RHINOSINUSITIS AKUT
Disusun Oleh :
JEMIA SURA LAKSANA TARIGAN
190131080
Dosen Pembimbing :
dr. Adlin Adnan, Sp.THT-KL (K)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul
“Rhinosinusitis Akut” sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Program
Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Dalam proses penyusunan makalah ini, penulis menyampaikan penghargaan dan
terima kasih kepada dr. Adlin Adnan, Sp.THT-KL (K) selaku dosen pembimbing yang
telah membimbing dan membantu penulis selama proses penyusunan makalah.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan penulisan
makalah di kemudian hari. Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
dan dapat menjadi bahan rujukan bagi penulisan ilmiah di masa mendatang.
Medan, November 2020
Penulis
LEMBAR PENGESAHAN
Nilai :
Pembimbing
DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR ..................................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................. iii
DAFTAR ISI .................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 LATAR BELAKANG ............................................................................................ 1
1.2 TUJUAN PENULISAN ......................................................................................... 2
1.3 MANFAAT PENULISAN ..................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 3
2.1 RHINOSINUSITIS ................................................................................................. 3
2.2 RHINOSINUSITIS AKUT ..................................................................................... 3
2.2.1 DEFINISI ...................................................................................................... 3
2.2.2 ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI. ............................................. 4
2.2.3 EPIDEMIOLOGI . ........................................................................................ 6
2.2.4 PATOFISIOLOGI . ...................................................................................... 7
2.2.5 MANIFESTASI KLINIS . ............................................................................ 9
iv
KESIMPULAN ............................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 30
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penggunaan terminologi rhinosinusitis mengakui bahwa rhinitis dan sinusitis
terjadi secara bersamaan. Hal ini dilakukan oleh karena sulitnya membedakan
patofiologi dan patofisiologi dari hidung dan sinus meskipun salah satu area dapat
terbukti lebih terdampak dibandingkan satu sama lainnya. Rhinosinusitis
didefinisikan sebagai inflamasi hidung dan sinus paranasal yang ditandai dengan
dua gejala atau lebih, salah satunya termasuk hidung tersumbat/obstruksi/kongesti
atau cairan hidung (anterior/posterior nasal drip) dapat disertai dengan nyeri wajah
atau penurunan sensitivitas penghidu, dan bisa didapatkan polip nasi dan/atau
cairan mukopurulen dari meatus media atau obstruksi pada meatus media dan/atau
perubahan pada CT berupa perubahan mukosa pada kompleks osteiomeatal
dan/atau sinus. Rhinosinusitis kemudian dapat dibagi menjadi rhinosinusitis akut
dan kronik.1
2.1 Rhinosinusitis
2.2.1 Definisi
Rhinosinusitis akut pada orang dewasa ditandai oleh adanya onset akut dari
dua atau lebih gejala yang salah satunya harus merupakan obstruksi atau kongesti
hidung atau nasal discharge (anterior/posterior nasal drip) yang dapat disertai
tekanan/nyeri wajah, reduksi atau hilangnya penciuman untuk waktu kurang dari
12 minggu.1
hari. Ketika simtom memberat dalam lima hari atau persisten selama 10 hari
dengan durasi kurang dari 12 minggu maka diklasifikasikan sebagai rhinosinusitis
akut post-viral berdasarkan klasifikasi oleh European Position Paper on
Rhinosinusitis and Nasal Polps (EPOS) 2020. Hanya sebagian kecil rhinosinusitis
akut disebabkan oleh bakteri. Rhinosinusitis akut bakterial berdasarkan EPOS
2020 didefinisikan apabila terdapat tiga dari lima simtom yaitu mucus berwarna,
4
Faktor Predisposisi
Lokal
• Nasal packing
• Deviasi septum
• Konka hipertrofi
• Polip hidung
2. Stasis dari sekresi cavum nasi. Sekresi normal hidung dapat tidak terdrainase
menuju nasopharynx oleh kekentalannya (cystic fibrosis) atau obstruksi
(adenoid membesar, atresia koana.
General
2. Kondisi medis umum jelek. Infeksi demam exanthematous yang baru terjadi
(measle, chickenpox, pertussis), defisiensi nutrisi dan penyakit sistemik
(diabetes, HIV-AIDS dan kondisi imunokompromais).
Pada rhinosinusitis akut yang dimulai infeksi virus dapat diikuti oleh infeksi
bakteri. Bakteri penyebab rhinosinusitis akut yang umum dijumpai yaitu
Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenza, Moraxella catarrhalis,
Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus dan Klebsiella pneumoniae.
Organisme anaerob dan infeksi multiorganisme sering dijumpai oleh invasi infeksi
dental.2,3
6
2.2.3 Epidemiologi
Rhinosinusitis akut merupakan masalah yang umum dijumpai dan nilai insiden
yang tepat sulit untuk diperkirakan. Insiden dari rhinosinusitis akut viral sangatlah
tinggi dan berdasarkan beberapa sumber sangatlah bervariasi diantara 12% hingga
20% yang dapat dilihat pada tabel 1. Diestimasikan pada orang dewasa terjadi 2
hingga 5 episode rhinosinusitis akut viral atau common cold setiap tahunnya dan
anak sekolah diperkirakan terjadi 7 hingga 10 episode setiap tahunnya.1
Diperkirakan 0,5-2 % infeksi saluran nafas viral atas disertai oleh infeksi
bakteri.4,5
2.2.4 Patofisiologi
bakterial (RSAB) sering didahului oleh rinosinusitis virus akut atau flu biasa.
Selain strain dan virulensi virus individu, tingkat keparahan dan patogenesis ARS
sangat tergantung pada faktor host atau kondisi predisposisi, seperti usia,
parameter pertahanan tubuh atau defisiensi imun, infeksi atau imunisasi
sebelumnya, peradangan mukosa yang sudah ada sebelumnya oleh paparan
alergen, patogen atau faktor risiko lingkungan lainnya, dan kelainan bentuk
anatomi hidung dan sinus.1 Epitel hidung adalah pintu masuk utama virus
pernapasan dan target langsung untuk replikasi virus di jalan napas. Ini juga
merupakan komponen aktif dari tanggapan inang awal melawan infeksi virus. Sel
epitel hidung mengekspresikan berbagai reseptor yang mengenali virus tertentu,
seperti intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1), tolllike receptor 3 (TLR3), α-
2,3-linked sialic acid (α-2,3SA)/α-2,6-SA containing receptor, retinoic acid
inducible gene 1 (RIG-1, juga dikenal sebagai DDX58), and MDA4 (juga dikenal
sebagai IFIHI). Setelah infeksi, virus masuk melalui endositosis yang dimediasi
reseptor, diikuti oleh ekspresi dan replikasi genom virus dalam beberapa jam
setelah infeksi.1
Epitel hidung tidak hanya berfungsi sebagai penghalang mekanis untuk
melindungi dari faktor lingkungan, mikroorganisme, dan racun, tetapi juga
berpartisipasi dalam respons imun bawaan (non-spesifik) dan adaptif. Epitel
permukaan saluran napas semu dapat rusak dalam derajat yang berbeda-beda
tergantung pada jenis virus dan juga dapat beregenerasi untuk memulihkan fungsi
pertahanannya. Oleh karena itu, interaksi antara epitel hidung dan patogen yang
menyerang memainkan peran kunci dalam perkembangan penyakit dan tanggapan
kekebalan selanjutnya terhadap virus, sehingga berkontribusi pada beban penyakit
dan respon terhadap infeksi epitel hidung.1
8
1. Sinusitis maxilla
• Nyeri kepala pada dahi dan sering disalahkan sebagai sinusitis frontal.
• Nyeri. Umumnya terletak pada rahang atas namun dapat terjadi nyeri
referral pada gusi dan gigi. Hal ini menyebabkan pasien sering
berkonsultasi ke dokter gigi. Nyeri diagregasi oleh menghentak gigi,
batuk dan mengunyah. Nyeri referral sering juga terjadi pada daerah
ipsilateral supraorbital dan mengstimulasi infeksi sinus frontal.
• Pipi merah dan edema. Umumnya terlihat pada anak-anak dan kelopak
mata bawah dapat terlihat puffy.
• Postnasal discharge. Pus dapat terlihat pada bagian atas soft palate
pada rhinoscopy anterior atau endoscopy hidung.
2. Sinusitis frontal
• Nyeri pada penekanan dasar sinus frontal diatas canthus media. Selain
itu nyeri dapat terjadi oleh tapping pada dinding anterior dari sinus
frontal pada bagian media dari daerah supraorbital.
11
• Nasal discharge. Garis vertical dari mucus dan pus dapat terlihat dari
atas pada bagian anterior dari meatus media. Hal ini dapat tidak terlihat
apabila ostium tertutup tanpa drainase. Mukosa hidung terlihat
meradang pada meatus media.
3. Sinus ethmoid
• Nasal discharge pada rhinoscopy anterior dimana pus dapat terliat pada
meatus media atau superior tergantung dari bagian anterior atau
posterior sinus ethmoid yang terdampak.
4. Sinus sphenoid
• Sakit kepala terlokalisasi pada occiput atau vertex. Nyeri referral dapat
terjadi pada regio mastoid.
2.2.6 Diangosis
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pada rhinosinusitis aku dapat terlihat adanya hiperemi dan daerah sembab
sekitar hidung dan orbita. Pada anak gejala ini lebih terlihat jelas terutama pada
rhinosinusitis akut berat atau dengan komplikasi. Gejala nyeri tekan di daerah
sinus terutama sinus frontal dan maksila kadang dapat ditemukan,akan tetapi nyeri
tekan di sinus tidak selalu identik dengan sinusitis. Pemeriksaan yang penting
adalah rinoskopi. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior dapat dijumpai adanya
kelainankelainan di rongga hidung yang berkaitan dengan rhinosinusitis seperti
hiperemi,sekret,udem,krusta,septum deviasi,polip atau tumor. Pengukuran suhu
juga diperlukan karena jika suhu >38°C menandakan adanya suatu penyakit yang
lebih serius sehingga membutuhkan pengobatan aktif. Selain itu, suhu tubuh yang
tinggi juga dikaitkan dengan kultur bakteri S.pneumoniae atau H. Influenzae yang
positif.1,2
Pemeriksaan Penunjang
1.1 Pencitraan
3.1 Transiluminasi
pipi di area sinus maksila. Cahaya yang tembus dan terang pada bagian
palatum merupakan pemeriksaan yang normal. Bila cahaya redup atau
tidak tampak sama sekali dapat dicurigai adanya cairan yang kental
(pus), penebalan mukosa, atau bisa juga massa yang mengisi rongga
sinus. Bandingkan hasil pemeriksaan sinus maksila kanan dan kiri.
Beberapa tanda bahaya berdasarkan EPOS 2020 yang perlu dikenali pada
rhinosinusitis akut yaitu edema/eritema periorbital, perubahan posisi mata,
pandangan ganda, ophthalmoplegia, penurunan penglihatan yang tajam, sakit
kepala frontal unilateral atau bilateral yang berat, pembengkakan frontal, tanda
meningitis, tanda neurologis dan penurunan kesadaran. Apabila dijumpai tanda
bahaya tersebut maka perlu dilakukan rujukan segera.1
2.2.8 Tatalaksana
Terapi Antibiotik
Pada systematic review dari 13 randomized trial antibiotic pada orang dewasa
dengan rhinosinusitis akut dijumpai perbaikan klinis sebesar 70 persen setelah 7
hari dengan atau tanpa antibiotic. Pasien sembuh total tanpa antibiotic dijumpai
pada 8% pasien dalam 3-5 hari, 35% dalam 7-12 hari dan 45% dalam 14-15 hari.
Penggunaan antibiotic meningkatkan angka kesembuhan sebesar 15%
dibandingkan placebo pada 7-12 hari. Pada hari ke 14-15 penggunaan antibiotik
tidak lagi menguntungkan. Efek samping terjadi lebih sering dengan penggunaan
antibiotic dibandingkan placebo (number needed to harm = 9). Efek samping yang
umum dijumpai yaitu diare, nausea, muntah, rash, vaginal discharge dan sakit
kepala.13
Meta-analisis lainnya mendapatkan bahwa efek terapi yang lebih baik pada
penggunaan antibiotic dengan peningkatan efek samping.14,15 Pada satu
randomized double blind clinical trial dijumpai tidak ada perbaikan penggunaan
antibiotic pada hari ke-14 dibandingkan placebo. Namun pada analisis subgroup
16
yang sembuh total dijumpai angka rerata hari membaik dari 8,1 untuk grup
antibiotic dibandingkan 10,7 pada grup placebo.16
Gagal terapi terjadi ketika gejala memberat ketika terapi dan tidak membaik
setelah tujuh hari terapi. Penyebab nonbacterial atau infeksi bakteri yang resisten
terhadap obat tersebut harus dipertibamgkan. Apabila simtom tidak membaik
dengan pemberian amoxicillin atau terjadi relapse dalam enam minggu,
penggunaan antibiotic alternative dengan spectrum yang lebih luas diperlukan.
Dosis tinggi amoxicillin/calvulanate atau fluoroquinolone respiratory dapat
dipertimbangkan. Pada kasus refrakter, rujukan ke otolaryngologist diperlukan17
Terapi Adjuvan
Simtom yang tidak berat seperti nyeri ringan, temperatur kurang dari 38,3
derajat celcius atau durasi kurang dari 7 hari dapat ditatalaksana dengan terapi
suportif. Terapi adjuvan untuk mengurangi gejala rhinosinusitis akut yaitu
analgesic, decongenstant, antihistamine, irigasi hidung, mucolytic dan
kortikosteroid dapat terlihat pada tabel 3.17
Analgesic
Decongestant
Decongestant topical tidak boleh diberikan lebih dari tiga hari karena resiko
rebound kongesti hidung (rhinitis medicametosa).17
Antihistamine
Irigasi hidung
Irigasi hidung dengan saline dapat dilakukan untuk melunakan sekresi yang
kental dan meningkatkan mucociliary clearance. Irigasi hidung dengan saline
menunjukkan adanya manfaat pada pasien rhinosinusitis kronik dan sinusitis
berulang. Bukti yang mendukung penggunaan irigasi hidung dengan saline pada
infeksi saluran nafas atas sangatlah bervariasi. Cochrane review mendapatkan tiga
trial kecil yang menunjukkan manfaat yang terbatas dalam mengurangi simtom
rhinosinusitis akut pada orang dewasa. Namun, irigasi hidung merupakan tindakan
yang tergolong aman dan opsi yang tidak mahal bagi pasien dalam mengurangi
simtom.17
Mucolytic
Kortikosteroid
Kortikosteroid intranasal mengurangi inflamsi dan edema pada mukosa
hidung, konka dan ostia sinus. Tidak terdapat controlled trial yang mendukung
penggunaan kortikosteroid sistemik sebagai terapi rhinosinusitis akut.
Kortikosteroid intranasal diabsorbsi secara minimal dan memiliki insiden efek
samping sistemik yang minimal. Kebanyakan studi pada kortikosteroid intranasal
disponsori oleh industry dan dijumpai manfaat dengan perbaikan simtom pada
penggunaannya. Data pada monoterapi kortikosteroid intranasal untuk
20
2.2.9 Komplikasi
2.2.10 Prognosis
Rhinosinusitis akut pada umumnya adalah viral. Mayoritas dari kasus dapat
sembuh secara spontan ataupun dengan antibiotik jika disertai dengan infeksi
sekunder. Rhinosinusitis fungal adalah suatu bentuk infeksi yang jarang dan
biasanya ditemukan pada pasien immunocompromised dan mempunyai tingkat
morbiditas dan mortalitas yang tinggi.18
22
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Fokkens, Wytske & Lund, Valerie & Hopkins, Claire & Hellings, P.W. &
Kern, R. & Reitsma, Sietze & Toppila-Salmi, Sanna & Bernal-Sprekelsen,
Manuel & Mullol, Joaquim & Alobid, Isam & Anselmo-Lima, W. & Bachert,
Claus & Baroody, F. & Buchwald, C. & Cervin, Anders & Cohen, N. &
Constantinidis, Jannis & Gabory, L. & Desrosiers, Martin & Zwetsloot, C.P..
(2020). European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 2020.
Rhinology journal. 58. 1-464. 10.4193/Rhin20.600.Goldberg, Charlie. 2008.
Head and Neck Exam. University of California, San Diego.
23
2. Dhingra P, Dingra S. Disease of Ear, Nose and Throat, & Head and Neck
Surgery. 7th ed. India: Elsevier; 2018.
5. Revai K, Dobbs LA, Nair S, Patel JA, Grady JJ, Chonmaitree T. Incidence of
acute otitis media and sinusitis complicating upper respiratory tract infection:
the effect of age. Pediatrics 2007;119:e1408-12.
6. Ludman HS, Bradley PJ. ABC of Ear, Nose and Throat. 5th ed. Wiley
Blackwell; 120 p.
8. Kolo ES. The role of plain radiographs in the diagnosis of chronic maxillary
rhinosinusitis in adults. 2012; 12(4): 459–463. doi: 10.4314/ahs.v12i4.10.
11. Kim HG. Lee KM. Lee JS. Improvement diagnostic accuracy of sinusitis
recognition in paranasal sinus X-ray using multiple deep learning models.
Quantitative Imaging in Medicine and Surgery. 2019; 9(6): 942–951.
17. Aring AM, Chan MM. Acute Rhinosinusitis. American Family Physician.
2011;83(1):1057-1063.