Anda di halaman 1dari 17

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................

DAFTAR ISI .........................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ...............................................................

1.1. Latar Belakang Masalah................................................


1.2. Rumusan Masalah.........................................................
1.3. Tujuan Pembahasan.......................................................

BAB II TEORI DAN PEMBAHASAN ..........................................

2.1. Teori .............................................................................


2.2. Pembahasan...................................................................

BAB III PENUTUP............................................................................

5.1. Kesimpulan.....................................................................

5.2. Saran...............................................................................

DAFTAR PUSTAKA............................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH


Krisis ekonomi global yang terjadi pada kuartal kedua tahun 2008, memiliki potensi
menjadi salah satu krisis terbesar di dunia setelah The Great Depression yang terjadi di
Amerika Serikat awal tahun 1930. Melihat kondisi perekonomian global sebelum terjadi
krisis ekonomi global pada tahun 2008, dapat disimpulkan bahwa krisis tersebut menjadi
semakin meluas dan memberikan dampak yang besar disebabkan oleh adanya akumulasi
dari beberapa krisis dalam bidang ekonomi yang melanda dunia dalam jangka waktu
beberapa tahun terakhir. Setidaknya ada dua krisis besar yang dapat disebut dalam jangka
waktu 2 tahun terakhir, yaitu krisis peningkatan harga minyak mentah dunia dankrisis
finansial di Amerika Serikat. Kegagalan Amerika Serikat dalam mengelola
Kondisi kerja yang baik, kualitas output yang tinggi, upah yang layak serta kualitas
sumber daya manusia adalah persoalan yang selalu muncul dalam pembahasan tentang
tenaga kerja disamping masalah hubungan industrial antara pekerja dengan dunia usaha2.
sistim keuangan membawa dampak berupa krisis keuangan dalam lingkup internal
perekonomian Amerika Serikat. Perekonomian dunia yang bersifat global, membuat krisis
finansial di Amerika Serikat berdampak kepada negara-negara lainnya. Selain itu, disadari
pula bahwa perekonomian dunia belum lama ini menghadapi krisis peningkatan harga
minyak dunia yang sempat membawa keterpurukan yang berkepanjangan bagi dunia
industri di banyak negara. Amerika Serikat juga merupakan negara yang terkena dampak
dari krisis peningkatan harga minyak dunia. Krisis kenaikan harga minyak ditambah dengan
adanya krisis keuangan di Amerika Serikat yang bertransformasi menjadi krisis ekonomi
global, mengakibatkan keterpurukan dunia perekonomian di berbagai negara dunia.
Amerika Serikat sebagai salah satu pilar ekonomi dunia, memiliki peran yang sangat
menentukan dan mempengaruhi perekonomian global. Perekonomian global merupakan
suatu hal yang memiliki karakteristik saling berhubungan (interrelated) dan saling
tergantung (interdependent) antara satu dengan yang lain.
Krisis ekonomi global adalah peristiwa di mana seluruh sektor ekonomi pasar dunia
mengalami keruntuhan/degresi dan mempengaruhi sektor lainnya di seluruh dunia. Krisis
ekonomi Global terjadi karena permasalahan ekonomi pasar di seluruh dunia yang tidak
dapat dielakkan karena kebangkrutan maupun adanya situasi ekonomi yang carut marut.
Sektor yang terkena imbasan krisis ekonomi global adalah seluruh sektor bidang kehidupan.
Namun yang paling tampak gejalanya adalah sektor bidang ekonomi dari terkecil hingga
yang terbesar. Sebagai contoh bahwa negara adidaya yang memegang kendali ekonomi
pasar dunia yang mengalami keruntuhan besar dari sektor ekonominya.
Peristiwa ini mengakibatkan rontoknya perusahaan keuangan dan bank-bank besar di
Negeri Paman Sam satu per satu. Bangkrutnya Lehman Brothers langsung mengguncang
bursa saham di seluruh dunia. Bursa saham di kawasan Asia seperti di Jepang, Hongkong,
China, Asutralia, Singapura, India, Taiwan dan Korea Selatan, mengalami penurunan drastis
7 sd 10 persen. Termasuk bursa saham di kawasan Timur Tengah, Rusia, Eropa, Amerika
Selatan dan Amerika Utara. Tak terkecuali di AS sendiri, Para investor di Bursa Wall Street
mengalami kerugian besar. Dampak Krisis Ekonomi Global terhadap Kondisi
Ketenagakerjaan Indonesia Krisis keuangan di Amerika Serikat pada awal dan pertengahan
tahun 2008 telah menyebabkan menurunnya daya beli masyarakat Amerika Serikat yang
selama ini dikenal sebagai konsumen terbesar atas produk-produk dari berbagai negara di
seluruh dunia. Penurunan daya serap pasar itu menyebabkan volume impor menurun
drastis yang berarti menurunnya ekspor dari negara-negara produsen berbagai produk yang
selama ini dikonsumsi ataupun yang dibutuhkan oleh industri Amerika Serikat. Oleh karena
volume ekonomi Amerika Serikat itu sangat besar, maka sudah tentu dampaknya kepada
semua negara pengekspor di seluruh dunia menjadi serius pula, terutama negara-negara
yang mengandalkan ekspornya ke Amerika Serikat. Krisis ekonomi global yang terjadi pada
tahun 2008 sebenarnya bermula pada krisis ekonomi Amerika Serikat yang lalu menyebar
ke negara-negara lain di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Krisis ekonomi Amerika diawali karena adanya dorongan untuk konsumsi (propincity to
Consume). Rakyat Amerika hidup dalam konsumerisme di luar batas kemampuan
pendapatan yang diterimanya. Mereka hidup dalam hutang, belanja dengan kartu kredit,
dan kredit perumahan. Akibatnya lembaga keuangan yang memberikan kredit tersebut
bangkrut karena kehilangan likuiditasnya, karena piutang perusahaan kepada para kreditor
perumahan telah digadaikan kepada lembaga pemberi pinjaman. Pada akhirnya
perusahaan–perusahaan tersebut harus bangkrut karena tidak dapat membayar seluruh
hutang-hutangnya yang mengalami jatuh tempo pada saat yang bersamaan. Runtuhnya
perusahaan-perusahaan finansial tersebut mengakibatkan bursa saham Wall Street menjadi
tak berdaya, perusahaan-perusahaan besar tak sanggup bertahan seperti Lehman Brothers
dan Goldman Sachs. Krisis tersebut terus merambat ke sektor riil dan non-keuangan di
seluruh dunia.
Negara Tujuan Utama Ekspor Indonesia industri yang Terkena Dampak Krisis Keuangan
Global

Sumber: Asosiasi Pengusaha Indonesia, Gabungan Pengusaha Makanan & Minuman,


dan Indonesia Property Watc.
Banyaknya negara yang perekonomiannya terpengaruh secara langsung itu pada
gilirannya juga mempengaruhi negara-negara lain yang berhubungan dengan transaksi
ekspor-impor dengannya. Karena itu, praktis dapat dikatakan bahwa krisis keuangan
Amerika Serikat itu mempengaruhi perekonomian semua negara di dunia, sehingga juga
berdampak pada terjadinya krisis perekonomian global. Sebagai akibatnya, tingkat
konsumsi menurun dan dengan sendirinya, tingkat produksi juga menurun dan berdampak
pada penurunan daya serap tenaga kerja serta pemutusan hubungan kerja.
Di Indonesia, yang terkena dampak dari adanya krisis global adalah sektor riil. Sektor-
sektor yang paling terkena imbas krisis global adalah sektor yang mengandalkan permintaan
eksternal (tradable), seperti industri manufaktur, pertanian, dan pertambangan. Ketiga
sektor ini menyumbang lebih dari 50 persen PDB dan menyerap lebih dari 60 persen tenaga
kerja nasional. Terpukulnya kinerja sektor-sektor ini pada akhirnya akan berujung pada
gelombang pemutusan hubungan tenaga kerja.

Berdasarkan data resmi Depnakertrans mengenai jumlah pekerja menurut potensi PHK
dan dirumahkan yang mencakup 11 provinsi, terdapat data-data sebagai berikut: 1.
Sumatera Utara: Rencana yang dirumahkan 10.000 2. Riau: Jumlah PHK 407, rencana PHK
8.720, jumlah yang dirumahkan 1.000 3. Sumsel: Jumlah PHK 112 4. Banten: Jumlah yang
dirumahkan 1.597 5. Jabar: Rencana PHK 400, jumlah yang dirumahkan 600, rencana
dirumahkan 6.500 6. DKI Jakarta: Jumlah PHK 14.268, rencana PHK 9.757 7. Jawa Tengah:
Jumlah PHK 1.190, jumlah yang dirumahkan 1.025 8. Kalimantan Barat: Jumlah PHK 496,
rencana PHK 5.050, jumlah yang dirumahkan 485 9. Kalimantan Timur: Jumlah yang
dirumahkan 1.890 10. Kalteng: Jumlah rencana yang dirumahkan 2.591 11. Maluku: Jumlah
PHK 515. Jumlah total berdasarkan Jumlah yang telah di PHK 16.988 pekerja, jumlah
rencana PHK 23.927 pekerja, jumlah yang telah dirumahkan 6.597 pekerja dan jumlah
rencana yang dirumahkan 19.091 pekerja.
Berdasarkan hasil analisis dengan memanfaatkan Tabel Input Output Indonesia tahun
2008, diketahui bahwa penurunan ekspor Indonesia sebesar 1% akan berimbas pada
penurunan penyerapan tenaga kerja di sektor industri sebesar 0,42%. Selain berimbas ke
sektor industri, penurunan ekspor tersebut juga berdampak terhadap penyerapan tenaga
kerja di sektor lain, terutama sektor pertanian. Secara keseluruhan, penurunan ekspor di
sektor industri akan berdampak terhadap penurunan total tenaga kerja sebesar 0,17%. Bagi
Indonesia, pemutusan hubungan kerja (PHK) dapat terjadi di dalam negeri dan di luar
negeri. Karena itu, angka pengangguran dapat meningkat, baik karena (i) terjadinya
pemutusan hubungan kerja di dalam negeri, (ii) pemulangan tenaga kerja yang hubungan
kerjanya diputus di luar negeri, maupun karena (iii) munculnya angkatan kerja baru yang
tidak dapat ditampung oleh kesempatan kerja yang tersedia, karena tidak adanya investasi
baru yang menyerap tenaga mereka
Dampak Krisis Global di Sektor Buruh Kelas buruh merupakan kelas yang paling
merasakan dampak dari setiap krisis kapitalisme yang terjadi karena memang kelas buruh
merupakan tenaga produktif yang menggerakan proses produksi sehingga kelas buruh
merasakan secara langsung dari praktik penghisapan di bawah sistem kpaitalisme. Padahal
buruh adalah tenaga yang mampu menghasilkan profit atau keuntungan yang sangat besar
bagi perusahaan dari proses produksi yang dilakukan akan tetapi nilai yang dihasilkan
diambil oleh para pemilik modal yang tidak terlibat dalam proses produksi hanya menunggu
hasil saja sehngga keuntungan yang dihasilkan buruh hanya memperkaya kelas pemilik
modal. Krisis global melahirkan persoalan-persoalan baru disektor perburuhan dan itu
berakibat langsung terhadap kelas buruh diantaranya pertama; melakukan pemotongan
upah dengan alasan mengurangi cost produksi.
Upah buruh yang sebelumnya secara kelayakan masih belum layak alias masih rendah
ditambah lagi dengan penurunan upah, hal ini niscaya akan mempengaruhi tingkat
kesejahteraan kaum buruh artinya upah yang rendah mengurangi daya beli kelas buruh
akan barang dan jasa ditengah tuntuan kebutuhan yang tinggi, harga kebutuhan yang
semakin tinggi juga dengan situasi ekonomi politik yang tidak menunjukkan keberpihakan
pada kelas buruh. Kedua; Kehilangan pekerjaan akibat dari PHK yang dilakukan perusahaan
ataupun akibat penutupan usaha. Tidak sedikit perusahaan melakukan PHK dan
merumahkan kelas buruh akibat dari krisis sehingga kelas buruh tidak lagi mempunyai
pendapatan dan pastinya tidak akan mampu menjawab kebutuhan hidupnya sekarang
maupun kedepannya. Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir dampak
krisis global terhadap tenaga kerja di Indonesia Untuk mengatasi problema ini pemerintah
telah mencanangkan suatu program yang bernama Gerakan Nasional Padat Karya.
Gerakan ini diharapkan dapat benar-benar diikuti oleh segenap potensi yang kita miliki
sebagai bangsa untuk membuat rakyat Indonesia bekerja dan mempekerjakan dirinya
sendiri atau mempekerjakan orang lain sebanyak-banyaknya. Gerakan ini melibatkan semua
lapisan masyarakat mulai dari pejabat pemerintahan, masyarakat yang hidup di daerah
perkotaan sampai ke masyarakat di pedesaan di seluruh tanah air. Pertama, perluasan
kesempatan berusaha yang sebanyak-banyaknya. Untuk memperluas kesempatan usaha
yang sebanyak-banyaknya, diperlukan berbagai fasilitas pendukung. Pemerintah perlu
mengeluarkan paket kebijakan tersendiri di bidang perkreditan usaha kecil dan menengah
(UMKM), fasilitas perpajakan, serta bimbingan produksi dan pemasaran di bidang-bidang
pertanian dan perkebunan, nelayan, inudstri kecil dan menengah, industri pariwisata dan
industri kreatif lainnya, serta di bidang perdagangan. Bimbingan teknologi dan manajemen
sangat diperlukan agar para pengusaha pemula dapat produktif berusaha. Sementara itu,
pasar modern seperti ‘super market’ dan ‘mega mall’ dibatasi daerah dan jam kerjanya
serta ditingkatkan beban pajaknya sehingga dapat memacu peningkatan keseimbangan di
antara sektor tradisional dan modern. Kedua, pembangunan infrastruktur jalan, jembatan,
dan rel kereta api secara bergotong royong.
Pola gotong royong ini sudah lama diabaikan, padahal dapat dipakai sebagai instrumen
untuk menggerakkan program padat karya, terutama dalam membangun infra struktur
jalan, jembatan dan rel kereta api. Tentu saja, perangkat peraturan yang menunjang untuk
itu harus direvisi, misalnya ketentuan peraturan mengenai administrasi keuangan, sistim
tender proyek, dan sebagainya yang tidak memungkinkan dilakukannya pola gotong royong.
Padahal kelemahan dan kekurangan sistim non-tender dapat diatasi dengan meningkatkan
pengawasan internal dan eksternal sehingga kebocoran dan korupsi dapat dicegah. Ketiga,
penerapan jadwal kerja industri dan perkantoran secara bergiliran, 2, atau 3 shift. Hal ini
dapat dilakukan dengan menambah jam kerja dari 8 jam sehari menjadi 12 jam sehari,
tetapi dilakukan oleh 2 orang untuk setiap pekerjaan. Kedua orangnya berbagi jam kerja
selama 6 hari, masing-masing 3 hari kerja atau bekerja selama 6 jam x 6 hari seminggu.
Bahkan, jadwal kerja dapat pula dibagi untuk 3 orang setiap hari untuk setiap pekerjaan,
sehingga setiap orang dapat bekerja 4 jam sehari selama 5-6 hari seminggu. Dengan
pembagian jadwal kerja demikian, kesempatan kerja dapat dibagikan secara merata,
sehingga daya serap tenaga kerja dapat diperluas dengan tetap menjaga dan meningkatkan
produktifitas kerja dan usaha. Keempat, peningkatan pelatihan kerja dan
pendidikan/pelatihan kembali (remedial education and remedial training) untuk para
sarjana, penyelenggaraan program sarjana masuk desa, program transmigrasi sarjana
masuk.
Sekarang, rata-rata ada sekitar 300-an ribu sarjana yang diproduksi oleh berbagai
perguruan tinggi negeri dan swasta di seluruh Indonesia. Namun, perekonomian nasional
dan pasar tenaga kerja tidak dapat menyerap mereka seluruhnya. Karena itu, para sarjana
baru tersebut dapat dilatih kembali untuk mampu menciptakan pekerjaan untuk dirinya
sendiri atau mengikuti program transmigrasi sarjana. Kelima, revitalisasi pendidikan
menengah kejuruan (SMK) dan politeknik serta peningkatan relevansi kurikulum dan
program belajar mengajar yang lebih sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja. Dalam
upaya meningkatkan relevansi pendidikan nasional, diperlukan reorientasi kurikulum
pendidikan tinggi dan menengah serta perlunya melakukan revitalisasi pendidikan kejuruan
dengan memperkuat Sekolah Menengah Kejuruan dan Politeknik di setiap kabupaten dan
kota di seluruh Indonesia. Pendidikan kejuruan tersebut diarahkan untuk mengisi dan
menciptakan lapangan kerja di dalam negeri dan di luar negeri, sehingga setiap murid dapat
diwajibkan menguasai 1 bahasa asing, seperti Inggris, Arab, dll. Solusi lainnya adalah
penguatan sektor mikro yang relatif tidak terpengaruh oleh faktor-faktor eksternal seperti
nilai tukar, kebutuhan negara lain, keadaan ekonomi politik negara lain, dan perjanjian
dalam forum perdagangan seperti WTO.
Sudah saatnya ekonomi Indonesia berbasis SDM serta SDA asli Indonesia diberi peluang
lebih untuk membangun fondasi perekonomian Indonesia berbasis usaha mikro yang
terbukti lebih tahan terhadap goncangan serta dapat lebih memberdayakan tenaga kerja
negara ini agar tingkat pengangguran semakin berkurang. Dampak krisis terhadap Tenaga
kerja informal Dampak krisis global dirasakan 2.068 tenaga kerja informal yang
diwawancarai melalui empat pertanyaan yang tercantum dalam Tabel 6.1.

Sebagian besar tenaga kerja informal (54%) merasakan dampak krisis global terhadap
pekerjaan mereka serta mengetahui masuknya pekerja sektor formal yang di-PHK dalam
pekerjaan mereka. Tidak ada perbedaan besar dalam status pekerjaan (+/5%). Di samping
itu, hanya 40% pengusaha informal menyatakan lebih sulit memperoleh order sejak awal
krisis (lihat Gambar 6.1).

KASUS

70.000 BURUH TERANCAM PHK Kamis, 23 Oktober 2008 | 06:32 WIB BANDUNG, KAMIS
- Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia Daerah Jawa Barat Ade Sudrajat memperkirakan,
pada awal 2009 sekitar 70.000 tenaga kerja di provinsi itu terancam terkena pemutusan
hubungan kerja.
Kondisi itu terjadi akibat krisis global yang membuat beban perusahaan semakin berat.
”Pengusaha terpaksa melakukan berbagai efisiensi, termasuk perampingan jumlah tenaga
kerja. Salah satunya karena kegiatan produksi akan dikurangi, bahkan ada yang dihentikan,”
kata Ade di Bandung, Rabu (22/10). Ade memperkirakan kondisi itu bisa semakin parah jika
krisis di Amerika Serikat dan Eropa tak tertolong. Konsekuensi PHK terpaksa dilakukan atau
setidaknya sebagian besar karyawan dirumahkan sementara. Jabar adalah sentra industri
tekstil utama di Indonesia dengan lebih dari 700 pabrik tekstil dan menyerap sekitar
700.000 tenaga kerja. Dampak krisis di AS terasa karena ekspor terbesar tekstil dan produk
tekstil (TPT) Jabar disalurkan ke negara itu. ”Jumlahnya memang hanya 4 persen dari Jabar,
tetapi nilainya yang besar. Pada 2007, total nilai ekspor tekstil Jabar mencapai 4,72 miliar
dollar AS. Produk yang diimpor dari Indonesia antara lain kemeja, blus, piyama, dan baju
hangat,” kata Ade. Pilihan untuk mencari pasar lain di luar AS juga belum tentu bisa
menyelamatkan industri TPT.
Menurut Ade, sebenarnya terdapat pertumbuhan ekspor TPT Jabar ke AS sebesar 2
persen pada 2008. Pertumbuhan itu terancam setelah krisis terjadi. Turunnya daya beli
masyarakat AS membuat pembelian sandang di negara itu berkurang. Ketua Perhimpunan
Pengusaha Tekstil Majalaya, Bandung, Deden Suwega, menyatakan, mata pencaharian
sekitar 50.000 perajin tekstil dari sekitar 150 industri kecil dan menengah (IKM) di
wilayahnya terancam. Melonjaknya harga bahan baku impor akibat anjloknya nilai tukar
rupiah terhadap dollar AS membuat biaya produksi membengkak hingga 20 persen.
”Industri tekstil termasuk padat karya. Bisa dibayangkan jika kondisi krisis tak segera diatasi.
Pengangguran akan bertambah dan angka kemiskinan meningkat,” tutur Deden. Sejumlah
pengusaha keramik di Kabupaten Purwakarta bahkan telah meliburkan karyawan dan tidak
tahu kapan akan mempekerjakan mereka kembali.
Menurut Eman Sulaeman, Ketua Pokja Klaster Keramik Plered, lesunya permintaan
ekspor dan pasar domestik membuat pengusaha tak tahu kapan bisa mempekerjakan
karyawan kembali. Ia menambahkan, dari 15 pengusaha yang biasa membuat produk
pesanan eksportir, kini hanya enam pengusaha yang masih berproduksi. Kepala Dinas
Tenaga Kerja Purwakarta, Soekoyo, Selasa, mengatakan, sejauh ini belum ada laporan PHK
di 318 perusahaan yang mempekerjakan 155.000 orang di daerahnya. Kerajinan songket di
Palembang, Sumatera Selatan, kini juga terkena dampak krisis finansial global. Menurut
Asmi Astari, pemilik gerai produksi dan penjualan Astari Songket, Rabu, sepekan ini dia
menghentikan produksi tenun songket karena stok berlebih. Itu terjadi karena sebagian
pembeli luar negeri menghentikan pembelian sejak berlangsungnya krisis global. ”Sebagian
pembeli adalah broker dari Singapura dan AS. Sejak Oktober, mereka menghentikan
pesanan,” katanya. Zainal, pemilik Zainal Songket, menambahkan, puluhan produsen skala
kecil dan menengah di Palembang dan Ogan Ilir sudah menghentikan produksi. Wig masih
aman Berbeda pula dengan industri lain di Jawa Barat dan Palembang, pengusaha di
Purbalingga, Jawa Tengah, meyakini setidaknya hingga akhir 2009 industri rambut masih
aman dari dampak krisis finansial global. Hal ini karena industri rambut palsu (wig) di
kabupaten itu umumnya telah membuat kontrak ekspor satu tahun sampai tiga tahun
mendatang dengan importir asing.
Ketua Forum Komunikasi Perusahaan Rambut Purbalingga Sudiro KS mengungkapkan,
beberapa perusahaan bahkan mengalami kenaikan permintaan dari pembeli di luar negeri
hingga 20 persen. ”Produk yang diekspor ke luar negeri dari Purbalingga saat ini umumnya
hasil kontrak dengan pembeli satu bulan atau dua bulan lalu. Waktu itu krisis belum benar-
benar terjadi,” ujar Sudiro KS yang juga Direktur Utama PT Uro Mustika, eksportir rambut
palsu, Rabu. AKIBAT KRISIS GLOBAL, 2.000 KARYAWAN INDUSTRI TEKSTIL DI PHK 17 October
2008 Semarang (ANTARA News) – Kalangan industri tekstil di Jawa Tengah terpaksa
melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) 2.000 karyawannya akibat krisis global yang
mulai dirasakan. “Dampak krisis global memang terasa berat bagi kalangan industri,” kata
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jateng, Djoko Wahyudi, di Semarang, Kamis.
Menurut dia, kini ada satu pabrik garmen cukup besar di Kabupaten Semarang yang
mengurangi jumlah karyawannya hingga 2.000 lebih akibat pasar ekspor menurun. “Akibat
pasar ekspor menurun, karyawan yang sebelumnya berjumlah 10.000 orang terpaksa
dikurangi 2.000 orang,” kata Djoko yang enggan menyebutkan nama pabrik yang telah
mem-PHK karyawan. Ia menjelaskan, bisnis yang masih aman di Jateng kini hanya yang
pemasarannya di tingkat domestik seperti jamu dan rokok karena dampak krisis global
belum menyentuh sektor riil.
Menghadapi situasi seperti ini, Apindo Jateng mengharapkan pemerintah segera
merangsang pasar dalam negeri, memberi perlindungan, dan mengendalikan moneter.
“Kalau pemerintah tidak cepat bertindak, maka semuanya semakin berat. Pengusaha bisa
terus melakukan pengurangan jumlah karyawan,” katanya. Djoko menambahkan, Kamis
(16/10) petang Apindo membahas kenaikan upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2009.
“Kita mengharapkan kenaikan UMK disesuaikan dengan inflasi,” katanya PHK AKIBAT KRISIS
SUDAH DIMULAI Selasa, 25 Nopember 2008 | 08:28 WIB Jakarta – Depnakertrans hingga
Jumat (21/11) pukul 16.15 WIB menerima permintaan dari sejumlah perusahaan di lima
provinsi untuk mem-PHK 20.930 pekerja, sedangkan yang sudah di-PHK sebanyak 1.396
pekerja. Siaran pers Depnakertrans yang diterima di Jakarta, Senin, menyebutkan kelima
provinsi yang mengajukan PHK dan telah mem-PHK itu adalah Sumatera Utara, Jawa Barat,
Jawa Tengah, Kalimantan Tengah dan Maluku Utara. Berdasarkan data tersebut jumlah
pekerja yang dirumahkan dengan yang akan di PHK hampir sama. Jumlah pekerja yang akan
dirumahkan sebanyak 18.891 orang dan yang telah dirumahkan sebanyak 1.025 orang.
Depnakertrans sudah membuat mekanisme pelaporan kepada dinas-dinas untuk
mengirimkan laporan setiap minggu pada hari Rabu, lengkap dengan nama perusahaannya.
Diharapkan minggu depan laporan tersebut sudah lengkap. Di sisi lain, Depnakertrans juga
menargetkan pelaksanaan pelatihan tahun 2008 akan berjumlah 98.000 orang dengan
mendapat bantuan biaya pelatihan, baik untuk pelatihan yang ada di balai latihan kerja
(BLK) pemerintah maupun swasta. Tahun ini Depnakertrans sudah mengalokasikan dana
stimulan langsung ke unit pelatihan masing-masing, baik melalui dinas maupun langsung ke
BLK. Instansi itu mengharapkan Pemda turut serta mengalokasikan dana bagi pelatihan
warganya. Sebagian lulusan BLK terserap oleh pasar kerja uar negeri. Pada tahun 2007
terdapat 1.000 lulusan BLK yang bekerja di Timur Tengah. Saat ini terdapat 11 unit
pelaksana teknis pelatihan (UPTP) yang dibina oleh pusat, dan 2 UPTD lagi akan diserahkan
ke pusat, yaitu UPTD Sumatera Barat di Padang dan UPTD Kendari. Total UPTP yang ada saat
ini sebanyak 161, sedangkan lembaga pelatihan swasta lebih dari 5.000 dengan berbagai
macam jenis pelatihan. Tahun 2009 ditarketkan 120.000 orang yang akan dilatih. Ditjen Bina
Pelatihan Depnakertrans pada 29 November 2008 juga akan mengadakan lokakarya di Cives
Bekasi yang akan mengundang sejumlah industri yang ada di Kabupaten Bengkalis, Propinsi
Riau. Tujuannya untuk memperkenalkan program pelatihan dan manfaatnya bagi calon
pekerja.

1.2 RUMUSAN MASALAH

erdasarkan penjabaran latar belakang yang sudah dijelaskan sebelumnya, yang menjadi fokus
dalam penelitian ini adalah mengenai dampak-dampak dari krisis ekonomi global yang terjadi
pada tahun 2008 terhadap rencana pembangunan ekonomi dan sosial RRC yang tertuang dalam
Outline Perencanaan Lima Tahunan Untuk Perkembangan Ekonomi Nasional dan Sosial RRC.
Krisis ekonomi global yang terjadi memiliki potensi untuk memperlambat atau menghalangi
tumbuh kembangnya perekonomian RRC. Hal tersebut menyebabkan perlu dilakukan
peninjauan ulang atau bahkan perubahan- perubahan terhadap perencanaan yang sudah
diformulasikan pada Kongres Rakyat Nasional ke-sebelas. Krisis ekonomi global mampu
menghalangi upaya- upaya pemerintah RRC untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi yang
sudah ditetapkan.

Sejak krisis ekonomi 1997-1998, Indonesia mulai aktif menerapkan kebijakan fleksibilitas pasar
buruh dalam kegiatan produksi, ini tertuang dalam Undang-undang Nomor 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan. Penerapan ini sebagai bentuk pemenuhan syarat dari WB dan IMF
agar Indonesia mendapat bantuan dana untuk mengatasi krisis. Liberalisasi ini mendukung
perkembangan perusahaan, namun menghilangkan berbagai jaminan dan perlindungan
pemerintah Indonesia bagi para buruh. Karena tujuan utama dari fleksibel pasar kerja ini adalah
untuk menghilangkan semua hambatan bagi gerak kapital, maka pelemahan atas serikat
buruhpun menjadi salah satu upaya dari fleksibilisai perburuhan ini. Maka, rumusan masalah
dari penelitian ini adalah bagaimana Indonesia beradaptasi dengan penerapan liberalisasi pasar
tenaga kerja.

1.3 TUJUAN PEMBAHASAN


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan bagaimana Indonesia beradaptasi
dengan liberalisasi pasar tenaga kerja.
BAB II

TEORI DAN PEMBAHASAN

2.1. TEORI

Dalam menganalisis liberalisasi pasar tenaga kerja di Indonesia, penulis akan


menggunakan beberapa konsep yang akan membantu utntuk menganalisis permasalahan
tersebut. Adapun konsep-konsep yang akan digunakan adalah konsep pasar tenaga kerja dan
competition state. Konsep-konsep ini dirasa relevan digunakan dalam menganalisa liberalisasi
pasar tenaga kerja di Indonesia.

Adam Smith dan David Ricardo menjelaskan mengenai ekonomi klasik, dimana
pandangan ini melihat individu sebagai manusia sebagai makhluk rasional dan akan memilih
alternatif yang terbaik bagi dirinya31. Sehingga akan berusaha untuk mendapatkan
memaksimalkan usahanya demi terpenuhinya kepentingan pribadi. Pasar dilihat sebagai
tempat bertemunya antara produsen dan konsumen. Masing-masing pihak bekerja demi
kepentingan pribadinya namun berusah untuk menekan terjadinya konflik diantara mereka.
Sehingga akan muncul mekanisme harga di pasar, dimana adanya invisible hand yang mengatur
terjadinya proses permintaan dan penawaran dan akan memunculkan keseimbangan pasar.

Negara tidak boleh mencampuri urusan pasar, karena bisa dianggap akan mengganggu
jalannya pasar karena seringkali dominasi pemerintah hanya akan menguntungkan pihak
tertentu saja. Negara hanya berperan dalam melindungi masyarakatnya bila terjadinya konflik
baik konflik internal maupun eksternal. Selain itu, negara berfungsi sebagai penyedia layanan
baik itu infrastruktur, maupun sarana dan prasarana publik demi keberlangsungan mekanisme
pasar didalam negara.
Hubungan antara negara dengan pasar dengan tegas dipisahkan, meskipun pasar sendiri
berada didalam sistem negara itu. Sebab pasar dianggap sebagai sistem yang bisa meregulasi
dan berjalan secara otomatis dengan adanya invisible hand tadi.

Pandangan klasik memiliki kelemahan dalam prakteknya begitu sulit untuk memisahkan
peranan negara terhadap politik. Kemudian dalam mekanisme pasar, invisible hand merupakan
hal yang sulit dijelaskan karena seringkali tidak selamanya pembeli dan penjual bertemu dalam
satu pasar. Selain itu bila terjadi monopoli pasar, maka ketika pemerintah dilarang untuk
mengintervensi pasar maka masyarakat juga yang akan dirugikan

2.2. PEMBAHASAN

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

Pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat sebelum tahun 1997, mengantarkan Indonesia
sebagai salah satu macan Asia. Pertumbuhan ekonomi tersebut mampu memacu pertumbuhan
di sektor-sektor lain. Termasuk membawa dampak positif terhadap ketenagakerjaan Indonesia.
Akan tetapi kondisi ini tidak sustainable, karena pada pertengahan tahun 1997 krisis ekonomi
melanda Indonesia. Kondisi perekonomian bangsa Indonesia porak poranda, karena basis
ekonomi yang rapuh. Dunia usaha dan dunia industri gonjang-ganjing, yang ditandai dengan
bangkrutnya beberapa perusahaan. Bahkan beberapa perusahaan hengkang ke luar negeri
mencari negara-negara baru sebagai home base yang biaya produksinya lebih murah.

Dampak dari bangkrutnya perusahaan, banyak tenaga kerja yang kehilangan


pekerjaanya. PHK dilakukan oleh beberapa perusahaan dalam rangka efisiensi agar produksi
tetap berjalan. Di sisi lain pencari kerja baru bermunculan ke permukaan yang

ikut bertanding dalam memperebutkan lapangan kerja. Dengan demikian jumlah


pengangguran meningkat secara tajam, sebagai akumulasi dari akibat PHK dan angkatan kerja
baru. Sementara daya serap lapangan kerja sangat minim karena tidak adanya pembukaan
usaha baru.

Anehnya di antara membludaknya angka pengangguran tersebut, ternyata masih ada


beberapa lowongan pekerjaan yang tidak terisi. Lowongan tersebut tidak dapat terisi karena
adanya tuntutak keahlian, ketrampilan, dan keprofesionalan yang kurang dimiliki oleh tenaga
kerja lulsan lembaga pendidikan Indonesia. Lembaga pendidikan hanya mampu meluluskan
tenaga kerja yang tidak siap pakai. Akibatnya banyak pengangguran terdidik yang tidak terserap
oleh lapangan kerja. Banyak dampak yang potensial terjadi dari pengangguran tenaga kerja
terdidik. Oleh karena itu perlu upaya nyata dari dunia pendidikan untuk menyiapkan lulusannya
agar mampu terserap oleh lapangan kerja. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan
pencermatan kembali substansi kurikulum. Kurikulum harus mampu memberikan pengalaman
nyata terhadap peserta didik. Kewiraswastaan menjadi mata kajian yang harus diajarkan sejak
SLTA. Selanjutnya program magang perlu dirumuskan kembali dengan melibatkan dunia usaha
dan dunia industri agar implementasinya dapat memberikan sumbangan yang signifikan
terhadap penyiapan tenaga kerja. Dengan langkah-langkah strategis tersebut, maka
pengangguran dan khususnya pengangguran tenaga kerja terdidik dapat dikurangi jumlahnya.

3.2 SARAN

Untuk mengurangi tingkat pengangguran, maka harus ada peran pemerintah. Pemerintah
harus bisa mengeluarkan kebijakan yang bisa terciptanya lapangan pekerjaan, serta menjalankan
kebijakan yang konsisten tersebut dengan sungguh-sungguh sampai terlihat hasil yang maksimal.
Pemerintah memberikan penyuluhan, pembinaan dan pelatihan kerja kepada masyarakat untuk
bisa menciptakan lapangan pekerjaan sendiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya masing-
masing untuk mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktifitas
dan kesejahteraan. Selain dari pemerintah, masyarakat juga harus ikut berpartisipasi dalam upaya
pengurangan jumlah pengangguran yang terjadi di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Baswir, Revrisond, 1997, Agenda Ekonomi Kerakyatan, Yogyakarta:IDEA – Pustaka Pelajar.

--------, dkk. 2003, Terjajah di Negeri Sendiri, Jakarta: ELSAM. Biro Pusat Statistik, 1997, Indikator
Kesejahteraan Sosial.

--------, 1980, 1985, 1995, 1997, 1998, Statistik Tahunan Indonesia. Depnaker, 1997, Direktorat
Informasi Pasar Kerja.

Depnakertrans, 2003, Direktorat Diaguna - Ditjen PPTKDN.

Gajah Kusumo, 2004, Bahaya kemiskinan & pengangguran tetap mengancam, Jakarta: Bisnis
Indonesia.

Tobing, Elwin, 2004, Pendidikan, Pasar Tenaga Kerja dan Kewiraswastaan, Jakarta: The
Prospect.

---------, 2005, Pengangguran Tenaga Kerja Terdidik, Jakarta: The Prospect.

Gie, Kwik Kian, 1998, Gonjang-Ganjing Ekonomi Indonesia: Badai Belum akan Segera

Berlalu, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Wirosuhardjo, Kartono, 1986, Kebijaksanaan Kependudukan dan Ketenagakerjaan di

Indonesia, Jakarta: Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi UI. Harian Terbit, 30 Desember 1998

Anda mungkin juga menyukai