Anda di halaman 1dari 8

Sejarah kemunculan persoalan teologis dalam islam

Persoalan-persoalan teoritis muncul setelah Nabi Muhammad SAW wafat,sekumpulan


kaum Anshar (sahabat-sahabat Nabi dari Madinah) yang dipimpin oleh Saad bin Ubaidah (ketua
kaum Anshar dari Khazraj) berkumpul disuatu tempat yang bernama Saqifah Bani Sa’idah
unntukmencari khlaifah (pengganti Nabi yang sudah wafat).kaum Muhajirin (sahabat-sahabat
awal dari mekah yang pindah ke Madinah) datang bersama-sama ke tempat itu dipimpin oleh
Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a.Setelah berdebat sengit ersepakatlah mereka mengangkat sahabat
yang paling utama Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai khalifah yang pertama.

Pada tahun 30 hijriyah muncullah paham syi’ah yang dikobarkan oleh Abdullah bin
Saba’ yang beroposisi terhadap khalifah Utsman bin Affan.Abdullah bin Saba’ adalah seorang
pendeta Yahudi dari Yaman yang masuk islam.Ketika datang ke Madinah ia tidak begitu
mendapat penghargaan dari khalifah dan umat islam yang lain sehingga ia merasa jengkel.
Sesudah terjadi “peperangan Siffin”,peperangan antara saudara sesama islam,yaitu antara tentara
khalifah Ali bin Abi Thalib dengan tentara Mu’awiyah bin Abu Sufya(gubernur Syiria) pada
tahun 37 Hijriyah timbul pula firqah Khawarij,yaitu orang-orang yang keluar dari Mu’awiyah r.a
dan dari Ali r.a.

Pada permulaan abad 2 H timbul pula kelompok Mu’tazilah,yaittu kelompok yang


dipimpin oleh Washil bin Atha (80-113 H) dan Umar bin Ubaid (wafat 145 H).Kaum Mu’tazilah
ini mengeluarkan fatwa yang ganjil-ganjil, seperti “manzilah bainal manzilatain”, yakni sebuah
tempat diantara dua tempat,ada tempat lain selain surga dan neraka.kaum Mu’tazilah juga
mengatakan bahwa tidak ada sifat Tuhan,bahwa Al-Quran itu makhluk,bahwa mi’raj Nabi hanya
ruh nya saja,bahwa pertimbangan akal lebih didahulukan daripada hadis-hadis Nabi,surga dan
neraka akan lenyap,dan fatwa-fatwa keliru lainnya.Kemudian timbul pula paham Qadariyah yang
mengatakan bahwa perbuatan manusia diciptakan oleh manusia sendiri,tidak bersangkut paut
dengan Tuhan.Hak mencipta telah didiberikan Tuhan kepada manusia sehingga Tuhan tidak tahu
dan tidak peduli lagi terhadap apa yang akan diperbuat oleh manusia.Kemudian,timbul pula
Jabariyah yang mengatakan bahwa segala yang terjadi datang dari Tuhan,manusia tidak
mememiliki daya apapun,tidak ada usaha dan tidak ada ikhtiar.

Kemudian,timbul pula Mujassimah,yakni paham yang menyerupakan Tuhan dengan


makhluk yang mempunyai tangan,kaki,duduk dikursi,turun dari tangga; Tuhan adalaah cahaya
seperti lampu dan lain-lain.Kemudian lahir pula aliran-aliran keliru tentang tawasul dan
wasilah,tentang ziarah dan istighatsah dari Ibnu Taimiyah yang semua itu mengacaukan dunia
islam dan kaum muslim.(Sirajudin,2001; 29-30)

A. Status dan Nasib Pelaku Dosa Besar


Imam Hasan Bashri berpendapat bahwa orang mukmin yang mengerjakan dosa
besar,seperti membunuh,durhaka kepada orang tua dan lain-lain,tidak menjadi kafir
karena perbuatannya itu.Ia tetap sebagai seorang mukmin,tetapi mukmin yang
durhaka.Seandainya meninggal sebelum bertobat,ia akan dimasukkan ke neraka untuk
beberapa waktu,tetapi kemudian akan dikeluarkan darinya dan kemudian dimasukan ke
dalam surga setelah selesai menjalani hukumannya.

Sementara itu,sang murid Washil bin ‘atha’, imam kaum Mu’tazilah berpendapat
lain.Menurrutnya orang mumkin yang melakukan dosa besar dan tidak sempat bertubat
sebelum meninggal dunia maka ia tergolong orang yang tidak mukmin dan juga tidak
kafir,melainkan dia berada diantara keduanya.Ia akan dimasukkan kedalam neraka untuk
selamanya seperti orang kafir,hanya saja tingkat kepanasan nya lebih ringan atau lebih
dingin dari neraka orang-orang kafir.inilah posisi yang disebut oleh kaum Mu’tazilah
sebagai al-manzilah bain al-manzilatain,yakni tempat diantara dua tempat.

Ahlus Sunnah wal-jamaah mendapat beberapa kemungkinan:

 Boleh jadi, dosanya diampuni oleh Tuhan dengan kemurahan-Nya karena


Tuhan itu Maha Pengasih dan Pemurah.sesudah iitu ia dimasukkan kedalam
surga tanpa hukuman.
 Boleh jadi, ia mendapat syafaat dari dari Nabi Mhammad SAW.,yakni
dibantu oleh Nabi Muhammad SAW sehingga ia di bebaskan Tuhan dan tidak
mendapat hukuman dan langsung masuk surga.
 Kalau yang dua diatas tidak diperoleh,ia akan dihukum dan dimasukkan
kedalam neraka untuk sementara,dan akhirnya dikeluarkan setelah menjalani
hukuman dan dimasukkan kedalam surga.Disurga,dia kekal selamanya karena
ketika didunia dia termasuk orang mukmin.

Tiga kemungkinan ini didasarkan pada ayat dalam Al-Quran dan hadis-hadis yang
shahih,diantaranya dalam Q.S. An-Nisa ayat 4 yang artinya :

“sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa karena mempersekutukan-Nya


(syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia
kehendaki.Barang siapa mempersekutukan Allah,maka sungguh dia telah berbuat dosa
yang besar.

Didalam hadis juga diterangkan sebagai berikut; “maka Tuhan berfirman, ‘Demi
kegagahan-Ku, demi kebesaran-Ku, demi ketinggian-Ku dan demi keagungan-Ku, aku
akan keluarkan dari neraka semua orang yang mengucapkan “Tiada Tuhan yang berhak
disembah melainkan Allah”.” (H.R. Bukhari shahih Bukhari IV hal, 211)

B.Perbuatan Manusia dan Kaitannya dengan Perbuatan Tuhan


Qadariyah mengemukakan dalil-dalil, baik akal maupun naql. Secara akal, mereka
beragumentasi bahwa seandainnya perbuatan manusia sekarang ini dijadikan oleh Tuhan,
mengapa mereka diberi pahala kalau berbuat baik dan disiksa kalau berbuat maksiat, padahal
yang membuat atau menciptakan perbuatannya itu adalah Allah Ta'ala? Jika demikian
keadaannya, menurut mereka, Tuhan itu tidak adil.

Dalil-dalil naql yang dikemukakan oleh kelompok Qadariyah adalah ayat-ayat Al-Quran yang
juga ditafsirkan oleh mereka sendiri, sebagai berikut.

Q.S.Ar-Ra'd [13]:11:

Artinya:

".... Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah
keadaan diri mereka sendiri...."

(Q.S. Ar-Ra'd [13]:11)

Berdasarkan tafsiran mereka terhadap ayat di atas, bahwa Tuhan tidak bisa atau tidak mampu
mengubah nasih atau keadaan manusia, kecuali kalau mereka sendiri mengubah nasib atau
keadaannya. Kekuasaan Tuhan dalam soal ini tak ada lagi karena sudah diberikan kepada
manusia.

Fatwa kaum Qadariyah ini ditentang oleh kelompok Ahlus Sunnah karena bertentangan dengan
hadis dan ayat-ayat Al-Quran serta salah dalam berlogika mengenai keadilan Tuhan,bahkan
keliru dalam menafsikan ayat-ayat Al-Quran tersebut .

Argumentasi yang dikemukakan oleh kelompok Ahlus Sunnah adalah beberapa dalil berikut ini.

Q.S Ash-Shafat [37]:96:

Artinya:

"Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu".

(Q.S Ash-Shafa[37]:96)

Ayat di atas dimenunjukan bahwa yang menjadikan manusia dan yang menjadikan perkerjaan
yang dilakukan manusia adalah Tuhan, bukan manusia.

Adapun pendapat dari beberapa kaum yakni :

1. Jabariyah, Aliran Jabariyah memahami bahwa manusia tidak berkuasa atas perbuatannya.
Hanya Allah Swt sajalah yang menentukan dan memutuskan segala amal perbuatan manusia.
Semua amal perbuatan itu adalah atas qudrat dan iradat-Nya. Manusia tidak mempunyai
otoritas sama sekali dalam mewujudkan perbuatannya (Ijbari). Dalam paham jabariyah,
perbuatan manusia dalam hubungannya dengan Tuhan sering digambarkan bagai bulu ayam
yang diikat dengan tali dan digantungkan di udara.

2. Qadariyah dan Mu’tazilah Kelompok aliran Qodariah dan Mu tazilah berpendapat bahwa
Allah Swt. telah membekali manusia sejak lahir dengan qudrat dan iradat- Nya, yaitu
kemampuan untuk mewujudkan perbuatannya sendiri dengan akal dan ajaran agama sebagai
pedoman. Manusia dan jin adalah makhluk Allah Swt yang diberi kebebasan untuk menentukan
perbuatannya. Karena manusia bebas, merdeka, dan memiliki kemampuan mewujudkan
perbuatannya, maka harus mempertanggungjawabkan perbuatan tersebut di hadapan Allah
Swt. Jika melakukan yang baik, maka akan mendapat balasan berupa nikmat dan karunia yang
besar. Sebaliknya, jika banyak berbuat jahat maka akan disiksa. Karena perbuatan itu diciptakan
dan diwujudkan oleh manusia sendiri, wajar dan adil kalau Tuhan menyiksa atau member
pahala.

3. ‘Asy’ariyah dan Maturudiyah Aliran Asy‘ariyah dan Maturidiyah dalam memahami perbuatan
manusia mengambil jalan tengah (tawazun/moderat), yaitu antara Jabariyah dan Qadariyah
(Mu‘tazilah). Asy‘aryah menggunakan teori ―al- Kasb dalam menggambarkan perbuatan
manusia dalam kaitannya dengan perbuatan Tuhan. Menurut Asy‘ariyah, perbuatan manusia
adalah proses sintesa (perpaduan) antara energi sebagai ciptaan dan wujud kehendak Allah
dengan kehendak manusia dalam mewujudkan perbuatannya.

A. Sifat-sifat Tuhan

Sifat wajib Allah tebagi atas empat bagian yaitu:


 Nafsiah
sifat nafsiyah yaitu sifat yang berhubungan dengan dzat allah sifat nafsiyah ini hanya satu
yaitu wujud(ada)
 Salbiah
Sifat salabiah yaitu : meniadakan adanya sifat sebaliknya yakni sifat sifat yang tidak
sesuai tidak layak dengan kesempurnaan dzat , sifat salabiyah ini ada lima yaitu
1. Qidam (dahulu)
2. Baqa : (kekal)
3. Qiyamuhu bi nafsihi (berdiri sendiri)
4. Wahdaniyah ( keesaan)
 Ma’ani
Yaitu sifat sifat abstrak yang wajib ada pada allah, yang termasuk sifat ma’ani ada tujuh
yaitu :
1. Qudrah : berkuasa
2. Iradat : berkehendak
3. Ilmu : mengetahui
4. Hayat : hidup
5. Sama : mendengar
6. Basar : melihat
7. Kalam : berbicara
 Ma’nawiah
Adalah sifat kalaziman dari ma’ani sifat ma’nawiyah tidak dapat berdiri sendiri, sebab
setiap ada sifat ma’ani pasti ada sifat ma’nawiyah . jumlah sifat ma’nawiyah sama
dengan ma’ani ada tujuh.
1. Qadiran : maha berkuasa
2. Muridan : maha berkehendak
3. Aliman : maha mengetahui
4. Hayyan : maha hidup
5. Sami’an : maha mendengar
6. Basiran : maha melihat
7. Mutakaliman : maha berbicara

Kaum mu’tazilah mengatakan bahwa tuhan tidak mempunyai sifat. tuhan melihat dan
mendengar bukan dengan sifatnya.mu’tazilah berpendapat bahwa pendengaran , pengelihatan
dan perkataan tuhan terjadi melalui zat nya bukan sifatnya.mereka memnfatwakan dan bahkan
pernah memaksa orang untuk meyakini bahwa Al-qur’an itu makhluk dan hadist (baru) , bukan
kata allah yang qadim sebagaimana yang dipahami oleh kelompok ahlus sunnah wal jama’ah.
fatwa ini tentu saja menghebohkan dunia islam dan menyebabkan ribuan kematian ulama islam
yang dibunuh pada abad ke 2 hijriyah dalam peristiwa “Quran mahkluk”

Allah berfirman dalam Q.S.al- hasyr (59) : 22 yang artinya :

“dialah allah , tidak ada tuhan selain dia . mengetahui yang gaib dan yang nyata , dialah yang
maha pengasih dan maha penyang”

Dalam ayat ini di sebutkan secara ekpilisit nama zat , yaitu allah dan ada sifatnya yaitu
alimun (yang mengetahui) menurut bahasa arab alimun adalah sifat allah , semua orang arab dan
orang yang mempelajari bahasa arab mengetahui hal ini . Al-Quranul karim ditrunkan dalam
bahasa arab karena harus diartikan sesuai dengan tata bahasa arab.

Namun ada pula sifat yang mesti ada dan 20 mustahil dia tidak ada seperti sebagai
berikut:

1. Wujud : tuhan ada


2. Qidam : bahwa tuhan tidak berpemulaan keberadaan nya
3. Baqa : mustahil dia akan lenyap (habis)
4. Mukhalafatuhu ta’ala lil hawadisi : tuhan berlainan dengan sekalian makhluk dan
mustahil dia serupa
5. Qiyamuhu binafsihi : tuhan berdiri sendiri tidak membutuhkan orang lain
6. Wahdaniyah : tuhan bersifat esa mustahil tuhan berbilang banyak
7. Qudrat : berarti kuasa mustahil allah lemah
8. Iradah : berarti menetapkan sesuatu menurut kehendaknya
9. Ilmu : berarti bersifat ilmu atau berpengetahuan
10. Hayat : berarti hidup mustahil allah mati.
11. Sama : bersifat mendengar mustahil allah tuli.
12. Bashar : berarti melihat dan mustahil dia buta .
13. Kalam : berarti berkata mustahil allah bisu .
14. Kaunuhu qadiran: berarti tuhan selalu dalam keadaan berkuasa mustahil dia lemah
15. Kaunuhu muridan :berarti selalu dalam keadaan mengkhendaki mustahil dia tidak
mengkhendaki
16. Kaunuhu aliman : selalu dalam keadaan tahu mustahil allah tidak tahu
17. Kaunuhu hayan : selalu dalam keadaan hidup mustahil allah mati
18. Kaunuhu sami’an : selalu dalam keadaan mendengar mustahil ia tuli
19. Kaunuhu bashiran : selalu dalam keadaan melihat mustahil ia tuli
20. Kaunuhu mutakaliman : selalu dalam keadaan berkata mustahil ia bisu

B. Pemikiran Teologi Pada Masa Modern

Abad modern dimulai dari tahun 1800M sampai sekarang pada oeriode ini timbul
kesadaran pada diri para pemimpin islam setelah adanya kontak dengan dunia barat pada abad ke
18 dan abad ke 19 yang lalu. Adanya kontak itu menyebabkan mereka dapat mengadakan
perbandingan antara dunia islam yang sedang menurun dan dunia barat yang semakin menaik.
Abad modern ditandai dengan kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

Selanjutnya , para ahli mencoba mengidentifikasi pola hidup modern yang mulai
diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan yaitu sikap , menjaga waktu , dinamis , toleran ,
terbuka , orientasi pada masa depan , status sosial karena prestasi , keterkaitan pada lingkungan
yang lebih luas berupa bangsa , pergaulan internasional . semangat berpikir rasional juga
menandai abad modern tersebut . itulah sebab nya eropa yang ditandai oleh berbagai kemajuan
serta sikap rasionalnya sering disebut juga sebagai pengejawantahan dari semangat yunani .
mereka pada umumnya menguasai dunia , termasuk negara negara yang mayoritas penduduknya
islam itulah sebabnya pengaruh eropa terhadap dunia islam .

Pengaruh tersebut diawali dengan hubungan dagang di wilayah dunia islam bagian timur
setelah ditemukkan nya jalur india oleh vasco de gama 1498 M.

Penetrasi perdagangan dan politik kini didukung oleh operasi keuangan,tidak berlebihan
kalau dikatakan bahwa ketika kelompok kelas terdidik itu berada di berbagai negara islam ,
mereka menyadari posisinya ditengah dunia modern dan menemukan dirinya berada dalam
belenggu jaringan keuangan internasioanl. Relevansi ini mengandung arti bahwa pembaharuan
intelektual harus berjalan bergandengan tangan dengan pembaharuan sosial .
Situasi ini berbeda dengan negara lain turki misalnya berada di ujung ekstrem pertama ,
dalam arti mereka telah berpaling dari gagasan gagasan islam , dan secara resmi menerima
pandangan barat . apabila upaya membangkitkan kembali teotologi islam yang dilakukan diturki
berhasil hasilnya teramat penting. Telah banyak yang dilakukan untuk masalah ini dari berbagai
segi. Upaya yang paling berharga dalam kaitan ini dilakukan oleh orang orang yang justru
bidangnya bukan di teologi ,tetapi sastra .

Dengan kata lain, uraian diatas menjelaskan bahwa untuk menuju suatu kemajuan
diperlukan gerakan intelektual terlebih dahulu , dan gerakan intelektual terpenting yaitu
pembaruan dalam bidang teologi paham teologi rasional dan liberal tampaknya lebih sejalan
dengan perkembangan modern . para penganut teologi modern ini tidak banyak menghadapi
kesulitan kesulitan dalam menyesuaikan hidup dengan perkembangan yang timbul dalam
masyarakat modern . perubahan tersebut tidak lepas dari oeran jamaludin al-afghani dan syeikh
muhammad abduh , dua pemimpin modernisme yang utama dalam islam .

Abad ke-13 merupakan periode malapetaka besar bagi sejarah Islam.Pada saat itu,
muncul beberapa tokoh pemikir, yang melakukan pembaharuan, reformasi dari berbagai
kehidupan umat Islam, agar dapat menemukan jati diri mereka, sekaligus mengembalikan
kejayaan Islam di masa lalu.

Ibnu Taimiyah

1. Biografi Singkat Ibn Taimiyah, nama lengkapnya adalah Taqiyuddin Abul Abbas
Ahmad Ibn Abdul Halam Ibn al-Imam Majduddin Abul Barakat Abdussalam Ibn Abil Qasim Ibn
Muhammad Ibn al-Khidir Ibn Ali Ibn Abdullah Ibn Taimiyah al-Harrani. Ia lahir di Harran
(sekarang masuk wilayah Turki) pada hari Senin, 10 R. Awwal 661 H. Bertepatan dengan 22
Januari 1263 M. Dan wafat pada 20 Syawal 728 H./ 1328 M. Pembaharuan

Ibn Taimiyah merupakan salah satu imam hadis, bahkan dikatakan bahwa kalau ada hadis
yang belum diketahuinya bukanlah hadis. Karena tingginya dalam penguasaan ilmu agama dan
detailnya dalam masalah logika, filsafat dan ilmu kalam, maka ia berhak duduk pada derajat
Mujtahid Mutlak.

Pemikiran Ibn Taimiyah

a. Metodologi Penafsiran Sebelum memahami lebih jauh mengenai pemikiran


keagamaan Ibn Taimiyah, sebagai suatu keharusan, terlebih dahulu untuk
mengetahui metodenya dalam memahami dan menafsirkan alQur’an. Karena al-
Qur’an telah memberi inspirasi dan menjadi dasar bagi pendapat-pendapatnya
mengenai permasalahan agama. Ibn Taimiyah tidak pernah menyampaikan fatwa
terkait dengan kehidupan ini, baik persoalan akidah, fiqih, tasauf, maupun
persoalan sosial dan politik, kecuali mendasarkannya kepada alQur’an dan al-
Hadis. Ibn Taimiyah meletakkan tiga metode dalam memahami al-Qur’an, yang
dijadikan dasar dalam pengambilan hukum agama. Pertama, tafsir al-Qur’an
dengan Sunnah Rasul Saw. Kedua, tafsir al-Qur’an dengan ucapan dan perbuatan
para sahabat. Ketiga, tafsir al-Qur’an dengan ucapan dan perbuatan      
b.  Menurut Ibn Taimiyah, Rasul tidak melewatkan satu ayatpun yang diwahyukan
Allah, kecuali disampaikan kepada umatnya dengan penjelasan yang sangat
gambling dan tidak menyisakan pertanyaan lagi. Begitu pula para sahabat, yang
merupakan generasi pertama dan generasi terbaik Islam, yang mengetahui
peristiwa turunnya wahyu dan mendengar penjelasan-penjelasan langsung dari
Rasul atas wahyu Allah itu. Serta pengikut Sahabat atau tabi’in, yang merupakan
generasi kedua, yang menerima ajaran dari generasi pertama, dan telah ditetapkan
oleh Rasul sebagai generasi terbaik Islam. Menurutnya, segala persoalan yang
terjadi pada masa itu sudah mewakili permasalahan umat di masa selanjutnya.

Konsep Teologi
Ibn Taimiyah membagi persoalan teologi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Rububiyah, yaitu bentuk pengesaan kepada Allah dalam tiga hal, yang meliputi
penciptaan, al-Khalq, kepemilikan, al-Malik, pengaturan, al-Tadbir. Artinya,
Allahlah pencipta seluruh jagad raya ini, dan seluruhnya merupakan milik-Nya,
dan Dia pulalah yang mengatur semuanya, sehingga terjadi keharmonisan,
keselarasan dan keserasian gerak alam semesta
2. Al-Uluhiyah, yaitu pengesaan kepada Allah dalam bentuk ibadah, dengan
pengertian bahwa seorang hamba tidak melakukan penyembahan, selain kepada
Allah serta dengan membersihkan segala sekutu bagi-Nya.
Tauhid Asma’ wa al-Sifat, bahwa nama-nama dan sifat Allah telah ditetapkan-Nya
dalam al-Qur’an, sebagaimana Dia menamai dan mensifati diri-Nya dengan tanpa pentakwilan,
penyamaan dengan ciptaan-Nya.Menurut Ibn Taimiyah, ada perbedaan antara tauhid Rububiyah
dengan tauhid Uluhiyah. Perbedaan itu adalah bahwa al-Rabb, berarti bahwa Allah mencipta
hamba-Nya dan memberikan semua ciptaan-Nya kepadanya dan mengatur pada jalan-Nya yang
lurus. Sedangkan al-Ilah, bermakna bahwa Dialah Dzat yang berhak untuk dituhankan dan
disembah dengan rasa cinta, pasrah. Penghormatan, pengagungan serta tidak pula mensekutukan-
Nya dengan yang lain.

Anda mungkin juga menyukai