Anda di halaman 1dari 18

ASKEP KEGAWATDARURATAN PADA

PASIEN DENGAN FRAKTUR

Oleh :

Felix Roynaldo Falirat

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA

MANADO

2021/2022
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat
dan karunianya saya dapat menyelesaikan tugas “Askep Kegawatdaruratan pada Pasien dengan
Fraktur”.

Terima kasih kepada dosen mata kuliah keperawatan gawat darurat yang telah membantu
dan membimbing kami dalam menyelesaikan tugas ini. Dan saya juga mengucapkan terima kasih
kepada teman-teman yang telah mendukung dan membantu saya sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas ini.

Saya menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan, oleh sebab itu saya
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk menjadi acuan bagi saya agar menjadi lebih
baik lagi dalam menyusun tugas yang ada.

Semoga kajian literatur tentang Askep Kegawatdaruratan pada Pasien dengan Fraktur
ini, dapat menambah wawasan para pembaca dan dapat bermanfaat untuk perkembangan dan
peningkatan ilmu pengetahuan.

Manado, Mei 2021

Penyusun

Felix Roynaldo Falirat


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Tujuan

 BAB II ISI

A. Pengertian
B. Etiologi
C. Patofisiologi
D. Tanda dan Gejala
E. Pemeriksaan Penunjang
F. Penatalaksanaan

KONSEP ASUHAH KEPERAWATAN


A. Pengkajian
B. Diagnose keperawatan
C. Intervensi

 BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran  

 DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat ini penyakit musculoskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-
pusat pelayanan Kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah menetapkan decade ini
(2000-2010) menjadi decade tulang dan persendian. Penyebab fraktur terbanyak adalah
karena kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas ini, selain menyebabkan fraktur,
menurut WHO juga menyebabkan kematian 1,25 juta orang setiap tahunnya, dimana
Sebagian besar korbanya adalah remaja atau dewasa muda.
Trauma langsung akibat benturan akan menimbulkan garis fraktur transversal dan kerusakan
jaringan lunak. Benturan yang lebih keras disertai dengan penghimpitan tulangakan
mengakibatkan garis frakturkominutif diikuti dengan kerusakan jaringan lunak yang lebih
luas. Trauma tidak langsung mengakibatkan fraktur terletak jauh dari titik trauma dan
jaringan sekitar fraktur tidak mengalami kerusakan berat.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi fraktur
2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya fraktur
3. Untuk mengetahui patofisiologi fraktur
4. Untuk mengetahui penatalaksanaan fraktur
5. Untuk mengetahui askep teoritis fraktur
BAB II
ISI

A. FRAKTUR
1. Pengertian
Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang
disebabkan oleh kekerasan. (E. Oerswari, 1989 : 144).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000 : 347).
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar.
Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana
potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999 : 1138).
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat
trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih
banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan
perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan pendertia jatuh dalam syok (FKUI,
1995:543)
Fraktur olecranon adalah fraktur yang terjadi pada siku yang disebabkan oleh
kekerasan langsung, biasanya kominuta dan disertai oleh fraktur lain atau dislokasi
anterior dari sendi tersebut (FKUI, 1995:553).

2. Etiologi
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
a. Cedera traumatic
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang pata
secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan
kerusakan pada kulit diatasnya.
2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan,
misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor
dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
1) Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali dan progresif.
2) Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat
timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
3) Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang
mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi
diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau
oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
c. Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada
penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.

3. Patofisiologi
4. Tanda dan Gejala
a. Deformitas
Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya
perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :
1) Rotasi pemendekan tulang
2) Penekanan tulang
b. Bengkak : edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam
jaringan yang berdekatan dengan fraktur
c. Echumosis dari Perdarahan Subculaneous
d. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
e. Tenderness/keempukan
f. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan
kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
g. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/perdarahan)
h. Pergerakan abnormal
i. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
j. Krepitasi (Black, 1993 : 199).

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto Rontgen
 Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung
 Mengetahui tempat dan type fraktur
 Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama proses
penyembuhan secara periodic
b. Skor tulang tomography, skor C1, Mr1 : dapat digunakan mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak.
c. Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
d. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau menrurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple)
Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma
e. Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi multiple atau
cedera hati (Doenges, 1999 : 76 ).

6. Penatalaksanaan
a. Fraktur Reduction
Manipulasi atau penurunan tertutup, manipulasi non bedah penyusunan Kembali
secara manual dari fragmen-fragmen tulang terhadap posisi otonomi sebelumnya.
Penurunan terbuka merupakan perbaikan tulang - terusan penjajaran insisi
pembedahan, seringkali memasukkan internal viksasi terhadap fraktur dengan kawat,
sekrup peniti plates batang intramedulasi, dan paku. Type lokasi fraktur tergantung
umur klien.
Peralatan traksi :
 Traksi kulit biasanya untuk pengobatan jangka pendek
 Traksi otot atau pembedahan biasanya untuk periode jangka panjang.
b. Fraktur Immobilisasi
 Pembalutan (gips)
 Eksternal Fiksasi
 Internal Fiksasi
 Pemilihan Fraksi
c. Fraksi terbuka
 Pembedahan debridement dan irigrasi
 Imunisasi tetanus
 Terapi antibiotic prophylactic
 Immobilisasi (Smeltzer, 2001)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
 Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat
kelemahan reflek batuk.
 Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit
dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
 Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi
jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin,
sianosis pada tahap lanjut
 Disability
Menilai kesadaran dengan cepat apakah sadar, tanpa respon terhadap nyeri atau sama
sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan menggunakan GCS. Adapun cara yang cukup
jelas dan cepat adalah
A : Awake
V : Voice responsive
P : Pain responsive
U : Unresponsive
 Eksposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari cedera yang mungkin ada.
Jika ada kecurigaan cidera leher atau tulang belakang maka imobilisasi in live harus
dikerjakan.
2. Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder dilakukan dengan menggunakan metode SAMPLE yaitu sbb :
S : Sign and symptom
A : Allergres
M : Medication
P : Prerious medical/surgical history
L : Last meal
E : Event/environment
Pengkajian sekunder dapat dilakukan dengan cara mengkaji data dasar klien yang
kemudian digolongkan dalam SAMPLE
 Aktivitas/istirahat
 Sirkulasi
 Psikososial
 Makanan/cairan
 Nyeri/kenyamanan
 Pernapasan
 Keamanan

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
2. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan perubahan sirkulasi
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
C. Intervensi Keperawatan
No Dx Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan Tindakan keperawatan Intervensi utama : manajemen nyeri
selama 1x8 jam diharapakan : Observasi
dengan agen pencedera
 Kemampuan menuntaskan aktivitas  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
fisik meningkat kualitas, intensitas nyeri
 Keluhan nyeri menurun  Identifikasi skala nyeri
 Tidak meringis  Identifikasi respon nyeri non verbal
 Sikap protektif menurun  Identifikasi factor yang memperberat dan
 Tidak gelisan memperingan nyeri
 Kesulitan tidur menurun  Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
 Diaforesis menurun  Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 Perasaan depresi menurun  Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Ketegangan otot menurun  Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
 Pola napas membaik diberikan
 Tekanan darah membaik  Monitor efek samping pengguanaan analgetic
 Proses berpikir membaik Terpeutik
 Fungsi berkemih membaik  Berikan Teknik non farmakologis untuk mengurangi
 Nafsu makan membaik rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, terapi music, terapi
 Pola tidur membaik pijat, aromaterapi, Teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi bermain)
 Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, kebisingan, pencahayaan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan mengguanakan analgetic secara tepat
 Ajarkan Teknik non farmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetic
2 Gangguan integritas Setelah dilakukan Tindakan keperawatan Intervensi utama : Perawatan luka
selama 1x8 jam diharapkan : Observasi
kulit/jaringan berhubungan
 Elastisitas meningkat  Monitor karakteristik luka (mis. Drainase, ukuran,
dengan perubahan sirkulasi  Hidrasi meningkat warna, bau)
 Perfusi jaringan meningkat  Monitor tanda-tanda infeksi
 Nyeri menurun Terapeutik
 Perdarahan menurun  Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
 Kemerahan menurun  Cukur rambut di sekitar daerah luka
 Hematoma menurun  Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih
 Pigmentasi abnormal menurun nontoksik, sesuai kebutuhan
 Jaringan parut menurun  Bersihkan jarigan nekrotik
 Nekrosis menurun  Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi
 Abrasi kornea menurun  Pasang balutan sesuai jenis luka
 Suhu kulit membaik  Pertahankan Teknik steril saat melakukan perawatan
 Sensasi membaik luka
 Tekstur membaik  Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
 Pertumbuhan rambut membaik  Jadwalkan perubahan posisi setiap dua jam atau pasien
 Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kg BB/hari dan
protein 1,25-1,5 g/kgBB/hari
 Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis. Vitamin
C, Zinc, asam amino),sesuai indikasi
 Berikan terapi TENS (stimulasi saraf
transkutanecus),jika perlu
Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan
protein
 Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
Kolaborasi
 Kolaborasi prosedur debridement
(mis.enzimatik,biologis.meksnis,autolitik),jika perlu
 Kolaborasi pemberian antibiotik,jika perlu

3 Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan Tindakan keperawatan Intervensi utama : dukungan ambulasi
selama 1x8 jam diharapkan : Observasi
berhubungan dengan nyeri
 Pergerakan ekstremitas meningkat  Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainya
 Kekuatan otot meningkat  Identifikasi toleransi fisik malakukan ambulasi
 Rentang gerak (ROM) meningkat  Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum
 Nyeri menurun memulai ambulasi
 Kecemasan menurun  Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
 Kaku sendi menurun Terapeutik
 Gerakan tidak terkoordinasi menurun  Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu
 Gerakan terbatas menurun (mis.tongkat, kruk)
 Kelemahan fisik menurun  Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik,jika perlu
 Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
 Anjurkan melakukan ambulasi dinj
 Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan
(mis.berjalan dari tempat tidur ke kursi roda,berjalan
dari tempat tidur ke kamar mandi,berjalan sesuai
toleransi)
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000 : 347).

2. Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar.

3. Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial
untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999 : 1138).

B. Saran

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada makalah ini. Oleh karena
itu, kami mengharapkan kritik yang membangun bagi makalah ini, agar kami dapat berbuat
lebih baik dikemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami kelompok III
dan pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Cuikshe.2014. “Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Sistem


Muskuloskeletal”.https://id.scribd.com/doc/201168084/Asuhan-Keperawatan-Gawat-
Darurat-Pada-Sistem-Muskuloskeletal. (diakses pada 03 Mei 2021)

Widya, Arifa.
https://www.academia.edu/7294394/ASUHAN_KEPERARAWATAN_KEGAWATDARUTAT
AN_SISTEM_MUSKOLOSKELETAL_DENGAN_FRAKTUR. (diakses pada 03 Mei2021)

PPNI (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik.
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Kepeawatan
Indonesia. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Kepeawatan
Indonesia. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai