Anda di halaman 1dari 1

Penahanan Gaji Karyawan Menurut Peraturan Pemerintah

Pada dasarnya, secara hukum pengusaha atau perusahaan tidak boleh melakukan penahanan gaji
karyawan baik karena kelalaian maupun dengan sengaja.

Hal ini sudah tertuang pada Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan
Upah yang dijelaskan sebagai berikut:

1. Apabila upah terlambat dibayar, maka mulai dari hari keempat sampai hari kedelapan terhitung dari
hari di mana seharusnya upah dibayar, upah tersebut ditambah dengan 5% (lima persen) untuk tiap hari
keterlambatan.

2. Sesudah hari kedelapan tambahan itu menjadi 1% (satu persen) untuk tiap hari keterlambatan,
dengan ketentuan bahwa tambahan itu untuk 1 (satu) bulan tidak boleh melebihi 50% (lima puluh
persen) dari upah yang seharusnya dibayarkan.

3. Apabila sesudah sebulan upah masih belum dibayar, maka di samping berkewajiban untuk membayar
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengusaha diwajibkan pula untuk membayar bunga yang
ditetapkan oleh bank untuk kredit perusahan yang bersangkutan.

Namun, perusahaan tentu memiliki peraturan-peraturannya sendiri yang harus dipatuhi oleh karyawan.
Peraturan-peraturan ini biasanya sudah tertuang di dalam perjanjian kerja yang telah disepakati kedua
belah pihak, yang bilamana peraturan-peraturan tersebut tidak dipatuhi maka perusahaan akan
memberikan teguran agar memberikan efek jera kepada karyawan.

Tidak jarang juga, ada perusahaan yang menganggap bahwa menahan gaji karyawan saat resign adalah
hal yang diperbolehkan dan banyak dilakukan oleh beberapa perusahaan.

Hal ini dianggap lumrah karena dianggap memiliki tujuan untuk mendisiplinkan karyawan dan menjadi
pelajaran atau contoh kepada karyawan lain jika nantinya akan melakukan hal yang sama.

Namun sekali lagi harus diingat kepada pengusaha maupun perusahaan bahwa menahan gaji karyawan
dengan alasan apapun tidak diperbolehkan, karena gaji atau upah merupakan hak dasar karyawan
seperti yang tertuang pada UU Ketenagakerjaan.

Anda mungkin juga menyukai