A. Pengertian Mu’tazilah
Mu’tazilah berasal dari kata i'tazala yang artinya memisahkan diri. Mu’tazilah berarti kaum yang
memisahkan diri/mengasingkan diri. Mu’tazilah adalah sebuah aliran dalam ilmu Tauhid (theologi
Islam) yang muncul di Basrah pada abad ke-2 Hijriyah /ke-8 Miladiyah. Kehadiran aliran ini bermula
dari tindakan pendirinya Washil bin Atha’ seorang tabi’in yang memisahkan diri dan keluar dari
majelis pengajian gurunya Syeikh Hasan al-Basri di Masjid Raya Basrah.
Pada saat itu, Syeikh Hasan al Basri menerangkan tentang seorang yang sudah beriman kepada
Allah SWT dan Rasul-Nya tetapi melakukan perbuatan dosa besar, maka orang itu tetap muslim
tetapi durhaka. Di akhirat nanti kalau ia wafat sebelum bertobat, maka ia masuk neraka untuk
hukuman atas perbuatan dosanya, tetapi sesudah menjalani hukuman ia dikeluarkan dari dalam
neraka dan dimasukkan ke surga sebagai seorang mu’min dan muslim.
Washil bin Atha berpendapat tidak sesuai dengan gurunya, kemudian membentak lalu keluar
dari majelis dan kemudian mengadakan pengajian sendiri di masjid Basrah. Ia diikuti temannya Umar
bin Ubeid. Ketika itu yang sedang berkuasa di Basrah adalah Khalifah Hisyam bin Abdul Muluk dari
Bani Umaiyah tahun 100-125 H.
Ajaran Mu’tazilah kemudian pecah menjadi beberapa aliran, aliran-aliran Mu’tazilah tersebut
adalah:
Ciri khusus ajaran Mu’tazilah adalah kebebasan berpikir dan pendewaan akal pikiran (rasio) serta
suka berdebat terutama di hadapan umum. Barangsiapa berlainan pendapatnya dengan mereka
kemudian diajak berdebat di hadapan umum. Hampir 200 tahun dunia Islam digoncangkan oleh
perdebatan-perdebatan dari kaum Mu’tazilah dengan tujuan untuk mengalahkan kaum Ahlus-
Sunnah wal-Jama’ah yang sudah banyak diikuti kaum muslimin.
Lima prinsip pokok ajaran Mu’tazilah dijadikan dasar-dasar pokok pengajian yang ditekankan
Mu’tazilah berkisar pada 5 bidang tersebut meliputi:
Prinsip pertama: Tauhid Mutazilah tidak mengakui adanya sifat-sifat Tuhan, tetapi Tuhan adalah
dzat yang tunggal tanpa sifat. Karena itu mereka menfatwakan dan memaksa orang supaya meyakini
bahwa al-Qur’an itu makhluk, baharu, bukan kata Allah yang qadim sebagaimana i’tiqod Ahlus-
Sunnah wal-Jama’ah.
Prinsip kedua: Tuhan itu Adil Manusia dihukum Tuhan karena ia mengerjakan perbuatan dosa
dan diberi pahala oleh-Nya karena ia berbuat baik.
Prinsip ketiga: Tuhan telah berjanji, kata Mu’tazilah, bahwa siapa yang durhaka akan dihukum-
Nya dan siapa yang mengerjakan pekerjaan baik akan diberikan upah.
Prinsip keempat: Kalau seorang mu’min berbuat dosa maka ia dihukum dalam neraka di suatu
tempat lain dari tempatnya orang-orang kafir. Nerakanya agak dingin berada diantara surga dan
neraka yang disebut manzilah baina manzilataini.
Prinsip kelima: Amar ma’ruf nahyi munkar adalah wajib bagi setiap orang Islam. Tetapi yang
ma'ruf bagi kaum Mu’tazilah ialah pendapat mereka, bukan yang ma’ruf menurut al-Qur’an maupun
Sunnah Nabi.
C. Ajaran yang bertentangan dengan Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah
Berpangkal dari 5 prinsip ajaran ini, banyak ajaran yang bertentangan dengan faham Ahlus-Sunnah
wal-Jama’ah, antara lain: