Metode Identifikasi Korban Melalui Saliva Dan Golongan Darah
Metode Identifikasi Korban Melalui Saliva Dan Golongan Darah
Sampel darah adalah spesimen darah yang diambil untuk dilakukan identifikasi baik untuk
keperluan medis dan kepentingan penyelidikan
Golongan darah sistem ABO yang selanjutnya disebut golongan darah merupakan
salah satu indikator identitas seseorang. Pada orang hidup, golongan darah sering digunakan
untuk kepentingan transfusi dan donor, sementara pada orang yang sudah meninggal,
kegunaan golongan darah lebih tertuju pada identifikasi. Pada beberapa kasus kriminal dan non
kriminal misalnya kasus ragu keturunan (disputed parentage), golongan darah bisa menjadi
petunjuk identitas seseorang (Michino et al., 2005; Contreras, 1995). Pada beberapa kasus
kematian dengan barang bukti berupa bercak darah, identifikasi golongan darah ini penting
sekali dalam kaitannya dengan kecocokan golongan darah pada barang bukti karena golongan
Penentuan golongan darah dari jenazah yang masih baru bisa dilakukan langsung
dengan metode aglutinasi direk. Penentuan golongan darah pada bercak darah yang sudah kering
lebih sulit bila dibandingkan dengan penentuan golongan darah dari darah yang masih segar,
terlebih lagi bila bercak darah tersebut sangat tua, hal ini disebabkan sel-sel darah telah hancur
(Idries, 2008).
Penentuan golongan darah pada bercak darah yang sudah kering masih dimungkinkan
karena antigen yang terdapat pada permukaan sel tetap utuh walaupun sel-selnya telah hancur,
dengan pemeriksaan tertentu antigen tersebut dapat direaksikan dengan antibodi sehingga
golongan darah tetap dapat ditentukan, dengan kata lain penetapan golongan darah dilakukan
secara tidak
langsung (Idris, 2008). Metode forensik konvensional untuk identifikasi golongan
darah adalah aglutinasi direk, kombinasi antigen-antibodi yang terdiri dari absorpsi, elusi
absorpsi, inhibisi absorpsi dan beberapa metode lain. Metode- metode inilah yang sering
Pada identifikasi korban jenazah yang telah membusuk ataupun hangus terbakar,
sering sekali identifikasi forensik konvensional tidak dapat ditegakkan, sehingga diperlukan cara
identifikasi forensik lainnya yang lebih akurat yaitu analisis Deoxyribo Nucleic Acid (DNA)
(Yudianto et al., 2009), walaupun demikian pemeriksaan golongan darah dengan metode
konvensional masih banyak digunakan dalam kasus forensik, hal ini disebabkan masih sangat
Teknik analisis DNA yang digunakan dalam genetika modern banyak menggunakan
petanda genetik sebagai alat bantu identifikasi genotip suatu individu. Petanda genetik, biasa
juga disebut dengan petanda atau marker, merupakan ekspresi pada individu yang terlihat oleh
mata atau terdeteksi dengan alat tertentu, yang menunjukkan dengan pasti genotip suatu individu.
Aplikasi petanda genetik sangat luas, khususnya dalam bidang medis (kedokteran) dan kepolisian
darah dengan metode aglutinasi direk dan elusi absorpsi hanya bisa menentukan fenotip golongan
darah tersebut. Kelemahan metode aglutinasi direk dan elusi absorpsi adalah golongan darah
mengeksklusi yang bukan golongan darah tersebut. Pemeriksaan DNA, mendapatkan hasil yang
lebih spesifik karena dapat menentukan alel homozigot atau heterozigot dari seseorang,
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ishida dan kawan-kawan di Jepang tahun
2000, menemukan adanya kebermaknaan analisis DNA dalam menentukan golongan darah tipe
ABO dari rambut dan kuku dari mayat yang sudah membusuk sebagai pembanding fenotip
dengan metode elusi absorpsi. Pada penelitian tersebut ditemukan fenotip dengan metode elusi
absorpsi dan genotip dengan metode Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length
Polymorphism (PCR-RFLP) yang dapat diperiksa dengan metode DNA adalah 88,6 % dan
metode absorpsi elusi adalah 58,6% dari 70 sampel rambut dan kuku (Ishida et al., 2000).
Pada penelitian ini dilakukan terhadap sampel darah atau jaringan tubuh lain,
diharapkan ada kesesuaian atau konsistensi golongan darah dengan menggunakan tiga metode di
atas. Permasalahannya sering didapati hasil pemeriksaan darah pada jenazah dengan menggunakan
metode aglutinasi direk masih terjadi bias. Eritrosit yang menggumpal tampak jelas karena
adanya hemoglobin didalamnya. Pada proses pembusukan terjadi lisis pada dinding eritrosit
sehingga ikatan antiserum dengan antigen pada dinding eritrosit tidak teramati lagi secara visual.
Pada kondisi ini hemoglobin sudah terlepas ke cairan plasma (Contreras, 1995). Dari
prosedur pemeriksaannya lebih rumit dan biaya yang dibutuhkan lebih besar adalah elusi
Permasalahan yang sering timbul pada penentuan identitas seseorang adalah harus
ada pembanding antara temuan postmortem dengan temuan antemortem. Bila tidak ada
pembanding maka sulit ditentukan identitas seseorang. Penentuan golongan darah perlu diangkat
pada penelitian ini karena golongan darah merupakan salah satu data identifikasi yang
tercantum dalam setiap tanda pengenal seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Surat Ijin
Mengemudi (SIM). Hal ini mempermudah proses identifikasi karena ada pembanding, sementara
tehnik identifikasi lain seperti pemeriksaan gigi dan profil DNA tidak ditemukan pada tanda
pengenal tersebut. Walaupun telah dilakukan pada sebagian besar layanan kedokteran forensik,
Pada orang hidup, pemeriksaan golongan darah dengan metode aglutinasi direk
maupun elusi absorpsi sudah diyakini menjadi pemeriksaan standar yang akurasinya dapat
diandalkan, hal tersebut tidak terlepas dari masih aktifnya reaksi antigen antibodi di dalam tubuh
manusia. Namun berbeda halnya dengan jenazah. Pemeriksaan golongan darah pada jenazah
dengan menggunakan metode aglutinasi direk maupun elusi absorpsi secara teoritis masih
diragukan akurasinya, mengingat protein pada dinding sel darah merah setelah kematian
mengalami kerusakan sehingga reaksi antigen antibodi tidak dapat terdeteksi secara visual.
Pada jenazah yang masih baru pemeriksaan golongan darah dapat dilakukan dengan
metode aglutinasi direk sampai suatu ketika protein pada dinding sel rusak, sementara untuk
jenazah yang sudah lama pemeriksaan dilakukan dengan elusi absorpsi. Sementara itu, pemeriksaan
DNA untuk menentukan golongan darah bukanlah sesuatu yang mudah dan murah, sehingga
diperlukan alternatip pemeriksaan yang mendekati keakuratan DNA tersebut yaitu metode
aglutinasi direk dan elusi absorpsi tersebut. Keuntungan dan kerugian ketiga metode pemeriksaan
golongan darah dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini: (Nishi et al., 2005b)
Pada metode ini, penetuan golongan darah dapat dilakukan seacara langsung seperti
penentuan paada golongan darah orang yang masih hidup, yaitu meneskan 1 tetes antiserum
ke atas 1 tetes darah dan didlihatabterjadinya aglutinasi. Aglutinasi yang terjadi pada suatu
anti serumnmerupakan golongan darah bercak yang diperiksa, contoh bila terjadi aglutionasi
pada anti serum A maka golongan darah bercak tersebut adalah A
Untuk sel darah yang rusak tidak buisa digunakan metode aglutinasi directmelainkan
harus digunakan metode elusi absorbsi. Prosedurnya adalah:
1. Dua atau tiga benang yang mengandubf bercak kering difiksasi dengan metil alkohol selama
15 menit
2. Benang diangkat, dibiarkan mengeribg, kemudian diuraikan menjadi serat-serat halus
menggunakan sebuah jarum
3. Lakukan juga terhadao benang yang tidak mengandung bercak darah sebagai kontrol negatif
4. Masukan srat benang ke dalam 2 tabung reaksi
5. Tetskan serum anti A ke dalam tabung pertama dan serum anti B kedalam tabung kedua
HINGGA serabut benang tersebut terendam seluruhnya
6. Simpan tabung-tabung tersebut ke dalam lemari pendingin bersuhu 4˚ c selama 1 tahun
7. Cuci dengan larutan garam faal dingin 4 ˚ c sebanyak 5−6 kali
8. Tambahkan 2 tetes suspensi 2% sel indikator (sel darah merah golongan A pada tabung
pertama dan B pada tabung ke dua
9. Putar kecepatan 1000 RPM selama 1 menit
10. Bila tidak terjadi aglutinasi cuci sekali lagi dan kemudian ntambahkan 1-2 tetes larutan garam
faal dingin panaskan pada suhu 56˚ c selama 10 menit pada kecepatan 1000 PM
Terdapat empat jenis pemeriksaan lain untuk memastikan bercak darah benar berasal dari
manusia, yaitu :
1. CARA KIMIAWI
2. CARA SEROLOGIK
3. Masukkan serum anti-globulin manusia ke lubang di tengah dan ekstrak darah dengan
berbagai derajat pengenceran di lubang-lubang sekitarnya.
4. Letakkan gelas obyek ini dalam ruang lembab (moist chamber) pada temperature ruang
selama satu malam.
• Hasil : Hasil positif memberikan presipitum jernih pada perbatasan lubang tengah dan
lubang tepi.
3. PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK
• Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat morfologi sel darah merah.
• Cara pemeriksaan :
Darah yang masih basah atau baru mengering ditaruh pada kaca obyek
kemudian ditambahkan 1 tetes larutan garam faal, dan ditutup dengan kaca penutup, lihat
dibawah mikroskop.
WE
• Hasil :
– Pemeriksaan mikroskopik kedua sediaan tersebut hanya dapat menentukan
kelas dan bukan spesies darah tersebut.
– Kelas mamalia mempunyai sel darah merah berbentuk cakram dan tidak
berinti, sedangkan kelas lainnya berbentuk oval atau elips dan tidak berinti
Bila terlihat adanya drum stick dalam jumlah lebih dari 0,05%, dapat
dipastikan bahwa darah tersebut berasal dari seorang wanita.
• Kelebihan: Dapat terlihatnya sel –sel leukosit berinti banyak.
Berdasarkan aglutinogen, golongan darah dibagi menjadi 4 (dari hasil penyelidikan Karl
Landstener = Sistem ABO) yaitu:
a. Gol darah A; eritrosit mengandung aglutinogen A dan serum darahnya
mengandung aglutinin beta, rumus darahnya= A; b
b. Gol darah B; eritrosit mengandung aglitinogen B dan serum darah
mengandung aglutinin a, rumus darahnya = B; a
c. Gol darah AB; eritrosit mengandung aglutinogen A dan B, dan serum darah
tidak mengandung aglutinin, rumus =AB;-
d. Gol darah O; eritrosit tidak mengandung aglutinogen, dan serum darah
mengandung aglutinin a dan b, rumusnya = --; a b
Bila eritrosit sudah rusak === penentuan golongan darah dilakukan dengan cara menentukan
jenis aglutinin dan antigen. Antigen mempunyai sifat yang jauh lebih stabil dibandingkan
dengan aglutinin
• Penentuan jenis antigen dapat dilakukan dengan cara:
• absorpsi elusi,
• absorpsi inhibisi,
• aglutinasi campuran
Saliva merupakan cairan yang sangat penting di rongga mulut yang dihasilkan oleh
kelenjar saliva mayor dan minor.
Pemeriksaan dengan saliva dapat menjadi alat yang berguna dalam berbagai jenis
kasus kriminal, meskipun pemeriksaan saliva tidak diminta sesering pemeriksaan
untuk air mani atau darah.
Pemeriksaan saliva masih memiliki banyak keterbatasan, saat ini metode yang paling
banyak digunakan di labolatorium forensik untuk pemeriksaan saliva adalah deteksi
amylase yaitu enzim yang ditemukan di air liur.
Prosedur pengambilan sample saliva dari air liur yang telah mengering sebagai berikut :
Ambil sepotong bahan dari benda yang terkena noda air liur, lalu simpan di dalam
tabung tes
Masukkan 3-4 ml air salin, lalu rendam selama kurang lebih 12 jam. Lalu beri label
sebagai 'Extract'.
Dari ekstrak, 0,5 ml diambil lalu disimpan dalam tabung reaksi yang lain dan sisanya
3,5 ml disimpan dalam inkubator di 37oC selama setengah jam.
Setelah keluar dari incubator, 0,5 ml ekstrak ditambahkan
Lalu tambahkan 0,75 ml asam sulfat (H2SO4) dan 0,25 ml natrium tungstat
Larutan ini disentrifus selama 10 menit.
Lalu 2 ml tembaga sulfat (CuSO4) basa ditambahkan
Larutan ini disimpan selama 10 menit dalam air mandi mendidih.
Larutan siap untuk di periksa3
C. mukosa oral
1. Luntz, L. L. Hand book for dental identification, 1973; 74-9, 91-7, 123, 125-6, 130, 132,
134
2. tandyasraya, j. forum ilmiah FKG TRISAKTI. Jakarta, 1984, 33-4, 37-8
Guyton, Arthur C. 1990. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit.
Terjemahan. Jakarta: Kedokteran EGC
Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : PT.
Rineka Cipta
Omegawati, Wigati. 2010. Biologi Umum. Klaten: Intan Pariwara
Rustam, Mochtar. 1998. Darah edisi I. Jakarta: EGC
Santoso. 2010. Golongan Darah Manusia