikasi absolut terhadap penggunaan lidokain dengan epinefrin dalam
pembedahan kulit. Sediaan anestesi seperti itu dapat digunakan dengan aman
bahkan di lokasi-lokasi terminal yang jauh, seperti ujung jari dan penis, asalkan
tidak ada tourniquet atau alat yang setara digunakan secara bersamaan. Lidocaine
adalah kategori kehamilan B dan epinefrin adalah kategori C; Namun, dalam
operasi dermatologis, manfaat epinefrin dalam jumlah kecil seringkali lebih besar
daripada risikonya (Murase JR dkk., 2014).
Anestesi dapat diaplikasikan ke dalam dermis atau di atas subkutis.
Suntikan intradermal menyebabkan kulit menjadi pucat dan peningkatan folikular
yang menonjol. Suntikan harus diberikan dengan laju konstan yang lambat untuk
meminimalkan ketidaknyamanan pasien. Buffer anestesi dengan menambahkan
natrium bikarbonat (1 bagian per 9 bagian lidokain) dapat lebih meningkatkan
kenyamanan pasien dengan mengurangi sengatan asam yang terkait. Seluruh
area pembedahan ditambah beberapa milimeter ditepi area harus dibius. Lesi
19
yang akan dieksisi tidak harus disuntikkan langsung, terutama jika sampel akan
dikirim untuk pemeriksaan patologis. Sebaliknya, anestesi harus diberikan secara
melingkar ke arah pusat. Area yang belum dibius harus disuntikkan melalui area
yang sudah dibius untuk melindungi pasien dari rasa tidak nyaman akibat tusukan
berulang. Injeksi anestesi tanpa rasa sakit meyakinkan pasien dan menyampaikan
bahwa dokter bedah bertekad untuk membuat prosedur ini senyaman mungkin
sehingga nantinya pasien lebih kooperatif (MD, 2019).
20
dalam dermis superfisial. Umumnya, 0,5 ml sudah cukup untuk membius area
sekitar 1 cm. Scrub menggunakan teknik standar atau pembersih antiseptik tanpa
air yang disetujui untuk penggunaan bedah. Jangan mengenakan sarung tangan
bedah dan gaun. Bersihkan area bedah dengan povidone iodine, chlorhexidine
atau larutan alkohol (tidak berdekatan dengan mata). Dengan satu tangan,
stabilkan area sayatan dengan traksi. Dengan menggunakan tekanan yang
terkendali pada pisau bedah, potonglah sepanjang garis yang ditandai secara
vertikal dengan sudut mata pisau sedikit berorientasi menjauh dari lesi. Membedah
sampai pertengahan jaringan subkutan, dan menghapus specimen (Bath-Hextall
F dkk., 2004).
Gambar 2.16 pembedahan kulit (a) potong sepanjang area yang ditandai (b) ambil
specimen (c) diseksi subcutan (d) haemostasis dengan diatermi.
Salah satu ujung elips dapat dipotong sebagai cara sederhana untuk
mengarahkan spesimen (berikan diagram patologis dengan label pada formulir
permintaan). Tempatkan seluruh lesi dalam botol histologi berlabel. Jika perlu,
gunakan gunting berujung tumpul yang melemahkan tepi kulit sekitar 5 mm di
bawah dermis untuk membebaskan kulit di atasnya, untuk memungkinkan
penjahitan tanpa ketegangan. Dapatkan hemostasis (Bath-Hextall F dkk., 2004).
21
Menutup luka ada beberapa teknik. Yang paling sederhana adalah
penutupan lapisan tunggal menggunakan jahitan loop terputus sederhana yang
diikat menggunakan pemegang jarum, memasukkan dan mengeluarkan jarum di
garis kurva. Harus ada 'gigitan' yang sama dari masing-masing pihak termasuk
setidaknya seluruh dermis. Ikat simpul bedah 'karang' sehingga tepi luka ringan
dalam kontak dan sedikit terbalik. Potong jahitan 5-10 mm dari permukaan kulit. Di
beberapa lokasi, jahitan berkelanjutan mungkin memuaskan untuk luka kecil. Luka
yang lebih dalam dan lebih besar mungkin memerlukan penyisipan jahitan
subkutan yang dapat diserap dan diserap untuk menghilangkan ruang mati (yang
meningkatkan kemungkinan hematoma dan infeksi) (Bath-Hextall F dkk., 2004).
Gambar 2.17 (a) penjahitan subkutan (b) penjahitan continuous (c) simpul dan gunting
benang (d) luka yang telah dijahit (e) tutup luka degan petroleum jelly dan dressing
strips..
22
Manajemen jarum
Jarum jahit harus dijepit dengan driver jarum pada titik dua pertiga jarak
dari ujung (lihat gambar di bawah). Mengamankan jarum pada titik ini mengurangi
kemungkinan menekuk atau mematahkannya selama operasi.
23
untuk menarik jarum karena tindakan ini menimbulkan risiko yang sangat tinggi
terhadap paparan jarum yang tidak disengaja (MD, 2019).
Eversi mengacu pada penciptaan punggungan sentral di sepanjang garis
penutupan. Saat luka matang, penyebaran dan kontraksi yang terkait dengan
penyembuhan normal meratakan ketinggian ini, yang mengarah ke bekas luka
yang rata. tepi kulit juga diperlukan untuk memastikan bahwa kontur akhir halus.
Terkadang, satu sisi mungkin jauh lebih rendah dari yang lain; asimetri ini dapat
diperbaiki dengan memasukkan jarum jauh di sisi bawah dan dangkal di sisi tinggi.
Dengan cara ini, tepi yang lebih rendah terangkat, dan yang lebih tinggi mengalami
depresi. Ukuran 2 gigitan dan jarak masing-masing dari tepi luka harus tetap sama
(MD, 2019).
24
Kedalaman eksisi tergantung pada jenis lesi yang dieksisi dan lokasi
anatomi. Kebanyakan eksisi berlanjut ke bagian dangkal, tengah, atau dalam dari
subkutis. Setelah elips yang berisi lesi telah diinsisi ke kedalaman yang diinginkan
di semua sisi, elips dapat dihilangkan. Tang dengan gigi atau pengait kulit dapat
digunakan untuk menggenggam jaringan dengan lembut dari satu ujung.
Kemudian, pisau bedah atau gunting digunakan untuk memotong jaringan (lihat
gambar di bawah). Jika jaringan dipegang di atas pisau bedah selama proses
pemotongan, jaringan dipotong kurang dalam dibandingkan jika ditarik dari pisau
bedah. Setelah potongan jaringan fusiform dihilangkan, lapisan jaringan lemak
yang tidak rata dapat tetap berada di lokasi. Lapisan yang tidak rata ini harus
dipangkas dengan hati-hati untuk membuat bidang yang rata untuk memastikan
penutupan yang merata secara merata.
Gambar 2.20 Saat membebaskan jaringan dengan pisau bedah, dokter bedah dapat
menarik kulitnya ke samping untuk memastikan kedalamannya. Sepasang gunting
mudah berada di bidang yang benar dan dapat digunakan untuk memantulkan jaringan
elips ke atas.
25
Kedalaman undermining idealnya meluas ke lapisan yang paling dangkal.
Seringkali, level ini adalah lemak superfisial. Tingkat lateral dari undermining harus
cukup untuk memungkinkan penutupan luka dengan tegangan rendah. Merusak
berlebihan dapat menyebabkan masalah sebaliknya karena memiliki terlalu
banyak jaringan dan membuat telinga anjing yang kemudian harus dikeluarkan.
Hemostasis
Darah dapat terkumpul di dalam rongga yang tersisa setelah pengangkatan
elips, sebagai hasil dari aliran darah yang lambat atau perdarahan yang lebih cepat
dari beberapa sumber titik. Pembuluh mungkin telah dipotong di subkutis dan di
sepanjang tepi luka dermal. Jarang sekali pembuluh kaliber besar ini, tetapi
bahkan perdarahan moderat harus dikontrol sebelum penutupan. Perkembangan
hematoma dan perdarahan persisten setelah keluar dapat dicegah dengan
pendekatan ini (MD, 2019).
Electrocautery dapat digunakan untuk menutup pembuluh darah.
Kerusakan pada jaringan non-pendarahan yang berdekatan harus diminimalkan
selama prosedur. Memegang bejana pendarahan dengan forsep yang halus dan
menyentuh elektroda aktif ke pegangan memungkinkan penargetan yang tepat
untuk koagulasi. Area di situs yang diauterisasi harus kering agar perangkat
berfungsi optimal, dan bidang kering ini dapat dipertahankan dengan
menggunakan kain kasa, dengan menggulungnya dengan aplikator kapas-tip,
atau dengan menggunakan alat penghisap (dalam kasus yang jarang terjadi) (MD,
2019).
Pembuluh yang lebih besar dapat diikat dengan jahitan. Pembuluh tersebut
awalnya dapat digenggam dengan hemostat dan kemudian diikat dengan jaringan
yang berdekatan. (MD, 2019).
26
dan berlanjut ke ujung lainnya. Teknik ini bermanfaat ketika luka berada di bawah
tekanan yang substansial. Ketegangan juga dapat dikurangi dengan
menempatkan 1 atau 2 jahitan kulit dekat pusat sebelum jahitan subkutan
ditempatkan. Setelah itu, jahitan kulit yang menghilangkan ketegangan sementara
ini dapat dihilangkan. Jarak antara jahitan paralel tergantung pada ketebalan kulit
dan lokasi anatomi. Ketika dermis lebih tebal, jahitannya semakin jauh dan lebih
dalam. Untuk semua luka, ketegangan memuncak di pusat elips, dan jahitan di sini
dapat ditempatkan lebih dekat bersama (MD, 2019).
Sebagian besar ikatan jahitan dalam operasi eksisi adalah ikatan instrumen
daripada ikatan tangan. Simpul yang khas adalah simpul simpul dokter bedah,
yang terdiri dari menempatkan 2 loop di sekitar pemegang jarum di 1 tepi jahitan
dan kemudian menarik melalui ke tepi lainnya. Simpul yang terkubur dikencangkan
sejajar dengan sayatan tertutup (penempatan jahitan dalam ditunjukkan pada
gambar di bawah). Simpul superfisial dikencangkan tegak lurus dengan garis luka,
dengan simpul pertama minimal dikencangkan dan hanya diletakkan di kulit.
Penggunaan beberapa lemparan dari simpul dokter bedah adalah rutin, tetapi
penggunaan lebih dari 3 lemparan harus dihindari dengan simpul yang dikubur
karena lemparan tersebut sangat meningkatkan volume bahan asing yang
ditanamkan ke kulit (MD, 2019).
Gambar 2.21 Benang yang mudah
diserap dalam harus ditempatkan
sehingga simpul menghadap ke
bawah. Penempatan ini mengurangi
kemungkinan jahitan meludah ke
permukaan. Jahitan dalam dapat
ditempatkan di subkutis, seperti yang
ditunjukkan di sini, atau sedikit lebih
tinggi, dengan bagian paling atas
pada reticular atau mid dermis.
27
eksisi, ikatannya terlalu dekat dengan permukaan dan harus dikubur; yaitu, jarum
menunjuk ke atas dengan gigitan pertama untuk menghasilkan simpul yang
diarahkan ke bawah, atau dikubur. Jahitan yang ditempatkan hanya melalui lemak
cenderung menarik; oleh karena itu, sebagian dari fasia atau dermis harus
dimasukkan. Di sisi lain, jahitan yang terlalu dangkal dapat menyebabkan tepi luka
mengerut atau akhirnya meludahkan jahitan ke permukaan luka. Vicryl lebih
cenderung meludah daripada jahitan dalam monofilament (MD, 2019).
28
halus membalik tepi luka kecil atau sedang, dan menutup luka dengan tepi pada
ketinggian yang berbeda. Beberapa jahitan terputus sederhana dapat ditempatkan
untuk meningkatkan eversi atau menambah kekuatan di sepanjang tusuk berjalan.
Kerugian dari tusukan terputus sederhana termasuk potensi jaringan parut rel
kereta api dan waktu yang diperlukan untuk menempatkan tusuk. Dibandingkan
dengan jahitan berjalan, yang hanya diikat pada 2 ujung, jahitan terputus
sederhana lebih baik dalam mendistribusikan ketegangan dan, karenanya,
mencapai eversi (MD, 2019).
Penempatan jahitan yang berjalan adalah metode yang mudah dan cepat
dalam menjahit jaringan yang didekati dengan baik dengan tegangan sisa minimal.
Jahitan semacam ini sangat berguna pada area dengan kulit longgar seperti
kelopak mata, leher, atau skrotum. Jahitan lari juga mudah dilepas. Namun,
dibandingkan dengan jahitan terputus sederhana, jahitan lari tidak sekuat, dan
pergantian luka optimal dan bahkan distribusi ketegangan mungkin lebih sulit (MD,
2019).
Jahitan subkutikuler, yang terletak di dalam dermis tepat di bawah
permukaan kulit, adalah jenis lain dari teknik menjahit. Jahitan ini dapat dilakukan
dengan menggunakan jahitan yang dapat diserap atau tidak dapat diserap dan
mencegah munculnya tanda trek. Biasanya digunakan pada batang dan
ekstremitas. Penutupan khusus ini tidak disarankan untuk daerah dengan
tegangan tinggi atau luka dengan sedikit eversi, karena jahitannya sendiri tidak
meningkatkan eversi (MD, 2019).
Bahkan perkiraan tepi luka juga penting. Kegagalan untuk mencapai
perkiraan seperti itu dapat menyebabkan bekas luka yang bermasalah. Pada
pasien muda yang sadar estetika, penyembuhan niat sekunder dan penggunaan
Steri-Strips saja tidak memberikan hasil yang dapat diterima secara kosmetik.
Jahitan sutra dapat digunakan, tetapi ini saja tidak memperbaiki tepi yang tidak
rata (MD, 2019).
29
memerlukan manajemen lebih lanjut dengan tekanan berkelanjutan, drainase,
atau pembukaan kembali dan eksplorasi luka.
Salep topikal dapat dioleskan langsung ke tempat luka. Fungsi salep
topikal adalah untuk menjaga lingkungan lokal yang lembab sementara secara
bersamaan memfasilitasi penghapusan puing-puing dan kerak untuk memastikan
reepithelization optimal secara kosmetik. Risiko infeksi setelah pembedahan kulit
rendah, terutama untuk luka superfisial di area yang mengalami vaskularisasi baik
seperti kepala dan leher. Akibatnya, semua emolien hambar (misalnya,
petrolatum, Salep Penyembuh Aquaphor, antibiotik topikal, persiapan serupa)
sama-sama efektif dalam memfasilitasi penyembuhan luka. Namun, jika seorang
pasien menggunakan antibiotik topikal, pengembangan eritema lokal atau iritasi
dapat menunjukkan respons alergi, dan antibiotik topikal harus dialihkan ke
emolien yang sepenuhnya hambar seperti petrolatum. Dengan eksisi besar atau
memakan waktu, profilaksis antibiotik oral dapat diindikasikan.
Setelah salep topikal diterapkan, dressing nonadhesif (misalnya, Telfa)
harus diterapkan. Kasa yang dipasang langsung pada luka membuat
pengangkatan dressing menjadi sulit dan menyakitkan, dan robekan penutupan
bisa dilakukan. Namun, gulungan kain kasa dapat diaplikasikan di atas Telfa untuk
berfungsi sebagai pembalut tekanan untuk hemostasis. Pita perekat yang dapat
merenggang, seperti Hypafix, dapat digunakan untuk menahan pembalut ini.
Pasien harus diinstruksikan untuk melepas pembalut dalam 24-48 jam. Setelah itu,
aplikasi salep topikal setiap hari dan perban perekat setelah luka dibersihkan
dengan lembut dengan air sabun harus cukup.
Pasien harus menghindari aktivitas berat selama minimal 2 minggu setelah
prosedur eksisi. Eksisi yang lebih besar dan yang berada di bagasi mungkin sangat
rentan terhadap penyebaran yang berhubungan dengan olahraga. Perokok harus
didorong untuk berpantang setidaknya selama seminggu, karena merokok secara
signifikan mengganggu penyembuhan luka. Pasien harus menghubungi dokter
mereka jika perdarahan berlebihan, kemerahan, pembengkakan, nyeri, demam,
atau gejala konstitusional lainnya berkembang. Pasien harus diberitahu bahwa
penerapan tekanan kuat yang terus menerus selama 15 menit dapat
menghentikan pendarahan dari luka; namun, jika tidak, mereka harus mencari
bantuan. Obat-obatan nyeri resep (mis., Tylenol dengan kodein) dapat diberikan
jika sesuai. Instruksi tertulis juga harus diberikan karena pasien sering terlalu
tegang atau sibuk untuk mengingat instruksi lisan dengan jelas (MD, 2019).
30
Follow up pengangkatan jahitan dapat dijadwalkan 1-2 minggu setelah
operasi. Kunjungan tindak lanjut ini memberi dokter kesempatan untuk memantau
penyembuhan luka. Pasien yang bepergian dari jauh yang memiliki perawat atau
dokter terdekat mungkin tidak memerlukan janji kembali. Penggunaan jahitan
superfisial yang dapat diserap mungkin lebih disukai pada pasien yang sibuk atau
tidak dapat kembali untuk perawatan lanjutan (MD, 2019).
Jahitan harus dilepas dengan sangat lembut sesegera mungkin (untuk
menghindari bekas jahitan), menggunakan gunting atau pisau bedah dan forsep
bedah yang halus. Jumlah hari setelah prosedur tergantung pada situs tubuh,
ukuran luka dan jumlah ketegangan di dalamnya. Pada wajah 4-7 hari, badan 7-
10 hari, Lengan 8-12 hari, dan tungkai bawah 12-14 hari.
31
BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Tumor kulit jinak biasanya pertama kali dilihat oleh dokter umum.
Kemampuan untuk mendiagnosis dan mengobati tumor jinak yang umum dan
untuk membedakannya dari lesi ganas adalah keterampilan penting untuk semua
dokter umum. Setiap lesi yang diagnosisnya tidak pasti, berdasarkan pada riwayat
dan pemeriksaan gross, serta dibiopsi untuk pemeriksaan histopatologi untuk
menyingkirkan keganasan. Lipoma secara teknis adalah tumor jaringan lunak
subkutan, bukan tumor kulit, dan kontroversi muncul apakah keratoacanthoma
memiliki potensi ganas; Namun, keduanya dibahas dalam makalah ini karena
mereka adalah tumor umum yang dievaluasi oleh dokter umum.
Diagnosis biasanya didasarkan pada penampilan lesi dan riwayat klinis
pasien, meskipun terkadang dibutuhkan biopsi. Perawatan termasuk eksisi,
cryotherapy, kuretase dengan atau tanpa elektrodesik, dan farmakoterapi, dan
didasarkan pada jenis tumor dan lokasinya. Umumnya, eksisi adalah pengobatan
pilihan untuk lipoma, dermatofibroma, keratoacanthomas, granuloma piogenik,
dan kista epidermoid.
Operasi kulit eksisi melibatkan penggunaan struktur yang relatif superfisial,
dilakukan dengan anestesi lokal, dan jarang menyebabkan kehilangan darah
besar atau perubahan cairan. Namun, hal ini masih merupakan prosedur invasif,
dan penilaian pra operasi pasien sangat penting
3.2 Saran
Kami menyarankan perlu adanya skill dan ketrampilan klinis yang memadai
untuk dokter umum dalam menangani kasus tumor jinak kulit pada daerah perifer
yang jauh dari pusat pelayanan kesehatan.
32
DAFTAR PUSTAKA
Alam M, Posten W, Martini MC, Wrone DA, Rademarker AW. Aesthetic and functional
efficacy of subcuticular running epidermal closures of the trunk and extremity: a
rater-blinded randomized control trial. Arch Dermatol. 2006 Oct. 142(10):1272-8.
Bath-Hextall F, Bong J, Perkins W, Williams H.Interventions for basal cell carcinoma of the
skin: systematic review. BMJ. 2004 Sep 25;329(7468):705. Epub 2004 Sep 13.
Bhat W, Akhtar S, Alkali A. Waste not, want not: technique to use redurant skin from
elliptical skin lesion excision. Plast Reconctr Surg. 2010 Sep. 126(3):140e-1e.
Boni, R., Schuster, C., Nehrhoff, B. and Burg, G., 2002. Epidemiology of skin
cancer. Neuroendocrinology Letters, 23, pp.48-51.
Boyer JD, Zitelli JA, Brodland DG. Undermining in cutaneous surgery. Dermatol Surg. 2001
Jan. 27(1):75-8.
Chu, D.H. (2008). Overview of biology, development, and structure of skin. In K. Wolff, L.A.
Goldsmith, S.I. Katz, B.A. Gilchrest, A.S. Paller, & D.J. Leffell (Eds.), Fitzpatrick’s
dermatology in general medicine (7th ed., pp. 57–73). New York: McGraw-Hill
David E., Daniela M., Richard A. & Rein W. (2018). WHO Classification of skin Tumors,
World Health Organiztion Classification of Tumours. (4): 10-14
Frohm ML, Durham AB, Bichakjian CK, et al. (2014). Anatomy of the skin. In: Baker SR,
editor. Local flaps in facial reconstruction. 3rd edition. Elsevier; p. 3–13.
Higgins, J. C., Maher, M. H. & Douglas, M. S. 2015. Diagnosing common benign skin
tumors. American family physician, 92, 601-607.
Khandpur, S. and Ramam, M., 2012. Skin tumours. Journal of cutaneous and aesthetic
surgery, 5(3), p.159.
33
Kratf J Murray CA. The fusiform skin excision: one recipe for success. J Cutan Med Surg.
2011 Sep-Oct. 15(5):245-9
Kumar, V., Abbas, A. K., Fausto, N. & Aster, J. C. 2014. Robbins and Cotran pathologic
basis of disease, professional edition e-book, elsevier health sciences.
Leiter, U., Eigentler, T., & Garbe, C. (2014). Epidemiology of Skin Cancer. Sunlight, Vitamin
D and Skin Cancer, 120–140. doi:10.1007/978-1-4939-0437-2_7
Leithauser LA, Collar RM, Ingraffea A. Structure and function of the skin. In: Papel ID,
Frodel JL, Holt GR, et al, editors. Facial plastic and reconstructive surgery. 4th
edition. New York: Thieme; 2016. p. 1–5.
Luba, M.C., Bangs, S.A., Mohler, A.M. and Stulberg, D.L., 2003. Common benign skin
tumors. American family physician, 67(4), pp.729-738.
Mark CL, Scott AB, Andrew M, Daniel L. Common Benign Skin Tumors. American Family
Physician. 2003 Feb. Vol 67-4. www.aafp.org/afp.
Mehren M, Randall RL, Benjamin RS, Boles S, Bui MM, Ganjoo KN, et al., (2018) Soft
Tissue Sarcoma, Version 2, NCCN Clinical Practice Guidelines in Oncology. J Natl
Compr Canc Netw. 2018 May. 16 (5):536-563.
MD, M. A. (2019, Oct 17). Basic Excisional Surgery. Retrieved from Medscape:
https://emedicine.medscape.com/article/1818482-overview#a1
Murasse JR, Heller MM, Butlet DC. Safety of dermatologic medications in pregnancy and
lactation: Part I. Pregnancy. J Am Acad Dermatol. 2014 Mar. 70(3):401.e1-14;quiz
415.
Otley CC. Continuation of medically necessary aspirin and warfarin during cutaneous
surgery. Mayo Clin Proc. 2003 Nov. 78(11):1392-6.
Victor, H., William, G., Kaelin, et al. (2019). Tumour Pathology. (online). Available at:
https://www.britannica.com/science/tumor
WHO Classification of skin Tumors (2018), David E. at el, World Health Organiztion
classification of tumours, 4th ed
34