Anda di halaman 1dari 29

EFEKTIVITAS KULIT NANGKA (Artocarpus heterophyllus Lamk.

)
SEBAGAI ADSORBEN PADA PEMURNIAN MINYAK GORENG BEKAS

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat ujian sarjana farmasi

oleh

Silmi Tafshil An’umillah

NPM 1704010078

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PERJUANGAN
TASIKMALAYA
2021
HALAMAN PENGESAHAN

EFEKTIVITAS KULIT NANGKA (Artocarpus heterophyllus Lamk.)


SEBAGAI ADSORBEN PEMURNIAN MINYAK GORENG BEKAS

Oleh:

Silmi Tafshil An’umillah

NPM 1704010078

Disetujui oleh:

Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,

Dr. Ummy Mardiana Lina Rahmawati R, M.Si., Apt.


NIDN. 0405027501 NIDN. 1105118801
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN

DAFTAR ISI...........................................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1

1.1 Latar Belakang Penelitian....................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah Penelitian...............................................................................3

1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................................3

1.4 Manfaat Penelitian...............................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................5

2.1 Minyak Goreng....................................................................................................5

2.1.1 Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid/ FFA)…...................................... 8


2.1.2 Bilangan Peroksida.................................................................................. 9

2.2 Tanaman Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk.)........................................10

2.2.1 Morfologi Nangka................................................................................. 11


2.2.2 Kandungan dan Manfaat Kulit Nangka................................................. 12

2.3 Pemurnian..........................................................................................................13

2.4 Adsorben............................................................................................................14

2.4.1 Arang Aktif............................................................................................ 15

BAB III METODOLOGI PENELITIAN.........................................................................17

3.1 Kerangka Penelitian...........................................................................................17

i
ii

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian............................................................................17

3.3 Metode Penelitian...............................................................................................18

3.4 Variabel Penelitian.............................................................................................18

3.5 Alat dan Bahan Peneletian.................................................................................18

3.6 Prosedur Penelitian.............................................................................................19

3.7 Analisis Data......................................................................................................21

3.8 Jadwal Waktu Penelitian....................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................23
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Minyak goreng menjadi salah satu bahan pokok untuk mengolah makanan. Minyak
goreng berasal dari lemak tanaman ataupun hewan yang dimurnikan serta berwujud cair
dalam temperatur kamar. Salah satu sumber minyak goreng adalah dari kelapa sawit.
Minyak kelapa mengandung asam lemak esensial yang tidak bisa diseintesis oleh tubuh,
meliputi asam palmiat, stearate, oleat, serta linoleat. Minyak goreng befungsi sebagai
penghantar panas, penambah rasa gurih, serta peningkat nilai kalori pada makanan (Sitepoe,
2008).

Minyak goreng sangat berperan penting untuk proses pengolahan makanan. Oleh
karena itu, kebutuhan banyak orang terhadap minyak goreng dari tahun ke tahun
bertambah. Keadaan tersebut membuat harga minyak goreng mengalami kenaikan serta
membuat mayoritas warga memakai minyak goreng lebih dari satu kali. Minyak goreng
yang digunakan berulang kali biasanya disebut sebagai minyak jelantah.

Pemakaian terus – menerus minyak goreng menyebabkan terbentuknya reaksi


degradasi sehingga menurunkan kualitas (Nasrun et al., 2017). Proses pemanasan tinggi
pada minyak menghasilkan asam lemak bebas, senyawa karbonil, serta peroksida yang bisa
menimbulkan keracunan pada orang yang mengonsumsinya. Kerusakan lemak selama
proses penggorengan disebabkan oleh kontak antara minyak dengan udara, pemanasan
berlebih, kontak minyak dengan bahan pangan, dan terdapatnya partikel- partikel yang
gosong saat digoreng. Secara fisik kehancuran tersebut bisa dilihat dari perubahan warna,
peningkatan kekentalan, peningkatan asam lemak bebas, peningkatan peroksida serta
penyusutan bilangan iodium. Kerusakan minyak goreng sangat mempengaruhi kualitas
serta nilai gizi dan penampilan bahan pangan yang digoreng. Perubahan- perubahan ini

1
2

menjadikan minyak tersebut tidak layak lagi digunakan. Oleh sebab itu, minyak jelantah
menjadi limbah dari rumah tangga ataupun pabrik industri penggorengan. Minyak jelantah
yang menjadi limbah bisa dimanfatkan kembali untuk media penggorengan dengan proses
pemurnian ulang (reprosesing). (Hajar et al., 2016). Pemurnian ini bisa dicoba dengan
berbagai bahan alam ataupun limbah yang terdapat di lingkungan sekitar.

Beberapa penelitian sebelumnya telah melakukan penelitian pemurnian minyak


goreng bekas menggunakan adsorben dari bahan alami dengan memanfaatkan produk
sampingan atau limbah pertanian, seperti ampas tebu (Ramdja et al., 2010), sabut kelapa
(Yustinah et al., 2011), karbon aktif dari biji kelor (Dahlan et al., 2013), ampas pati aren
dan bentonit (Rahayu et al., 2014) dan arang aktif kulit salak (Mangallo et al., 2014). Tiap
jenis penelitian hanya dengan memvariasikan larutan aktivasi dan tiap jenis adsorbennya
memiliki selektivitas dalam mengadsorpsi komponen tertentu yang ada dalam minyak
goreng bekas.

Buah nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk) ialah tumbuhan buah yang berasal
dari India serta menyebar ke wilayah tropis Indonesia. Tanaman ini memiliki banyak
manfaat antara lain daging buah nangka muda dimanfaatkan sebagai sayur- mayur, tepung
biji nangka digunakan untuk bahan baku industri (bahan makan kombinasi), daun muda
bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak, kayu nangka lebih unggul daripada jati untuk
pembuatan meubel, konstruksi bangunan, tiang kapal, dayung, perkakas, serta pohon
nangka bisa dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Kulit nangka ialah sisa yang dihasilkan
ketika mengkomsumsi buah nangka. Kulit nangka kurang dimanfaatkan oleh warga sebab
dikira tidak bisa menjadi bahan yang menjanjikan serta benilai murah. Oleh sebab itu kulit
nangka ialah limbah pertanian yang jadi limbah organik. Kulit nangka pada dasarnya
merupakan material yang tercipta dari polimer- polimer alami (selulosa, lignin, serta
hemiselulosa). (Prahas et al., 2008). Ketiga polimer ini dikelompokkan dalam senyawa
lignoselulosa. Senyawa ini banyak ditemui dalam limbah- limbah pertanian termasuk kulit
3

nangka. Lignoselusa dalam limbah petanian memiliki selulosa (35%- 50%), hemiselulosa
(20%- 35%), serta lignin (10%- 25%). Isi bahan lignoselulosa membuat kulit nangka bisa
dijadikan sebagai arang biologi dengan proses pembakaran. Arang hayati dari kulit nangka
bisa dimanfaatkan sebagai adsorben terhadap pemurnian minyak goreng bekas juga logam
berat (Saha, 2004).

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul
“Efektivitas Kulit Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk.) Sebagai Adsorben Pada
Pemurnian Minyak Goreng Bekas” dimana kelebihannya dengan memvariasikan massa
adsorben dan variasi lama penyimpanan yang belum dilakukan penelitian sebelumnya
untuk menurunkan kadar asam lemak bebas dan bilangan peroksida.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian


Berdasarkan latar belakang di atas, di dapat rumusan masalah:
1. Apakah kulit nangka dapat digunakan sebagai adsorben alami?
2. Apakah lama penyimpanan dan massa adosrben arang kulit nangka dapat
mempengaruhi kadar asam lemak bebas, dan bilangan peroksida pada minyak
goreng?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu:
1. Untuk mengetahui apakah arang kulit nangka dapat digunakan sebagai
asdorben alami.
2. Untuk mengetahui pengaruh dari lama penyimpanan dan massa adsorben kulit
nangka terhadap kadar asam lemak bebas dan bilangan peroksida pada minyak
goreng.
4

1.4 Manfaat Penelitian


a. Teoritis
Mengaplikasikan ilmu pengetahuan kimia dan makanan pada masyarakat yang
berhubungan dengan penggunaan minyak goreng khususnya ibu rumah tangga.
b. Praktis
Memberikan informasi tentang salah satu alternatif cara untuk mendaur ulang
minyak goreng jelantah.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Minyak Goreng
Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau
hewan yang dalam prosesnya dimurnikan dan digunakan untuk menggoreng bahan
makanan. Minyak goreng berfungsi sebagai pengantar panas, penambah rasa gurih,
dan penambah nilai kalori bahan pangan (Sitepoe, 2008).

Minyak goreng diklasifikasikan dalam beberapa kelompok (Ketaren, 2005):

1. Berdasarkan sifat fisiknya


a. Minyak tidak mengering (minyak zaitun, minyak rape, minyak hewani).
b. Minyak nabati setengah mengering (minyak biji kapas, biji bunga matahari).
c. Minyak nabati mengering (Minyak kacang kedelai, biji kapas).
2. Berdasarkan sumbernya
a. Biji - bijian palawija (minyak jagung, biji kapas).
b. Kulit buah tanaman tahunan (minyak zaitun, kelapa sawit).
c. Biji - bijian tanaman tahunan (kelapa, cokelat, inti sawit).
3. Berdasarkan Ikatan ganda dalam struktur molekulnya
a. Minyak dengan asam lemak jenuh
b. Minyak dengan asam lemak tak jenuh tunggal
c. Minyak dengan asam lemak trans.

Sifat minyak goreng (Kataren, 2005):

1. Sifat Fisik
a. Warna
b. Kelarutan

5
6

c. Titik cair dan polymorphism


d. Titik didih
e. Titik lunak
f. Bobot jenis
g. Titik asap
h. Kekentalan
2. Sifat Kimia
a. Hidrolisa, minyak diubah menjadi asam lemak dan gliserol.
b. Oksidasi, terjadi karena kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak.
c. Hidrogenasi, adanya ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak.
d. Esterifikasi, mengubah asam lemak dari trigliserida dalam bentuk ester.

Minyak goreng biasanya dapat digunakan hingga 3 - 4 kali penggorengan,


apabila digunakan berulang kali maka disebut dengan minyak jelantah. Saat proses
penggorengan, ikatan rangkap yang terdapat pada asam lemak tak jenuh akan putus
membentuk asam lemak jenuh. Dikatakan minyak yang baik apabila minyak yang
mengandung asam lemak tak jenuh lebih banyak dibandingkan dengan kandungan
asam lemak jenuhnya. Minyak goreng berulang atau minyak jelantah merupakan
minyak goreng biasa dari tumbuhan atau hewani yang pemakaiannya dilakukan
secara berulang hingga mengalami perubahan warna, bau hingga dapat
mempengaruhi komposisi kimia minyak sehingga menimbulkan senyawa
karsinogenik. Penggunaan minyak berulang akan membuat ikatan rangkap minyak
teroksidasi membentuk gugus peroksida dan monomer siklik. (Hou X, 2007).
Minyak jelantah juga berkaitan dengan peningkatan asam lemak trans. Penggunaan
minyak goreng berulang ternyata dapat menyebabkan kerusakan senyawa. Tanda
awal terjadinya kerusakan yaitu terbentuknya akrolein yaitu yang menyebabkan
gatal pada tenggorokan. (Kataren, 2005).
7

Tabel. 2.1 Syarat Mutu Minyak Goreng Sawit (SNI-7709 : 2012).

KRITERIA UJI SATUAN SYARAT


Keadaan bau, warna dan rasa - Normal
Air % b/b Maks 0,1%
Asam lemak bebas(dihitug % b/b Maks 0,3%
sebagai asam palmiat)
Cemaran Logam:
- Besi (Fe) mg/kg Maks 1,5
- Tembaga (Cu) mg/kg Maks 0,1
- Raksa (Hg) mg/kg Maks 0,05
- Timbal (Pb) mg/kg Maks 0,1
- Timah (Sn) mg/kg Maks 40,0/250,00**
- Kadmium (Cd) Maks 0,2
Arsen (As) mg/kg Maks 0,1
Angka Peroksida MekO2/Kg Maks 10

Selain itu, minyak goreng mudah mengalami oksidasi. Dimana minyak


jelantah telah mengalami penguraian molekul, sehingga titik asapnya turun drastis
dan bila disimpan dalam waktu lama akan menimbulkan bau tengik serta pecahnya
ikatan trigliserida menjadi gliserol dan FFA (free fatty acid) atau asam lemak,
biasanya disebut dengan proses hidrolisis. (Ketaren, 2005: 28).

Gambar. 2.1 Reaksi Hidrolisis. (Ketaren, 2005).


8

2.1.1 Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid/ FFA)


Selama proses penggorengan makanan berlemak dalam media penggorengan,
minyak terus berdegenerasi saat terkena suhu tinggi, oksigen, dan kelembapan. Hal ini
memberikan perubahan fisik dan kimiawi termasuk pembentukan produk hidrolisis
seperti asam lemak bebas (FFA) yang berhubungan dengan penggelapan warna yang
tidak diinginkan, dan penurunan titik asap. Sehingga dalam minyak jelantah
mengandung asam lemak bebas (free fatty acid / FFA). FFA merupakan kandungan
asam lemak bebas dalam minyak jelantah. Semakin rendah nilai FFA, maka semakin
tinggi kualitas minyak jelantah. Batas maksimum minyak jelantah yang mempunyai
kualitas bagus adalah sekitar 5%. Secara umum, asam lemak bebas adalah asam lemak
yang telah lepas dari molekul gliserol. Asam lemak tersebut berikatan dengan gliserol
membentuk trigliserida (gliserol yang mengikat 3 asam lemak). Trigliserida akan
bereaksi dengan alkohol, dibantu katalis basa, menghasilkan biodiesel. Namun jika
asam lemak terlepas dari gliserol, asam lemak bebas akan bereaksi dengan katalis basa
membentuk sabun, produk samping yang tidak kita inginkan. Asam lemak bebas ini
dapat dianalisa sebagai angka asam dengan menggunakan metode titrasi alkalimetri
(Widayat, 2006).

Asam lemak bebas lebih rentan terhadap autoksidasi daripada asam lemak yang
diesterifikasi. Sehingga, asam lemak bebas berperan sebagai pro-oksidan dalam
minyak nabati. Senyawa ini memiliki gugus hidrofilik dan hidrofobik dalam
strukturnya. Gugus karbonil adalah gugus hidrofilik sedangkan rantai hidrokarbon
adalah gugus hidrofobik. Gugus karbonil dari senyawa ini lebih terkonsentrasi pada
permukaan minyak nabati, menurunkan tegangan permukaan dan meningkatkan laju
difusi oksigen dari headspace ke dalam minyak, sehingga mempercepat oksidasi
minyak (Choe et al., 2006).
9

2.1.2 Bilangan Peroksida


Bilangan peroksida adalah nilai untuk menentukan derajat kerusakan pada
minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat meningkatkan oksigen pada ikatan
rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Peroksida terbentuk karena adanya
pemanasan yang mengakibatkan kerusakan pada minyak atau lemak. Biasanya angka
peroksida menunjukkan ketengikan minyak akibat proses oksidasi serta hidrolisis.
Kerusakan lemak atau minyak akibat pemanasan pada suhu tinggi (200-250 ̊ C) dapat
mengakibatkan keracunan dalam tubuh dan berbagai macam penyakit misalnya
diarhea, pengendapan lemak dalam pembuluh darah (artero sclerosis), kanker dan
menurunkan nilai cerna lemak. Selain itu, peroksida dapat menyebabkan destruksi
beberapa macam vitamin dalam bahan pangan berlemak (misalnya vitamin A, C, D, E,
K dan sejumlah kecil vitamin B). Peroksida dalam sistem peredaran darah,
mengakibatkan kebutuhan vitamin E meningkat lebih besar. Padahal vitamin E
dibutuhkan untuk menangkal radikal bebas yang ada dalam tubuh (Aisyah et al., 2010).

Ciri fisik minyak goreng yang mengandung peroksida yaitu, jika dilihat secara
kasat mata cenderung berwarna coklat tua sampai kehitaman, jika dibandingkan
dengan minyak goreng yang kadar peroksidanya sesuai standar masih berwarna kuning
sampai coklat muda. Warna gelap pada minyak goreng disebabkan oleh proses oksidasi
terhadap tekoferol (vitamin E). Selain itu, minyak goreng dengan kadar peroksida yang
sudah melebihi standar memiliki endapan yang relatif tebal, keruh, berbuih sehingga
membuat minyak goreng lebih kental dari pada minyak goreng yang kadar
peroksidanya masih sesuai standar. Standar mutu menurut SNI menyebutkan kriteria
minyak goreng yang baik digunakan adalah yang berwarna muda dan jernih, serta
baunya normal dan tidak tengik. Bau minyak goreng yang memiliki kadar peroksida
melebihi standar, baunya terasa tengik, jika dicium, tingkat ketengikan minyak goreng
berbanding lurus dengan jumlah kadar peroksida. Minyak bekas atau minyak jelantah
merupakan minyak yang telah rusak dan mempunyai angka peroksida tinggi. Apabila
10

dicampurkan dengan minyak baru maka dapat meningkatkan angka peroksida dari
minyak tersebut (Surahma, 2013).

2.2 Tanaman Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk.)


Nangka merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari India dan
menyebar ke daerah lain yang beriklim tropis dan sub tropis termasuk ke Indonesia.
Nangka termasuk dalam keluarga Moraceae dengan klasifikasi tanaman yaitu:
(Rukmana, 1997).

Gambar. 2.2 Pohon Nangka (Ahoerstemeier,  2003).

Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledone
Ordo : Morales
Family : Moraceae
Genus : Artocarpus
Spesies : Artocarpus heterophyllus Lamk.

2.2.1 Morfologi Nangka

Menurut Rukmana (1997), bentuk dan susunan tubuh luar (morfologi) dari
tanaman nangka mempunyai ciri – ciri sebagai berikut:

a. Akar
11

Struktur akarnya berbentuk bulat panjang dan menembus tanah cukup


dalam sekitar 10 – 15 meter dengan akar cabang serta bulu akarnya
tumbuh mengarah ke segaa arah. Akarnya tunggang dan kokoh.
b. Daun
Daun yang dimiliki tanaman nangka umumnya daun tunggal, bertangkai
1 – 4 cm, bagian tepinya rata dengan bentuk bulat telur memanjang dan
ujung pangkal meruncing. Warna dari daunnya yaitu hijau tua mengkilat
untuk bagian atas dan bagian bawahnya berwarna hijau muda serta
kaku.
c. Bunga
Bunga dalam tanaman nangka hanya terdapat satu dalam satu rumah
atau dengan kata lain memiliki bunga jantan dan betina. Dimana bunga
jantan berwarna hijau tua khas dan membengkok, sedangkan untuk
bunga betina berbentuk silindris pipih.
d. Buah
Buah nangka merupakan buah majemuk semu dengan buah berbentuk
bulat memnjang berwarna hijau dan kekuningan jika sudah matang.
Buah nangka tumbuh di batang dan percabangan. Bagian dalam
buahnya berwarna kuning pekat.
e. Biji
Memiliki bentuk bulat memanjang dan tidak sedikit berbentuk bulat
telur, memiliki warna keabu – abuan. Bijinya diselimuti daging tebal,
dimana lapisan luarnya tipis dan lapisan dalam tebal berwarna putih.

f. Kulit
Kulit dari buah nangka memiliki warna rata – rata hijau kekuningan dan
permukaannya kasar serta berduri lunak.
12

2.2.2 Kandungan dan Manfaat Kulit Nangka

Kulit nangka merupakan sisa yang dihasilkan ketika mengkonsumsi buah


nangka. Kulit nangka kurang dimanfaatkan oleh masyarakat karena dianggap tidak
dapat menghasilkan suatu bahan sehingga termasuk limbah.

Kulit nangka pada dasarnya merupakan material yang terbentuk dari polimer –
polimer alami seperti lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Dari tiga polimer tersebut
dikelompokkan menjadi lignoselulosa yang mengandung selulosa (35 – 50%),
hemiselulosa (20 – 35%), dan lignin (10 – 25%). Kandungan tersebut yang membuat
kulit nangka dapat dijadikan arang hayati melalui proses pembakaran dan
dimanfaatkan sebagai adsorben. Selain itu, kulit nangka mengandung karbohidrat yang
terdiri dari glukosa, fruktosa, sukrosa, pati serat dan pektin dengan jumlah total
15,87%. Disamping mengandung karbohidrat, ternyata kulit nangka mengandung
protein sebesar 1,30% (Prahas et al., 2008).

Menurut (Jagadeesh et al., 2007), kulit nangka mengandung beragam kegunaan


obat terutama sebagai agen antioksidan, antiinflamasi, antimikroba, antikanker,
antihipertensi dan antijamur.

2.3 Pemurnian
Pemurnian ialah proses pemisahan fisik bahan antara dua zat atau lebih dari
bahan asing atau pencemar untuk mendapatkan suatu zat murni (Abdullah et al.,
2014).

Menurut Raymond Chang (2005), terdapat beberapa cara untuk pemurnian


zat, diantaranya:
13

a. Pemurnian afinitas merupakan metode memurnikan protein dalam sebuah kolom


dengan memanfaatkan afinitas pada antibodi, enzim atau reseptor yang telah
diimobilisasi pada kolom.
b. Filtrasi adalah metode pemisahan padatan dan cairan atau gas dengan bantuan alat
seperti kain atau kertas berpori dan membiarkan cairan tersebut melaluinya
sehingga didapat filtrat (zat hasil penyaringan).
c. Sentrifugasi adalah proses yang melibatkan gaya sentrifugal untuk memisahkan
partikel dari larutan sesuai dengan ukuran, bentuk, kepadatan, viskositas sedang,
dan kecepatan sehingga partikel halus yang tidak mengendap akan mengendap.
d. Evaporasi digunakan untuk menghilangkan cairan volatil dari solut non-volatil
yang tidak dapat dilakukan filtrasi karena kecilnya ukuran zat.
e. Ekstraksi cair – cair adalah proses pemisahan atau pemurnian untuk mengisolasi
konstituen campuran air yang melibatkan ekstraksi zat terlarut dari solut dengan
pelarut dan zat terlarut akan larut.
f. Kristalisasi adalah teknik pemisahan dimana fase padat dipisahkan dari larutan
induk.
g. Rekristalisasi adalah metode pemurnian dari zat padat atau pencemarnya dengan
membuat atau mengembalikan kembali ke bentuk awal (kristal) dengan larutan
yang sesuai.
h. Adsorpsi adalah proses pemurnian zat ke zat lain dari keadaan berbeda (seperti
gas yang diserap oleh cairan atau cairan yang diserap oleh padatan).
i. Peleburan merupakan bentuk ekstraksi untuk menghasilkan logam dari bijhnya
dengan menggunakan panas dan zat pereduksi kimia.
j. Pengilangan adalah proses pemisahan atau pemurnian minyak ke fraksi dengan
menentukan kondensasi komponennya.
k. Distilasi adalah teknik untuk mengkarakterisasi bahan dengan melihat indeks
kemurnian serta memisahkan komponen yang dipilih.
14

l. Pemurnian air yaitu proses memisahkan zat dari pengotornya sehingga


menghasilkan air yang lebih murni.
m. Fraksinasi didefinisikan sebagai proses pemisahan kelompok analit dari sampel
tertentu menurut sifat fisik.
n. Elektrolisis adalah teknik menghilangkan zat yang tidak murni dengan dialiri arus
listrik.
o. Sublimasi adalah metode pemisahan zat dari padat ke gas tanpa melalui fase cair.

2.4 Adsorben
Salah satu proses pemurnian yaitu adsorpsi. Menurut Atkins (1999),
adsorpsi adalah peristiwa terkumpulnya partikel pada permukaan. Dimana partikel
yang terkumpul dan terserap disebut adsorbat dan material tempat berlangsungnya
adsorpsi disebut adsorben.

Adosrben dibagai menjadi 3 macam (Budilaksono, 2007):

a. Adsorben yang mengadsorpsi secara fisik (karbon aktif, silika gel dan zeolit)
b. Adsorben yang mengadsorpsi secara kimia (calcium cholide, metal hydride, dan
complex salts )
c. Composite adsorben yaitu adsorben yang mengadsorpsi secara kimia dan fisik.

Menurut Atkins (1999), proses adosorpsi dipengaruhi beberapa faktor, yaitu:

a. Luas Permukaan Adsorben


Semakin luas permukaan adsorben maka semakin banyak adsorbat yang teradsorpsi
karena semakin banyak bagian-bagian aktif adsorben untuk kontak dengan adsorbat.
b. Ukuran Molekul Adsorbat
15

Molekul yang besar akan mudah teradsorpsi daripada molekul yang kecil.
c. Konsentrasi Adsorbat
Konsentrasi tinggi maka menghasilkan daya dorong tinggi.
d. Suhu
Semakin tinggi suhu maka proses adsorpsi semakin cepat.
e. pH
Apabila asam maka akan lebih mudah teradsorpsi pada pH tinggi, jika basa terjadi
pada pH rendah.
f. Waktu pengadukan
Waktu pengadukan yang relatif lama akan memberikan waktu kontak yang lebih
lama terhadap adsorben untuk berinteraksi.

2.4.1 Arang Aktif


Menurut Djatmiko (1985), arang adalah bahan padat berpori hasil dari proses
pembakaran bahan yang mengandung unsur 85-95% karbon. Arang dihasilkan dari rata
– rata pemanasan suhu tinggi yang tidak tercampur udara sehingga akan terkarbonisasi
dan tidak teroksidasi (Achmad, 2001).

Arang dapat menyerap kotoran dan racun oleh karbonnya, dimana daya serap
arang karbon lebih baik dari arang biasa jika dilakukan aktivasi. Aktivasi merupakan
proses daya serap dengan cara menambah bahan kimia tertentu dengan pemanasan
pada temperatur atau suhu tinggi (Abadi, 2005).

Tahapan pembuatan arang aktif yaitu (Abadi, 2005):

a. Dehidrasi: proses menghilangkan air dengan bahan baku yang dipanaskan


sampai temperatur 170°C.
b. Karbonisasi: pemecahan bahan-bahan organik menjadi karbon yang terjadi
pada temperatur 400 – 600°C. Dimana temperatur diatas 170°C akan
16

menghasilkan CO, CO2 dan asam asetat. Pada temperatur 275°C, dekomposisi
menghasilkan methanol dan hasil sampingan lainnya
c. Aktivasi: dekomposisi atau penguraian dari arang dan perluasan pori-pori,
biasanya dilakukan dengan uap atau CO2 sebagai aktifator.

Teknik dan proses pembuatan arang aktif yaitu: (Abadi, 2005).


a. Proses Kimia
Bahan baku arang aktif dicampur dengan bahan kimia. Kemudian bahan
dibentuk menjadi batangan, dikeringkan dan dipotong-potong. Aktivasi
dilakukan dengan temperatur 100°C. Arang aktif yang dihasilkan, dicuci
dengan air selanjutnya dikeringkan pada temperatur 300°C. Proses kimia ini
dapat dilakukan karbonisasi terlebih dahulu yang selanjutnya dicampur
dengan bahan-bahan kimia tertentu.
b. Proses Fisika
Bahan baku dikarbonisasi. Kemudian arang dihaluskan dan diayak lalu
diaktivasi dengan pemanasan pada temperatur 1000°C yang disertai
pengaliran uap. Biasanya pada proses fisika yang digunakan dalam aktivasi
arang yaitu proses briket dan destilasi kering.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Kerangka Penelitian

Kulit nangka dipotong dan dikeringkan

Diaktivasi dengan Larutan HCl 1 M

Adsorben Alami
Variasi Massa Adsorben
Pemurnian & Massa Penyimpanan
Minyak Goreng Bekas

Penentuan Kadar Air,


Penetapan Kadar Asam
Lemak Bebas dan Penentuan
Bilangan Peroksida

Gambar. 3.1 Kerangka Penelitian.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


a. Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi dan Kimia Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Perjuangan Tasikmalaya.
b. Waktu
Waktu penelitian dimulai dari penyusunan proposal sampai penyusunan hasil
penelitian dimulai dari bulan Maret sampai bulan Juli 2021.

17
18

3.3 Metode Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan melakukan pengujian
terhadap limbah kulit nangka yang diprediksi dapat memurnikan minyak goreng bekas
dengan aktivasi pencampuran larutan kimia juga variasi dari massa adsorben arang aktif
dan variasi waktu kontak minyak dengan adsorben. Selanjutnya dilakukan penetapan kadar
asam lemak bebas dan penentuan kadar bilangan peroksida dengan titrasi.

3.4 Variabel Penelitian


a. Variabel Bebas
Pemurnian minyak goreng bekas menggunakan arang aktif kulit nangka dengan
variasi massa adsorben kulit nangka 2, 4, dan 6 g serta waktu kontak pemurnian 8,
16, dan 24 jam.
b. Variabel Terikat
Minyak goreng bekas yang sudah dilakukan pemurnian dengan menghitung kadar
asam lemak bebas dan bilangan peroksida.

3.5 Alat dan Bahan Peneletian


a. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Labu takar, beaker glass,
erlenmeyer, penyaring Buchner, gelas ukur, pipet tetes, pipet volume, corong,
neraca digital, buret, termometer, pH meter/ pH universal, oven, magnetic stirrer,
stop watch, saringan halus (100 mesh), hot plate, blender, kertas saring, dan
desikator.
b. Bahan
Minyak goreng bekas (jelantah), serbuk kulit nangka, asam klorida (HCl) 1 M,
etanol 96%, Larutan NaOH, indikator phenolptalin, asam asetat glasial, kloroform,
Larutan KI, aquadest, Larutan Na2S2O3 0,1 N, amilum, Larutan K2Cr2O7, Asam
Oksalat, Asam Sulfat.
19

3.6 Prosedur Penelitian

a. Determinasi Tanaman dan Pengumpulan Bahan Penelitian


Determinasi tanaman dilakukan di Laboratorium Biologi Universitas Galuh
Ciamis. Tujuan dari determinasi tanaman ini untuk membuktikan bahwa
identitas tanaman yang digunakan itu benar dan tidak ada kesalahan dalam
nama tanamannya.
Pengumpulan bahan penelitian dilakukan di daerah Cisayong Jawa Barat.
Sampel yang akan digunakan adalah kulit nangka (Artocarpus heterophyllus
Lamk.).
b. Preparasi dan Aktivasi Adsorben Serbuk Kulit Nangka (Artocarpus
heterophyllus Lamk.)
Kulit nangka dipotong - potong dan dicuci dengan air serta dikeringkan dengan
cara dijemur di bawah sinar matahari. Selanjutnya kulit nangka dihaluskan
sampai berbentuk bubuk dengan ukuran 100 mesh. Adsorben diaktivasi dengan
larutan HCl 1 M dengan rasio adsorben: asam klorida (b:v) sebesar 1 : 2 selama
1-2 jam. Kemudian dicuci dengan aquadest untuk menghilangkan residu asam
hingga pH netral. Adsorben dikeringkan di dalam oven pada suhu 60ºC selama
24 jam dan didinginkan dalam desikator.
c. Proses pemurnian minyak goreng bekas (Mardina, dkk., 2012)
Sampel minyak goreng bekas 50 mL dimasukkan ke dalam masing- masing
beaker glass kemudian ditambahkan serbuk kulit nangka ke dalam minyak
dengan variasi massa sebanyak 2g, 4g, dan 6g. Variasi waktu perendaman arang
selama 8 jam, 16 jam dan 24 jam. Selanjutnya dilakukan pengadukan selama 30
menit. Campuran minyak dan serbuk kulit nangka dipisahkan dengan cara
20

filtrasi dan filtrat diambil untuk dianalisis asam lemak bebas dan bilangan
peroksida minyak goreng bekas.

d. Penentuan Kadar Air


Analisa kadar air dilakukan dengan cara memanaskan cawan porselen
terlebih dahulu ke dalam oven dengan suhu 105ºC selama 30 menit, kemudian
dinginkan dalam desikator setelah itu timbanglah cawan porselen tersebut
hingga diperoleh bobot konstan. Ke dalam cawan tambah 2g adsorben kulit
nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk.) lalu oven pada suhu 105-110ºC
selama 30 menit. Cawan yang berisi sampel didinginkan dalam desikator lalu
timbang sampai berat konstan.
Berat awal−Berat Kering
Kadar Air (%)= x 100
Berat Awal
e. Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) (Ketaren, 2005)
Minyak sebanyak 5 gram ditimbang dalam erlenmeyer dan ditambahkan 50 mL
etanol 96%. Selanjutnya dipanaskan hingga mendidih selama 10 menit dan
dikocok dengan kuat untuk melarutkan asam lemak bebas. Setelah dingin
kemudian dititrasi dengan 0,1 N larutan NaOH dan ditambah indikator
phenolptalin hingga terbentuk warna merah muda yang bertahan tidak kurang
dari 10 detik. (Dimana sebelumnya NaOH distandarisasi terlebih dahulu dengan
Asam Oksalat sebelum dilakukan titrasi dengan minyak). Penentuan kadar asam
lemak bebas atau Free Fatty Acids (FFA) pada minyak dihitung dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut:

( mL KOH x N KOH x Berat Molekul Asam Lemak )


%FFA = x 100 %
Berat Sampel x 1000
21

%FFA x Berat Molekul KOH x 10


Angka Asam =
Berat Molekul Asam Lemak

Tabel. 3.1 Sumber Minyak, Asam Lemak dan Berat Molekul (Departemen Industri, 1995).

Sumber Minyak Jenis Asam Lemak Berat Molekul


Susu dan Sawit Palmiat 256
Inti Sawit dan Kelapa Lamat 200
Susu dan Jagung Oleat 282
Kedelai, Kacang, dll Linoleat 278

f. Penentuan Kadar Bilangan Peroksida (Sudarmadji et al., 2007)


Minyak sebanyak 5 gram ditimbang dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer,
selanjutnya ditambahkan 30 mL campuran pelarut yang terdiri dari 60% asam
asetat glasial dan 40% kloroform. Setelah minyak larut kemudian ditambahkan
0,5 mL larutan KI jenuh sambil dikocok. Setelah 1 menit sejak penambahan
larutan KI jenuh ditambahkan 30 mL aquades, sehingga akan terjadi pelepasan
iod (I2). Iod yang bebas dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N yang sudah
distandarisasi sebelumnya dengan larutan K2Cr2O7. Titasi minyak dengan
Na2S2O3 0,1 N dilakukan hingga larutan berwarna kuning. Ditambahkan 0,5 mL
indikator amilum 1% dan titrasi dilanjutkan hingga warna biru tepat hilang.
Dihitung bilangan peroksida yang dinyatakan dalam mili-equivalen dari
peroksida dalam setiap per kilogram sampel. Diulangi untuk larutan blanko.
1000 x N x ( V 1−V 0 )
Angka Peroksida (mekO2/kg) =
W
Keterangan:
22

N : Larutan Standar Natrium Tiosulfat (N)


V1 : Volume natrium tiosulfat yang digunakan untuk titrasi sampel (mL)
V0 : Volume natrium tiosulfat yang digunakan untuk titrasi blanko (mL)
W : Bobot sampel

3.7 Analisis Data


Data yang diperoleh berupa kurva yang diolah secara statistik menggunakan regresi
linear.

3.8 Jadwal Waktu Penelitian


Tabel. 3.2 Jadwal Penelitian

No Kegiatan Maret April Mei Juni Juli


Minggu ke- 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Penyusunan
Proposal
2 Pengumpulan
Bahan Baku
3 Pembuatan
Serbuk Kulit
Nangka
4 Aktivasi
Adsorben
Serbuk Kulit
Nangka
5 Pemurnian
minyak goreng
bekas
6 Penentuan
Kadar Air,
Asam Lemak
dan Bilangan
Peroksida
7 Pengolahan
Data
DAFTAR PUSTAKA
Abadi, Nurul. 2005. Pembuatan Arang Aktif dari Serbuk Gergaji Kayu Sengon dan
Penerapannya Untuk Menyerap Zat Warna Tekstil. Tugas Akhir. Semarang: UNNES.
Adesya Abdullah, Rahmatunnisa Nur Salikha, Tri Widjaja, Setiyo Gunawan. 2014.
Pemisahan Campuran Etanol-Oktanol-Air dengan Metode Distilasi dalam Structured
Packing, Jurnal Teknik Pomits, Vol.3, No.2, F-140 – F-142.
Achmad H. 2001. Kimia Larutan. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Aisyah, Siti, Eny Yulianti, dan A Ghanaim Fasya. 2010. Penunurunan Angka Peroksida
Dan Asam Lemak Bebas (FFA) Pada Proses Bleaching Minyak Goreng Bekas Oleh
Karbon Aktif Polong Buah Kelor (Moringaoliefera) Dengan Aktivasi NaCl. Jurnal
Fakultas Sains. Malang. Vol.1 No.2 Hal 96.
Atkins, P.W., 1999. Kimia Fisika, Jilid II. Jakarta: Erlangga.
Badan Standarisasi Nasional. 1995. SNI 01-3951-1995 Susu Pasteurisasi. Jakarta:
Departemen Perindustrian
Budilaksono M. 2007. Pemanfaatan Kulit Kapok Sebagai Karbon Aktif Untuk Penyerapan
Logam Cu Dan Cr Pada Limbah Elektroplating. Jurnal Teknik Kimia Vol.8, No.2.
Chang, R. 2005. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Choe, E. and Min, D.B. 2006 Mechanisms and Factors for Edible Oil Oxidation.
Comprehensive Reviews in Food Scienceand Food Safety, 5, 169-186.
Djatmiko, B., S. Ketaren dan S. Setyahartini . 1985. Pengolahan Arang dan Kegunaannya.
Bogor: Departemen Teknologi Hasil Pertanian Fakultas teknologi Pertanian Institut
Pertanian.
Hajar, E. W. I., Purba, A. F. W., Handayani, P., & Mardiah. 2016. Proses Pemurnian
Minyak Jelantah Menggunakan Ampas Tebu untuk Pembuatan Sabun Padat. Jurnal
Integrasi Proses, 6(2), 57–63.
Hou X. 2007. Lewis acid-catalyzed transesterification and esterification of high free fatty
acid oil in subcritical methanol. Kor J Chem Eng 24(2).
Jagadeesh, S.L., Reddy, B.S., Swamy, G.S.L., Gorbal, K., Hegde, L. & Raghavan,G.S.V.
2007. Chemical Composition Of Jackfruit (Artocarpus heterophyllus Lam) Selections
Of Western Ghats Of India. Food Chemistry, 102(1), 361 -365.

23
24

Ketaren, S. 2005. Minyak dan Lemak Pangan. Edisi pertama. Jakarta: Universitas.
Indonesia.
Mangallo, B. Susilowati, dan Wati, S. I. 2014. Efektivitas Arang Aktif Kulit Salak Pada
Pemurnian Minyak Goreng Bekas. Chem Prog, 7(2).
M.Hatta Dahlan, Hariman P Siregar, Maswardi Yusra. 2013. Penggunaan Karbon Aktif
Dari Biji Kelor Dapat Memurnikan Minyak Jelantah. Jurnal Teknik Kimia. Vol 19,
No 3.
Theresia Samangun, David Nasrun, Taufik Iskandar. 2017. Pemurnian Minyak Jelantah
Menggunakan Arang Aktif Dari Sekam Padi. Jurnal Penelitian Teknik Sipil dan
Teknik Kimia, Vol 1, No 2.

Primata Mardina, Erlyta Faradina, Netty Setiawati. 2012. Penurunan Angka Asam Pada
Minyak Jelantah. Jurnal Kimia (Journal of Chemistry): Vol. 6, No. 2.
Prahas, D., Y. Kartika, N. Indraswati dan S. Ismadji. 2008. Activated carbon from
jackfruit peel waste by H3PO4 chemical activation: Pore structure and surface
chemistry characterization, Chemical Engineering Journal, 140, 32-42
Rahayu, L.H., Purnavita, S., dan Sriyana, H. 2014. Potensi Sabut dan Tempurung Kelapa
sebagai Adsorben untuk Meregenerasi Minyak Jelantah. Jurnal Momentum. 10 (1) :
47-53
Ramdja, A Fuad. 2010. Pemurnian Minyak Jelantah Menggunakan Ampas Tebu Sebagai
Adsorben. Jurnal Teknik Kimia Universitas Sriwijaya. Vol.17 No.1.
Rukmana, R. 1997. Budidaya Nangka. Yogyakarta: Kanisius.
Saha. 2004. Lignocellulose Biodegradation and Application in Biotechnology. US
Government Work. American Chemical Society. 2-14
Sitepoe M. 2008. Corat-coret anak desa berprofesi ganda. Cet. 1. Jakarta: Kepustakaan
Populer Gramedia.
Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi. 2007. Prosedur Analisa Untuk Bahan. Makanan
dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty
Surahma, A., M. 2010. Bahaya Minyak Goreng. Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan
25

Widayat, S. dan Haryani, K. (2006). Optimasi Proses Adsobsi Minyak Goreng Bekas
Dengan Adsorben Zeolit Alam. Studi Pengurangan Bilangan Asam. Jurnal Teknik
Gelagar. 17(1):77 – 82.
Yustinah, Hartini. 2011. Adsorbsi Minyak Goreng Bekas Menggunakan Arang Aktif dari
Sabut Kelapa. (Prosiding Seminar). Jakarta: Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai