Pada tahun 30 hijriyah muncullah paham syi’ah yang dikobarkan oleh Abdullah bin
Saba’ yang beroposisi terhadap khalifah Utsman bin Affan.Abdullah bin Saba’ adalah seorang
pendeta Yahudi dari Yaman yang masuk islam.Ketika datang ke Madinah ia tidak begitu
mendapat penghargaan dari khalifah dan umat islam yang lain sehingga ia merasa jengkel.
Sesudah terjadi “peperangan Siffin”,peperangan antara saudara sesama islam,yaitu antara tentara
khalifah Ali bin Abi Thalib dengan tentara Mu’awiyah bin Abu Sufya(gubernur Syiria) pada
tahun 37 Hijriyah timbul pula firqah Khawarij,yaitu orang-orang yang keluar dari Mu’awiyah r.a
dan dari Ali r.a.
Sementara itu,sang murid Washil bin ‘atha’, imam kaum Mu’tazilah berpendapat
lain.Menurrutnya orang mumkin yang melakukan dosa besar dan tidak sempat bertubat
sebelum meninggal dunia maka ia tergolong orang yang tidak mukmin dan juga tidak
kafir,melainkan dia berada diantara keduanya.Ia akan dimasukkan kedalam neraka untuk
selamanya seperti orang kafir,hanya saja tingkat kepanasan nya lebih ringan atau lebih
dingin dari neraka orang-orang kafir.inilah posisi yang disebut oleh kaum Mu’tazilah
sebagai al-manzilah bain al-manzilatain,yakni tempat diantara dua tempat.
Tiga kemungkinan ini didasarkan pada ayat dalam Al-Quran dan hadis-hadis yang
shahih,diantaranya dalam Q.S. An-Nisa ayat 4 yang artinya :
Didalam hadis juga diterangkan sebagai berikut; “maka Tuhan berfirman, ‘Demi
kegagahan-Ku, demi kebesaran-Ku, demi ketinggian-Ku dan demi keagungan-Ku, aku
akan keluarkan dari neraka semua orang yang mengucapkan “Tiada Tuhan yang berhak
disembah melainkan Allah”.” (H.R. Bukhari shahih Bukhari IV hal, 211)
Dalil-dalil naql yang dikemukakan oleh kelompok Qadariyah adalah ayat-ayat Al-Quran yang
juga ditafsirkan oleh mereka sendiri, sebagai berikut.
Q.S.Ar-Ra'd [13]:11:
Artinya:
".... Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah
keadaan diri mereka sendiri...."
Berdasarkan tafsiran mereka terhadap ayat di atas, bahwa Tuhan tidak bisa atau tidak mampu
mengubah nasih atau keadaan manusia, kecuali kalau mereka sendiri mengubah nasib atau
keadaannya. Kekuasaan Tuhan dalam soal ini tak ada lagi karena sudah diberikan kepada
manusia.
Fatwa kaum Qadariyah ini ditentang oleh kelompok Ahlus Sunnah karena bertentangan dengan
hadis dan ayat-ayat Al-Quran serta salah dalam berlogika mengenai keadilan Tuhan,bahkan
keliru dalam menafsikan ayat-ayat Al-Quran tersebut .
Argumentasi yang dikemukakan oleh kelompok Ahlus Sunnah adalah beberapa dalil berikut ini.
Artinya:
"Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu".
(Q.S Ash-Shafa[37]:96)
Ayat di atas dimenunjukan bahwa yang menjadikan manusia dan yang menjadikan perkerjaan
yang dilakukan manusia adalah Tuhan, bukan manusia.
1. Jabariyah, Aliran Jabariyah memahami bahwa manusia tidak berkuasa atas perbuatannya.
Hanya Allah Swt sajalah yang menentukan dan memutuskan segala amal perbuatan manusia.
Semua amal perbuatan itu adalah atas qudrat dan iradat-Nya. Manusia tidak mempunyai
otoritas sama sekali dalam mewujudkan perbuatannya (Ijbari). Dalam paham jabariyah,
perbuatan manusia dalam hubungannya dengan Tuhan sering digambarkan bagai bulu ayam
yang diikat dengan tali dan digantungkan di udara.
2. Qadariyah dan Mu’tazilah Kelompok aliran Qodariah dan Mu tazilah berpendapat bahwa
Allah Swt. telah membekali manusia sejak lahir dengan qudrat dan iradat- Nya, yaitu
kemampuan untuk mewujudkan perbuatannya sendiri dengan akal dan ajaran agama sebagai
pedoman. Manusia dan jin adalah makhluk Allah Swt yang diberi kebebasan untuk menentukan
perbuatannya. Karena manusia bebas, merdeka, dan memiliki kemampuan mewujudkan
perbuatannya, maka harus mempertanggungjawabkan perbuatan tersebut di hadapan Allah
Swt. Jika melakukan yang baik, maka akan mendapat balasan berupa nikmat dan karunia yang
besar. Sebaliknya, jika banyak berbuat jahat maka akan disiksa. Karena perbuatan itu diciptakan
dan diwujudkan oleh manusia sendiri, wajar dan adil kalau Tuhan menyiksa atau member
pahala.
3. ‘Asy’ariyah dan Maturudiyah Aliran Asy‘ariyah dan Maturidiyah dalam memahami perbuatan
manusia mengambil jalan tengah (tawazun/moderat), yaitu antara Jabariyah dan Qadariyah
(Mu‘tazilah). Asy‘aryah menggunakan teori ―al- Kasb dalam menggambarkan perbuatan
manusia dalam kaitannya dengan perbuatan Tuhan. Menurut Asy‘ariyah, perbuatan manusia
adalah proses sintesa (perpaduan) antara energi sebagai ciptaan dan wujud kehendak Allah
dengan kehendak manusia dalam mewujudkan perbuatannya.
A. Sifat-sifat Tuhan
Kaum mu’tazilah mengatakan bahwa tuhan tidak mempunyai sifat. tuhan melihat dan
mendengar bukan dengan sifatnya.mu’tazilah berpendapat bahwa pendengaran , pengelihatan
dan perkataan tuhan terjadi melalui zat nya bukan sifatnya.mereka memnfatwakan dan bahkan
pernah memaksa orang untuk meyakini bahwa Al-qur’an itu makhluk dan hadist (baru) , bukan
kata allah yang qadim sebagaimana yang dipahami oleh kelompok ahlus sunnah wal jama’ah.
fatwa ini tentu saja menghebohkan dunia islam dan menyebabkan ribuan kematian ulama islam
yang dibunuh pada abad ke 2 hijriyah dalam peristiwa “Quran mahkluk”
“dialah allah , tidak ada tuhan selain dia . mengetahui yang gaib dan yang nyata , dialah yang
maha pengasih dan maha penyang”
Dalam ayat ini di sebutkan secara ekpilisit nama zat , yaitu allah dan ada sifatnya yaitu
alimun (yang mengetahui) menurut bahasa arab alimun adalah sifat allah , semua orang arab dan
orang yang mempelajari bahasa arab mengetahui hal ini . Al-Quranul karim ditrunkan dalam
bahasa arab karena harus diartikan sesuai dengan tata bahasa arab.
Namun ada pula sifat yang mesti ada dan 20 mustahil dia tidak ada seperti sebagai
berikut:
Abad modern dimulai dari tahun 1800M sampai sekarang pada oeriode ini timbul
kesadaran pada diri para pemimpin islam setelah adanya kontak dengan dunia barat pada abad ke
18 dan abad ke 19 yang lalu. Adanya kontak itu menyebabkan mereka dapat mengadakan
perbandingan antara dunia islam yang sedang menurun dan dunia barat yang semakin menaik.
Abad modern ditandai dengan kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Selanjutnya , para ahli mencoba mengidentifikasi pola hidup modern yang mulai
diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan yaitu sikap , menjaga waktu , dinamis , toleran ,
terbuka , orientasi pada masa depan , status sosial karena prestasi , keterkaitan pada lingkungan
yang lebih luas berupa bangsa , pergaulan internasional . semangat berpikir rasional juga
menandai abad modern tersebut . itulah sebab nya eropa yang ditandai oleh berbagai kemajuan
serta sikap rasionalnya sering disebut juga sebagai pengejawantahan dari semangat yunani .
mereka pada umumnya menguasai dunia , termasuk negara negara yang mayoritas penduduknya
islam itulah sebabnya pengaruh eropa terhadap dunia islam .
Pengaruh tersebut diawali dengan hubungan dagang di wilayah dunia islam bagian timur
setelah ditemukkan nya jalur india oleh vasco de gama 1498 M.
Penetrasi perdagangan dan politik kini didukung oleh operasi keuangan,tidak berlebihan
kalau dikatakan bahwa ketika kelompok kelas terdidik itu berada di berbagai negara islam ,
mereka menyadari posisinya ditengah dunia modern dan menemukan dirinya berada dalam
belenggu jaringan keuangan internasioanl. Relevansi ini mengandung arti bahwa pembaharuan
intelektual harus berjalan bergandengan tangan dengan pembaharuan sosial .
Situasi ini berbeda dengan negara lain turki misalnya berada di ujung ekstrem pertama ,
dalam arti mereka telah berpaling dari gagasan gagasan islam , dan secara resmi menerima
pandangan barat . apabila upaya membangkitkan kembali teotologi islam yang dilakukan diturki
berhasil hasilnya teramat penting. Telah banyak yang dilakukan untuk masalah ini dari berbagai
segi. Upaya yang paling berharga dalam kaitan ini dilakukan oleh orang orang yang justru
bidangnya bukan di teologi ,tetapi sastra .
Dengan kata lain, uraian diatas menjelaskan bahwa untuk menuju suatu kemajuan
diperlukan gerakan intelektual terlebih dahulu , dan gerakan intelektual terpenting yaitu
pembaruan dalam bidang teologi paham teologi rasional dan liberal tampaknya lebih sejalan
dengan perkembangan modern . para penganut teologi modern ini tidak banyak menghadapi
kesulitan kesulitan dalam menyesuaikan hidup dengan perkembangan yang timbul dalam
masyarakat modern . perubahan tersebut tidak lepas dari oeran jamaludin al-afghani dan syeikh
muhammad abduh , dua pemimpin modernisme yang utama dalam islam .
Abad ke-13 merupakan periode malapetaka besar bagi sejarah Islam.Pada saat itu,
muncul beberapa tokoh pemikir, yang melakukan pembaharuan, reformasi dari berbagai
kehidupan umat Islam, agar dapat menemukan jati diri mereka, sekaligus mengembalikan
kejayaan Islam di masa lalu.
Ibnu Taimiyah
1. Biografi Singkat Ibn Taimiyah, nama lengkapnya adalah Taqiyuddin Abul Abbas
Ahmad Ibn Abdul Halam Ibn al-Imam Majduddin Abul Barakat Abdussalam Ibn Abil Qasim Ibn
Muhammad Ibn al-Khidir Ibn Ali Ibn Abdullah Ibn Taimiyah al-Harrani. Ia lahir di Harran
(sekarang masuk wilayah Turki) pada hari Senin, 10 R. Awwal 661 H. Bertepatan dengan 22
Januari 1263 M. Dan wafat pada 20 Syawal 728 H./ 1328 M. Pembaharuan
Ibn Taimiyah merupakan salah satu imam hadis, bahkan dikatakan bahwa kalau ada hadis
yang belum diketahuinya bukanlah hadis. Karena tingginya dalam penguasaan ilmu agama dan
detailnya dalam masalah logika, filsafat dan ilmu kalam, maka ia berhak duduk pada derajat
Mujtahid Mutlak.
Konsep Teologi
Ibn Taimiyah membagi persoalan teologi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Rububiyah, yaitu bentuk pengesaan kepada Allah dalam tiga hal, yang meliputi
penciptaan, al-Khalq, kepemilikan, al-Malik, pengaturan, al-Tadbir. Artinya,
Allahlah pencipta seluruh jagad raya ini, dan seluruhnya merupakan milik-Nya,
dan Dia pulalah yang mengatur semuanya, sehingga terjadi keharmonisan,
keselarasan dan keserasian gerak alam semesta
2. Al-Uluhiyah, yaitu pengesaan kepada Allah dalam bentuk ibadah, dengan
pengertian bahwa seorang hamba tidak melakukan penyembahan, selain kepada
Allah serta dengan membersihkan segala sekutu bagi-Nya.
Tauhid Asma’ wa al-Sifat, bahwa nama-nama dan sifat Allah telah ditetapkan-Nya
dalam al-Qur’an, sebagaimana Dia menamai dan mensifati diri-Nya dengan tanpa pentakwilan,
penyamaan dengan ciptaan-Nya.Menurut Ibn Taimiyah, ada perbedaan antara tauhid Rububiyah
dengan tauhid Uluhiyah. Perbedaan itu adalah bahwa al-Rabb, berarti bahwa Allah mencipta
hamba-Nya dan memberikan semua ciptaan-Nya kepadanya dan mengatur pada jalan-Nya yang
lurus. Sedangkan al-Ilah, bermakna bahwa Dialah Dzat yang berhak untuk dituhankan dan
disembah dengan rasa cinta, pasrah. Penghormatan, pengagungan serta tidak pula mensekutukan-
Nya dengan yang lain.