Seorang gadis cilik bernama Kepor mempunyai mimpi untuk menjadi penulis panggung
teater. Ia sekarang hanya tinggal bersama ayahnya, ibu dari Kepor sudah wafat saat Kepor
baru beranjak usia 6 tahun karena terdiagnosis kanker paru. Sejak itu Kepor hidup dalam
mimpi bahwa suatu hari karya yang ditulisnya dapat dipentaskan di panggung teater.
*Ketukan pintu*
Ayah : Kepor tolong buka pintu nya ya nak, ayah sedang masak.
Kepor : Oke yah itu si Mahira kok. *buka pintu*
Mahira : Assalamualaikum Kepor.
Kepor : Waalaikumsalam Mahira! Sini masuk, masuk.
Mahira : Sore om.
Ayah : Eh Mahira mau numpang makan pasti ya hahahah *ketawa*
Mahira : Hahaha iya dong om sekalian bantuin si Kepor nih.
Kepor : Aduh udah yuk mah keatas aja ayah gue emang rada – rada.
Ayah : Hey berdosa sekali anaku
(Dikamar Kepor)
Kepor tiba – tiba merasa sesak di dada dan badan langsung lemas, Kepor pun berusaha
menutupi kesakitan nya dari Mahira seakan – akan semua baik – baik saja.
*keesekoan hari*
Kepor : Yah boleh cerita ga gimana ayah sama bunda pertama kali ketemu gimana?
Ayah : Ayah kenal sama bunda itu karena sahabat ayah ngenalin ke, awalnya aku
menolak karena pada saat itu ayah lagi sibuk kuliah. Lucunya di sore hari
pada hari yang sama itu bunda sama ayah ketabrak sampai buku – buku di tangan
bunda jatuh semua. Ayah tentu langsung minta maaf dan membantu bunda.
Dari situ kita mulai kenalan.
Kepor : Wah romantic juga ya, jadi kangen bunda.
Ayah : Hahah tiada hari tanpa kangen bunda.
Kepor saat mau naik ke kamarnya merasakan hal yang dirasakan kemarin Bersama Mahira,
ia pun tidak mau membuat ayah khawatir dan langsung masuk ke kamar dengan badan yang
lemah.
*keesekoan hari*
Kepor : Gimana dok, Cuma asma saya yang kambuh kan ya dok?
Dokter : Semoga engga ya, barusan kita sudah melakukan beberapa tes. Untuk
memastikan hasilnya kamu minggu depan kesini lagi ya. Untuk sekarang kamu minum resep
obat ini dulu, sehari sekali setiap makan ya tapi jika sakit nya tiba – tiba kamu langsung
minum saja.
Kepor : Baik terima kasih dok.
Beberapa hari berlalu, Kepor mulai batuk – batuk, muka pucet, rambut perlahan merontok
dan dada kadang sesak. Ia masih berhasil mengumpatkan semua kesakitan ini depan
ayahnya.
*seminggu kemudian*
(di rumah sakit)
Kepor pun diam dan tidak bisa berkata – kata. Ia bingung harus bicara dengan siapa dan
memikirkan masa depannya bagaimana. Setelah pertemuan dengan dokter Kepor pulang
dengan tangisan yang tidak berhenti. Ia diperkirakan mempunyai waktu 8 bulan untuk
penyembuhannya.
*buka pintu rumah*
Ayah kepor langsung menangis dan meluk Kepor sambil menghelus – helus rambutnya.
Beberapa hari berlalu Kepor siap membawa berita buruk untuk sahabat tercintanya.
Beberapa hari telah tiba Kepor masih ingin mewujudkan naskah nya agar di tampilkan di
seni teater. Ayah dan Mahira pun mendukung. Naskah pun dilanjutkan dan setelah 1 bulan
naskah pun jadi. Namun, kepor masih ragu dengan adegan Rama dan Talya. Pada suatu hari
Kepor sedang menonnton pertunjukan teater ia pun tertarik dengan salah satu tokohnya
yaitu Cedin. Setelah pertunjukan selesai, Mahira melihat bahwa Kepor salting depan Cedin
ia pun langsung menyuruh Kepor untuk kenalan dengannya.
Kepor : Oke untuk hari ini cukup sampai sini ya latihannya, kita ketemu besok lusa,
makasi semuanya!
Cedin sedang melihat Kepor menutupi latihan tiba tiba kepor memegang dada dan pingsan.
Cedin pun panik dan segera membawa Kepor ke ambulans.
Masuk ke bulan ke 6 badan kepor semakin hari semakin lemas, rambut mulai rontok dengan
banyak, mata udah susah untuk focus namun Kepor masih mempunyai harapan untuk
membangun mimpinya.
Dokter : Kepor, kamu sedang dalam proses pengobatan, kami gab oleh kelelahan
seperti ini lagi. Atau sel – sel kanker bisa kembali aktif karena keadaan tubuh yang tidak
prima. Selain mental, kemampuan fisik juga pasti akan berubah Ke.
Setelah beberapa hari di rumah sakit akhirnyab Kepor boleh beraktivitas dengan normal
kembali dengan beberapa syarat dari dokter. Disini kepor mulai melanjutkan mimpinya lagi.
“akhirnya malam ini tiba, malam yang aku impikan selama berathun – tahun”
Malam yang ia perjuangkan, bahkan dengan nyawanya. Genung seni Jakarta tampak ramai
penonton.
Kepor : oke semuanya, tampil serius dan terbaik karena ini malam kita. Rileks
jangan gugup ya.
Tirai panggung berwarna merah marun mengawali jalannya pertunjukan. Dua jam berlalu
tanoa terasa. Semua penonton standing applaue. Tepuk tangan sangat keras di seantro
ruang pementasan. Mimpi Kepor akhirnya terwujud di malam ini karena ia mempunyai
harapan yang tinggi dan berjuang sepenuh hati.