Anda di halaman 1dari 178

LAPORAN PERANCANGAN TEKNIK LINGKUNGAN

(TL-4096)

REDESAIN INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL)


INDUSTRI DI PT MULTI BINTANG INDONESIA TBK.,
SAMPANGAGUNG BREWERY

Karya tulis sebagai salah satu syarat


untuk memperoleh gelar Sarjana dari
Institut Teknologi Bandung

Oleh

Kelompok AL-03
Gifty Safrilla Kurnia Pangestu 15317008
Zahira Fadhila Murfi 15317037
Reynaldo Christian Maranatha 15317042
Muhammad Farhan Huda 15317075

(Program Studi Sarjana Teknik Lingkungan)

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG


Juni 2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Akhir TL-4096 Perancangan Teknik Lingkungan

REDESAIN INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL)


INDUSTRI DI PT MULTI BINTANG INDONESIA TBK.,
SAMPANGAGUNG BREWERY

Adalah benar dibuat oleh kami sendiri dan belum pernah dibuat dan diserahkan
sebelumnya baik sebagian ataupun seluruhnya, baik oleh kami maupun orang lain,
baik di ITB maupun institusi pendidikan lainnya.
Penulis,

Gifty Safrilla Kurnia P.


NIM 15317008

Zahira Fadhila Murfi


NIM 15317037

Reynaldo Christian Maranatha


NIM 15317042

i
Muhammad Farhan Huda
NIM 15317075

Bandung, ................. 2021

Menyetujui,
Pembimbing

Prof.Dr.Ing.Ir. Prayatni Soewodo, MS. Dr. Ing. Marisa Handajani, ST, MT


NIP 195702211983032001 NIP 197711152008121001

Mengetahui,
Ketua Program Studi Teknik Lingkungan

Dr. Mont. Kania Dewi, S.T., M.T.


NIP 197208281997022001

ii
ABSTRAK
REDESAIN INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL)
INDUSTRI DI PT MULTI BINTANG INDONESIA TBK.,
SAMPANGAGUNG BREWERY

Oleh

Kelompok AL-03

(Program Studi Sarjana Teknik Lingkungan)

PT Multi Bintang Indonesia Tbk., Sampangagung Brewery adalah perusahaan brewery


yang menghasilkan air limbah sebesar 1.938,9 m3/hari. Air limbah yang dihasilkan
berasal dari brewhouse, fermentasi, dan kegiatan cleaning in place (CIP). Air limbah
tersebut dialirkan menuju Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang saat ini terdiri
dari raw wastewater tank, rotary screen, bak ekualisasi, methane upflow reactor, bak
aerasi, clarifier dan unit pengolah lumpur berupa sludge drying bed. Pada kondisi
eksisting, sistem IPAL ini masih memiliki permasalahan yaitu timbulannya lumpur
berlebih pada bak ekualisasi, gas metana dari MUR belum terolah, serta kadar BOD,
COD, dan TSS yang terkadang belum memenuhi baku mutu. Selain itu, air limbah yang
diolah diharapkan dapat digunakan sebagai bahan baku brewery sejumlah 1.085 m3/hari
maupun untuk keperluan rumah tangga sejumlah 25 m3/hari. Oleh sebab itu dilakukan
redesain terhadap IPAL dengan konfigurasi IPAL yang terpilih adalah bak ekualisasi,
methane upflow reactor, bak aerasi, clarifier, unit pengolahan dengan karbon aktif,
reservoir, dan sludge drying bed untuk mengolah lumpur, dengan tetap menggunakan bak
aerasi dan clarifier yang sudah ada. Jumlah rencana anggaran biaya konstruksi IPAL
adalah sebesar Rp17.637.555.431 dengan biaya operasional sebesar Rp2.276.478.778per
tahun. Kualiatas reuse water telah memenuhi baku mutu menurut PP 22/2021 tentang
Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan standar Kelas
1. Investasi untuk redesain ini menghasilkan keuntungan sebesar Rp4.517.422.500 per
tahun apabila dibandingkan dengan menyerahkan pengolahan air limbah dan membeli air
baku dari pihak ke-3.

Kata kunci: air limbah, IPAL, Mojokerto, PT Multi Bintang Indonesia, redesain.

iii
ABSTRACT

REDESIGN OF WASTEWATER TREATMENT PLANT (WWTP)


IN PT MULTI BINTANG INDONESIA TBK., SAMPANGAGUNG
BREWERY

By

Group AL-03

(Undergraduate Program in Environmental Engineering)

PT Multi Bintang Indonesia Tbk., Sampangagung Brewery is a brewery company that


produces 1,938.9 m3/day of wastewater. The wastewater generated from the brewhouse,
fermentation, and cleaning in place (CIP) activities. The wastewater is treated to the
Wastewater Treatment Plant (WWTP), which currently consists of a raw wastewater
tank, rotary screen, equalization tank, methane upflow reactor, aeration tank, clarifier
and a sludge drying bed. In the existing condition, the WWTP system still has problems,
namely the generation of excess sludge in the equalization tank, methane gas from MUR
that has not been treated, and levels of BOD, COD, and TSS which sometimes do not
meet the quality standards. In addition, the treated wastewater is expected to be used as
raw material for a brewery of 1,085 m3/day as well as for household purposes of 25
m3/day. Therefore, the WWTP must be redesigned with selected WWTP configuration
consist of equalization tank, methane upflow reactor, aeration tank, clarifier, treatment
with activated carbon unit, reservoir, and sludge drying bed to treat sludge produced,
while still using an aeration tank and clarifier that has been installed. The total cost of
the WWTP construction budget is Rp17.637.555.431 with operating costs of
Rp2.276.478.778per year. The quality of reuse water has met the quality standard
according to Government Regulation 22/2021 concerning the Implementation of
Environmental Protection and Management with a Class 1 standard. This investment for
redesign generates a profit of Rp. 4.517.422.500 per year when compared to handing
over wastewater treatment and buying raw water from third parties.

Keywords: PT Multi Bintang Indonesia, Mojokerto, redesign, wastewater, WWTP

iv
RINGKASAN EKSEKUTIF

REDESAIN INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL)


INDUSTRI DI PT MULTI BINTANG INDONESIA TBK.,
SAMPANGAGUNG BREWERY

Oleh

Kelompok AL-03

(Program Studi Sarjana Teknik Lingkungan)

PT Multi Bintang Indonesia Tbk., Sampangagung Brewery sebagai sebuah


perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi bir mempunyai fasilitas
pendukung operasi yang menghasilkan limbah cair. Limbah cair yang dihasilkan
tentunya berkaitan erat dengan bahan bakunya yaitu alkohol. Alkohol atau yang
sering disebut juga sebagai etanol adalah sejenis cairan yang mudah menguap,
tidak berwarna, dan dikategorikan sebagai material bahan berbahaya dan beracun
(B3). Etanol merupakan ikatan rantai tinggal dengan rumus kimia .
Etanol sendiri bukan merupakan senyawa yang terdapat secara bebas di alam.
Limbah cair yang mungkin masih mengandung alkohol ini tentu harus mengalami
pengolahan khusus sebelum dibuang ke lingkungan.

PT Multi Bintang Indonesia Tbk., Sampangagung Brewery menghasilkan air


limbah sebesar 1938,9 m3/hari. Air limbah dialirkan menuju Instalasi Pengolahan
Air Limbah (IPAL) yang saat ini terdiri dari unit raw wastewater tank, rotary
screen, equalization basin, methane upflow reactor, aeration basin, clarifier,
fishpond, serta sludge drying bed.

Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang ada di PT Multi Bintang Indonesia
Tbk., Sampanagung Brewery memiliki beberapa permasalahan antara lain yaitu
belum terpenuhinya baku mutu air limbah untuk parameter BOD, COD, dan TSS
menurut Peraturan Gubernur, adanya timbulan lumpur pada bak ekualisasi, dan

v
belum termanfaatkannya biogas terutama gas metana yang dihasilkan sebagai
akibat dari unit methane upflow reactor (MUR) yang terbuka. Dampak dari
permasalahan sistem diantaranya adalah menurunnya kadar oksigen terlarut di
dalam badan air akibat kadar BOD dan COD efluen air limbah yang terlalu tinggi,
menurunnya kualitas badan air akibat kadar TSS efluen air limbah yang terlalu
tinggi, adanya kemungkinan lumpur pada bak ekualisasi terbawa ke unit
selanjutnya, serta bak MUR menjadi sumber polutan karena gas metana yang
tidak tertangkap dengan baik. Oleh karena itu, dilakukan redesain atau
perancangan ulang Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT Multi Bintang
Indonesia Tbk, Sampangagung Brewery. Selain adanya beberapa permasalahan
pada IPAL, juga terdapat kebutuhan untuk menggunakan kembali (reuse) air hasil
olahan IPAL agar dapat dipakai kembali sebagai air kelas I, sehingga mengurangi
kebutuhan air PT Multi Bintang Indonesia Tbk., Sampangagung Brewery.

Dalam memilih konfigurasi dari beberapa alternatif yang telah ditetapkan, tahap
pertama yang dilakukan adalah menilai setiap konfigurasinya berdasarkan
pertimbangan teknis yang telah ditentukan. Penilaian untuk pertimbangan teknis
dihitung menggunakan pembobotan yang didasarkan pada metode Analytical
Hierarchy Process (AHP).

Konfigurasi desain terpilih adalah raw wastewater tank, rotary screen,


equalization basin, methane upflow reactor, aeration basin, clarifier, granular
activated carbon, dan reservoir. Unit yang dirancang ulang adalah equalization
basin, methane upflow reactor, dan sludge drying bed, serta unit yang
ditambahkan adalah granular activated carbon dan reservoir. Jumlah rencana
anggaran biaya konstruksi sebesar Rp17.637.555.431 dan biaya operasional
sebesar Rp2.276.478.778 per tahun. Berdasarkan hasil analisis kelayakan ekonomi
dengan metode Net Present Value dan Payback Period, perancangan ulang IPAL
dapat dijalankan karena layak secara ekonomis dengan nilai NPV untuk suku
bunga bank terbaru sebesar 3,5% selama 10 tahun adalah Rp58.073.784.701

dan nilai PP adalah 4,34 tahun yang artinya dana investasi telah kembali sebelum
5 tahun operasi IPAL.

vi
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan kesehatan, rahmat, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas mata kuliah TL 4096 – Perancangan Teknik Lingkungan
dengan judul “Redesain Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Industri Di PT
Multi Bintang Indonesia Tbk., Sampangagung Brewery”. Laporan ini disusun
sebagai salah satu syarat untuk memenuhi mata kuliah TL 4096 Perancangan
Teknik Lingkungan. Dalam penyusunan laporan ini, kami mendapatkan banyak
bantuan dari segala pihak sehingga laporan ini dapat selesai dengan baik dan tepat
pada waktunya. Maka dari itu, kami ingin mengucapkan terimakasih, terutama
kepada:

1. Keluarga dari masing-masing kami yang selalu mendoakan, memberikan


doa dan motivasi;
2. Ibu Prof.Dr.Ing.Ir. Prayatni Soewodo, MS. dan Ibu Dr. Ing. Marisa
Handajani, ST, MT selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
arahan dan membimbing penulis;
3. Ibu Dr. Mont. Kania Dewi, S.T., M.T. selaku Ketua Program Studi Teknik
Lingkungan ITB;
4. Bapak Ir. Agus Jatnika Effendi, Ph.D, Bapak Dr. I Made Wahyu
Widyarsana, S.T., M.T., dan Bapak Septian Hadi Susetyo, S.T., M.T.
selaku dosen pengampu mata kuliah TL 4096 – Perancangan Teknik
Lingkungan;
5. Syaviera Aninda Putri Said dan I Gde Krishna Satia Dharma yang telah
membantu penulis selama penyusunan laporan Perancangan Teknik
Linkungan ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat pada laporan
ini. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan laporan ini.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat.

Penulis

vii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... i


ABSTRAK ......................................................................................................... iii
ABSTRACT ......................................................................................................... iv
RINGKASAN EKSEKUTIF ................................................................................ v
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ i
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .............................................................................................. vi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... viii
BAB I Pendahuluan ............................................................................................. 1
I.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
I.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 2
I.3 Maksud dan Tujuan ..................................................................................... 2
I.4 Ruang Lingkup............................................................................................ 3
I.5 Sistematika Laporan .................................................................................... 4
BAB II Kondisi Sistem Saat Ini ........................................................................... 6
II.1 Gambaran Umum Lokasi ........................................................................... 6
II.2 Gambaran Khusus Lokasi .......................................................................... 8
II.3 Aspek Teknis ........................................................................................... 10
II.3.1 Sarana dan Prasarana ......................................................................... 10
II.3.2 Proses Produksi Bir ........................................................................... 10
II.4 Aspek Non-Teknis ................................................................................... 17
II.4.1 Profil Perusahaan ............................................................................... 17
II.4.2 Environmental Sustainability ............................................................. 17
II.5 Lingkup Pelayanan .................................................................................. 19
II.6 Detail Sistem IPAL .................................................................................. 19
II.6.1 Raw Wastewater Tank ....................................................................... 20
II.6.2 Rotary Screen .................................................................................... 21
II.6.3 Equalization Basin ............................................................................ 22
II.6.4 Methane Upflow Reactor (MUR) ....................................................... 23
II.6.5 Aeration Basin................................................................................... 27

i
II.6.6 Clarifier ............................................................................................ 29
II.6.7 Fishpond ........................................................................................... 31
II.7 Permasalahan Sistem ............................................................................... 32
II.8 Dampak Permasalahan Sistem.................................................................. 34
II.9 Permasalahan Lain ................................................................................... 35
II.10 Rangkuman Permasalahan ..................................................................... 36
BAB III Identifikasi Awal Pengembangan Sistem .............................................. 38
III.1 Tahapan Pengerjaan ................................................................................ 38
III.2 Pendekatan Metodologi .......................................................................... 38
III.3 Kondisi Lapangan ................................................................................... 40
III.4 Data Lapangan Sekunder ........................................................................ 41
III.5 Pertimbangan Awal ................................................................................ 45
III.6 Rekomendasi Awal ................................................................................. 47
III.7 Parameter Desain Umum ........................................................................ 49
III.8 Analisis Manfaat ..................................................................................... 51
III.9 Rangkuman ............................................................................................ 51
BAB IV Pemilihan Sistem dan Desain Sistem .................................................... 54
IV.1 Dasar Teori............................................................................................. 54
IV.1.1 Preliminary Treatment ..................................................................... 54
IV.1.2 Primary Treatment ........................................................................... 55
IV.1.3 Secondary Treatment ....................................................................... 55
IV.1.3 Sludge Handling .............................................................................. 61
IV1.4 Advanced Treatment ......................................................................... 62
IV.1.3 Water Reuse Technology .................................................................. 62
IV.1.4 Reservoir ......................................................................................... 64
IV.2 Konsep Desain Sistem ............................................................................ 64
IV.4 Kriteria Seleksi Alternatif dan Analisis ................................................... 65
IV.5 Batasan (Constraints) ............................................................................. 66
IV.6 Analisis Risiko ....................................................................................... 68
IV.7 Analisis Ketidakpastian dan Keberlanjutan ............................................. 70
IV.8 Prinsip Daur Hidup dan Dampak Lingkungan......................................... 75
IV.10 Alternatif Lokasi Penempatan Sistem ................................................... 78
IV.11 Alternatif Konfigurasi Sistem dan Unit ................................................. 78
IV.12 Konfigurasi Sistem Terpilih .................................................................. 80

ii
IV.13 Kriteria dan Parameter Desain Teknis ................................................... 88
IV.13.1 Equalization Basin ......................................................................... 89
IV.13.2 Methane Upflow Reactor................................................................ 89
IV.13.3 Activated Carbon Filter ................................................................. 90
IV.13.4 Reservoir ....................................................................................... 91
IV.13.5 Sludge Drying Bed ......................................................................... 91
IV.14 Desain Sistem dan Unit ........................................................................ 92
IV.14.1 Bak Ekualisasi ............................................................................... 92
IV.14. 2 Methane Upflow Reactor ............................................................... 93
IV.14.3 Activated Carbon Filter ................................................................. 96
IV.14.4 Reservoir ....................................................................................... 96
IV.14.5 Sludge Drying Bed ......................................................................... 97
IV.15 Profil dan Model Desain ....................................................................... 98
IV.15.1 Kesetimbangan Massa .................................................................... 98
IV.15.2 Profil Hidrolis ................................................................................ 99
IV.16 Spesifikasi Teknis Ringkas ................................................................. 100
IV.17 Rencana Anggaran Biaya (CAPEX) ................................................... 103
IV.18 Perkiraan Biaya Operasi dan Pemeliharaan (OPEX) ........................... 103
IV.19 Aspek Finansial dan Ekonomi ............................................................ 104
IV.20 Aspek Institusional/Manajemen .......................................................... 106
IV.21 Aspek Kebijakan ................................................................................ 107
IV.23 Rekomendasi Tambahan Sistem Terpilih ............................................ 109
IV.24 Rangkuman ........................................................................................ 110
BAB V Kesimpulan ......................................................................................... 112
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 113
LAMPIRAN .................................................................................................... 117

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar II. 1 Peta Kabupaten Mojokerto .............................................................. 6


Gambar II. 2 Tata Letak Bangunan PT Multi Bintang Indonesia Tbk.,
Sampangagung Brewery…………………………………………………………….8
Gambar II. 3 Layout PT Multi Bintang Indonesia Tbk., Sampangagung Brewery . 9
Gambar II. 4 Block Flow Diagram proses produksi bir di PT Multi Bintang
Indonesia., Sampangagung Brewery ................................................................... 11
Gambar II. 5 Skema IPAL PT Multi Bintang Indonesia Tbk,. Sampangagung
Brewery ............................................................................................................. 20
Gambar II. 6 Raw Wastewater Tank ................................................................... 20
Gambar II. 7 Jalur Perpipaan beserta Pompa yang Mengalirkan Air Limbah
Menuju Raw Wastewater Tank ........................................................................... 21
Gambar II. 8 Rotary Screen................................................................................ 22
Gambar II. 9 Wadah untuk Mengalirkan Air Limbah dari Rotary Screen Menuju
Equalization Basin ............................................................................................. 22
Gambar II. 10 Equalization Basin yang Terdapat di PT Multi Bintang Indonesia
Tbk., Sampangagung Brewery ........................................................................... 23
Gambar II. 11 Tampak Methane Up-flow Reactor yang Terdapat di PT Multi
Bintang Indonesia Tbk., Sampangagung Brewery .............................................. 24
Gambar II. 12 Tampak Methane Up-flow Reactor yang Terdapat di PT Multi
Bintang Indonesia Tbk., Sampangagung Brewery .............................................. 24
Gambar II. 13 Flare yang Digunakan untuk Mengeluarkan Gas Metana (CH4) .. 25
Gambar II. 14 Air Limbah dari MUR Menuju Holding Tank untuk Proses
Selanjutnya ........................................................................................................ 26
Gambar II. 18 Effluent Holding Tank yang Terdapat di PT Multi Bintang
Indonesia Tbk., Sampangagung Brewery............................................................ 27
Gambar II. 19 Aeration Basin yang Terdapat di PT Multi Bintang Indonesia Tbk.,
Sampangagung Brewery..................................................................................... 28
Gambar II. 20 Aeration Blower yang Berfungsi untuk Menginjeksikan Oksigen ke
Dalam Aeration Basin ........................................................................................ 28

iv
Gambar II. 21 Final Clarifier yang Terdapat di PT Multi Bintang Indonesia Tbk.,
Sampangagung Brewery..................................................................................... 29
Gambar II. 23 Aliran Air Permukaan yang Mengandung Padatan dan Lemak yang
Dialirkan Menuju Scum Box............................................................................... 30
Gambar II. 24 Isi dari Scum Box yang Berfungsi Sebagai Penampung Padatan dan
Lemak yang Tersapu oleh Scrapper Blade dan Skimmer .................................... 30
Gambar II. 25 Fishpond yang Terdapat di PT Multi Bintang Indonesia Tbk.,
Sampangagung Brewery..................................................................................... 31
Gambar II. 26 Efluen yang Dikeluarkan dari Seluruh Proses WWTP Menuju
Badan Air Penerima ........................................................................................... 32
Gambar III. 6 Metodologi Perancangan IPAL PT Multi Bintang Indonesia Tbk.,
Sampanagung Brewer...………………………………………………………….38
Gambar III. 8 Grafik nilai suhu influen dan efluen PT Multi Bintang Indonesia
Tbk., Sampangagung Brewery Sumber : Said, 2019 .......................................... 42
Gambar III. 9 Grafik nilai pH influen, efluen, PT Multi Bintang Indonesia Tbk.,
Sampangagung Brewery Sumber : Said, 2019 ................................................... 42
Gambar III. 10 Grafik konsentrasi BOD influen, efluen, PT Multi Bintang
Indonesia Tbk., Sampangagung Brewery Sumber : Said, 2019 .......................... 43
Gambar III. 11 Grafik konsentrasi COD influen, efluen, PT Multi Bintang
Indonesia Tbk., Sampangagung Brewery Sumber : Said, 2019 .......................... 44
Gambar III. 12 Grafik konsentrasi TSS influen, efluen, PT Multi Bintang
Indonesia Tbk., Sampangagung Brewery Sumber : Said, 2019 .......................... 44
Gambar IV. 1 Alternatif Konfigurasi 1.......................................................... 79
Gambar IV. 2 Alternatif Konfigurasi 2 ............................................................... 80
Gambar IV. 3 Alternatif Konfigurasi 3 ............................................................... 80
Gambar IV. 4 Alterntif Konfigurasi Terpilih ...................................................... 88
Gambar IV. 5 Neraca Massa IPAL ..................................................................... 98

v
DAFTAR TABEL

Tabel II. 1 Data Jumlah Penduduk dan Luas Wilayah Per Kecamatan di
Kabupaten Mojokerto .......................................................................................... 7
Tabel II. 2 Perbandingan Kondisi Effluen Air Limbah dengan Baku Mutu ......... 33
Tabel III. 1 Perbandingan Baku Mutu Limbah Cair Industri Bir………….……..49
Tabel III. 1 Karakteristik influen PT Multi Bintang Indonesia Tbk.,
Sampangagung Brewery………...……………………………………………… 41
Tabel III. 2 Perbandingan Baku Mutu Limbah Cair Industri Bir ......................... 50
Tabel III. 3 Baku Mutu Kelas I Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 .... 50
Tabel IV. 1 Analisis Risiko dan Langkah Pencegahan dalan Kegiatan Konstruksi
dan operasi IPA………………………………………………………………..68
Tabel IV. 2 Analisi Dampak Lingkungan Tahap Pra Konstruksi......................... 77
Tabel IV. 3 Analisi Dampak Lingkungan tahap Konstruksi ................................ 77
Tabel IV. 4 Analisi Dampak Lingkungan tahap Operasi dan Pemeliharaan ........ 78
Tabel IV. 5 Alternatif Unit Pengolahan Anaerob ................................................ 79
Tabel IV. 6 Pembobotan Kepentingan untuk AHP ............................................. 83
Tabel IV. 7 Matriks pembobotan tiap kriteria ..................................................... 84
Tabel IV. 8 Bobot akhir tiap kriteria ................................................................... 84
Tabel IV. 9 Pembobotan tiap alternatif dalam kriteria efisiensi penyisihan ......... 85
Tabel IV. 10 Pembobotan tiap alternatif dalam kriteria biaya konstruksi ............ 85
Tabel IV. 11 Pembobotan tiap alternatif dalam kriteria kebutuhan lahan ............ 85
Tabel IV. 12 Pembobotan tiap alternatif dalam kriteria produksi produk samping
.......................................................................................................................... 86
Tabel IV. 13 Pembobotan tiap alternatif dalam kriteria kemudahan operasional . 86
Tabel IV. 14 Pembobotan tiap alternatif dalam kriteria biaya operasional dan
maintenance....................................................................................................... 87
Tabel IV. 15 Hasil akhir pemilihan alternatif konfigurasi IPAL.......................... 87
Tabel IV. 16 Kualitas Effluen Air Limbah dari Alternatif Konfgurasi terpilih .... 88
Tabel IV. 17 Kriteria Desain Bak Ekualisasi ...................................................... 89
Tabel IV. 18 Kriteria Desain Methane Upflow Reactor ...................................... 89
Tabel IV. 19 Karakteristik Granular Activated Carbon (GAC) .......................... 90

vi
Tabel IV. 20 Kriteria Desain Granular Activated Carbon (GAC) contactors ...... 90
Tabel IV. 21 Kriteria Desain Reservoir .............................................................. 91
Tabel IV. 22 Kriteria desain Sludge Drying Bed ................................................. 91
Tabel IV. 23 Typical area yang dibutuhkan untuk tipe biosolid .......................... 92
Tabel IV. 24 Data Perencanaan Bak Ekualisasi .................................................. 93
Tabel IV. 25 Rekapitulasi Hasil Desain Bak Ekualisasi ...................................... 93
Tabel IV. 26 Data Perencanaan Desain Methane Upflow Reactor ....................... 93
Tabel IV. 27 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Methane Upflow Reactor .............. 94
Tabel IV. 28. Rekapitulasi Hasil Desain Granular Activated Carbon Filter ....... 96
Tabel IV. 29 Data Perencanaan Perancangan Reservoir ..................................... 96
Tabel IV. 30 Rekapitulasi Hasil Perancangan Reservoir ..................................... 96
Tabel IV. 31 Hasil Perhitungan Sludge Drying Bed ............................................ 97
Tabel IV. 32 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Profil Hidrolis Redesain IPAL PT
Multi Bintang Indonesia Tbk. Sampanagung Brewery ........................................ 99
Tabel IV. 33 Spesifikasi Teknis Pompa Untuk Bak Ekualisasi ......................... 100
Tabel IV. 34 Spesifikasi Teknis Surface Mixer Untuk Bak Ekualisasi .............. 101
Tabel IV. 35 Spesifikasi Teknis Pompa Untuk Granular Avtivated Carbon...... 102
Tabel IV. 36 Spesifikasi Teknis Pompa Untuk Sludge drying bed .................... 102
Tabel IV. 37 Kebutuhan Perpipaan Redesain IPAL PT Multi Bintang Indoensia
Tbk Sampangagung Brewery ........................................................................... 102
Tabel IV. 38. Rekapitulasi Rencana Anggaran Biaya Redesain IPAL PT Multi
Bintang Indonesia Tbk, Sampangagung Brewery ............................................. 103
Tabel IV. 39 Rekapitulasi Biaya Operasi dan Pemeliharaan ............................. 104
Tabel IV. 40 Dana Keluar ................................................................................ 105
Tabel IV. 41 Dana Masuk ................................................................................ 105
Tabel IV. 42 Perhitungan NPV ........................................................................ 105
Tabel IV. 43Hasil Perhitungan NPV dan PP ..................................................... 106
Tabel V. 1 Detail Perancangan IPAL PT PT Multi Bintang Indonesia, Tbk
Sampangagung Brewery................................................................................... 112

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Detail Perhitungan Unit ............................................................... 118


Lampiran B. Detail Hasil Perhitungan Profil Hidrolis....................................... 140
Lampiran C. Detail Rencana Anggaran dan Biaya (CAPEX) dan Perkiraan Biaya
Operasi dan Pemeliharaan (OPEX) .................................................................. 144
Lampiran D. Detail Gambar ............................................................................. 149

viii
BAB I Pendahuluan

I.1 Latar Belakang


Era globalisasi dewasa ini membawa banyak perubahan bagi dunia dan manusia.
Kecepatan dan kecanggihan teknologi membawa manusia menginginkan sesuatu
yang instan dan praktis untuk digunakan. Oleh karena itu, industri di seluruh
dunia berlomba-lomba dalam memenuhi kebutuhan dan kepuasan masyarakat
dengan terus meningkatkan kualitas dan kuantitas produksinya. Namun, setiap
proses produksi di industri pasti akan menimbulkan limbah, terutama limbah cair.
Limbah cair yang dihasilkan oleh setiap industri tentunya berbeda-beda
bergantung pada jenis barang yang diproduksi dan komponen-komponen yang
digunakan dalam prosesnya. Namun, selain dipengaruhi oleh komponen dan
barang yang diproduksi, limbah cair juga dapat dihasilkan melalui proses yang
terjadi selama kegiatan produksi di industri berlangsung.

Perkembangan dunia yang pesat dan kegiatan di industri ini tentunya menekan
kapasitas lingkungan hidup di sekitarnya, mengakibatkan jumlah limbah cair
semakin meningkat pula. Hal ini diperparah dengan banyaknya industri yang tidak
melakukan penanganan, pengelolaan, dan pengolahan limbah cair secara baik.
Limbah cair yang tidak diolah dengan baik tentu akan berakibat buruk bagi
lingkungan, juga kesehatan manusia yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu,
dibutuhkan suatu pengolahan limbah cair industri, agar dapat mengelola limbah
cair yang dihasilkan sehingga memenuhi standar kualitas yang dipersyaratkan dan
tidak berdampak buruk bagi lingkungan maupun manusia.

PT Multi Bintang Indonesia, Tbk Sampangagung Brewery sebagai sebuah


perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi bir mempunyai fasilitas
pendukung operasi yang menghasilkan limbah cair. Limbah cair yang dihasilkan
tentunya berkaitan erat dengan bahan bakunya yaitu alkohol. Alkohol atau yang
sering disebut juga sebagai etanol adalah sejenis cairan yang mudah menguap,
tidak berwarna, dan dikategorikan sebagai material bahan berbahaya dan beracun
(B3). Etanol merupakan ikatan rantai tinggal dengan rumus kimia C 2H5OH.
Etanol sendiri bukan merupakan senyawa yang terdapat secara bebas di alam.

1
Limbah cair yang mungkin masih mengandung alkohol ini tentu harus mengalami
pengolahan khusus sebelum dibuang ke lingkungan.

Oleh karena itu, kami melakukan perancangan ini dengan tujuan untuk
mengevaluasi kondisi eksisting instalasi pengolahan air limbah (IPAL) PT Multi
Bintang Indonesia, Tbk Sampangagung Brewery yang ada saat ini serta
melakukan perancangan ulang terhadap IPAL guna meningkatkan efektivitas dan
efisiensi dari pengolahan sekaligus sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
mata kuliah TL-4096 Perancangan Teknik Lingkungan.

I.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari perancangan ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana kondisi aktual instalasi pengolahan air limbah PT Multi


Bintang Indonesia Tbk. Sampangagung Brewery?
2. Bagaimana teknologi pengolahan air limbah yang tepat untuk instalasi
pengolahan air limbah PT Multi Bintang Indonesia Tbk. Sampangagung
Brewery?
3. Bagaimana detail perancangan ulang unit instalasi pengolahan air limbah
PT Multi Bintang Indonesia Tbk. Sampangagung Brewery?
4. Bagaimana Rencana Anggaran Biaya (RAB) dari perancangan ulang
instalasi pengolahan air limbah PT Multi Bintang Indonesia Tbk.
Sampangagung Brewery?

I.3 Maksud dan Tujuan


Maksud dari perancangan ulang ini adalah untuk menentukan perancangan teknis
unit instalasi pengolahan air limbah PT Multi Bintang Indonesia, Tbk
Sampangagung Brewery disesuaikan dengan kondisi unit yang ada saat ini
sehingga dapat diperbaharui agar instalasi dapat berjalan lebih efektif dan efisien.
Adapun tujuan dari perancangan ini adalah sebagai berikut.

a. Melakukan evaluasi terhadap kondisi aktual IPAL PT Multi Bintang


Indonesia Tbk. Sampangagung Brewery yang ada saat ini.

2
b. Menentukan alternatif teknologi pengolahan air limbah untuk perancangan
ulang dari IPAL PT Multi Bintang Indonesia Tbk. Sampangagung
Brewery.
c. Menentukan detail perancangan dari unit IPAL PT Multi Bintang
Indonesia Tbk. Sampangagung Brewery.
d. Menentukan Rencana Anggaran Biaya (RAB) dari perancangan ulang unit
IPAL PT Multi Bintang Indonesia Tbk. Sampangagung Brewery.

I.4 Ruang Lingkup


Ruang lingkup proyek perancangan ini adalah sebagai berikut.

a. Objek Perancangan
Perancangan ulang Instalasi Pengolahan Air Limbah PT Multi Bintang
Indonesia, Tbk Sampangagung Brewery dan Rencana Anggaran Biaya
untuk perancangan ulang Instalasi Pengolahan Air Limbah tersebut.
b. Lokasi Perancangan
Lokasi studi perencanaan terletak di PT Multi Bintang Indonesia, Tbk
Sampangagung Brewery.
c. Waktu Pengerjaan
Pengerjaan perancangan ulang Instalasi Pengolahan Air Limbah PT Multi
Bintang Indonesia, Tbk Sampangagung Brewery dilakukan selama ± 4
bulan.
d. Pelaksanaan Perancangan
1. Menganalisis kualitas dan kuantitas air limbah yang diolah Instalasi
Pengolahan Air Limbah PT Multi Bintang Indonesia, Tbk
Sampangagung Brewery.
2. Melakukan evaluasi terhadap Instalasi Pengolahan Air Limbah Industri
PT Multi Bintang Indonesia, Tbk Sampangagung Brewery.
3. Menentukan batasan, kriteria, dan alternatif desain instalasi
pengolahan air limbah industri.
4. Melakukan perhitungan dimensi unit pengolahan dan pembuatan
gambar rancangan.

3
5. Melakukan perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB)
pembangunan dan pemeliharaan Instalasi Pengolahan Air Limbah PT
Multi Bintang Indonesia, Tbk Sampangagung Brewery.

I.5 Sistematika Laporan


Sistematika penulisan laporan yang digunakan dalam studi perancangan ini adalah
sebagai berikut

BAB I Pendahuluan

Berisi latar belakang studi, perumusan masalah, maksud dan tujuan


studi, ruang lingkup studi dan sistematika penulisan.

BAB II Kondisi Sistem Saat Ini

Berisi gambaran lokasi secara umum dan khisis, aspek-aspek


teknis maupun non teknis terkait dengan sistem, lingkup
pelayanan, detail sistem, permasalahan serta dampak dari
permasalahan sistem.

BAB III Identifikasi Awal Pengembangan Sistem

Berisi hasil identifikasi awal yang mencakup metodologi yang


digunakan, kondisi lapangan melalui pendekatan data sekunder,
pertimbangan dan rekomendasi awal dari pengembangan sistem,
parameter desain umum, serta analisis manfaat dari pengembangan
sistem.

BAB IV Pemilihan dan Desain Sistem

Berisi dasar teori serta konsep yang melandasi desain sistem.


Selain itu, bab ini juga berisi analisis alternatif, tahapan dalam
pemilihan alternatif, kriteria dan parameter desain teknis,
penjelasan mengenai sistem terpilih, serta aspek-aspek yang
berkaitan dengan sistem terpilih

4
BAB V Kesimpulan dan Saran

Berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran dalam


upaya pengembangan sistem.

5
BAB II Kondisi Sistem Saat Ini

II.1 Gambaran Umum Lokasi


PT Multi Bintang Indonesia Tbk., Sampangagung Brewery terletak di Jalan Raya
Mojosari-Pacet KM 50, Sampangagung, Kecamatan Kutorejo, Kabupaten
Mojokerto, Jawa Timur. Kabupaten Mojokerto merupakan salah satu kabupaten di
Provinsi Jawa Timur, dimana luas wilayah seluruhnya adalah 692,15 Km2.
Berdasarkan letak geografisnya, Kabupaten Mojokerto berada di wilayah daratan
yang dikelilingi oleh sungai dan tidak memiliki pantai (BPS Kabupaten
Mojokerto, 2021).

Gambar II. 1 Peta Kabupaten Mojokerto


Sumber: RTRW Kabupaten Mojokerto, 2012

Menurut BPS Kabupaten Mojokerto (2021), secara astronomis Kabupaten


Mojokerto terletak antara 111°20'13'' sampai dengan 111°40'47'' bujur timur dan
antara 7°18'35'' Sampai dengan 7°47‟0'' lintang selatan. Berdasarkan posisi
geografis, Kaupaten Mojokerto memiliki batas administrasi sebagai berikut:

6
 Sebelah Utara: Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Gresik
 Sebelah Selatan: Kabupaten Malang
 Sebelah Barat: Kabupaten Jombang
 Sebelah Timur: Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Pasuruan.

Kabupaten Mojokerto terdiri dari 18 kecamatan dengan jumlah penduduk


1.170.748 jiwa yang terdiri atas 589.783 jiwa penduduk laki-laki dan 580.965
jiwa penduduk perempuan. Berikut ini data kecamatan, jumlah penduduk dan luas
wilayah Kabupaten Mojokerto per kecamatan pada Tabel II.1.

Tabel II. 1 Data Jumlah Penduduk dan Luas Wilayah Per Kecamatan di
Kabupaten Mojokerto
Jumlah
No. Kecamatan Luas Wilayah (km2)
Penduduk (Jiwa)
1 Jatirejo 32,98 46346
2 Gondang 39,11 45389
3 Pacet 45,16 61643
4 Trawas 29,86 32000
5 Ngoro 57,48 86669
6 Pungging 48,14 82069
7 Kutorejo 42,83 68527
8 Mojosar 26,65 82574
9 Bangsal 24,06 54126
10 Mojoanyar 23,02 51741
11 Dlanggu 35,42 59102
12 Puri 35,65 80622
13 Trowulan 39,2 78584
14 Sooko 23,46 75885
15 Gedek 22,98 60770
16 Kemlagi 50,05 61782
17 Jetis 57,17 89266

7
18 Dawar Blandong 58,93 53653
Jumlah 692,15 1170748
Sumber: Kabupaten Mokerto Dalam Angka, 2021

Berdasarkan kondisi topografi, wilayah Kabupaten Mojokerto terdiri dari dataran


rendah dan pegunungan yang dilalui aliran sungai Brantas yang membelah dari
selatan ke utara. Suhu udara berkisar antara 23o C sampai dengan 31 o C, dengan
ketinggian rata-rata 107 meter di atas permukaan laut. Kabupaten Mojokerto
dilalui 61 sungai yang tersebar di beberapa kecamatan. Sungai terpanjang adalah
sungai Jurangcetot yang melewati Kecamatan Jatirejo yaitu sepanjang 33,63 km.
Selanjutnya sungai Gembolo sepanjang 31,63 km yang melintasi kecamatan
Trawas, Pacet, Pungging, dan Kutorejo.

II.2 Gambaran Khusus Lokasi


PT Multi Bintang Indonesia Tbk., Sampangagung Brewery terletak di Jalan Raya
Mojosari-Pacet KM 50, Sampangagung, Kecamatan Kutorejo, Kabupaten
Mojokerto, Jawa Timur. Berikut adalah tata letak bangunan PT Multi Bintang
Indonesia Tbk., Sampangagung Brewery pada Gambar II.2.

Gambar II. 2 Tata Letak Bangunan PT Multi Bintang Indonesia Tbk.,


Sampangagung Brewery
Sumber: Google Earth, 2021

8
PT Multi Bintang Indonesia Tbk., Sampangagung Brewery ini menempati lahan
seluas 37 ha yang terbagi atas beberapa bangunan antara lain:
a. Bangunan produksi (brewing & cellar)
b. Bangunan untuk packaging
c. Bangunan Enginerring & Utility
d. Silo & malt intake
e. Empty store
f. Full store
g. General store
h. Bangunan untuk water treatment plant
i. Bangunan waste water treatment plant
j. Chemical store
k. Front office
l. Canteen
m. Parking area
n. Clinic
o. Security station
p. Bangunan untuk BM office
Berikut gambaran layout PT MBI Sampangagung Brewery pada Gambar II.3.

Gambar II. 3 Layout PT Multi Bintang Indonesia Tbk., Sampangagung Brewery


Sumber: Rifqi, 2015

9
II.3 Aspek Teknis
Aspek teknis adalah aspek-aspek yang berkaitan dengan kegiatan produksi
maupun hal-hal lain yang mempengaruhi kegiatan produksi tersebut serta produk
dari kegiatan produksi. Adapun aspek teknis pada PT Multi Bintang Indonesia
Tbk., Sampangagung Brewery ialah sebagai berikut.

II.3.1 Sarana dan Prasarana


Di PT Multi Bintang Indonesia Tbk., Sampangagung Brewery terdapat beberapa
bangunan seperti security post, main office, brewing, soft drink plant, bottling
hall, full store, water treatment plant (WTP), wastewater treatment plant
(WWTP), hingga fasilitas umum untuk karyawan seperti kantin dan mushola.

II.3.2 Proses Produksi Bir


Minuman bir di Sampangagung diproduksi di Brewery dan berfokus pada jenis
pilsener, yaitu bir dengan kadar pahit yang rendah dengan warna keemasan. Bir
dengan jenis ini memiliki kandungan 90% air dan 10% komposisi lainnya. Salah
satu komposisi dari bir adalah barley, yaitu tanaman dari keluarga gandum yang
berperan besar dalam memberikan warna, rasa, busa, dan kandungan alkohol pada
bir. Pada pembuatannya di Brewery, barley ini dicampur dengan malt kelas C dan
membentuk malt grease bean sebagai bahan baku dari minuman bir.
Untuk mengawetkan bir, digunakan bahan alami yaitu bunga hops betina. Selain
sebagai pengawet alami, hops juga memberikan rasa pahit dan aroma pada bir.
Untuk mengaktifkan proses fermentasi, perusahan ini memanfaatkan yeast dengan
mengubah glukosa yang terkandung di dalam barley menjadi alkohol, CO2, dan
menciptakan rasa pada bir. Produksi minuman bir yang dihasilkan dikemas dalam
botol dengan kapasitas 330 ml dan 620 ml.
Prose pembuatan bir di PT Multi Bintang Indonesia., Sampangagung Brewery
terdiri dari tiga tahap, yaitu brewhouse, fermentasi, dan filtrasi. Proses akhir
adalah proses pengemasan dari produk minuman yang telah dihasilkan atau proses
packaging. Selama proses produksi dilakukan proses pembersihan tempat
produksi maupun unit secara rutin yang disebut dengan cleaning in place (CIP).
Adapun block flow diagram untuk proses produksi bir pada Gambar II.4.

10
Gambar II. 4 Block Flow Diagram proses produksi bir di PT Multi Bintang
Indonesia., Sampangagung Brewery
Sumber: Said, 2019

II.3.2.1 Brewhouse
Brewhouse merupakan proses yang bertujuan untuk mengubah salah satu bahan
baku utama yaitu malt menjadi cold wort untuk kemudian difermentasi. Adapun
tahapan-tahapan pada proses brewhouse ialah sebagai berikut :

11
1. Malt intake, merupakan proses penyimpanan malt atau barley yang
diperoleh dari produsen di silo. Malt dan barley yang didapat dari
produsen kemudian dibersihkan di unit pre-cleaner yang bertujuan untuk
memisahkan malt dan barley dari zat-zat asing. Selanjutnya dilakukan
proses pemisahan logam yang terdapat pada campuran malt dan barley
menggunakan magnetizer. Malt dan barley tersebut kemudian ditimbang
menggunakan weigher dan akhirnya dipindahkan ke tempat penyimpanan
akhir yaitu silo.
2. Handling, bertujuan untuk memisahkan malt dan barley dari zat-zat
pengotor menggunakan separator. Selain itu malt dan barley juga akan
memasuki unit destoner untuk memisahkan batu-batuan yang tercampur
dengan malt dan barley. Hal ini bertujuan agar batu-batu tersebut tidak
menyebabkan percikan api pada proses hammer mill. Setelah itu malt dan
barley akan melewati unit dust filter yang bertujuan untuk menyaring
partikulat yang tercampur.
3. Milling, proses ini dilakukan di hammer mill yang bertujuan untuk
menggiling malt dan barley agar menjadi serbuk (grist). Penggilan ini
bertujuan untuk memperluas luas kontak malt dan barley sehingga
mempermudah proses kerja enzim saat mashing estraksi.
4. Mashing, proses ini dilakukan di tangki mash tun yang bertujuan untuk
mengubah fasa grist (serbuk padatan) menjadi cair sekaligus mengekstrak
senyawa-senyawa yang terdapat pada grist. Pada proses ini juga terjadi
proses enzimatis yang mememcah senyawa kompleks menjadi senyawa
yang lebih lebih sederhana.
5. Filtering, proses ini dilakukan di mash filter dan bertujuan untuk
menyaring campuran dari mash tun. Hasil saringan berupa wort yang akan
dikirim menuju buffer tank untuk menjaga laju alir dan tekanan masuk
pada kondisi tertentu. Pada tahap ini juga terjadi proses pre-compression
yaitu penambahan udara terkompresi untuk mengembangkan membran
dari mash tun. Kadar air pada proses ini akan menurun sehingga terbentuk
filter cake dengan komposis homogen dan berbentuk padat. Tahap

12
selanjutnya adalah sparging, yaitu proses mengalirkan air untuk
mengambil ekstrak yang masih tersisa dari proses filtering.
6. Boiling, bertujuan untuk ekstraksi dan transformasi komponen dari ekstrak
hop yang berfungsi sebagai perisa dan pemberi aroma bir. Proses ini
dilakukan di tangki wort copper dimana temperatur harus terjaga antara
77˚C hingga 85 ˚C.
7. Clarifying, bertujuan untuk memisahkan wort dari padatan. Pemisahan ini
menggunakan prinsip gaya sentripental yang dilakukan di unit whirpool.
Adapun fermentator yang ditambahkan pada proses ini adalah
ZnSO4.7H2O.
8. Cooling dan aerasi, bertujuan untuk menurunkan temperatur wort
mencapai 10˚C. Penurunan suhu ini bertujuan agar sel ragi tidak rusak dan
dapat melakukan fermentasi. Proses pendinginan ini menggunakan plate
heat ecxchanger (PHE) dan dilakukan sebanyak dua tahap dengan dua unit
PHE. Setelah keluar dari PHE, wort akan diaerasi dengan menggunakan
udara steril melalui sistem aerasi. Hal ini bertujuan untuk melarutkan
oksigen ke dalam wort agar proses pertumbuhan dan pertambahan ragi
dapat berlangsung dengan baik. Setelah proses aerasi, cold wort akan
dikirim ke tangki fermentasi untuk kemudian menjalani proses fermentasi.

II.3.2.2 Fermentasi
Proses fermentasi bertujuan untuk mengubah wort menjadi bir. Gula-gula pada
wort akan mengalami serangkaian metabolisme sel ragi untuk menghasilkan
etanol dan karbon dioksida. Produk samping dari fermentasi ini juga berperan
dalam rasa, aroma, serta karakteristik bir. Fermentasi dimulai dengan mengisi
tangki fermentasi dengan cold wort yang berasal dari tahap brewhouse. Cold wort
ini kemudian dicampur dengan ragi dan dimasukkan ke dalam tangki fermentator
yang kemudian disebut sebagai proses yeast pitching atau pitching. Proses
fermentasi ini umumnya berlangsung selama empat hari sejak brew pertama
dimasukkan ke dalam tangki. Proses fermentasi ini dinyatakan selesai apabila
nilai apparent extract (AE) mencapai 5,9.

13
Proses fermentasi ini berlangsung pada suhu konstan yaitu 10,5˚C. Setelah nilai
AE pada proses fermentasi mencapai nilai 5,9, pendingin yang berada pada tangki
akan dimatikan. Hal ini akan mengakibatkan temperatur di dalam meningkat
secara terus menerus. Peningkatan temperatur terjadi karena keseluruhan reaksi
pada proses fermentasi merupakan reaksi yang bersifat eksotermis. Proses
peningkatan temperatur ini seringkali disebut sebagai tahapan wait for ruh.
Tahapan ini dinyatakan selesai apabila temperatur telah mencapai 13,5°C. Apabila
nilai AE tidak mencapai 5,9 tetapi temperatur telah mencapai 13,5°C, maka akan
dilanjutkan ke tahap selanjutnya, yaitu tahap ruh. Jika AE telah mencapai 5,9
namun temperatur belum mencapai 13,5°C, tahapan wait for ruh akan dilanjutkan.
Setelah tahapan ruh berlangsung 32±2 jam, proses harvest akan dilakukan. Proses
harvest ini dilakukan dengan tujuan agar yeast dapat digunakan kembali untuk
melakukan fermentasi di tangki yang lain. Sebelum harvest, terdapat proses pre-
run harvest yang dilakukan terlebih dahulu untuk membuang ragi-ragi yang
kurang baik untuk digunakan kembali dalam proses fermentasi.
Ragi pre-harvest akan dikirim menuju surplus yeast tank (SYT). Proses
dilanjutkan dengan tahap deep cooling, yaitu proses mengalirkan cairan pendingin
berupa campuran etanol air 30% pada jaket pendingin yang menyelimuti tangki.
Setelah proses ruh selesai, pendingin kemudian akan dialirkan pada bagian tengah
dan atas tangki untuk proses deep cooling pertama. Pendinginan ini bertujuan agar
terjadi pengadukan di dalam tangki akibat adanya perbedaan densitas antara
bagian bawah dan atas tangki. Pendinginan ini terus dilakukan hingga temperatur
telah mencapai 5°C. Setelah proses deep cooling selesai, campuran wort dan ragi
hasil fermentasi disebut dengan young beer. Young beer yang telah mencapai suhu
1°C, dilanjutkan menuju tahapan storage atau penyimpanan di tangki.
Tahapan ini dilakukan dengan mengalirkan cairan pendingin pada bagian bawah
dan tengah tangki. Umumnya, proses penyimpanan ini berlangsung selama tiga
hari dengan menjaga temperatur young beer tetap konstan pada 1°C. Setelah
disimpan selama tiga hari, proses purging dilakukan, baik untuk tangki kecil
maupun tangki besar. Purging akan dilakukan dengan membuang ragi yang
berada di dasar tangki dengan volume sekitar 60 hL untuk tangki besar dan sekitar
30 hL untuk tangki kecil. Hasil purging tersebut akan dikirim menuju tangki SYT.

14
Young beer yang telah terfermentasi dengan sempurna kemudian dialirkan
menuju tahap filtrasi.

II.3.2.3 Filtrasi
Setelah proses fermentasi di tangki fermentasi, young beer atau bir sebelum
disaring akan dialirkan menuju bagian filtration. Pertama-tama, young beer akan
dipindahkan menuju Unfiltered Buffer Tank (UBT). Tujuan dari UBT ini adalah
untuk menampung sementara young beer sebelum disaring di tahap-tahap
selanjutnya. Selain itu, UBT berfungsi untuk mengatur laju keluaran young beer
agar berada dalam kecepatan yang konstan. Setelah melewati UBT, young beer
akan mengalami tahap penyaringan lanjutan melalui kieselguhr filter (KG filter).
Kieselguhr merupakan adsorben yang terbentuk dari silica gel dan alumunia yang
berfungsi untuk memisahkan senyawa yang bersifat polar. Bir yang telah disaring
dari UBT masih menyisakan yeast terlarut. Pada proses ini, dilakukan
penyaringan yeast dan protein yang dapat menyebabkan kekeruhan dalam bir.
Produk young beer yang telah lolos saring kieselguhr filter akan menuju
polyvinylpolypyrrolidone filter (PVPP filter), yaitu polimer berjenis nilon yang
memiliki afinitas tinggi terhadap senyawa-senyawa polifenol.
Filter ini akan mengadsorbsi polifenol yang masih terdapat dalam bir. Polifenol
harus dihilangkan dari bir karena polifenol yang bereaksi dengan oksigen dapat
membentuk senyawa kompleks yang menyebabkan keruhnya bir (haze). Setelah
keluar dari PVPP filter, bir yang telah distabilisasi akan masuk ke dalam shock
absorber. Fungsi dari shock absorber adalah untuk menjaga tekanan dan laju alir
dari bir yang akan masuk ke proses selanjutnya. Bir kemudian akan menuju
carbonizer untuk diencerkan. Setelah proses pengenceran selesai, bir kemudian
akan dikarbonasi menggunakan karbon dioksida. Penambahan karbon dioksida
mencapai hinggal 0,503 g/L. Penambahan CO2 berfungsi untuk mengeluarkan O2
yang masih terkandung di dalam bir dan menggantikannya dengan CO2 yang
memberikan cita rasa minuman berkarbonasi.
Keberadaan oksigen yang terlalu tinggi di dalam bir akan menyebabkan bir
teroksidasi sehingga akan menurunkan kualitas bir. Setelah melewati carbonizer,
bir akan melewati tahap penyaringan terakhir, yaitu penyaringan melalui trap

15
filter. Setelah melewati trap filter, bir bagian awal dari bir akan masuk ke dalam
head and tail tank. Setelah jumlah bir yang masuk ke dalam head and tail tank
sudah mencukupi, bir akan masuk ke dalam bright beer tank (BBT) atau keg beer
tank (KBT) bergantung pada kebutuhan. Bir yang masuk ke dalam BBT akan
dikemas dalam bentuk botol, sedangkan bir yang masuk ke dalam KBT akan
dikemas dalam bentuk keg. Lama penyimpanan bir di dalam BBT maupun KBT
adalah selama 4 hari, dihitung dari pertama kali penuhnya BBT atau KBT (selesai
top-up) dan dijaga pada temperatur 3℃. Setelah BBT atau KTB sudah selesai
terisi, teknisi akan menguji kualitas dari bir, mulai dari nilai original gravity
(OG), apparent extract (AE), kadar alkohol, turbiditas, kadar oksigen, kadar CO 2,
pH, dan warna.

II.3.2.4 Packaging
Setelah melewati proses produksi yang panjang, produk bir yang sudah jadi akan
dialirkan menuju ruang packaging. Pada proses ini, bir dimasukkan ke dalam dua
jenis botol yang berbeda, yaitu 620 mL untuk botol besar dan 330 mL untuk botol
kecil. Setelah dimasukkan ke dalam botol, botol ditutup rapat dan dimasukkan ke
dalam kerat botol maupun kardus dengan kapasitas tertentu. Botol yang sudah
dikemas dalam kerat maupun kardus akan disimpan beberapa hari sebelum
akhirnya didistribusikan ke berbagai daerah di Indonesia.

II.3.2.5 Cleaning in Place


Proses cleaning in place (CIP) terjadi di seluruh proses produksi, mulai dari
brewhouse, cellar, hingga filtration dengan sistemnya masing-masing. Cleaning
in place merupakan kegiatan membersihkan unit produksi maupun tempat proses
produksi terjadi. Pembersihan dilakukan sebelum unit digunakan maupun setelah
unit digunakan. Air yang dihasilkan dari proses CIP merupakan penyumbang
terbesar dari air limbah yang terdapat pada wastewater treatment plant (WWTP).
Cleaning in place pada brewhouse dilakukan secara harian (daily) dan mingguan
(weekly). Semua CIP di brewhouse dilakukan dengan menggunakan larutan
kaustik. Sementara pada bagian cellar, terdapat tiga jenis prosedur CIP yang
digunakan, yaitu CIP long, CIP caustic, dan CIP disinfectant. Cleaning in place
(CIP) long adalah gabungan dari prosedur CIP caustic dan CIP disinfectant.

16
Sesuai dengan namanya, CIP caustic dilakukan dengan menggunakan larutan
kaustik (caustic) saja, sedangkan CIP disinfectant dilakukan dengan
menggunakan larutan desinfektan (disinfectant) saja. Sementara untuk CIP long
dilakukan pada tangki fermentasi yang akan diisi tidak dibiarkan lebih dari 24
jam. Tangki yang dibiarkan lebih dari 24 jam dikhawatirkan sudah tidak steril
lagi, sehingga perlu disterilkan ulang menggunakan desinfektan. Apabila tangki
tersebut akan dibiarkan kosong dalam jangka waktu yang cukup lama, maka
tangki tersebut hanya akan dibersihkan dengan CIP caustic saja, baru kemudian
saat akan dipakai kembali akan dilakukan CIP disinfectant terlebih dahulu.

II.4 Aspek Non-Teknis


Aspek non-teknis merupakan aspek yang tidak berkaitan langsung dengan
kegiatan produksi seperti profil perusahaan, struktur organisasi, dan
environmental sustainability.

II.4.1 Profil Perusahaan


Berdasarkan anggaran dasar perusahaan, perseroan menjalankan usaha dalam
industi bir dan jenis minuman lainnya. Untuk mencapai tujuan bisnisnya,
perseroan melakukan kegiatan yang terbagi dalam tiga kegiatan utama, yaitu:

• Produksi bir dan minuman lain serta produk-produk terkait lainnya


• Pemasaran produk-produknya, seperti tersebut di atas, baik di pasar lokal
maupun internasional
• Impor materi-materi promosi yang relevan dengan produk-produk
tersebut.

II.4.2 Environmental Sustainability


Environment Sustainability merupakan program dari PT Multi Bintang Indonesia
Tbk. Sampangagung Brewery yang bertujuan untuk membangun kepedulian
perusahaan dan karyawan terhadap lingkungan hidup. Program ini juga memiliki
target agar karyawan dapat memahami Sistem Manajemen Lingkungan (SML)
yang mengacu pada dokumen ISO 14001:2015, serta melaksanakan dan
memelihara SML yang berlaku mengacu pada ISO 14001:2015. Pengenalan
program ini dilakukan dengan memberi pelatihan pada karyawan dan membahas

17
permasalahan lingkungan yang disebabkan oleh industri. Dalam menjalankan
program ini, strategi disusun berdasarkan tuntutan kebutuhan pelanggan dan
kebutuhan bisnis saat ini yang dikemas dalam sistem organisasi bernama supply
chain. Salah satu komponen dari supply chain ini adalah “brew a better world”.
Pada supply chain tersebut, salah satu parameter pengukuran dari keberhasilan
pelaksanaan dapat diukur melalui penggunaan air bersih yang ditargetkan
mencapai angka 3,3 hl/hl dan total konsumsi energi sebesar 89 MJ/hl. Dalam
menunjang supply chain tersebut terdapat beberapa program untuk meningkatkan
keberhasilan dari supply chain, yaitu program penghematan energi dan program
penghematan penggunaan CO2.

Selain dua program tersebut, dicanangkan beberapa program baru, yaitu


penggunaan boiler berbahan bakar biomassa, diadakannya sustainability pillar
sebagai penyokong satu komponen dengan yang lainnya, dan menurunkan nilai
karbon yang dihasilkan. Environment and sustainability pillar merupakan
komponen penyokong untuk mendorong keberhasilan dari program
Environmental Sustainability. Penyokong tersebut terdiri dari:

1. Environment Management System ISO 14001:2015, komponen dari pilar


ini menyatakan sistem manajemen lingkungan yang berlandaskan standar
internasional ISO 14001. Standar ini membantu perusahaan untuk
mengidentifikasi, memprioritaskan, dan mengatur risiko-risiko lingkungan
sebagai bagian dari praktik bisnis.
2. Energy and CO2 reduction in production, komponen dari pilar ini
memfokuskan pada pengurangan penggunaan energi dan CO2 dalam
proses produksi.
3. Water consumption in production, komponen dari pilar ini menargetkan
untuk menurunkan penggunaan air dalam proses produksi hingga
mencapai angka 3,3 hl/hl dalam sehari, seperti yang dilaksanakan pada
kota Tecate, California.
4. Waste and wastewater, pada komponen pilar ini, ditargetkan untuk
penggunaan kembali dari limbah yang dihasilkan, baik limbah padat, cair,
maupun gas. Diharapkan, limbah cair yang dihasilkan dapat diolah dan
digunakan kembali sebagai air bersih untuk mencuci alat maupun botol

18
pada proses produksi. Sementara untuk gas yang dihasilkan, diharapkan
dapat digunakan kembali sebagai energi terbarukan bagi proses produksi,
terutama gas metana (CH4). Untuk limbah padat, dibuatkan bank sampah
yang diharapkan dapat didaur ulang atau digunakan kembali, seperti
limbah botol kaca yang dihasilkan dapat dikirimkan kepada pihak ketiga
untuk diolah menjadi produk yang lebih berguna.
5. Drop the C in Warehouse & Transportation, komponen pilar ini
mengupayakan pengurangan emisi karbon yang dihasilkan dari
penggunaan forklift pada warehouse dan transportasi secara keseluruhan.

II.5 Lingkup Pelayanan


Pelayanan dari sistem pengolahan air limbah di PT Multi Bintang Indonesia,
Sampangagung Brewery meliputi seluruh air limbah dari proses produksi bir di
industri tersebut, mulai dari air limbah yang dihasilkan pada tahap praperlakuan
sampai air limbah yang dihasilkan pada tahap pengemasan. Mayoritas air limbah
di PT Multi Bintang Indonesia berasal dari produk sampingan (by product) dari
proses Cleaning in Place (CIP) dan pengemasan. Proses Cleaning in Place (CIP)
ini dilakukan selama pembersihan terhadap hampir seluruh unit yang terlibat
dalam proses produksi bir. Kapasitas maksimum produksi bir, yaitu 120.000.000
L/tahun atau sama dengan 328,77 m3/hari untuk setiap fase produksi.

II.6 Detail Sistem IPAL


Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang terdapat di PT Multi Bintang
Indonesia, Sampangagung Brewery terdiri dari beberapa unit pengolahan,
diantaranya raw wastewater tank, rotary screen, equalization basin, methane
upflow reactor, aeration basin, clarifier, dan fishpond. Adapun skema pengolahan
pada IPAL PT Multi Bintang Indonesia, Sampangagung Brewery pada Gambar
II.5 IPAL PT Multi Bintang Indonesia Sampangagung Brewery mengolah air
limbah sebanyak 1938,9 m3/hari dimana IPAL hanya beroperasi saat dilakukan
produksi bir yang hanya dilakukan pada hari senin-jumat.

19
Gambar II. 5 Skema IPAL PT Multi Bintang Indonesia Tbk,. Sampangagung
Brewery
Sumber: Said, 2019

II.6.1 Raw Wastewater Tank


Raw wastewater tank merupakan tangki penampungan awal air limbah yang
dihasilkan selama proses produksi di PT Multi Bintang Indonesia, Sampangagung
Brewery. Di tangki ini, terdapat tiga buah pompa yang digunakan untuk
memompakan air limbah dari tangki ini ke rotary screen.

Gambar II. 6 Raw Wastewater Tank


Sumber: Said, 2019

20
Level air limbah di pump sump dimonitor oleh suatu sensor ultrasonik yang akan
mengirimkan sinyal untuk menghentikan kinerja pompa saat air limbah telah
berada pada level yang rendah, yaitu ketika hanya terisi 30%. Sebaliknya, apabila
air limbah telah mencapai level maksimalnya, sensor ini akan memberikan alarm
untuk mengingatkan operator. Pada kondisi normal (level air ≤ 45%), hanya satu
pompa yang bekerja, sementara dua pompa lain dalam kondisi stand by. Ketika
level air mencapai 50%, akan ada dua pompa yang bekerja. Sementara ketika air
limbah mencapai level 60% atau lebih, ketiga pompa akan bekerja untuk
memompakan air limbah menuju rotary screen.Berikut ini merupakan jalur
perpipaan dan pompa yang mengalirkan air limbah menuju raw wastewater tank
pada Gambar II.7.

Gambar II. 7 Jalur Perpipaan beserta Pompa yang Mengalirkan Air Limbah
Menuju Raw Wastewater Tank
Sumber: Said, 2019

II.6.2 Rotary Screen


Air limbah yang telah dipompakan dari raw wastewater tank kemudian akan
memasuki rotary screen. Pada unit ini, air limbah dipisahkan dari sampah-sampah
serta benda padat berukuran besar lainnya, seperti sisa plastik, pecahan botol,
kepingan crown cork, dan lain-lain. Air limbah yang masuk ke rotary screen
masih bersifat heterogen, memiliki kandungan organik, serta memiliki pH sekitar
10-13 sehingga digolongkan bersifat basa. Berikut ini merupakan kondisi
eksisting rotary screen yang terdapat pada Gambar II.8.

21
Gambar II. 8 Rotary Screen
Sumber: Said, 2019

II.6.3 Equalization Basin


Setelah melewati rotary screen, air limbah selanjutnya akan dialirkan menuju
equalization basin. Pada unit ini, air limbah akan dihomogenkan, baik dari segi
kualitas maupun kuantitasnya. Berikut adalah kondisi eksisting bak ekualisasi
pada Gambar II.9.

Gambar II. 9 Wadah untuk Mengalirkan Air Limbah dari Rotary Screen Menuju
Equalization Basin
Sumber: Said, 2019
Adapun waktu detensi air limbah di equalization basin ini sekitar 8 jam. Dalam
selang waktu ini, diharapkan air limbah telah terhomogenkan secara ideal. Proses
homogenisasi ini dilakukan dengan menggunakan sebuah agitator di dasar
equalization basin.

22
Gambar II. 10 Equalization Basin yang Terdapat di PT Multi Bintang Indonesia
Tbk., Sampangagung Brewery
Sumber: Said, 2019

Pada outlet equalization basin, terdapat pipa yang digunakan untuk menyalurkan
air limbah ke unit selanjutnya yaitu methane upflow reactor (MUR). Selain itu, di
outlet unit ini juga terdapat pipa overflow yang digunakan untuk menyalurkan air
limbah ke aeration basin untuk menanggulangi kelebihan beban di equalization
basin atau saat dalam kondisi darurat yang membutuhkan perbaikan.

II.6.4 Methane Upflow Reactor (MUR)


Setelah air limbah telah cukup homogen, air limbah kemudian dialirkan menuju
methane upflow reactor. Proses pengaliran ini menggunakan dua pompa dengan
masing-masing berkapasitas 188 m3/jam. Kedua pompa ini dijalankan secara
bergantian. Adapun biasanya, pemompaan air limbah dilakukan dengan laju alir
161-167 m3/jam. Methane upflow reactor adalah unit pengolahan air limbah yang
bertujuan untuk menguraikan materi organik dengan arah aliran dari bawah ke
atas (upflow).
Pada pipa yang mengalirkan air limbah dari equalization basin menuju MUR,
ditambahkan dosing bahan kimia terhadap air limbah. Adapun bahan kimia yang
digunakan adalah soda kaustik (NaOH) dan asam klorida (HCl). Tujuan
ditambahkannya bahan kimia ini adalah agar menjaga pH air limbah agar berada
dalam rentang 6-7. Di ujung pipa penyaluran ini, terdapat static mixer untuk
menjaga homogenitas air limbah.

23
Gambar II. 11 Tampak Methane Up-flow Reactor yang Terdapat di PT Multi
Bintang Indonesia Tbk., Sampangagung Brewery
Sumber: Said, 2019

Methane upflow reactor (MUR) ini merupakan reaktor berupa upflow anarobic
sludge blanket (UASB). Pada unit ini, air limbah akan didistribusikan melalui 10
buah pipa berlubang yang terletak sejajar satu sama lain di dasar unit ini. Air
limbah kemudian akan mengalir naik melalui suatu lapisan lumpur yang
mengandung banyak bakteri metanaogenik anaerobik yang sangat terkonsentrasi.
Biasanya bakteri yang terdapat dalam lapisan ini berbentuk pellets dan granular.
Saat melalui lapisan lumpur, akan terjadi reaksi penguraian zat organik secara
anaerobik.

Gambar II. 12 Tampak Methane Up-flow Reactor yang Terdapat di PT Multi


Bintang Indonesia Tbk., Sampangagung Brewery
Sumber: Said, 2019

24
Adapun proses penguraian zat organik yang terjadi pada methane upflow reactor
dibagi menjadi dua bagian sebagai berikut.
1. Degradasi
Pada tahap degradasi, zat-zat organik dalam air limbah, seperti protein,
lipida, polisakarida, dan zat-zat organik lainnya akan dikonversi menjadi
zat yang lebih sederhana dan larut dalam air oleh bakteri asam. Adapun
hasil konversinya adalah seperti oligosakarida, peptida, asam amino, dan
asam lemak bebas (free fatty acids). Asam lemak bebas ini selanjutnya
diuraikan oleh bakteri asetogen menjadi asam lemak volatil (volatile fatty
acids), terutama asam asetat.
2. Metanaogenesis
Pada tahap metanaogenesis, asam lemak volatil yang dihasilkan pada
tahap degradasi kemudian akan dikonversi menjadi biogas berupa gas
metana dan gas karbon dioksida oleh bakteri metanaogen. Gas metana
(CH4) kemudian akan dibakar oleh biogas burner dan dialirkan keluar
menuju udara bebas melalui flare.

Gambar II. 13 Flare yang Digunakan untuk Mengeluarkan Gas Metana (CH4)
Sumber: Said, 2019

25
Kemudian air limbah akan naik menuju pemisahan tiga fase (air-lumpur-biogas).
Fase pemisahan tersebut terjadi di bagian atas reaktor yang dibagi menjadi
beberapa bagian sebagai berikut.
a. Biogas akan dialirkan menuju pipa biogas. Lalu, biogas akan dibakar di
burner yang menyala otomatis ketika tekanan gas mencapai 25 mBar.
b. Air limbah kemudian naik melalui parallel plate (lamella separator).
Selanjutnya air limbah akan mengalir menuju tangki penyimpanan efluen
yang terletak di sisi unit methane upflow reactor.
c. Lumpur anaerobik selanjutnya akan turun ke bagian bawah reaktor yang
kemudian akan bergabung dengan lapisan lumpur yang ada.

Gambar II. 14 Air Limbah dari MUR Menuju Holding Tank untuk Proses
Selanjutnya
Sumber: Said, 2019

Sistem pemisahan khusus yang terdapat di bagian atas reaktor menghasilkan


waktu detensi lumpur yang lama dan menyebabkan akumulasi lumpur di bagian
bawah reaktor. Pemisahan tiga fase selanjutnya dilakukan di bagian sisi efluen
dengan menggunakan pelat pemisah secara paralel dengan tipe crossflow. Pelat ini
berfungsi untuk mencegah kehilangan flok lumpur metanaogenik setelah melalui
pemisahan tiga fase.
Di samping unit methane upflow reactor (MUR), terdapat tangki penampung
efluen dari MUR. Tangki penampung efluen ini berfungsi untuk menyimpan

26
efluen dari MUR dan meresirkulasikannya kembali ke dalam MUR ketika MUR
menerima feeding yang memiliki jumlah yang rendah. Hal ini dilakukan agar
lumpur anaerobik tidak mengendap dan mencegah fluktuasi aliran yang akan
menuju aeation basin. Selanjutnya, air limbah dari tangki penampung efluen ini
ada juga yang mengalir ke aeration basin untuk dilakukan perlakuan dengan
tujuan menguraikan senyawa organik lebih lanjut dengan menggunakan bakteri
aerob.

Gambar II. 15 Effluent Holding Tank yang Terdapat di PT Multi Bintang


Indonesia Tbk., Sampangagung Brewery
Sumber: Said, 2019

II.6.5 Aeration Basin


Dari tangki penampung efluen, air limbah akan mengalir secara gravitasi menuju
aeration basin. Dalam unit ini, air limbah mengalami proses penguraian secara
aerob oleh bakteri yang terdapat dalam activated aerobic sludge. Aeration basin
merupakan bak berbentuk persegi yang dilengkapi dengan jet aerator (nozzle)
yang bertujuan untuk menginjeksikan oksigen ke dalam bak karena bakteri yang
terdapat dalam sludge merupakan bakteri aerob. Dalam kondisi tertentu, perlu
ditambahkan nutrien bagi bakteri yang terdapat di aeration basin berupa amonium
fosfat atau urea. Berikut ini merupakan kondisi eksisting aeration basin pada
Gambar II.16.

27
Gambar II. 16 Aeration Basin yang Terdapat di PT Multi Bintang Indonesia Tbk.,
Sampangagung Brewery
Sumber: Said, 2019

Dalam unit ini, bakteri aerob mengubah sebagian besar bahan biodegradable yang
tersisa menjadi karbon dioksida dan bahan sel bakteri baru. Untuk melakukan hal
ini, bakteri mengonsumsi oksigen terlarut yang terdapat dalam air. Adapun air
didapatkan dari proses aerasi yang dilakukan dengan mensirkulasikan air melalui
aeration liquid recycle pump dan melalui udara dalam bentuk gelembung halus
(fine bubbles) yang diinjeksikan melalui aeration blower. Aeration blower sendiri
menginjeksikan gelembung halus ke dalam air sehingga oksigen akan larut dalam
air.

Gambar II. 17 Aeration Blower yang Berfungsi untuk Menginjeksikan Oksigen ke


Dalam Aeration Basin
Sumber: Said, 2019

28
II.6.6 Clarifier
Setelah melewati aeration basin, air limbah selanjutnya akan dialirkan menuju
clarifier dengan tujuan untuk mengendapkan sludge yang terbentuk akibat proses
upflow pada air limbah. Clarifier di PT Multi Bintang Indonesia, Sampangagung
Brewery merupakan unit berbentuk silinder dengan dasar berbentuk kerucut.

Gambar II. 18 Final Clarifier yang Terdapat di PT Multi Bintang Indonesia Tbk.,
Sampangagung Brewery
Sumber: Said, 2019

Pada dasar unit ini terdapat batang pengaduk berupa scraper blade yang berputar
secara perlahan untuk mengumpulkan endapan sludge ke bagian tengah bak dan
juga untuk mengumpulkan padatan yang terapung pada bagian permukaan.
Scraper blade juga dilengkapi dengan skimmer yang berfungsi untuk menangkap
lemak. Sludge yang terbawa ke dalam clarifier selanjutnya akan diresirkulasi
menuju aeration basin. Sludge yang mengapung di permukaan akan dikeluarkan
dengan disalurkan juga menuju scum box lalu disalurkan melalui sludge pump.
Efluen dari unit ini akan mengalir pada permukaan bagian atas melalui overflow
weir dan akan dialirkan menuju unit selanjutnya yaitu fishpond.

29
Gambar II. 19 Aliran Air Permukaan yang Mengandung Padatan dan Lemak yang
Dialirkan Menuju Scum Box
Sumber: Said, 2019

Gambar II. 20 Isi dari Scum Box yang Berfungsi Sebagai Penampung Padatan dan
Lemak yang Tersapu oleh Scrapper Blade dan Skimmer
Sumber: Said, 2019

30
II.6.7 Fishpond
Hasil akhir pengolahan air limbah di PT Multi Bintang Indonesia, Sampangagung
Brewery akan dialirkan menuju sebuah kolam yang berisi ikan yang biasa disebut
fishpond. Penggunaan ikan dalam kolam ini bertujuan sebagai indikator tingkat
keamanan dari air limbah hasil pengolahan. Indikator ini akan menunjukkan
apakah kualitas air limbah telah sesuai dengan peraturan yang ditetapkan
pemerintah sebelum dibuang ke badan air penerima. Berikut ini merupakan
kondisi eksiting fishpond pada Gambar II.21.

Gambar II. 21 Fishpond yang Terdapat di PT Multi Bintang Indonesia Tbk.,


Sampangagung Brewery
Sumber: Said, 2019

Saat ini, kolam ikan sedang dikosongkan karena pakan ikan terbukti mampu
meningkatkan kadar COD dalam air limbah hasil pengolahan sehingga
mengakibatkan penyisihan COD sebelumnya terkesan sia-sia. Namun, PT Multi
Bintang Indonesia, Sampangagung Brewery sedang mengupayakan pembangunan
akuarium terpisah yang akan diisi ikan agar dapat memenuhi ketentuan dari Dinas
Lingkungan Hidup setempat. Selanjutnya air limbah yang telah terolah di buang
ke badan air, berikut ini merupakan gambaran treated water yang disalurkan ke
badan air pada Gambar II.22.

31
Gambar II. 22 Efluen yang Dikeluarkan dari Seluruh Proses WWTP Menuju
Badan Air Penerima
Sumber: Said, 2019

II.7 Permasalahan Sistem


Pada Instalasi Pengolahan Air Limbah PT Multi Bintang Indonesia Tbk.,
Sampangagung Brewery terdapat beberapa permasalahan sistem yang berdasarkan
karakteristik influen dan efluen serta kinerja tiap unitnya. Berikut adalah
permasalahan yang terjadi pada karakteristik influen dan efluen IPAL.

1. BOD, TSS, dan COD Belum Memenuhi Baku Mutu


PT Multi Bintang Indonesia Tbk., Sampangagung Brewery menggunakan
Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 72 Tahun 2013 dan Surat Kepala
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Mojokerto. Berikut ini merupakan
perbandingan nilai baku mutu effluen air limbah dari Peraturan Gubernur
Jawa Timur Nomor 72 Tahun 2013 dan Surat Kepala Dinas Lingkungan
Hidup Kabupaten Mojokerto yang tertera pada Tabel II.2.

32
Tabel II. 2 Baku Mutu yang Digunakan PT Multi Bintang Indonesia Tbk.,
Sampangagung Brewery

Besaran
Peraturan Gubernur Surat Kepala Dinas
Parameter
Jawa Timur Nomor Lingkungan Hidup
72 Tahun 2013 Kabupaten Mojokerto
BOD5 30 mg/L 39 mg/L
CODTSS 90 mg/L 99 mg/L
TSS 30 mg/L 39 mg/L
pH 6-9 6-9
Minyak dan lemak 6 mg/L 5 mg/L
Amonia - 10 mg/L
Total Coliform - 3.000 jumlah/100 mL

Berikut ini merupakan perbandingan antara konsentrasi BOD, COD, dan


TSS air limbah dengan baku mutu yang digunakan yang terlampir pada
Tabel II.3. Untuk nilai baku mutu yang digunakan merupakan nilai paling
ketat diantara kedua peraturan tersebut.

Tabel II. 3 Perbandingan Kondisi Effluen Air Limbah dengan Baku Mutu
Bulan BOD COD TSS
Parameter (mg/L) (mg/L) (mg/L)
Baku mutu 30 90 30
Jan'18 12,3 37 26
Feb'18 23,83 44,5 26
Mar'18 18,21 40,85 17,7
Apr'18 12,2 35,08 27,5
Mei'18 20,13 69,8 31,3
Jun'18 8,25 70,05 23,9
Agu'18 35,39 94,33 27,67
Sep'18 33,2 73,4 34,55
Okt'18 17,2 61,62 25,33
Nov'18 14,4 46,3 62
Des'18 13,6 64,7 36
Jan'19 13,5 63,8 25,5
Feb'19 14,67 24,98 13
Mar'19 17,8 50,9 20,7
Apr'19 17,3 47,5 25,3
Mei'19 24,83 44,92 26,5
Jun'19 30,1 51,8 35
Sumber: Said, 2019

33
Berdasarkan data pada Tabel II.3, terdapat beberapa nilai yang melebihi
baku mutu effluent air limbah. Seperti pada bulan agustus 2018 nilai
parameter COD dan BOD tidak memenuhi baku mutu dan pada bulan-
bulan lainnya.

2. Lumpur di Equalization Basin Berlebih


Pada equalization basin terbentuk lumpur, lumpur ini kemudian
terakumulasi dan terbawa menuju proses selanjutnya, sehingga
pertumbuhan lumpur pada proses selanjutnya sedikit terhambat. Adapun
waktu detensi bak ekualisasi ini adalah 8 jam.

3. Gas Metana yang Dihasilkan Belum Terolah


Pada penggunaan methane upflow reactor dihasilkan gas metana yang
belum terolah menjadi energi listrik. Pada kondisi eksisting, gas metana
yang dihasilkan hanya dibakar pada flare.

II.8 Dampak Permasalahan Sistem


Di antara permasalahan sistem yang dihadapi terdapat permasalahan berupa
kualitas efluen yang dapat diupgrade. Nilai pH efluen, Chemical Oxygen Demand
(COD), Biochemical Oxygen Demand (BOD), dan Total Suspended Solid (TSS)
merupakan beberapa parameter yang bisa ditingkatkan kualitasnya.

Limbah yang mengandung konsentrasi COD dan BOD yang tinggi dan dibuang
ke lingkungan dapat menyebabkan kandungan oksigen terlarut di dalam air
menjadi rendah, bahkan habis sama sekali. Akibatnya oksigen sebagai sumber
kehidupan bagi makhluk air (hewan dan tumbuh-tumbuhan) tidak dapat terpenuhi
sehingga makhluk air tersebut manjadi mati. (Manahan,1993).

Sedangkan dampak dari tingginya kadar TSS air limbah yang dibuang ke
lingkungan dapat menurunkan kualitas air. Kondisi ini dapat menimbulkan
gangguan, kerusakan dan bahaya bagi semua makhluk hidup yang bergantung
pada sumber daya air. TSS menyebabkan kekeruhan dan mengurangi cahaya yang
dapat masuk ke dalam air. Oleh karenanya, manfaat air dapat berkurang, dan

34
organisme yang butuh cahaya akan mati. Kematian organisme ini akan
mengganggu ekosistem akuatik. Apabila jumlah materi tersuspensi ini akan
mengendap, maka pembentukan lumpur dapat sangat mengganggu aliran dalam
saluran, pendangkalan cepat terjadi, artinya pengaruhnya terhadap kesehatan pun
menjadi tidak langsung (Soemirat, 2004).

Untuk permasalahan yang terjadi dalam unit-unit Instalasi Pengolahan Air


Limbah lainnya seperti Equalization Basin yang memiliki lumpur berlebih dapat
berakibat pada akumulasi lumpur dan terbawa menuju proses selanjutnya,
sehingga pertumbuhan lumpur pada proses selanjutnya yaitu Methane Up-Flow
Reactor (MUR) sedikit terhambat. Untuk mengatasi masalah ini, disarankan untuk
menurunkan level dari aliran yang terdapat pada Equalization Basin untuk melihat
dan mengidentifikasi pertumbuhan lumpur yang terdapat di Equalization Basin.
Risiko dari kegiatan ini adalah pH air limbah dapat meningkat sebelum air limbah
mengalir menuju proses selanjutnya. Selain itu, disarankan pula untuk menguras
atau membersihkan Equalization Basin. Apabila benar terbentuk endapan lumpur,
sangat disarankan untuk menghilangkan lumpur yang terdapat pada bagian dasar
Equalization Basin. Sedangkan pada permasalahan di methane upflow reactor
metana yang dihasilkan belum termanfaatkan. Gas metana pada kondisi eksisting
hanya di bakar di flare. Gas metanaa memeberikan efek rumah kaca yang lebih
kuat dibandingkan karbon dioksida (Suprihatin, 2008). Oleh karena itu, lebih bak
jika gas metana yang dihasilkan digunakan sebagai sumber energi listrik.

II.9 Permasalahan Lain


Baku mutu yang digunakan untuk PT Multi Bintang Indonesia Tbk.,
Sampangagung Brewery adalah Surat Kepala Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Mojokerto. Hal ini menjadi masalah karena baku mutu ini tidak lebih
ketat dari Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 72 Tahun 2013. Sebaiknya,
baku mutu dari wilayah yang lebih kecil dibuat lebih ketat untuk lebih tegas
mengatur industri yang ada di wilayah tersebut yang berujung pada buangan air
limbah yang lebih aman untuk lingkungan.

35
II.10 Rangkuman Permasalahan
Rangkuman permasalahan dari instalasi pengolahan air limbah PT Multi Bintang
Indonesia Tbk,. Sampangagung sebagai berikut.
1. Lingkup pelayanan dari instalasi pengolahan air limbah industri di PT
Multi Bintang Indonesia Tbk., Samangagung Brewery adalah limbah yang
berasal dari proses produksi bir dengan kapasitas IPAL 1938,9 m3/hari.
2. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang terdapat di PT Multi
Bintang Indonesia, Sampangagung Brewery terdiri dari beberapa unit
pengolahan, diantaranya raw wastewater tank, rotary screen, equalization
basin, methane upflow reactor, aeration basin, clarifier, dan fishpond.
3. Permasalahan dari IPAL PT Multi Bintang Indonesia Tbk,. Sampangagung
Brewery adalah sebagai berikut.
a. Nilai konsentrasi BOD, COD, dan TSS effluen masih belum
memenuhi baku mutu
a. Lumpur di equalization basin berlebih
b. Gas metana yang dihasilkan belum termanfaatkan dengan baik.
4. Permasalahan lain adalah Baku mutu yang digunakan untuk PT Multi
Bintang Indonesia Tbk., Sampangagung Brewery adalah Surat Kepala
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Mojokerto. Hal ini menjadi masalah
karena baku mutu ini tidak lebih ketat dari Peraturan Gubernur Jawa
Timur Nomor 72 Tahun 2013. Sebaiknya, baku mutu dari wilayah yang
lebih kecil dibuat lebih ketat untuk lebih tegas
5. Dampak dari permasalahan sistem di instalasi pengolahan air limbah PT
Multi Bintang Indonesia Tbk,. Brewery adalah sebagai berikut.
a. Air limbah mengandung konsentrasi COD dan BOD yang tinggi,
jika air limbah dibuang ke lingkungan dapat menyebabkan
kandungan oksigen terlarut di dalam air menjadi rendah.
b. Air limbah mengandung TSS yang tinggi, jika air limbah dibuang
langsung ke lingkungan dapat menurunkan kualitas air.
c. Equalization Basin memiliki lumpur berlebih dapat berakibat pada
akumulasi lumpur dan terbawa menuju proses Methane Up-Flow
Reactor (MUR) sehingga pertumbuhan lumpur sedikit terhambat.

36
d. Gas metana yang dihasilkan pada methane upflow reactor memiliki
efek rumah kaca yang lebih kuat dibandingkan karbon dioksida,
sehingga lebih bak jika gas metana yang dihasilkan dimanfaatkan.
6. PT Multi Bintang Indonesia Tbk,. Brewery memiliki program
Environment and Sustainability Pillar, salah satu komponen dari pilar ini
ditargetkan untuk penggunaan kembali dari limbah yang dihasilkan, baik
limbah padat, cair, maupun gas. Diharapkan, limbah cair yang dihasilkan
dapat diolah dan digunakan kembali sebagai air bersih proses produksi bir,
cleaning in place, dan kebutuhan domestik karyawan PT Multi Bintang
Indonesia Tbk,. Brewery. Sementara untuk gas yang dihasilkan,
diharapkan dapat digunakan kembali sebagai energi terbarukan bagi proses
produksi, terutama gas metana (CH4).

37
BAB III Identifikasi Awal Pengembangan Sistem

III.1 Tahapan Pengerjaan


Tahapan pengerjaan yang dilakukan dalam proses perancangan ulang instalasi
pengolahan air limbah PT Multi Bintang Indonesia Tbk. Sampangagung Brewey
dilakukan dengan pendekatan metodologi yang dimulai dari identifikasi masalah,
penentuan ruang lingkup perancangan, pengumpulan data, studi literatur,
perumusan alternatif rancangan IPAL, analisis rumusan alternatif rancangan IPAL
pemilihan alternatif rancangan IPAL, penentuan kriteria dan parameter desain
teknis, penentuan DED, penetuan CAPEX dan OPEX, dan pembuatan laporan.

III.2 Pendekatan Metodologi


Pendekatan metodologi yang dilakukan dalam perancangan ini tertera pada
diagram pada Gambar III.1.

Gambar III. 1 Metodologi Perancangan IPAL PT Multi Bintang Indonesia Tbk.,


Sampanagung Brewery

Pendekatan metodologi yang dilakukan dalam perancangan ulang Instalasi


Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT Multi bintang Indonesia Tbk., Sampangagung
Brewery sebagai berikut.
1. Identifikasi Masalah
Melakukan identifikasi masalah untuk mendefinisikan masalah yang ada
di IPAL PT Multi bintang Indonesia Tbk., Sampanagung Brewery sebagai
dasar untuk melakukan perancangan.

38
2. Penentuan Ruang Lingkup Perancangan
Penentuan ruang lingkup perancangan ini bertujuan agar bahasan tidak
keluar dari ruang lingkup perancangan IPAL PT Multi Bintang Indonesia
Tbk., Sampangagung Brewery.
3. Pengumpulan Data
Berdasarkan permasalahan yang ada dan didukung data-data yang telah
dikumpulkan, dilakukan perumusan beberapa alternatif desain IPAL.
4. Studi Literatur
Studi mengenai teori-teori yang berhubungan dengan desain setiap unit
dalam instalasi pengolahan air limbah industri melalui buku-buku referensi
serta jurnal-jurnal ilmiah. Melalui studi literatur, dapat diketahui data-data
apa saja yang diperlukan serta bagaimana cara mendapatkan data tersebut
5. Perumusan Alternatif Rancangan IPAL
Perumusan alternatif rancangan IPAL dilakukan berdasarkan
permasalahan yang ada dan didukung data-data yang telah dikumpulkan.
6. Analisis Rumusan Alternatif Rancangan IPAL
Analisis dilakukan untuk menentukan satu dari beberapa alternatif solusi
yang ditawarkan, analisis dilakukan dengan didukung melalui studi
literatur. Analisis ini dilakukan dengan mempertimbangkan kelebihan,
kekurangan dan tantangan dari tiap alternatif yang ditawarkan.
7. Penentuan Alternatif Rancangan IPAL Terpilih
Dilakukan pengambilan keputusan setelah melakukan analisis dari
beberapa alternatif solusi dan menghasilkan alternatif desain IPAL
terpilih.
8. Penentuan Kriteria dan Parameter Desain Teknis IPAL
Kriteria dan parameter desain teknis setiap unit didapatkan berdasarkan
studi literatur.
9. Penentuan Detail Engineering Design (DED) IPAL
Desain alternatif solusi terpilih serta komponen penunjangnya disusun
dalam bentuk 2D dan 3D, beserta spesifikasi teknis dari alternatif terpilih
secara rinci.

39
10. Penyusunan Rencana Anggaran Biaya (CAPEX) dan Prakiraan Satuan
Biaya OP (OPEX)
Rancangan anggaran biaya (RAB) disusun untuk menentukan biaya
investasi modal dan biaya operasional untuk pengadaan dan pelaksanaan
alternatif terpilih.
11. Pembuatan Laporan
Setelah perancangan dilakukan, langkah selanjutnya adalah pembuatan
laporan sebagai bentuk komunikasi dan pertanggungjawaban perancangan
untuk mata kuliah Perancangan Teknik Lingkungan.

III.3 Kondisi Lapangan


Proses produksi bir di PT Multi Bintang Indonesia Tbk., Sampangagung Brewery
dimulai dengan proses brewhouse yang kemudian menghasilkan cold wort dari
salah satu bahan baku utama yaitu malt. Setelah proses brewhouse dilakukan,
proses selanjutnya adalah fermentasi. Proses fermentasi bertujuan untuk
mengubah wort menjadi bir. Bir yang telah dihasilkan di proses fermentasi
kemudian difiltrasi agar dihasilkan kualitas bir yang lebih baik. Setelah proses
filtrasi selesai, tahapan terakhir adalah packaging dimana bir-bir yang telah
dihasilkan akan dimasukkan ke dalam botol hingga akhirnya didistribusikan ke
seluruh Indonesia. Pada setiap proses dalam menghasilkan bir dilakukan proses
cleaning in place (CIP) yang bertujuan untuk membersihkan unit produksi
maupun tempat proses produksi terjadi. Pada setiap proses dalam menghasilkan
bir juga dihasilkan sejumlah air limbah, proses cleaning in place (CIP) merupakan
proses yang paling banyak menghasilkan air limbah.

Untuk itu, di PT Multi Bintang Indonesia Tbk., Sampangagung Brewery terdapat


instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang berfungsi untuk mengolah air limbah
yang dihasilkan agar menjadi air dengan kualitas yang memenuhi baku mutu
sehingga aman jika dibuang ke lingkungan. Pengolahan limbah cair di PT Multi
Bintang Indonesia Tbk., Sampangagung Brewery mengombinasikan proses
aerobik dan anaerobik. Secara garis besar, proses pengolahan limbah cair dimulai
dengan menampung limbah cair di raw wastewater tank (WWT). Air limbah yang
ditampung tersebut kemudian dialirkan menuju methane up-flow reactor (MUR)

40
untuk menguraikan material organik secara anerobik. Setelah itu air limbah akan
dialirkan menuju aeration basin (AB) untuk menguraikan material organik secara
aerobik. Adapun efluen dari unit AB akan dialirkan menuju final clarifier (FC)
untuk mengendapkan lumpur (sludge) yang terbentuk selama proses penguraian.
Air limbah yang telah memenuhi baku mutu kemudian dialirkan menuju fishpond
(FP) yang merupakan tempat sedimentasi final sebelum akhirnya dibuang ke
badan air penerima.

III.4 Data Lapangan Sekunder


Berikut adalah data sekunder karakteristik influen air limbah di PT Multi Bintang
Indonesia Tbk., Sampangagung Brewery pada Tabel III.1.

Tabel III. 1 Karakteristik influen PT Multi Bintang Indonesia Tbk.,


Sampangagung Brewery
Influen air Effluen air
No. Parameter Satuan
limbah limbah
1 Debit 1938,9 m3/hari
2 pH 8,99 8,11 -
o
3 Suhu 321,75 30,39 C
BOD (Biochemical
4 409,4 19,23 mg/L
Oxygent Demand)
COD (Chemical
5 1282,6 54,21 mg/L
Oxygent Demand)
TSS (Total
6 505,88 28,47 mg/L
Suspended Solid)
7 NH3 1,07 0,29 mg/L
FOG (Fat,Oil &
8 7,86 2 mg/L
Grease
Per 100
9 Total Coliform 466 284
mL sampel
Sumber: Said, 2019

Pada parameter suhu diukur menggunakan termometer berupa sensor yang


terdapat pada setiap unit IPAL dan tersambung pada perangkat lunak controlling
room sehingga pencatatan suhu menjadi lebih mudah. Sama halnya seperti debit,
suhu juga mengalami fluktuasi. Hal ini disebabkan banyaknya debit yang masuk
dan kondisi cuaca pada saat diukur. Adapun grafik nilai suhu untuk influen dan
efluen di PT Multi Bintang Indonesia Tbk., Sampangagung Brewery tertera pada
Gambar III.2.

41
40

35

Suhu (oC)
30
Effluen
25
Influen

20

Apr'18

Apr'19
Okt'18
Agu'18

Nov'18
Des'18

Feb'19
Feb'18

Sep'18
Mei'18

Mei'19
Mar'18

Jun'18

Mar'19

Jun'19
Jan'18

Jan'19
Bulan

Gambar III. 2 Grafik nilai suhu influen dan efluen PT Multi Bintang Indonesia
Tbk., Sampangagung Brewery
Sumber : Said, 2019

Di PT Multi Bintang Indonesia Tbk., Sampangagung Brewery pH diukur secara


manual oleh penanggung jawab IPAL setiap harinya di setiap unit. Selain itu, pH
tersebut juga diukur dengan pendeteksi pH dan disambungkan dengan perangkat
lunak yang kemudian dapat dipantau melalui control room. pH di PT Multi
Bintang Indonesia Tbk., Sampangagung Brewery cenderung basa, hal ini
disebabkan oleh penggunaan natrium hidroksida (NaOH) pada proses pencucian
unit (CIP) dan proses pencucian botol. Berikut adalah grafik yang menunjukkan
nilai pH influen dan efluen pada gambar III.3.

14
12
10
pH

8
Effluen
6
Influen
4
Okt'18

Apr'19
Apr'18

Agu'18

Nov'18
Feb'18

Sep'18

Des'18

Feb'19
Mei'18

Mei'19
Mar'18

Jun'18

Mar'19

Jun'19
Jan'18

Jan'19

Bulan

Gambar III. 3 Grafik nilai pH influen, efluen, PT Multi Bintang Indonesia Tbk.,
Sampangagung Brewery
Sumber : Said, 2019

42
Parameter berikutnya adalah Biological Oxygen Demand (BOD). Pengukuran
BOD di PT Multi Bintang Indonesia Tbk., Sampangagung Brewery menggunakan
BOD-meter yang secara otomatis dapat mengukur BOD yang terlarut di dalam air
limbah. Prinsip kerja dari BOD-meter tersebut mirip dengan titrasi Winkler.
Adapun grafik yang menunjukkan nilai dari BOD di PT Multi Bintang Indonesia
Tbk., Sampangagung Brewery tertera pada Gambar III.4

810
710
610
BOD (mg/L)

510
410
310 Effluen
210 Influen
110
10
Agu'18

Okt'18

Apr'19
Apr'18

Nov'18
Des'18

Feb'19
Feb'18

Jul'18

Sep'18

Mei'19
Mei'18
Mar'18

Jun'18

Jun'19
Jan'18

Jan'19

Bulan

Gambar III. 4 Grafik konsentrasi BOD influen, efluen, PT Multi Bintang


Indonesia Tbk., Sampangagung Brewery
Sumber : Said, 2019

Untuk karakteristik COD di PT Multi Bintang Indonesia Tbk., Sampangagung


Brewery, pengukuran dilakukan menggunakan dua jenis reagen, yaitu high rate
reagen yang dapat menampung konsentrasi COD dengan konsentrasi tinggi
(berkisar 20-1500 mg/L) dan low rate reagen yang dapat menampung COD
dengan konsentrasi rendah (berkisar 3-150 mg/L). Air limbah pada beberapa titik
dinjeksikan ke dalam reagen tersebut kemudian dipanaskan pada suhu 150°C
selama 120 menit. Setelah selesai direaksikan, hasil reaksi dibaca menggunakan
spektrofotometer khusus pembaca COD. COD influen mengalami fluktuasi yang
dipengaruhi oleh produksi bir. Semakin meningkat produksi bir maka semakin
meningkat pula COD influen. Adapun grafik yang menunjukkan nilai COD di PT
Multi Bintang Indonesia Tbk., Sampangagung Brewery terrtera pada Gambar
III.5.

43
4520
4020
3520

COD (mg/L)
3020
2520
2020
1520 Influen
1020 Effluen
520
20

Apr'18

Okt'18

Apr'19
Agu'18

Nov'18
Des'18
Feb'18

Sep'18

Feb'19
Mei'18

Mei'19
Jun'18

Mar'19
Mar'18

Jun'19
Jan'18

Jan'19
Bulan

Gambar III. 5 Grafik konsentrasi COD influen, efluen, PT Multi Bintang


Indonesia Tbk., Sampangagung Brewery
Sumber : Said, 2019

Parameter selanjutnya adalah Total Suspended Solid (TSS). Konsentrasi TSS pada
influen mencapai angka yang cukup tinggi. Hal tersebut dikarenakan selama
proses pembuatan bir, terdapat partikel tersuspensi yang ikut terlarut dalam proses
pencuciaan. Berikut adalah grafik yang menunjukkan nilai TSS di PT Multi
Bintang Indonesia Tbk., Sampangagung Brewery tertera pada Gambar III.6

2000
1800
1600
1400
TSS (mg/L)

1200
1000
800 Effluen
600
400 Influen
200
0
Apr'18

Okt'18

Apr'19
Agu'18

Nov'18
Des'18
Feb'18

Sep'18

Feb'19
Mei'18

Mei'19
Jan'18

Mar'18

Jun'18

Jan'19

Mar'19

Jun'19

Bulan

Gambar III. 6 Grafik konsentrasi TSS influen, efluen, PT Multi Bintang Indonesia
Tbk., Sampangagung Brewery
Sumber : Said, 2019

44
Parameter selanjutnya adalah FOG yang merupakan singkatan dari fats, oil, and
grease. Kandungan minyak dan lemak dalam air limbah yang diproduksi oleh PT
Multi Bintang Indonesia Tbk., Sampangagung Brewery berasal dari hasil
pencucian unit pengolahan bir atau cleaning in place yang mengandung pelumas
oli. Selain itu, grease yang terkandung dalam air limbah berasal dari foam
cleaning yang digunakan untuk membersihkan unit-unit pada industri pengolahan
bir.

III.5 Pertimbangan Awal


Aspek-aspek yang menjadi pertimbangan awal dalam merencanakan ulang
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) industri PT Multi Bintang Indonesia
Tbk, Sampangagung Brewery antara lain- lahan yang tersedia untuk IPAL
terbatas, sumber daya manusia terbatas, biaya yang dibutuhkan dalam
perencanaan ulang, dan signifikansi dari perancangan ulang yang dilakukan.
Selain dari pertimbangan tersebut, terdapat beberapa evaluasi dari sistem
pengolahan air limbah industri yang ada saat ini, yaitu sebagai berikut.

1. Nilai konsentrasi BOD, COD, dan TSS effluent air limbah belum
memenuhi baku mutu.
2. Lumpur yang terdapat pada equalization basin berlebih.
3. PT Multi Bintang Indonesia Tbk,. Brewery memiliki program
Environment and Sustainability Pillar, salah satu komponen dari pilar ini
ditargetkan untuk penggunaan kembali dari limbah yang dihasilkan, baik
limbah padat, cair, maupun gas. Diharapkan, limbah cair yang dihasilkan
dapat diolah dan digunakan kembali sebagai air bersih proses produksi bir,
cleaning in place, dan kebutuhan domestik karyawan PT Multi Bintang
Indonesia Tbk,. Brewery. Sementara untuk gas yang dihasilkan,
diharapkan dapat digunakan kembali sebagai energi terbarukan bagi proses
produksi, terutama gas metana (CH4).

Air limbah yang dihasilkan dari proses pembuatan minuman bir memiliki
kandungan zat organik yang tinggi. Zat organik yang tinggi tersebut disebabkan
oleh bahan baku pembuatan bir itu sendiri. Bahan bakunya antara lain sebagai
berikut.

45
1. Malt, yaitu biji-bijian kecambah serealia yang terah dikeringkan melalui
proses germinasi untuk mengaktifkan enzim yang terdapat di dalamnya.
Biji-bijian tersebut dibuat berkecambah dengan merendamnya di dalam air
lalu dikeringkan untuk menahan proses perkecambahan lebih lanjut. Malt
akan membentuk enzim yang memecah pati di dalam biji-bijian menjadi
gula, berupa monosakarida glukosa, disakarida, maltosa, trisakarida
maltotriosa, dan gula yang lebih kompleks seperti maltodekstrin.
2. Wort, yaitu larutan yang diesktraksi dari proses penumbukan yang
mengandung gula, terutama dalam bentuk maltosa dan maltotriosa yang
akan difermentasi oleh yeast untuk menghasilkan alkohol. Wort juga
mengandung asam amino yang penting yang dapat menyediakan nitrogen
ke yeast serta protein yang lebih kompleks yang berkontribusi pada rasa
bir.
3. Barley, yaitu salah satu biji-bijian yang berasal dari suku padi-padian
rendah kalori yang digunakan sebagai bahan tambahan pada proses
pembuatan bir yang dapat memberikan warna, rasa, aroma, dan protein
yang dapat memberikan foam.
4. Yeast (ragi), yaitu mikroorganisme bersel tunggal yang digunakan untuk
mengaktifkan proses fermentasi dengan memanfaatkan glukosa sederhana
dari barley sebagai sumber energi dan proses pertumbuhan untuk
menghasilkan alkohol dan karbon dioksida. Yeast merupakan bahan
terakhir yang dibutuhkan dalam proses pembuatan bir. Pada kondisi aerob,
yeast bekerja untuk mengubah glukosa menjadi karbon dioksida, air, dan
energi untuk menghasilkan sel baru. Sementara pada kondisi anaerob,
yeast akan mengubah glukosa menjadi alkohol, karbon dioksida, dan
beberapa substansi aromatik yang memberikan rasa pada bir.
5. Sukrosa, yaitu kelompok gula sederhana (disakarida) yang pada produksi
bir substratnya difermentasi oleh yeast untuk menghasilkan karbon
dioksida dan alkohol.
6. Ekstrak hop, yaitu bunga betina dari tumbuhan Humulus lupus yang
berfungsi sebagai perisa dan penstabil rasa bir dimana ekstrak hop

46
memberikan rasa pahit dan asam. Selain itu, ekstrak hop juga berfungsi
sebagai pemberi aroma khas bir.

Proses pemecahan pati pada biji-bijian, pembentukan gula, dan fermentasi


mengakibatkan konsentrasi material organik yang terkandung pada air limbah
produksi bir menjadi tinggi. Karakteristik ini menjadi salah satu pertimbangan
awal untuk menentukan rencana perancangan ulang unit yang dibutuhkan untuk
mengolah air limbah pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).

III.6 Rekomendasi Awal


Rekomendasi awal dalam perancangan ulang Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) di PT Multi Bintang Indonesia Sampangagung Brewery didasarkan pada
permasalahan sistem dari hasil peninjauan IPAL serta dampak yang ditimbulkan
dari permasalahan sistem itu sendiri sehingga dapat dirumuskan beberapa
rekomendasi awal untuk mengatasi permasalahan tersebut. Rumusan rekomendasi
awal tersebut antara lain sebagai berikut.

1. Perancangan ulang bak ekualisasi

Lumpur yang terbentuk pada equalization basin bukan merupakan hal


yang seharusnya terjadi. Tujuan equalization basin itu sendiri sebenarnya
adalah membuat kualitas dan kuantitas air limbah menjadi homogen.
Waktu detensi bak ekualisasi yang cukup lama yaitu sekitar 8 jam
menyebabkan lumpur yang ada pada limbah terendapkan. Oleh karena itu,
rekomendasi dari permasalahan di bak ekualisasi ini adalah dengan
melakukan perancangan ulang unit bak ekualisasi.

2. Perancangan ulang unit methane upflow reactor (MUR)

Methane upflow reactor merupakan unit yang seharusnya menggunakan


proses anaerobik sehingga menghasilkan produk samping berupa gas
metana. Namun pada kenyataanya, unit ini dikonstruksi dalam bentuk bak
yang terbuka. Tentu hal ini tidak sesuai peruntukan aslinya, dimana
mikroorganisme anaerob yang bekerja pada unit ini tidak dapat melakukan
fungsinya secara efektif. Desain bak yang terbuka ini juga mengakibatkan
gas metanaa yang dihasilkan akan terbuang percuma, padahal gas metana

47
dapat dikumpulkan untuk menghasilkan energi sehingga mengurangi
kebutuhan energi dan secara langsung mengurangi biaya operasional yang
dibutuhkan.

Rekomendasi yang paling mungkin dilakukan untuk mengatasi


permasalahan ini adalah dengan melakukan perancangan ulang desain unit
methane upflow reactor (MUR) namun dengan bak yang tertutup agar
proses anaerobik benar-benar terjadi dan dapat menurunkan kadar organik
air limbah. Selain itu, juga direncanakan sistem untuk menangkap gas
metana yang dihasilkan dengan tujuan akhir swasembada energi di PT
Multi Bintang Indonesia Sampangagung Brewery.

3. Penggunaan effluen air limbah untuk Water Reuse

Air limbah hasil olahan IPAL direncanakan akan digunakan kembali untuk
kebutuhan domestik di area PT Multi Bintang Indonesia Tbk.
Sampangagung Brewery. Menurut SNI 03-7065-2005 tentang Tata Cara
Perencanaan Sistem Plambing, pemakaian air untuk gedung kantor/pabrik
adalah 50 Liter/pegawai/hari. PT Multi Bintang Indonesia Tbk.
Sampangagung Brewery memiliki pegawai sebanyak 465 orang, sehingga
kebutuhan air yang akan di reuse adalah 23,25 m³/hari.

Selain digunakan untuk kebutuhan air pegawai, penggunaan effluen air


limbah untuk Water Reuse juga merupakan salah satu wujud implementasi
dari komitmen PT. Multi Bintang Indonesia tahun 2020 yaitu mengurangi
konsumsi air sebanyak 3,3 hl/hl. Adapun debit produksi di PT Multi
Bintang Indonesia Sampangagung Brewery adalah sebesar 328,77 m³/hari.
Dengan demikian maka dibutuhkan debit sebesar 1084,941 m3/hari untuk
kegiatan produksi di PT Multi Bintang Indonesia Sampangagung Brewery.
Dari kedua sumber kebutuhan air diatas maka jumlah debit per hari yang
dibutuhkan dan kemudian dapat disediakan oleh Water Reuse adalah
sebesar 1110 m³/hari. Adapun unit pengolahan yang digunakan untuk
mendaur ulang air limbah sehingga dapat digunakan kembali (reuse)
adalah Activated Carbon dengan media granular.

48
4. Perancangan Reservoir
Reservoir digunakan untuk menampung air hasil olahan granular
activated carbon filter. Adapun kapasitas dari reservoir yang akan
didesain sesuai dengan debit air limbah yang di reuse yaitu 1100 m3/hari.
5. Perancangan unit pengolahan lumpur Sludge Drying Bed
Pada unit methane upflow reactor, clarifier, dan granular activated
carbon filter menghasilkan lumpur. Oleh karena itu pada perancangan
ulang IPAL PT Multi Bintang Indonesia Tbk. Sampangagung Brewery
juga dilakukan perancangan unit pengolahan lumpur yaitu sludge drying
bed.

III.7 Parameter Desain Umum


Parameter desain umum memuat peraturan tentang baku mutu air limbah Bir yang
digunakan. Dalam upaya menjaga kualitas limbah cair yang dihasilkan oleh PT
Multi Bintang Indonesia Tbk., Sampangagung Brewery, terdapat beberapa dasar
hukum atau aturan yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam pengelolaan limbah
cair sebagai berikut.

1. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan


Pengelolaan Lingkungan Hidup
2. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
2014 tentang Baku Mutu Air Limbah
3. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 72 Tahun 2013 tentang Baku
Mutu Air Limbah Bagi Industri dan/atau Kegiatan Usaha Lainnya
4. Peraturan Bupati Mojokerto Nomor 50 Tahun 2018 tentang Tata Cara
Penyelenggaraan Izin Pembuangan Limbah Cair

Berikut ini merupakan perbandingan baku mutu limbah cair industry bir yang
tertera pada Tabel III.2.

49
Tabel III. 2 Perbandingan Baku Mutu Limbah Cair Industri Bir

Untuk baku mutu effluen air limbah akan digunakan kombinasi antara
Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 72 Tahun 2013 dan Surat Kepala
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Mojokerto dengan menggunakan
nilai effluen yang paling ketat diantara dua peraturan tersebut.

5. Lampiran VI Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang


Penyelenggaraan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Peraturan ini digunakan sebagai standar yang digunakan untuk melakukan
reuse terhadap efluen IPAL. Water Reuse yang dilakukan akan digunakan
untuk memenuhi kebutuhan air di area PT Multi Bintang Indonesia Tbk.
Sampangagung Brewery. Oleh karena itu, air yang akan digunakan
kembali harus memenuhi baku mutu kelas I Peraturan Pemerintah Nomor
22 Tahun 2021. Berikut ini baku mutu kelas I Peraturan Pemerintah
Nomor 22 Tahun 2021 tertera pada Tabel III.3.
Tabel III. 3 Baku Mutu Kelas I Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021
Parameter Besaran Satuan
o
Temperatur Dev 3 C
pH 6-9 -
BOD 2 mg/L
COD 10 mg/L
TSS 40 mg/L
FOG 1 mg/L
NH3-N 0,1 mg/L
Total Coliform 1000 MPN/ 100 mL

50
III.8 Analisis Manfaat
Manfaat positif dari hasil dari redesain IPAL industri di PT Multi Bintang
Indonesia Tbk., Sampangagung Brewery diharapkan dapat dirasakan oleh instansi
maupun lingkungan sekitar. Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh sebagai
berikut.

1. Meningkatkan kualitas efluen IPAL Industri dari PT Multi Bintang


Indonesia Tbk., Sampangagung Brewery sesuai dengan Baku Mutu dari
Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 72 Tahun 2013 tentang Baku
Mutu Air Limbah Bagi Industri dan/atau Kegiatan Usaha Lainnya.
2. Meningkatkan efisiensi operasi IPAL sehingga energi dan biaya yang
digunakan dapat dioptimalisasi sesuai kegunaannya
3. Mengurangi dampak yang ditimbulkan dari permasalahan pada IPAL
eksisting
4. Dapat berperan untuk meningkatkan citra perusahaan sebagai bagian dari
Industri yang memiliki perhatian lebih terhadap lingkungan (ramah
lingkungan)

III.9 Rangkuman

Pada bab ini memuat beberapa hal yang berkaitan dengan identifikasi awal
pengembangan sistem. Di antaranya adalah mengenai metodologi, data lapangan
sekunder, pertimbangan dan rekomendasi awal, parameter desain yang harus
dipenuhi, serta analisis manfaat pasca perancangan. Rangkuman penjelasan pada
bab ini sebagai berikut.

1. Tahapan pengerjaan rancangan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)


PT. Multi Bintang Indonesia Tbk., Sampanagung Brewery melalui
metodologi berupa pengumpulan data sekunder, studi literatur, perumusan,
analisis, dan penentuan alternatif rancangan IPAL hingga penentuan
Detailed Engineering Design IPAL dan penyusunan Rencana Anggaran
Biaya dan Prakiraan Satuan Biaya OP
2. Kondisi lapangan di PT Multi Bintang Indonesia Tbk., Sampangagung
Brewery telah terdapat instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dengan

51
konfigurasi tertera yang berfungsi untuk mengolah air limbah yang
dihasilkan agar menjadi air dengan kualitas yang memenuhi baku mutu
sehingga aman jika dibuang ke lingkungan.
3. Data lapangan sekunder yang didapat meliputi data kualitas influen dan
kualitas efluen meliputi parameter suhu, pH, BOD, COD, TSS, FOG,
NH3-N, dan Coli.
4. Pertimbangan awal yang digunakan adalah berupa masalah yang terjadi
pada sistem eksisting seperti berikut.
a. Konsentrasi BOD,COD, TSS effluent air limbah belum memenuhi
baku mutu.
b. Lumpur yang terdapat pada equalization basin berlebih.
c. PT Multi Bintang Indonesia Tbk,. Brewery memiliki program
Environment and Sustainability Pillar, salah satu komponen dari pilar
ini ditargetkan untuk penggunaan kembali dari limbah yang dihasilkan,
baik limbah padat, cair, maupun gas. Diharapkan, limbah cair yang
dihasilkan dapat diolah dan digunakan kembali sebagai air bersih
proses produksi bir, cleaning in place, dan kebutuhan domestik
karyawan PT Multi Bintang Indonesia Tbk,. Brewery. Sementara
untuk gas yang dihasilkan, diharapkan dapat digunakan kembali
sebagai energi terbarukan bagi proses produksi, terutama gas metana
(CH4).
5. Rekomendasi awal untuk mengatasi permasalah eksisting sebagai berikut.
a. Perancangan ulang equalization basin
b. Perancangan ulang unit Methane Upflow Reactor (MUR)
c. Perancangan unit untuk Water Reuse
d. Perancangan unit Reservoir
e. Perancangan unit sludge srying bed
6. Parameter desain umum yang terpilih untuk baku mutu effluen air limbah
adalah Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 72 Tahun 2013 tentang
Baku Mutu Air Limbah Bagi Industri dan/atau Kegiatan Usaha Lainnya
dan Surat Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Mojokerto tentang
Baku Mutu Air Limbah Bagi Industri dan/atau Kegiatan Usaha Lainnya

52
engan menggunakan nilai effluen yang paling ketat diantara dua peraturan
tersebut. Sedangkan baku mutu untuk Water Reuse adalah Lampiran VI
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
7. Manfaat yang dapat diperoleh dari adanya perancangan IPALdi PT Multi
Bintang Indonesia Tbk., Sampangagung Brewery sebagai berikut.
a. Meningkatkan kualitas efluen IPAL Industri dari PT Multi Bintang
Indonesia Tbk., Sampangagung Brewery sesuai dengan Baku Mutu
dari Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 72 Tahun 2013 tentang
Baku Mutu Air Limbah Bagi Industri dan/atau Kegiatan Usaha
Lainnya.
b. Meningkatkan efisiensi operasi IPAL sehingga energi dan biaya yang
digunakan dapat dioptimalisasi sesuai kegunaannya.
c. Mengurangi dampak yang ditimbulkan dari permasalahan pada IPAL
eksisting
d. Dapat berperan untuk meningkatkan citra perusahaan sebagai bagian
dari Industri yang memiliki perhatian lebih terhadap lingkungan.

53
BAB IV Pemilihan Sistem dan Desain Sistem

IV.1 Dasar Teori


Air limbah industri diolah dengan beberapa tahapan sebagai berikut.

IV.1.1 Preliminary Treatment


Preliminary treatment adalah penyisihan kostituen limbah cair yang terdiri atas
materi terapung, pasir, dan lemak yang dapat menyebabkan masalah operasional
dan pemeliharaan pada operasi, proses, dan sistem pendukung pengolahan. Unit
preliminary treatment diantaranya adalah screens, grit removal, dan equalization
tank.

IV.1.1.1 Equalization Tank

Equalization tank merupakan unit yang berfungsi untuk menyeragamkan baik


fluktuasi kuantitas (debit) maupun kualitas air limbah yang masuk kedalam sistem
IPAL. Hal ini diperlukan agar tidak menimbulkan shock loading maupun
gangguan lainnya terutama pada unit pengolahan sekunder (biologis) dan
mengganggu kinerja IPAL secara keseluruhan. Pada dasarnya, prinsip kerja dari
bak ekualisasi ini adalah meredam variasi debit air limbah yang masuk dengan
cara menampung air limbah tersebut didalam sebuah kolam sebelum dialirkan
kembali menuju unit selanjutnya.

Secara teoritis terdapat dua sistem ekualisasi yakni sistem in-line dan sistem
offline. Pada sistem in-line semua jenis air limbah dialirkan melalui tangki
ekualisasi. Penerapan sistem in-line akan meningkatkan efisiensi penyisihan
suspended solid pada bak pengendap primer, serta karekteristrik air limbah (debit
maupun kualitas) akan lebih seragam bila menggunakan sistem in-line. Sedangkan
pada sistem off-line air limbah dialirkan ke tangki ekualisasi jika debit air limbah
tersebut melebihi atau kurang dari debit rata-rata. Namun demikian, penerapan
sistem off-line akan meminimumkan kebutuhan penggunaan pompa (Metcalf &
Eddy, 2004).

54
IV.1.2 Primary Treatment
Primary treatment adalah proses pertama di instalasi pengolahan air limbah untuk
menghilangkan secara signifikan fraksi dari partikulat organik (suspended solid)
dimana padatan tersuspensi tersebut berkontribusi terhadap nilai biochemcical
oxgen demand (BOD5) pada air limbah. Primary treatment juga memiliki fungsi
untuk menyisihkan limbah inert yang tidak dapat disisihkan pada proses
sebelumnya. Kandungan limbah yang dihilangkan terdiri atas lemak, minyak,
plastik, daun, kain, dan bahan apung lainnya. Prinsip yang digunakan pada
primary treatment adalah sedimentasi.

IV.1.2.1 Sedimentasi Primer

Bak pengendap berfungsi untuk mengendapkan partikel-partikel padatan yang


terkandung dari dalam air limbah. Sedimentasi dapat digunakan pada pengolahan
air limbah untuk menghilangkan padatan. Unit ini dapat digunakan dalam
pengolahan primer, pengolahan sekunder, maupun pengolahan air limbah
lanjutan. Padatan yang memiliki massa jenis lebih besar daripada massa jenis air
akan mengendap di bagian bawah, sementara padatan yang lebih ringan dari air
mengapung ke atas. Padatan yang telah mengendap akan dibuang sebagai lumpur
dan padatan mengambang akan dipisahkan secara manual (Spellman, 2003). Bak
pengendap pertama yang ditempatkan sebelum proses pengolahan biologi
biasanya didesain dengan waktu detensi lebih pendek dengan beban permukaan
(surface loading) yang lebih besar kecuali jika terdapat resirkulasi waste activated
sludge (Tchobanoglous et al., 1991).

IV.1.3 Secondary Treatment


Pengolahan sekunder merupakan jenis pengolahan yang biasanya dilakukan
proses biologis dan kimia, pengolahan secara biologis dan kimia bertujuan untuk
menyisihkan pencemar berupa BOD dan COD. Pada pengolahan secara bilogis
menurut Tchobanoglous et al (1991), untuk air limbah industri dengan konsentrasi
COD dan temperatur yang lebih tinggi, maka pengolahan anaerobik menjadi lebih
ekonomis. Sedangkan untuk air limbah rumah tangga dengan konsentrasi BOD,
COD, dan temperatur yang relatif rendah serta kualitas effluen yang tinggi

55
dibarengi dengan ketentuan penyisihan nutrien, maka pengolahan secara aerobik
dikatakan lebih cocok. Berikut adalah contoh jenis pengolahan sekunder yang
dapat diterapkan.

IV.1.2.1 Koagulasi-Flokulasi
Unit koagulasi-flokulasi merupakan unit dimana proses koagulasi yaitu
destabilisasi partikel koloid dan flokulasi yaitu proses pembentukan flok-flok
yang lebih besar sehingga dapat mengendap terjadi. Menurut Metcalf & Eddy
(2003), fungsi dari unit koagulasi ini diantaranya mengurangi kekeruhan akibat
adanya partikel koloid organik dan anorganik di dalam air, mengurangi warna
yang diakibatkan oleh partikel koloid di dalam air, mengurangi bakteri-bakteri
patogen di dalam partikel koloid, alga, dan organisme plankton lainnya, dan
mengurangi rasa dan bau yang diakibatkan oleh partikel koloid di dalam air. Pada
proses koagulasi biasanya dilakukan pengadukan cepat, pengadukan cepat (flash
mixing) merupakan bagian integral dari proses koagulasi. Tujuan pengadukan
cepat adalah untuk mempercepat dan menyeragamkan penyebaran zat kimia
melalui air yang diolah. Keefektifan pengadukan cepat ini dipengaruhi oleh tipe
koagulan yang digunakan, jumlah zat kimia, karakteristik zat kimia, temperatur
air baku, karakteristik air baku, tipe pengadukan zat kimia, headloss yang tersedia
untuk pengadukan cepat, tipe aliran dalam instalasi, dan lain-lain (Kawamura,
1991).

Sedangkan pada proses flokulasi merupakan unit lanjutan dari proses koagulasi di
mana dilakukannya pengadukan lambat (slow mixing) dengan tujuan untuk
mempercepat laju tumbukan partikel, menyebabkan aglomerasi (pengumpulan)
partikel koloid yang tidak stabil secara elektrolitik menjadi ukuran yang lebih
besar sehingga dapat terendapkan dan tersaring (Kawamura, 1991). Cepat atau
lambatnya pengadukan ditentukan dari gradien kecepatan serta jenis koagulan dan
flokulan yang dipakai. Koagulan dan flokulan yang dipakai akan sangat
menentukan berapa jumlah dosis optimum bagi masing-masing koagulan dan
flokulan tersebut.

56
IV.1.2.2 Pengolahan Aerobik
Pengolahan aerob merupakan proses pengolahan biologis yang terjadi atas
kehadiran oksigen yang berperan sebagai akseptor elektron. Proses ini umumnya
digunakan untuk penyisihan kandungan organik atau nitrifikasi (Qasim, 2018).

1. Activated Sludge
Unit lumpur aktif merupakan unit reaktor yang terdiri dari tangki aerasi
dan tangki pengendap (clarifier). Unit ini menggunakan mikroorgansime
aerobik untuk menghilangkan beban pencemar organik dalam air limbah.
Untuk menjaga kondisi aerobik dan keberadaan biomassa aktif maka
diperlukan pasokan oksigen yang konstan dengan menggunakan aerator
ataupun blower. Peralatan ini juga diperlukan untuk menghasilkan
pengadukan sempurna atau complete mixed. Salah satu proses lumpur aktif
berdasarkan jenis input limbah kedalam reaktor adalah Complete Mix
Activated Sludge (CMAS).

CMAS yang merupakan modifikasi dari proses lumpur aktif yang sangat
bergantung pada aktivitas bakteri. Proses pada CMAS ini yaitu air limbah
melalui bak pengendap pertama sebelum memasuki tangki aerasi. Efluen
dari bak pengendap pertama kemudian mengalir ke dalam sistem inlet
dengan tujuan agar kandungan pencemar dalam air limbah terdistribusi
seragam ke seluruh bagian tangki aerasi. Proses ini dilakukan agar rasio
substrat dan mikroorganisme (F/M) seimbang, sehingga memungkinkan
terjadinya adsorbsi material organik terlarut dalam biomassa dengan cepat
(Tchobanoglous et al., 2014).

2. Extended Aeration
Extended aeration merupakan pengembangan dari proses lumpur aktif
konvensional. Unit ini tidak memerlukan bak pengendap awal. Didalam
bak aerasi, air limbah disuplai oksigen dengan menggunakan blower atau
diffuser sehingga mikroorganisme yang ada akan menguraikan zat organik
yang ada didalam air limbah. Dengan demikian didalam bak aerasi
tersebut akan tumbuh dan berkembang biomassa dalam jumlah yang besar.
Biomassa atau mikroorganisme inilah yang akan menguraikan senyawa

57
polutan yang ada didalam air limbah. Unit ini juga mengaduk secara
keseluruhan air limbah yang berada didalam tangki sehingga terbentuk
padatan tersuspensi. Sebagian lumpur yang terbawa pada aliran outlet dari
kolam ini akan terendapakan. Sedangkan sebagian lainnya dibiarkan
terakumulasi didalam kolam atau sebagian yang diendapkan kemudian
dikembalikan kedalam sistem aerasi untuk mencapai rasio ideal
perbandingan makanan dan mikroorganisme atau F/M rasio (Metcalf &
Eddy, 2003).

3. Oxidation Ditch
Oxidation ditch merupakan unit pengolahan yang termasuk kedalam
pengembangan metode pengolahan extended aeration. Unit oxidation
ditch ini berfungsi untuk menurunkan konsentrasi BOD, COD, dan nutrien
didalam air limbah. Adapun alat aerasi yang digunakan biasanya adalah
alat mekanik rotor berbentuk tabung dengan sekat baja. Rotor diputar
melalui poros (axis) horizontal dipermukaan air yang disebut cage rotor.

IV.1.2.3 Pengolahan Anaerobik

Proses pengolahan anaerob merupakan proses pengolahan biologis di mana


limbah organik distabilisasi dalam keadaan tanpa oksigen. Elektron akseptornya
merupakan PO43- , NO2- , NO3- , SO42- , Fe3+, komponen organik dan CO2. Hasil
produk dekomposisinya merupakan komponen yang berbau. Proses ini umumnya
digunakan untuk penyisihan materi organik atau stabilisasi padatan. Proses
anaerob juga dapat menjadi bagian integral dari proses penyisihan nutrien secara
biologis (Qasim, 2018).

1. Upflow Anaerobic Sludge Blanket (UASB)

Menurut Lettinga et al. (1980), reaktor UASB beroperasi sebagai sistem


pertumbuhan tersuspensi di mana mikroorganisme menempel satu sama
lain atau ke partikel kecil dari bahan tersuspensi untuk membentuk
aglomerat butiran yang sangat mudah larut yang membentuk selimut
lumpur aktif di bagian bawah reaktor. Gas yang terbentuk menyebabkan
agitasi yang cukup untuk menjaga unggun tetap tercampur. Dalam proses

58
UASB, limbah yang akan diolah dimasukkan di bagian bawah reaktor. Air
limbah mengalir ke atas melalui selimut lumpur yang terdiri dari butiran
atau partikel yang terbentuk secara biologis. Pengolahan terjadi ketika
limbah bersentuhan dengan butiran.

Gas yang diproduksi dalam kondisi anaerob menyebabkan sirkulasi


internal yang membantu dalam pembentukan dan pemeliharaan butiran
biologis. Beberapa gas yang diproduksi di dalam selimut lumpur melekat
pada butiran biologis (Hulshoff Pol et al., 1983). Gas bebas dan partikel
(dengan gas terlampir) naik ke atas reaktor. Partikel-partikel yang naik ke
permukaan menyerang bagian bawah baffle degassing yang melepaskan
gelembung gas yang menempel. Butiran degassed jatuh kembali ke
permukaan selimut lumpur. Gas-gas yang dilepaskan dari butiran
ditangkap dalam kubah pengumpul gas yang terletak di bagian atas
reaktor.

Proses UASB memiliki beberapa keunggulan dibandingkan proses


anaerob lainnya. Sederhana untuk dibangun dan dioperasikan dan mampu
mentoleransi tingkat pemuatan organik dan hidraulik yang tinggi. Fitur
utama dari proses UASB yang memungkinkan penggunaan muatan COD
volumetrik tinggi dibandingkan dengan proses anaerob lainnya adalah
pengembangan lumpur granula padat. Hal ini memungkinkan UASB untuk
meningkatkan kualitas dan pengembangan lumpur dengan aktivitas
spesifik tinggi dan sifat pengendapan yang unggul (Lettinga et al., 1980,
Li et al., 1995).

2. Anaerobic Membrane Process

Anaerobic membrane process merupakan sistem reaktor campuran yang


menggunakan biomassa anaerob tersuspensi dan pemisahan padatan-cair
membran sintetis dengan padatan daur ulang untuk menghasilkan SRT
yang lama dengan waktu retensi hidraulik yang singkat. Sistem ini
dirancang untuk pemuatan COD 5 hingga 15 kg / m³-d (Metcalf, 2014).
Anaerobic membrane process adalah teknologi yang relatif baru untuk
pengolahan air limbah kota dan industri, yang berpotensi menjadi

59
alternatif yang lebih potensial dibanding proses pengolahan aerobik
(Bokhary et al, 2020).

3. Fluidized Bed Biofilm Reactor

Fluidized Bed Biofilm Reactor (FBBR) adalah inovasi proses terbaru


dalam pengolahan air limbah yang menggunakan media terfluidisasi untuk
imobilisasi dan retensi sel. FBBR ini dioperasikan pada kecepatan aliran
naik yang lebih tinggi sekitar 20 m/s agar terjadi ekspansi bed hingga
100%. Resirkulasi limbah digunakan untuk memberikan kecepatan aliran
ke atas yang memadai. Kedalaman reaktor berkisar antara 4 sampai 6 m.
Pada reaktor FBBR ini digunakan karbon aktif yang berguna untuk
menangani air limbah industri yang berbahaya (Metcalf & Eddy, 2003).

Menurut Shieh et al., (2005), imobilisasi mikroorganisme pada partikel


medium yang kecil dan terfluidisasi menghasilkan penahanan biomassa
reaktor yang tinggi yang memungkinkan proses tersebut dioperasikan pada
keluaran cairan yang jauh lebih tinggi dengan tidak adanya pencucian
biomassa secara praktis.

Menurut Metcalf & Eddy (2003), keuntungan dari reaktor FBBR adalah
sebagai berikut.

1. Pada reaktor ini membutuhkan SRT yang panjang sehingga


memungkinkan untuk menurunkan kadar senyawa xenobiotik
dalam air limbah
2. Reaktor ini memiliki kemampuan untuk mengatasi shock loading
karena pada reaktor terjadi pencampuran dan pengenceran dengan
adanya proses resirkulasi.
3. Dapat menghasilkan effluen dengan kadar TSS dan COD yang
rendah
4. Pada reaktor ini digunakan metode oksigenasi untuk mencagah
tejadinya stripping dan emisi senyawa organik yang bersifat
beracun ke atmosfer
5. Pengoperasiaanya sederhana

60
Menurut Burghate et al., (2013), kelemahan dari reaktor ini adalah sebagai
berikut.

1. Dibutuhkan daya yang tinggi dalam pemompaan agar terjadi


fluidisasi pada reaktor
2. Membutuhkan biaya yang tinggi karena penggunaan karbon akif
untuk industri yang memiliki limbah dengan kandungan zat
organik berbahaya.
3. Reaktor ini sangat membutuhkan desain inlet dan outlet yang tepat
agar aliran terdistribusi dengan baik.

IV.1.3 Sludge Handling


Pengolahan lumpur bertujuan untuk mengurangi kadar air pada lumpur, sehingga
volume lumpur dapat dikurangi. Selain itu, pengolahan lumpur juga bertujuan
untuk mengurangi tingkat toksisitas atau bahaya dari lumpur itu sendiri dan
penanganan selanjutnya dapat dilakukan dnegan lebih mudah. Adapun lumpur
yang akan diolah adalah lumpur yang berasal dari pengolahan fisik-kimia maupun
lumput yang berasal dari pengolahan biologi. Adapun alternatif teknologi
pengolahan lumpur yang tertera sesuai dengan lampiran Permen PUPR No.4
tahun 2017 adalah sebagai berikut.

1. Thickening

Thickening merupakan pengolahan lumpur yang bertujuan untuk


meningkatkan kandungan padatan dan menyisihkan sejumlah kandungan
air didalamnya. Prinsip kerjanya adalah memisahkan lumpur dengan
supernatan. Proses pengolahan lumpur dengan cara thickening dibagi
menjadi tiga proses yaitu gravity, flotation, dan centrifuge.

2. Dewatering

Dewatering atau pengeringan lumpur bertujuan untuk mengurangi kadar


kelembaban lumpur atau kadar air pada lumpur dan memudahan
pembuangan lumpur. Berikut merupakan penjelasan jenis unit pengeringan
lumpur. Dalam proses dewatering terdapat unit-unit yang dapat

61
dipergunakan untuk proses dewatering diantaranya vacum filter, filter
press, belt filter press, dan sludge drying bed.

IV.1.4 Advanced Treatment


Advanced treatment atau pengolahan lanjutan adalah pengolahan yang berfungsi
untuk menyisihkan material terlaut dan tersuspensi setelah pengolahan secara
biologis, desinfeksi dan penyisihan nutrien. Katebi et al. (1999) juga
mengkategorikan operasi-operasi dalam advanced/tertiary treatment sebagai
berikut:
1. Penyishan Padatan
Penyisihan padatan, yaitu proses yang didesain untuk meningkatkan
kualitas efluen. Beberapa unit yang digunakan untuk operasi ini antara lain
adalah saringan mikro, filter pasir, dan pebble bed clarifier.
2. Desinfeksi
Desinfeksi, yaitu proses yang didesain untuk menurunkan jumlah
mikroorganisme yang terkandung dalam limbah cair menjadi jumlah
tertentu. Beberapa pengolahan secara fisika juga didesain untuk membantu
proses desinfeksi.
3. Penyisihan Nutrien
Penyisihan nutrien, yaitu proses yang dilakukan untuk memastikan bahwa
ketika efluen dibuang ke lingkungan tidak akan terjadi kerusakan pada
ekosistem. Kandungan nitrogen dan fosfor di dalam efluen dapat
menyebabkan pertumbuhan alga yang berlebih. Penyisihan fosfor
umumnya dilakukan menggunakan proses kimia, sedangkan penyisihan
nitrogen umumnya dilakukan menggunakan proses biologi.

IV.1.5 Water Reuse Technology


Daur ulang air limbah merupakan salah satu upaya menangani kekurangan air dan
perlindungan lingkungan. Dalam daur ulang air limbah terdapat beberapa tahapan
yang perlu diperhatikan diantara pengumpulan air limbah, pengolahan air limbah,
dan pengolahan akhir untuk daur ulang air limbah. Pada proses pengolahan akhir
untuk daur ulang air limbah diterapkan untuk memastikan air yang diunakan
memenuhi peruntukannya. Menurut Nugroho (2014), teknologi yang

62
diperuntukkan untuk daur ulang air limbah bermacama-macam diantaranya adalah
sebagai berikut.

1. Tekologi Filtrasi Membran


Membran adalah struktur lembaran tipis yang lentur bisa terbuat dari
polimer, plat stainless dan lain sebagainya. Adapun jenis membran yang
tersedia saat ini dibagi menjadi 4 kelompok besar disesuaikan dengan
ukuran dari tingkat penyaringan atau sering disebut dengan istilah
„Filtration degree” yaitu micro filtration (MF), ultra filtration (UF),
nano filtration (NF), dan reverse osmosis (RO). Sesuai dengan nama dan
tingkatan dari „Filtration Degree”, tentunya diharapkan akan didapat air
dengan tingkat kebersihan tertentu pula (Herlambang, 2001).
2. Saringan Multi Media
Saringan multi media ini dapat dipergunakan untuk mengolah air hasil
olahan IPAL yang dapat menghasilkan kualitas air hasil olahan lebih
bagus dibanding saringan pasir lambat. Media yang dipergunakan adalah
pasir silika, karbon aktif dan mangan zeolite (Nugroho, 2014).
3. Adsorpsi Karbon Aktif
Adsorpsi merupakan peristiwa penyerapan suatu substansi pada
permukaan zat padat. Pada fenomena adsorpsi, terjadi gaya tarik-menarik
antarasubstansi terserap dan penyerapnya. Dalam sistem adsorpsi, fasa
teradsorpsi dalam solid disebut adsorbat sedangkan solid tersebut adalah
adsorben. Pada proses adsorpsi, molekul adsorbat bergerak melalui bulk
fasa gas menuju permukaan padatan dan berdifusi pada permukaan pori
padatan adsorben. Arang aktif yang merupakan adsorben, adalah suatu
padatan berpori yang sebagian besar terdiri dari unsur karbon bebas dan
masing- masing berikatan secara kovalen. Dengan demikian, permukaan
arang aktif bersifat non polar. Selain komposisi dan polaritas, struktur pori
juga merupakan faktor yang penting diperhatikan. Struktur pori
berhubungan dengan luas permukaan, semakin kecil pori-pori arang aktif,
mengakibatkan luas permukaan semakin besar dengan demikian kecepatan
adsorpsi bertambah (Metcalf & Eddy, 2003).

63
IV.1.6 Reservoir
Reservoir adalah tangki penyimpanan air yang beralokasi pada instalasi (Qasim,
Motley, dan Zhu, 2000). Air yang sudah diolah akan disimpan pada tangki ini
untuk kemudian ditransfer ke sistem distribusi. Desain dari reservoir meliputi
pemilihan dari ukuran dan bentuknya, pertimbangan lain meliputi proteksi
terhadap air yang disimpan, proteksi struktur reservoir, dan proteksi pekerja
pemeliharaan reservoir.
Resrvoir terdiri atas dua jenis yaitu, ground storage reservoir dan elevated
storage reservoir. Ground storage reservoir biasa digunakan untuk menampung
air dengan kapasitas besar dan membutuhkan pompa dalam pengoperasiannya,
sedangkan elevated storage reservoir menampung air dengan kapasitas relatif
lebih kecil dibandingkan ground storage reservoir dan dalam pengoperasian
distribusinya dilakukan dengan gravitasi. Kapasitas reservoir untuk kebutuhan air
bersih dihitung berdasarkan pemakaian dalam 24 jam (mass diagram).

IV.2 Konsep Desain Sistem


Konsep desain sistem untuk pengolahan air limbah industri perlu disesuaikan
dengan karakteristik air limbah yang akan diolah. Pada umumnya proses
pengolahan air limbah industri menggunakan proses fisik, kimia dalam
pengolahan primer, dan biologis dalam pengolahan sekunder. Desain diawali
dengan proses fisik dengan beberapa mekanisme seperti sedimentasi, pengadukan
(agregasi), dan ditunjang pula dengan proses kimia seperti penambahan zat
kimia/koagulan (koagulasi), oksidasi, pertukaran ion, dan sebagainya. Sementara
itu pada proses biologi, bakteri digunakan untuk mendegradasi zat yang
terkandung dalam air limbah (terutama zat organik). Degradasi oleh bakteri dapat
dilakukan dengan proses/kondisi aerobik, anoksik, maupun anaerobik.

Pada PT Multi Bintang Indonesia Tbk., Sampangagung Brewery akan dilakukan


perancangan ulang (redesign) dengan tinjauan permasalahan pada unit-unit
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) eksisting. Setelah permasalahan
teridentifikasi, ditentukan kebutuhan perbaikan unit yang dapat berupa upgrading
atau perancangan desain yang baru sesuai dengan kebutuhan untuk pengolahan air
limbah agar efluen dapat memenuhi baku mutu yang ditetapkan.

64
IV.4 Kriteria Seleksi Alternatif dan Analisis
Dalam menentukan konfigurasi yang terpilih dilakukan penentuan kriteria dalam
seleksi yang akan dijalankan, yaitu faktor-faktor yang penting dalam mewujudkan
desain sistem yang efektif dan efisien. Berikut adalah beberapa kriteria yang
digunakan untuk menentukan alternatif yang dapat digunakan dalam redesign
IPAL PT Multi Bintang Indonesia Tbk., Sampangagung Brewery yang nantinya
alternatif-alternatif konfigurasi yang dirancang akan diseleksi untuk menentukan
konfigurasi yang terpilih.

1. Efisiensi penyisihan (terutama BOD dan COD)


Kriteria efisiensi penyisihan sangat memengaruhi kualitas efluen air
limbah yang dihasilkan. Efisiensi penyisihan yang semakin baik, maka
kualitas efluen yang dihasilkan juga semakin baik dan kemungkinan besar
memenuhi baku mutu. Difokuskan untuk parameter BOD dan COD karena
kekurangan pada sistem eksisting berada pada penyisihan organiknya,
yang juga memiliki pengaruh terhadap penyisihan TSS.

2. Biaya konstruksi
Biaya kontruksi merupakan salah satu kriteria yang berpengaruh karena
berdampak pada aspek-aspek lainnya dalam sebuah perusahaan. Tentunya
diinginkan jumlah biaya konstruksi seminimal mungkin dalam sistem yang
akan dipilih agar pengeluaran dapat seefisien mungkin. Biaya konstruksi
akan sangat berpengaruh dalam aspek ekonomi dalam hal seberapa layak
proyek redesign dijalankan, mengingat terdapat sistem yang sudah
berjalan.

3. Biaya operasional dan pemeliharaan (O&M)


Biaya operasional dan pemeliharaan (O&M) adalah kriteria yang
berpengaruh karena biaya yang harus dikeluarkan dilakukan secara
menerus. Semakin minim jumlah biaya, maka semakin baik pula sistem
tersebut yang berarti pengeluaran dapat seefisien mungkin.

65
4. Kebutuhan lahan
Kebutuhan lahan merupakan kriteria yang patut diperhitungkan karena
berkaitan dengan feasibility alternatif konfigurasi untuk diterapkan.
Kebutuhan lahan yang semakin besar di saat lahan yang tersedia sedikit,
maka akan berkaitan dengan penambahan biaya dan juga penurunan
efisiensi penyisihan. Kebutuhan lahan juga harus mempertimbangkan
proyeksi pengembangan kapasitas produksi.

5. Produksi lumpur dan metana (produk samping) yang dihasilkan


Produk samping berupa lumpur dan metana adalah hal yang harus
dipertimbangkan karena keduanya dapat berpotensi untuk mencemari
lingkungan apabila tidak diolah dengan baik. Untuk timbulan lumpur yang
dihasilkan, semakin banyak timbulan lumpur maka akan semakin besar
biaya tambahan yang akan dikeluarkan.

6. Kemudahan Operasional
Kemudahan operasional perlu dipertimbangkan karena operator yang
bekerja pada IPAL tidak selalu memiliki pemahaman yang baik mengenai
unit-unit dalam IPAL. Apalagi di Indonesia yang tenaga kerjanya belum
sebaik negara maju. Unit yang mudah dioperasikan akan meminimalisasi
terjadinya pelanggaran Standard Operating Procedure (SOP).

IV.5 Batasan (Constraints)


Batasan merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan mendesain ulang
IPAL di PT Multi Bintang Indonesia., Sampangagung Brewery dan kinerja IPAL
agar lebih optimal. Pengaruh yang dimaksud bisa berupa membatasi,
menghalangi, maupun mencegah kesuksesan dalam pencapaian sasaran yaitu
mendesain ulang IPAL PT Multi Bintang Indonesia., Sampangagung Brewery
agar meningkatkan kinerja IPAL menjadi lebih optimal. Adapun beberapa batasan
yang dapat mempengaruhi kesuksesan dalam pencapaian sasaran tersebut ialah
faktor iklim, lingkungan sekitar, dan pengolahan lumpur.

66
Faktor iklim yang dapat menjadi batasan dalam pencapaian sasaran meliputi
temperatur udara di Mojokerto, curah hujan, serta lama penyinaran matahari.
Temperatur udara dapat mempengaruhi laju reaksi dari proses pengolahan.
Temperatur udara di Mojokerto berkisar antara 22℃ sampai 30℃ (Mojokerto
dalam angka, 2020). Lama penyinaran matahari juga berpengaruh terhadap proses
pengolahan karena dapat mempengaruhi laju reaksi dari proses pengolahan. Lama
penyinaran matahari di Mojokerto kurang lebih selama 12 jam (Mojokerto dalam
angka, 2020). Sementara itu curah hujan berkaitan dengan volume air yang akan
masuk ke dalam unit pengolahan. Sebagai contoh, pada musim hujan volume air
yang akan masuk ke dalam unit pengolahan akan meningkat sehingga dapat
mempengaruhi kinerja dari IPAL tersebut. Adapun curah hujan rata-rata di
Mojokerto adalah 207 mm (Mojokerto dalam angka, 2020).

Faktor lain yang dapat mempengaruhi pencapaian sasaran adalah kondisi


lingkungan sekitar. Dalam proses mendesain ulang IPAL terdapat beberapa
hambatan atau kendala seperti sosial masyarakat dimana keberterimaan
masyarakat terhadap kegiatan tersebut baik atau tidak. Apakah dengan adanya
kegiatan mendesain ulang IPAL akan membuat terjadinya kericuhan di
masyarakat atau tidak, hal ini juga penting untuk diperhatikan agar dapat mencapi
sasaran. Selain itu juga, dengan adanya kegiatan mendesain ulang IPAL akan
menambah jumlah kendaraan di jalan raya yaitu kendaraan yang mengangkut alat
dan bahan ke lokasi IPAL. Hal ini tentunya akan membuat jalan raya menjadi
macet, dan apabila sedang musim hujan bisa berpotensi membuat jalanan menjadi
becek apabila terdapat bahan-bahan material seperti tanah jatuh selama perjalanan
ke lokasi IPAL. Dengan demikian maka ada potensi timbulnya protes dari warga
sekitar maupun pengguna jalan raya. Kondisi lingkungan yang juga dapat
berpengaruh terhadap pencapaian sasaran adalah jarak pemukiman warga ke
IPAL. Hal ini berkaitan dengan kebisingan dan juga bau. Dalam kegiatan
mendesain ulang IPAL tentunya akan dihasilkan kebisingan dari lokasi proyek,
serta saat proses pengolahan penting untuk diperhatikan aspek bau dari unit-unit
yang ada karena dapat mengganggu kenyamanan masyarakat.

Faktor yang juga dapat mempengaruhi pencapaian sasaran adalah pengolahan


lumpur. Lumpur dari hasil pengolahan di IPAL merupakan limbah B3 (Bahan

67
Berbahaya dan Beracun). Oleh karena itu, pengolahan dan pemanfaatan perlu
diperhatikan sesuai dengan regulasi yang berlaku. Di Indonesia, pengolahan
limbah B3 diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2014.

IV.6 Analisis Risiko


Berbagai risiko dapat terjadi selama tahapan konstruksi ulang Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) maupun selama tahapan operasi. Oleh karena itu,
dibutuhkan suatu sistem yang mengatur langkah-langkah yang dilakukan dalam
meminimalisasikan risiko yang ditimbulkan dalam konstruksi maupun operasi
IPAL. Beberapa risiko yang mungkin terjadi serta langkah-langkah
pencegahannya adalah sebagai berikut pada Tabel IV.1.

Tabel IV. 1 Analisis Risiko dan Langkah Pencegahan dalan Kegiatan Konstruksi
dan operasi IPAL

No Risiko Langkah Pencegahan


1 Kesalahan matematis dalam Dilakukan pengecekan berulang oleh
perhitungan teknis desain IPAL. pihak yang berkewajiban dalam
perhitungan desain teknis IPAL
sehingga kesalahan matematis dapat
direduksi sebelum konstruksi.
2 Material yang digunakan dalam Rekayasawan memberikan
konstruksi unit di IPAL tidak spesifikasi material yang digunakan
sesuai spesifikasi. sejelas mungkin dan perlunya
dilakukan pengawasan dalam
pemilihan material yang akan
digunakan pada tahap konstruksi.
3 Tidak sesuainya hasil akhir proses Melakukan pengecekan kembali
konstruksi ulang dengan gambar terhadap dimensi serta feasibility
desain teknis awal. bentuk dan model gambar desain
sehingga dapat diterapkan di
lapangan, serta dilakukan
pengawasan selama proses
konstruksi ulang unit pengolahan.

68
4 Membengkaknya biaya Melakukan cross-check terhadap
konstruksi sehingga tidak sesuai material yang dibutuhkan selama
dengan rancangan anggaran biaya proses konstruksi ulang dan
awal. melakukan survei untuk mengetahui
harga aktual dari material yang
dibutuhkan untuk konstruksi ulang di
pasaran.
5 Terjadinya kecelakaan kerja Menetapkan SOP tahap kegiatan
selama tahap konstruksi ulang. konstruski, sosialisasi keselamatan
kerja terhadap pekerja konstruksi,
serta menetapkan jaminan kerja
terhadap pekerja konstruksi.
6 Kerusakan dan kebocoran pada Dilakukan pengawasan ketat selama
unit pengolahan air limbah proses konstruksi ulang untuk
eksisting selama proses memastikan agar konstruksi ulang
konstruksi ulang. tersebut tidak menyebabkan
gangguan maupun kerusakan pada
unit lain yang telah ada sebelumnya.
7 Kebocoran pada pipa di IPAL Sebelum dioperasikan secara penuh,
akibat proses konstruksi ulang dilakukan tes awal untuk memastikan
yang dilakukan. bahwa unit pengolahan yang
dikonstruksi ulang berjalan dengan
baik serta tidak menyebabkan
kebocoran pipa yang mengalirkan air
limbah sebelum dan setelah unit
pengolahan tersebut.
8 Terjadinya overflow akibat debit Dilakukan monitoring terhadap debit
air limbah yang masuk melebahi air limbah yang masuk dan keluar di
kapasitas yang dapat ditampung setiap unit pengolahan air limbah
oleh IPAL. yang tersedia sehingga dapat
diketahui level air limbah apabila
telah mencapai batas maksimum

69
kapasitas IPAL.
9 Tidak berfungsinya bakteri yang Melakukan tes awal dalam
digunakan pada unit pengolahan mengoperasikan IPAL
sebagaimana harusnya. pascakonstruksi untuk memberikan
umpan sekaligus memberikan
makanan bagi bakteri untuk
melakukan aktivitasnya dan dapat
berkembang biak, karena apabila
IPAL dioperasikan langsung dengan
kondisi optimal, kemungkinan akan
terjadi shock loading yang justru
dapat membuat bakteri dalam unit
pengolahan mati.
10 Terjadinya kerusakan unit akibat Ditetapkan SOP mengenai
kesalahan operasional setelah pengoperasian unit yang mencakup
konstruksi ulang. cara pengoperasian unit yang baik
dan benar serta aktivitas-aktivitas
yang dapat menyebabkan kerusakan
pada unit pengolahan.

IV.7 Analisis Ketidakpastian dan Keberlanjutan


IV.7.1 Analisis Ketidakpastian

Ketidakpastian yang terjadi pada tahap konstruksi ulang IPAL di PT Multi


Bintang Indonesia Sampangagung Brewery berkaitan erat dengan asumsi-asumsi
yang digunakan dalam perhitungan matematis selama proses perancangan ulang.
Hal ini menyebabkan adanya perbedaan ketika IPAL sudah dioperasikan dengan
rencana awal. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu analisis untuk menemukan
kemungkinan ketidakpastian tersebut. Faktor-faktor yang memberikan pengaruh
pada ketidakpastian ini adalah sebagai berikut.

70
1. Baku Mutu
Baku mutu yang menjadi target dalam perancangan ulang unit pengolahan
dalam IPAL PT Multi Bintang Indonesia Sampangagung Brewery
mengacu pada berbagai peraturan. Hal ini dikarenakan terjadinya beberapa
perbedaan nilai dalam baku mutu parameter air limbah, sehingga
perancangan ulang dilakukan untuk memenuhi baku mutu paling ketat
untuk setiap parameter air limbah yang diolah. Tujuannya adalah untuk
memastikan bahwa air limbah hasil pengolahan di IPAL PT Multi Bintang
Indonesia Sampangagung Brewery berada dalam kualitas yang paling baik
serta memenuhi baku mutu untuk semua peraturan. Adapun faktor baku
mutu ini akan selalu memengaruhi ketidakpastian dalam pengoperasian
IPAL. Apabila di masa mendatang pemerintah pusat atau pemerintah
daerah memperbaharui peraturan yang menetapkan baku mutu yang lebih
ketat untuk parameter air limbah, maka proses yang terjadi di IPAL PT
Multi Bintang Indonesia Sampangagung Brewery harus disesuaikan
dengan peraturan tersebut.

2. Operasi dan Pemeliharaan IPAL


Tahapan yang mempunyai peran penting dalam keberjalanan pengolahan
air limbah di IPAL adalah tahap operasi dan pemeliharaan. Tahapan ini
harus dilakukan dengan baik agar unit pengolahan air limbah yang
dikonstruksi dapat berfungsi secara optimal dan bertahan dalam jangka
waktu yang lama. Namun, tahap operasi dan pemeliharaan ini dilakukan
oleh para karyawan perusahaan yang berwenang. Setiap karyawan
perusahaan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang berbeda
mengenai operasi dan pemeliharaan ini. Oleh karena itu, ketidakpastian
juga dapat terjadi karena kesalahan yang dilakukan oleh karyawan
perusahaan akibat keahlian yang berbeda.

3. Pemangku Kewenangan atas IPAL


Pemangku kewenangan atas IPAL merupakan salah satu faktor eksternal
yang memengaruhi ketidakpastian dalam keberjalanan IPAL. PT Multi

71
Bintang Indonesia Sampangagung Brewery saat ini memberikan
kewenangan atas IPAL pada Engineering Department, namun hal ini tidak
dapat dipastikan untuk masa mendatang. Ada kemungkinan bahwa
kewenangan atas IPAL diberikan kepada departemen lain sehingga IPAL
yang telah dioperasikan di Engineering Department akan diperlakukan
berbeda oleh departemen lain. Tentu terdapat perbedaan keahlian dan
pengetahuan antardepartemen sehingga keberjalanan IPAL akan
menghadapi ketidakpastian. Ketidakpastian ini juga terkait dengan
kebijakan-kebijakan yang akan dikeluarkan oleh pemangku kewenangan
IPAL.

4. Produk Perusahaan
Faktor lain yang memengaruhi ketidakpastian dalam keberjalanan IPAL
adalah produk yang dihasilkan oleh PT Multi Bintang Indonesia
Sampangagung Brewery. Seiring dengan berkembangnya teknologi dan
modernisasi global, tentunya perusahaan akan berinovasi sedemikian rupa
untuk menghasilkan produk yang memiliki daya saing tinggi dan dapat
diterima pasar. Hal ini telah terbukti ketika PT Multi Bintang Indonesia
mengeluarkan produk minuman berkarbonasi setelah sekian lama hanya
memproduksi minuman bir. Tentunya inovasi ini akan terus berlanjut di
masa yang akan mendatang sehingga keberjalanan IPAL juga akan
mengalami ketidakpastian. Ketidakpastian ini berkaitan dengan
karakteristik air limbah dari produk baru hasil inovasi yang dilakukan oleh
perusahaan.

IV.7.2 Analisis Keberlanjutan

Instalasi Pengolahan Air Limbah dikonstruksi untuk jangka waktu yang telah
ditentukan, sehingga dalam pengoperasiannya harus dilakukan sebaik mungkin
agar mencapai jangka waktu yang ditentukan tersebut. Keberlanjutan IPAL ini
merupakan sebuah keharusan bagi perusahaan yang berkomitmen pada
lingkungan, sehingga diperlukan suatu analisis yang menjelaskan faktor-faktor

72
yang berkaitan dengan aspek keberlanjutan ini. Adapun faktor-faktor tersebut
adalah sebagai berikut.

1. Sumber Daya Manusia


Setiap tahapan dalam keberlangsungan IPAL tentunya berkaitan dengan
sumber daya manusia, mulai dari tahap konstruksi sampai dengan tahap
operasi dan pemeliharaan sehingga sumber daya manusia yang dapat
diandalkan merupakan aset terbesar perusahaan. Oleh karena itu, para
karyawan sebagai sumber daya perusahaan harus diberikan pengetahuan
dan pengalaman yang cukup, terutama dalam hal ini pada pengoperasian
IPAL, sehingga keberjalanan IPAL dapat dipertahankan dalam performa
yang baik.

2. Aspek Teknis
Aspek teknis juga memiliki peran penting dalam keberlanjutan IPAL,
karena biasanya kesalahan dan kendala yang dihadapi selama proses
operasional IPAL adalah kesalahan dan kendala yang berkaitan dengan
teknis. Oleh karena itu, perlu dibuat kebijakan-kebijakan, terutama dalam
bentuk SOP sehingga keberlanjutan IPAL dapat terjamin. Dengan adanya
kebijakan-kebijakan tersebut, diharapkan operasional IPAL akan patuh
sehingga kondisi IPAL dapat sesuai dengan rencana awal yang telah
dibuat.

3. Aspek Sosial
Keberlanjutan IPAL tentunya akan disokong oleh aspek sosial, terutama
oleh penduduk yang bermukim di sekitar PT Multi Bintang Indonesia
Sampangagung Brewery. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara,
salah satunya adalah memberikan sosialisasi kepada masyarakat sekitar
bahwa kehadiran PT Multi Bintang Indonesia di dekat mereka bukan
berarti negatif seperti mencemari lingkungan, melainkan kehadirannya
dapat memberikan sokongan ekonomi dan edukasi kepada mereka.
Dengan itu, diharapkan masyarakat dapat menerima perusahaan sebagai
bagian dari mereka sehingga sokongan itu dapat menjadi salah satu

73
penopang keberjalanan PT Multi Bintang Indonesia Sampangagung
Brewery, terutama dalam keberlanjutan IPAL.

4. Aspek Ekonomi
Keberjalanan proses di dalam IPAL tentunya membutuhkan berbagai
material, baik untuk prosesnya maupun untuk perawatannya. Peralatan
yang telah rusak atau telah habis masa pakainya juga menjadi penghambat
keberjalanan suatu IPAL. Material dan peralatan ini tentu bernilai
ekonomis dan memiliki harga jual di pasaran, sehingga PT Multi Bintang
Indonesia harus membelinya dengan harga tertentu. Untuk itu, perusahaan
harus mampu menyediakan material dan peralatan tersebut agar
operasional IPAL dapat terus berjalan dengan baik, sehingga kemampuan
ekonomi perusahaan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi
keberlanjutan IPAL.

5. Aspek Lingkungan
Suatu Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sudah seharusnya ditopang
keberlanjutannya oleh aspek lingkungan. Proses-proses yang dihasilkan
dalam IPAL diharapkan dapat mengolah air buangan sehingga ketika akan
dibuang ke lingkungan, air buangan tersebut telah tergolong aman.
Namun, perlu diperhatikan juga bahwa dalam IPAL PT Multi Bintang
Indonesia Sampangagung Brewery, dihasilkan lumpur sebagai produk
samping pengolahan air limbah. Oleh karena itu, perlu proses pemantauan
terhadap produksi lumpur di IPAL ini, karena kebanyakan lumpur yang
dihasilkan pada IPAL mengandung sifat berbahaya dan beracun sehingga
digolongkan menjadi limbah B3. Ketika limbah B3 diperlakukan
sebagaimana limbah biasa, maka sifat limbah B3 tersebut akan bercampur
dengan sifat limbah biasa sehingga limbah biasa tersebut terkontaminasi
dan proses pengolahan di IPAL berjalan dengan tidak efektif dan
menghasilkan efluen yang masih belum tergolong aman. Oleh karena itu,
aspek lingkungan merupakan salah satu penopang keberjalanan IPAL.

74
IV.8 Prinsip Daur Hidup dan Dampak Lingkungan
Prinsip daur hidup atau siklus hidup yang digunakan pada proyek ini adalah
sebagai berikut.

a. Pemanfaatan produk sampingan dari pengolahan air limbah industri seperti


gas metana yang dihasilkan dari unit MUR (Methane Upflow Reactor)
untuk kegiatan proses pengolahan air limbah di PT Multi Bintang
Indonesia., Sampangagung Brewery dan penggunaan kembali air limbah
hasil olahan IPAL untuk kegiatan produksi dan domestik PT Multi
Bintang Indonesia., Sampangagung Brewery.
b. Melaksanakan kegiatan pengoperasian IPAL dengan menggunakan prinsip
Good House Keeping sehingga sumber daya yang dimiliki dapat
digunakan dengan lebih efisien dan efektif.
c. Menerapkan sistem pengolahan air limbah industri yang lebih efektif dan
efisien terhadap aspek biaya, energi, lingkungan, dan lain-lain.
d. Menggunakan bahan baku yang lebih ramah lingkungan.

Dampak lingkungan dianalisa dengan cara melihat dampak dari tahapan proyek
terhadap komponen lingkungan yang mungkin terdampak selama proses
perencanaan ulang IPAL di PT Multi Bintang Indonesia., Sampangagung
Brewery. Adapun tahapan kegiatan dalam perencanaan ulang IPAL di PT Multi
Bintang Indonesia., Sampangagung Brewery ialah sebagai berikut.

1. Pra Konstruksi
 Sosialisasi kepada masyarakat
 Survey lokasi
 Rekrutmen tenaga kerja
2. Konstruksi
 Mobilisasi alat dan bahan
 Pengerahan tenaga kerja
 Pengerjaan IPAL
3. Operasi dan Pemeliharaan
 Operasi dan pemeliharaan IPAL

75
Sementara itu, komponen lingkungan yang mungkin terdampak akibat adanya
kegiatan proyek perencanaan ulang IPAL di PT Multi Bintang Indonesia.,
Sampangagung Brewery ialah sebagai berikut.

1. Komponen fisik-kimia
Komponen fisik dan kimia yang mungkin mengalami perubahan ialah
penurunan kualitas udara akibat adanya peningkatan pencemar udara dan
kebisingan, penuruan kualitas air akibat limbah cair yang dihasilkan
selama proses perencanaan ulang IPAL serta limbah cair dari pekerja yang
ada, terjadinya longsoran, amblesan, dan juga erosi tanah akibat adanya
beban berat yang berasal dari kegiatan perencanaan ulang IPAL di PT
Multi Bintang Indonesia., Sampangagung Brewery.

2. Komponen biologis
Tidak ada potensi perubahan komponen biologis pada proyek ini karena
lahan yang digunakan adalah lahan yang sebelumnya sudah terbangun dan
berada pada Kawasan PT Multi Bintang Indonesia., Sampangagung
Brewery.

3. Komponen sosial, ekonomi, dan budaya


Komponen sosial, ekonomi, dan budaya yang mungkin mengalami
perubahan adalah penurunan kesehatan masyarakat akibat penurunan
kualitas udara dan penurunan kualitas badan air, adanya gangguan lalu
lintas akibat adanya peningkatan jumlah kendaraan berat yang membawa
alat dan bahan menuju lokasi IPAL, konflik dengan warga sekitar akibat
adanya pendatang, dan meningkatnya pendapatan masyarakat sekitar
karena adanya peningkatan jumlah penduduk di sekitar lokasi IPAL
dimana dalam hal ini merupakan pekerja dalam perencanaan ulang IPAL.

Analisis dampak lingkungan berdasarkan uraian diatas disajikan dalam Tabel


IV.2. Tanda (X) menunjukkan adanya dampak dari tahap kegiatan terhadap
komponen lingkungan terkait.

76
Tabel IV. 2 Analisi Dampak Lingkungan Tahap Pra Konstruksi
Pra Konstruksi

Komponen Lingkungan Sosialisasi Rekrutmen


Survey
kepada tenaga
lokasi
masyarakat kerja
Penurunan kualitas udara
Kebisingan
Penuruan kualitas air
Longsoran
Amblesan
Erosi
Penurunan kesehatan
masyarakat
Gangguan lalu lintas
Konflik dengan warga
X
sekitar

Peningkatan pendapatan
masyarakat sekitar

Tabel IV. 3 Analisi Dampak Lingkungan tahap Konstruksi


Konstruksi

Komponen Lingkungan Pengerahan


Mobilisasi alat Pengerjaan
tenaga
dan bahan IPAL
kerja
Penurunan kualitas udara X X
Kebisingan X X
Penuruan kualitas air X
Longsoran
Amblesan
Erosi
Penurunan kesehatan
X X
masyarakat
Gangguan lalu lintas X

77
Konflik dengan warga
X
sekitar
Peningkatan pendapatan
X
masyarakat sekitar

Tabel IV. 4 Analisi Dampak Lingkungan tahap Operasi dan Pemeliharaan


Operasi dan Pemeliharaan
Komponen Lingkungan
Operasi dan pemeliharaan IPAL
Penurunan kualitas udara
Kebisingan
Penuruan kualitas air
Longsoran
Amblesan
Erosi
Penurunan kesehatan masyarakat
Gangguan lalu lintas
Konflik dengan warga sekitar
Peningkatan pendapatan masyarakat
X
sekitar

IV.10 Alternatif Lokasi Penempatan Sistem


Untuk penempatan lokasi IPAL hasil redesain sesuai dengan kondisi eksisting
IPAL PT Multi Bintang Indonesia., Sampangagung Brewery, Adapun untuk
penambahan unit granular activated carbon filte, reservoir dan sludge drying bed
menggunakan lahan milik PT Multi Bintang Indonesia Sampangagung Brewery.

IV.11 Alternatif Konfigurasi Sistem dan Unit


Dalam alternatif yang diajukan, terdapat 3 konfigurasi yang memungkinkan untuk
mengolah air limbah PT Multi Bintang Indonesia agar dapat digunakan sebagai
air domestik. Dalam ketiga konfigurasi ini, unit yang akan dirancang ulang adalah
bak ekualisasi dan unit pengolahan anaerob, sementara unit yang ditambahkan
untuk mengolah effluen air limbah menjadi air domestik yang dapat digunakan

78
adalah granular activated carbon filter dan reservoir untuk menampung air hasil
olahan, serta unit pengolahan lumpur sludge drying bed. Adapun untuk setiap
konfigurasinya, terdapat perbedaan pada unit pengolahan air limbah anaerob,
dimana perbedaan ini didasarkan utamanya pada kapasitas COD loading. Adapun
COD loading masing-masing unit pengolahan anaerob adalah sebagai berikut
pada Tabel IV.5.

Tabel IV. 5 Alternatif Unit Pengolahan Anaerob


Nama Unit Pengolahan Kapasitas COD
Alternatif
Anaerob Loading (kg/m3.hari)
1 Methane Upflow Reactor 5 - 20
2 Anaerobic Membrane Reactor 5 - 15
3 Fluidized Bed Reactor 20 - 40
(Sumber: Tchobanoglous dkk, 2014)

Berikut ini adalah gambaran dari alternatif konfigurasi redesain IPAL PT Multi
Bintang Indonesia Sampangagung Brewery tertera pada Gambar IV.1-IV.3. Pada
gambar IV.1-IV.3, unit yang berwarna merah muda menandakan bahwa unit
tersebut dilakukan perancangan, sedangkan unit yang berwarna hitam tidak
dilakukan perancangan. Kemudian untuk aliran limbah ditunjukan dengan warna
hitam sedangkan lumpur ditunjukkan dengan garis berwarna merah.

Gambar IV. 1 Alternatif Konfigurasi 1

79
Gambar IV. 2 Alternatif Konfigurasi 2

Gambar IV. 3 Alternatif Konfigurasi 3

IV.12 Konfigurasi Sistem Terpilih


Metode sistem pendukung keputusan yang mendukung pemilihan dengan
multikriteria antara lain yaitu AHP (Analytical Hierarchy Process), SAW (Simple
Additive Weighting), WP, dan TOPSIS. Akan tetapi, keempatnya mempunyai
metode pengukuran yang berbeda-beda. Dengan adanya perbedaan metode
pengukuran antara AHP, SAW, WP, dan TOPSIS. hasil yang diperoleh juga akan
berbeda-beda. Untuk itu perlu dibandingkan secara empiris, metode yang lebih
sesuai untuk digunakan dalam pemilihan konfigurasi IPAL PT Multi Bintang
Indonesia., Sampangagung Brewery.

80
Menurut Munthafa dan Mubarok (2017), AHP lebih tepat untuk studi kasus
pemilihan konfigurasi IPAL PT Multi Bintang Indonesia., Sampangagung
Brewery. pemilihan konfigurasi IPAL PT Multi Bintang Indonesia.,
Sampangagung Brewery ini melibatkan banyak sub-kriteria, dimana AHP
dianggap tepat untuk mewakili pemikiran alamiah yang cenderung
mengelompokkan elemen sistem ke level-level yang berbeda dari masing-masing
level berisi elemen yang serupa dan juga menyediakan skala pengukuran dan
metode untuk mendapatkan prioritas, karena masing-masing kriteria memiliki
prioritas yang tidak sama. Kelebihan metode AHP di antaranya:

1. Metode AHP dapat menjadikan suatu permasalahan yang luas dan tidak
terstruktur menjadi model yang fleksibel dan mudah dipahami
2. Metode AHP menyediakan skala pengukuran dan metode untuk
mendapatkan nilai prioritas masing-masing elemen kriteria
3. Metode AHP mempertimbangkan suatu nilai konsistensi yang logis dalam
penilaian yang digunakan untuk menentukan suatu priotitas
4. Metode AHP dapat mewakili pemikiran ilmiah yang cenderung
mengelompokkan elemen sistem ke dalam level-level yang berbeda di
mana masing-masing level memuat elemen yang serupa
5. Metode AHP mempertimbangkan prioritas relative masing-masing faktor
yang terdapat pada sistem sehingga pengambil keputusan dapat
menentukan alternatif pilihan terbaik berdasarkan tujuan sesuai dengan
yang diharapkan
6. Metode AHP dapat membuat pengambil keputusan menyaring definisi dari
suatu persoalan dan mengembangkan penilaian serta pengertian mereka
melalui proses pengulangan.

Berdasarkan kelebihan dan pertimbangan di atas, alternatif konfigurasi akan


ditentukan melalui proses Analytical Hierarchy Process (AHP). AHP dilakukan
dengan melakukan perbandingan tingkat kepentingan antara faktor-faktor yang
mempengaruhi sistem IPAL. Berdasarkan Siti (2005), secara umum pengambilan
keputusan dengan metode AHP didasarkan pada langkah – langkah berikut:

1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan

81
2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan
dengan kriteria–kriteria dan alternaif–alternatif pilihan yang ingin di
rangking.
3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan
kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing–masing
tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan
berdasarkan pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan
menilai tingkat tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen
lainnya.
4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di
dalam matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom.
5. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak
konsisten maka pengambilan data (preferensi) perlu diulangi. Nilai eigen
vector yang dimaksud adalah nilai eigen vector maksimum yang diperoleh
dengan menggunakan matlab maupun dengan manual.
6. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.
7. Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan.
Nilai vektor eigen merupakan bobot setiap elemen kriteria. Langkah ini
dilakukan untuk mensintesis pilihan dalam penentuan prioritas elemen-
elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan. Nilai
vektor eigen inilah yang nantinya akan dijadikan nilai masukan untuk
menguji konsitensi matriks berpasangan.
8. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR < 0, 100;
maka penilaian harus diulang kembali. Rasio Konsistensi (CR) merupakan
batas ketidak konsistenan (inconsistency) yang ditetapkan Saaty. Rasio
Konsistensi (CR) didefinisikan sebagai perbandingan antara CI (Indeks
Konsistensi) dan RI (Indeks Random) untuk suatu matriks. Indeks
Konsistensi CI merupakan matriks random dengan skala penilaian 9 (1
sampai dengan 9) beserta kebalikannya sebagai RI. Berdasarkan
perhitungan Saaty dengan menggunakan 500 sampel, jika “judgement”
numerik diambil secara acak dari skala 1/9, 1/8, …, 1, 2, …,9.

82
Faktor-faktor penting dalam penentuan alternatif perancangan sistem telah
ditentukan, yaitu efisiensi penyisihan, biaya konstruksi, kebutuhan lahan, jumlah
produksi produk samping, kemudahan operasional, serta biaya operasional dan
maintenance seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Dalam proses AHP,
terdapat panduan dalam pembobotan kepentingan antara faktor maupun alternatif
konfigurasi yang diajukan yang tertera pada Tabel IV.6.

Tabel IV. 6 Pembobotan Kepentingan untuk AHP


Bobot Kepentingan
1/9 Kriteria yang satu mutlak kurang penting dari kriteria lainnya
(extremely less important)
1/7 Kriteria yang satu jelas kurang penting dari kriteria lainnya
(very strongly less important)
1/5 Kriteria yang satu kurang penting dari kriteria lainnya (strongly
less important)
1/3 Kriteria yang satu sedikit kurang penting dari kriteria lainnya
(moderately less important)
1 Kedua kriteria sama pentingnya (equal importance)
3 Kriteria yang satu sedikit lebih penting dari kriteria lainnya
(moderately more important)
5 Kriteria yang satu lebih penting dari kriteria lainnya (strongly
more important)
7 Kriteria yang satu jelas lebih penting dari kriteria lainnya (very
strongly more important)
9 Kriteria yang satu mutlak lebih penting dari kriteria lainnya
(extremely more important)
1/8, 1/6, 1/4, Nilai antara dua nilai kepentingan yang bedekatan (kompromi
1/2, 2, 4, 6, 8 antara dua pilihan)
(Sumber: Taherdoost, 2017)

Dalam penentuan bobot tiap kriteria terhadap kriteria lainnya, sejatinya harus
melalui tahap wawancara stakeholder yang ada di PT Multi Bintang Indonesia.,
Sampangagung Brewery. Namun karena adanya keterbatasan akses terhadap pihak
PT Multi Bintang Indonesia., Sampangagung Brewery, penentuan bobot

83
dilakukan dengan pertimbangan dan diskusi internal tim. Berikut adalah
perbandingan antar kriteria yang ditetapkan tertera pada Tabel IV.7.

Tabel IV. 7 Matriks pembobotan tiap kriteria


Pairwise Produksi
Efisiensi Biaya Kebutuhan Kemudahan Biaya
Comparison Produk
Penyisihan Konstrusi Lahan Operasional O&M
Matrix Samping
Efisiensi
1 2 4 4 3 2
Penyisihan
Biaya Konstrusi 1/2 1 3 4 3 1/2
Kebutuhan Lahan 1/4 1/3 1 2 1/2 1/3
Produksi Produk
1/4 1/4 1/2 1 1/3 1/3
Samping
Kemudahan
1/3 1/3 2 3 1 1/3
Operasional
Biaya O&M 1/2 2 3 3 3 1

Setelah dilakukan pembobotan, dilakukan uji konsistensi yang didapatkan nilai


5.13%. Menurut Kardi (2006), sebuah matriks pembobotan dapat dikatakan
konsisten apabila konsistensinya kurang dari 10%, sehingga matriks pada Tabel
IV. 6 sudah dapat dinilai konsisten. Setelah uji konsistensi, maka dilakukan
pengolahan data dan didapat bobot akhir tiap kriterianya seperti padaTabel IV.8
berikut.
Tabel IV. 8 Bobot akhir tiap kriteria
Kriteria Bobot %
Efisiensi Penyisihan 0.323988 32.40
Biaya Konstruksi 0.198506 19.85
Kebutuhan Lahan 0.076087 7.61
Produksi Produk Samping 0.055199 5.52
Kemudahan Operasional 0.110831 11.08
Biaya O&M 0.235389 23.54

Setelah didapatkan bobot masing-masing kriterianya dibandingkan pula setiap


alternatif di setiap kriterianya. Berikut adalah pembobotan untuk tiap alternatif
dalam kriteria efisiensi penyisihan yang terdapat pada Tabel IV.9.

84
Tabel IV. 9 Pembobotan tiap alternatif dalam kriteria efisiensi penyisihan
Pairwise Comparison
Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3
Matrix
Alternatif 1 1 1/7 1/5
Alternatif 2 7 1 3
Alternatif 3 5 1/3 1

Mengacu pada Arantes, dkk (2017) dan Huang, dkk (2011), alternatif 1 dengan
Methane Upflow Reactor memiliki efisiensi di bawah 80%, reaktor ini jauh lebih
tidak efisien daripada Fluidized Bed Reactor dengan efisiensi 85%, apalagi jika
dibandingkan dengan Anaerobic Membrane Reactor pada alternatif 2 yang
memiliki efisiensi 98%. Uji konsistensi menunjukkan angka 8.34% yang artinya
sudah konsisten. Sementara itu, berikut adalah pembobotan untuk tiap alternatif
dalam kriteria biaya konstruksi yang terdapat pada Tabel IV.10.

Tabel IV. 10 Pembobotan tiap alternatif dalam kriteria biaya konstruksi


Pairwise Comparison
Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3
Matrix
Alternatif 1 1 7 3
Alternatif 2 1/7 1 1/5
Alternatif 3 1/3 5 1

Biaya konstruksi untuk alternatif 1 dapat dikatakan paling murah dari semua
alternatif. Hal ini karena konstruksinya yang relatif sederhana jika dibandingkan
dengan alternatif 2 dan 3. Pada alternatif 2 butuh tambahan berupa membrane
filter yang sangat mahal, sedangkan pada alternatif 3 butuh media (bed) yang juga
memerlukan biaya relatif mahal. Uji konsistensi menunjukkan angka 8.34% yang
berarti sudah konsisten. Di samping biaya konstruksi, kebutuhan lahan juga harus
diperhatikan. Berikut adalah pembobotan untuk tiap alternatif dalam kriteria
kebutuhan lahan yang tertera pada Tabel IV.11.

Tabel IV. 11 Pembobotan tiap alternatif dalam kriteria kebutuhan lahan


Pairwise
Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3
Comparison Matrix
Alternatif 1 1 1 ¼
Alternatif 2 1 1 ¼
Alternatif 3 4 4 1

85
Kebutuhan lahan untuk MUR dan AnMBR relatif sama dan cenderung
memerlukan luasan yang cukup besar. Sedangkan FBR karena bed yang dipakai
dalam reaktor, dapat memperkecil kebutuhan lahan. Uji konsistensi menunjukkan
angka 0% yang artinya sudah konsisten. Selain itu ketiga alternatif kembali
dibobotkan dalam kriteria jumlah produksi produk samping. Berikut adalah
pembobotan untuk tiap alternatif dalam kriteria jumlah produksi produk samping
yang tertera pada Tabel IV.12.

Tabel IV. 12 Pembobotan tiap alternatif dalam kriteria produksi produk samping
Pairwise
Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3
Comparison Matrix
Alternatif 1 1 2 1
Alternatif 2 1/2 1 1/2
Alternatif 3 1 2 1

Produksi produk samping yang dihasilkan dari ketiga alternatif berupa gas metana
dan juga sludge. Jika dibandingkan dari ketiga alternatif, alternatif 2 menjadi
alternatif dengan jumlah produksi produk samping lebih besar, hal ini diakrenakan
uji konsistensi menunjukkan angka 0% yang artinya sudah konsisten. Sebuah unit
IPAL harus mudah dioperasikan oleh operator yang mungkin juga tidak memiliki
pemahaman yang mendalam, sehingga perlu konfigurasi IPAL yang mudah
dioperasikan. Berikut adalah pembobotan untuk tiap alternatif dalam kriteria
kemudahan operasional yang tertera pada Tabel IV.13.

Tabel IV. 13 Pembobotan tiap alternatif dalam kriteria kemudahan operasional


Pairwise Comparison
Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3
Matrix
Alternatif 1 1 5 7
Alternatif 2 1/5 1 3
Alternatif 3 1/7 1/3 1

Dengan banyaknya komponen (di luar reaktor anaerobik), alternatif 3 dengan


FBR cenderung lebih sulit dioperasikan dibandingkan dengan membrane filter
pada alternatif 2 dan reaktor sederhana pada alternatif 1. Uji konsistensi
menunjukkan angka 9.61% yang artinya sudah konsisten. Selain kemudahan
operasional, pada tahap operasional harus juga diperhatikan dari sisi biaya

86
operasional dan pemeliharaan. Berikut adalah pembobotan untuk tiap alternatif
dalam kriteria biaya operasional dan maintenance yang tertera pada Tabel IV.14.

Tabel IV. 14 Pembobotan tiap alternatif dalam kriteria biaya operasional dan
maintenance
Pairwise
Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3
Comparison Matrix
Alternatif 1 1 5 3
Alternatif 2 1/5 1 1/2
Alternatif 3 1/3 2 1

Operasional dan perawatan pada alternatif 2 dengan membrane filter secara biaya
adalah yang paling mahal karena perlu pompa dengan tekanan besar dan
mekanisme backwash. Sedangkan untuk alternatif 3 diperlukan penggantian bed
secara berkala yang membuatnya juga relatif mahal namun tidak semahal biaya
perawatan untuk membrane filter. Uji konsistensi menunjukkan angka 0.47%
yang artinya sudah konsisten.

Setelah matriks dari pembobotan antar kriteria dan pembobotan tiap alternatif di
tiap kriteria dikalikan, didapat hasil akhir alternatif terpilih sebagai berikut yang
tertera pada Tabel IV.15.

Tabel IV. 15 Hasil akhir pemilihan alternatif konfigurasi IPAL


Produksi
Alternatif Efisiensi Biaya Kebutuhan Kemudahan Biaya Nilai
Produk
Penyisihan Konstrusi Lahan Operasional O&M AKhir
Samping
Alternatif 1 0.07 0.64 0.17 0.40 0.72 0.65 0.42
Alternatif 2 0.64 0.07 0.17 0.20 0.19 0.12 0.30
Alternatif 3 0.28 0.28 0.67 0.40 0.08 0.23 0.28

Berdasarkan tabel IV.15 di atas maka alternatif pengembangan yang


direkomendasikan untuk diterapkan dalam perencanaan pengembangan instalasi
pengolahan air limbah brewery ini adalah Alternatif 1 (Equalization Basins,
MUR, Sludge Drying Bed, dan penambahan filter karbon aktif untuk recycling
water) karena unit pengolahan ini memperoleh nilai pembobotan yang terbesar
yaitu 0.42. Konfigurasi sistem terpilih ditunjukan oleh Gambar IV. 4.

87
Gambar IV. 4 Alternatif Konfigurasi Terpilih

Berikut ini merupakan kualitas effluen yang dihasilkan dari alternatif konfigurasi
terpilih yang tertera pada Tabel IV.16.

Tabel IV. 16 Kualitas Effluen Air Limbah dari Alternatif Konfgurasi terpilih
Parameter
Coli (per
BOD COD TSS FOG NH3-N
100ml
(mg/L) (mg/L) (mg/L) (mg/L) (mg/L)
sampel)
Data Influen 409,44 1282,66 505,88 7,86 1,07 466
Sekunder Efluen 19,23 54,21 28,47 2 0,29 284,8
PP
2 10 40 1 0,1 1000
22/2021 Kelas I
Baku Mutu Limbah 30 90 30 5 10 3000
Setelah
122,83 320,66 328,82 2 0,86 <1000
MUR
Treated
Setelah
Water
Aeration 24,57 51,31 17,10 2 0,58 <1000
Basin
Setelah
Reuse Adsorbtion-
1,77 2,36 1,40 1,00 0,06 <1000
Water AC (Efluen
IPA)

IV.13 Kriteria dan Parameter Desain Teknis


Berikut ini kriteria dan parameter desain teknis yang akan digunakan dalam
proses redesain ini berdasarkan literatur dan jurnal.

88
IV.13.1 Equalization Basin
Bak ekualisasi merupakan unit yang diperuntukan untuk menampung sementara
air limbah yang berfluktuasi dari segi kualitas maupun kuantitas sehingga dapat
menghindari terjadinya shock loading. Berikut merupakan kriteria desain untuk
bak ekualisasi yang tertera pada Tabel IV.17.

Tabel IV. 17 Kriteria Desain Bak Ekualisasi


Parameter Simbol Besaran Satuan Sumber
Waktu detensi td 4-8 Jam Tchobanoglous, 2003
Kecepatan aliran v 0,3-3 m/s Qasim, 1985
Slope S 1:1 - Qasim, 1985
Lampiran II Permen
Kedalaman h 1-3 m PU PR No. 4 Tahun
2017

IV.13.2 Methane Upflow Reactor


Methane Upflow Reactor (MUR) merupakan unit pengolahan air limbah
menggunakan reaktor anaerobik terlekat (attached growth anaerobic reactor)
yang memiliki fungsi utama untuk menyisihkan kadar organik yang tinggi di
dalam air limbah dimana air limbah akan mengalir dari bawah menuju atas reaktor
dan berkontak dengan lapisan lumpur. Berikut merupakan kriteria desain untuk
Methane Upflow Reactor yang tertera pada Tabel IV.18.

Tabel IV. 18 Kriteria Desain Methane Upflow Reactor


Parameter Simbol Besaran Satuan Sumber
Hydraulic Retention Time HRT 4-8 jam Metcalf
Sludge Retention Time SRT >30 hari & Eddy,
Sludge Concentration XT 35-40 kgVSS/m3 2014
Organic Loading Rate OLR 5-20 kgCOD/m3.hari
Upflow Velocity v 1-6 m/jam
Reactor Height H 5-20 m
Granules Size dG 1-3 mm Qasim &
COD Removal Efficiency η 80-95 % Zhu,
Gas-Solid Separator Area AGS 80-85 % luas reaktor 2018
Gas Collector Plate Slope S 45-60 °

89
IV.13.3 Activated Carbon Filter
Unit Activated Carbon Filter pada desain ini menggunakan material granular
sebagai filternya. Berikut adalah karakteristik dari Granular Activated Carbon
(GAC) yang tertera pada Tabel IV.19.

Tabel IV. 19 Karakteristik Granular Activated Carbon (GAC)


Parameter Satuan Besaran Sumber
Total luas permukaan m2/g 700-1300
Bulk density kg/m3 400-500
Densitas partikel kg/L 1-1,5
Rentang ukuran partikel mm 0,1 – 2,36
Effective size mm 0,6 – 0,9 Metcalf &
Eddy, 2003
Koefisien keseragaman UC ≤ 1,9
Mean pore radius - 16 - 30
Ash % ≤8
Moisture as packed % 2-8
Adapun kriteria desain dari unit Granular Activated Carbon (GAC) contactors
adalah sebagai berikut yang tertera pada Tabel IV.20.

Tabel IV. 20 Kriteria Desain Granular Activated Carbon (GAC) contactors


Parameter Satuan Besaran Sumber
Debit m3/jam 50 – 400 Metcalf &
Volume bed m3 10 – 50 Eddy, 2003
Cross-sectional area m2 5 – 30
Panjang m 1,8 – 4
3 3
Void fraction m/m 0,38 – 0,42
3
Densitas kg/m 350 – 550
Approach velocity m/jam 5 – 15
Waktu kontak efektif Menit 2 – 10
Empty bed contact time Menit 5 – 30
Waktu operasi Hari 100 – 600
Throughput volume m3 10 – 100
3
Spesific throughput m /kg 50 – 200
3 3
Volume bed m/m 2000 - 20000

90
IV.13.4 Reservoir
Reservoir digunakan untuk menampung air hasil olahan granular activated
carbon filter. Dalam perancangan reservoir terdapat beberapa kriteria sebagai
berikut yang tertera pada Tabel IV.21.

Tabel IV. 21 Kriteria Desain Reservoir


Parameter Simbol Besaran Satuan Sumber
Rasio panjang : P:L (2-3):1 m/s Sahoo, 2008
lebar
freeboard f 0,3-0,5 m BMID, 2005
Kedalaman h 1-3 m PUPR, 2016
Jumlah n >2 - BMID, 2005

IV.13.5 Sludge Drying Bed


Sludge Drying Bed berperan dalam pengeringan lumpur yang telah stabil.
Kandungan padatan diharapkan sudan tinggi (20-40% padatan) di Sludge Drying
Bed. Sludge Drying Bed terdiri dari bak pengering dengan media pasir dan kerikil
(untuk penyangga pasir) dan filtrat yang terdapat di bagian bawah bak. Berikut
adalah kriteria desain Sludge Drying Bed yang tertera pada Tabel IV.22.

Tabel IV. 22 Kriteria desain Sludge Drying Bed


No Parameter Keterangan Sumber
1 Ukuran bak (m2)
Lebar bak (m) 8
Panjang bak (m) 30
2 Area yang dibutuhkan
Lampiran 2
SDB tanpa penutup 0.14-0.28
Permen PUPR No.
atap m2/kapita
4/2017 tentang
SDB dengan penutup 0.10-0.20 Penyelenggaraan
atap m2/kapita Sistem
Pengelolaan Air
3 Sludge loading rate Limbah Domestik
100-300 kg
SDB tanpa penutup
lumpur
atap
kering/m2.tahun
SDB dengan penutup
atap

91
4 Sludge cake 20-40% padatan
5 Kemiringan dasar 1:20
Kemiringan dasar
6 1%
pipa

Sedangkan typical area yang dibutuhkan untuk tipe biosolid dapat dilihat pada
Tabel IV.23.

Tabel IV. 23 Typical area yang dibutuhkan untuk tipe biosolid


Luas Area Sludge Loading Rate
Tipe Biosolid
ft2/ora lb dry solids/ kg dry solids/
m2/orang
ng ft2.tahun m2.tahun
Primary
1-1.5 0.1 25-30 120-150
Digested
Primary and
1.25-
Trickling 0.12-0.16 18-25 90-120 Metcalf
1.75
Filter Humus & Eddy,
2003
Primary and
Waste 1.75-
0.16-0.23 12-20 60-100
Activated 2.5
Digested
Primary and
Chemically
2-2.5 0.19-0.23 20-33 100-160
Precipitated
Digested
*Persyaratan kebutuhan luas area untuk covered beds sekitar 70-75% dari the open
beds

IV.14 Desain Sistem dan Unit


IV.14.1 Bak Equalization Basin
Bak ekualisasi pada pengolahan air limbah industri di PT Multi Bintang Indonesia
Tbk., Sampangagung Brewery bertujuan untuk menampung sementara air limbah
sehingga tidak terjadi fluktuasi aliran air limbah dan juga menghomogenkan
kualitas air limbah yang masuk. Berikut ini merupakan data perencanaan dan
rekapitulasi hasil desain bak ekualisasi PT Multi Bintang Indonesia Tbk.,

92
Sampangagung Brewery pada Tabel IV.24 dan Tabel IV.25. Adapun perhitungan
dapat dilihat pada Lampiran A.

Tabel IV. 24 Data Perencanaan Bak Ekualisasi


Parameter Simbol Besaran Satuan
Debit Q 1938,9 m3/hari
Jumlah unit n 1 -
Kedalaman h 3 m
Freeboard f 0,5 m
p:l - 1:1 -
Slope S 1:1

Tabel IV. 25 Rekapitulasi Hasil Desain Bak Ekualisasi


Parameter Simbol Besaran Satuan
Volume V 333,13 m3
Luas A 111,04 m2
Panjang p 11,00 m
Lebar l 11,00 m
Kedalaman h 3 m
Freeboard f 0,5 m
Jumlah unit n 1 -

IV.14. 2 Methane Upflow Reactor


Berikut ini merupakan data perencanaan dalam proses perhitungan rancangan
Methane upflow reactor tertera pada Tabel IV.26. Untuk perhitungan dalam
redesain Methane upflow reactor dapat dilihat pada Lampiran A.

Tabel IV. 26 Data Perencanaan Desain Methane Upflow Reactor


Parameter Simbol Besaran Satuan
Debit Q 1938,9 m3/hari
Debit Q 80,79 m3/jam
Organic Loading Rate OLR 7,5 kg/m3.hari
COD Influen CODin 1282,66 mg/l
TSS Influen TSSin 505,88 mg/l
Efisiensi Penyisihan COD %R COD 75 %
Efisiensi Penyisihan TSS %R TSS 35 %
Upflow Velocity vup 1 m/jam

93
Tinggi Reaktor HR 8 m
Tinggi Clear Zone HCZ 0,5 m
Tinggi Gas-Solid Separator HGS 2,5 m
Rasio Panjang:Lebar L/W 2:1 -
Konsentrasi Biomassa X 30.000 mg/l
VSS Efluen VSSef 120 mg/l
Yield Coefficient VSS YVSS 0,0399 g VSS/g COD
Yield Coefficient CH4 YCH4 0,6326 g CH4/g COD
Yield Coefficient CO2 YCO2 0,2947 g CO2/g COD
Yield Coefficient N2 YN2 0,0326 g N2/g COD
Persentase CH4 di Udara %CH4 0,64 %
Persentase CO2 di Udara %CO2 0,0314 %
Persentase N2 di Udara %N2 78,08 %
Kandungan Energi pada Metanaa E 38.846 kJ/m3
Alkalinitas Influen Alin 2450,33 mg/l CaCO3
Temperatur T 27,9 °C
Kebutuhan Alkalinitas pada Alreq 2535,4 mg/l CaCO3
27,9°C
Kecepatan Air dalam Pipa vair 1 m/s
Kecepatan Gas dalam Pipa vpipa 1 m/s

Berikut ini merupakan rekapitulasi hasil perhitungan methane upflow reactor


tertera pada Tabel IV.27.

Tabel IV. 27 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Methane Upflow Reactor


Parameter Simbol Besaran Satuan
Volume Reaktor V 497,39 m3
Luas Permukaan Reaktor A 80,79 m2
Lebar Reaktor W 6,36 m
Panjang Reaktor L 12,72 m

94
Tinggi Total Reaktor HT 11 m
Volume Total Reaktor VT 889,8912 m3
Hydraulic Retention Time HRT 8 jam
Laju Produksi Lumpur Total PX 3417,7909 kg/hari
Solid Retention Time SRT 63,8998 hari
Laju Pembuangan Lumpur QS 6,1708 m3/hari
COD Efluen CODef 320,665 mg/l
Laju Produksi Metanaa PCH4 1180,079 kg/hari
Laju Produksi Karbon Dioksida PCO2 549,7485 kg/hari
Laju Produksi Gas Nitrogen PN2 60,8842 kg/hari
Laju Produksi Gas Total QG 19.352,5672 m3/hari
Kebutuhan Alkalinitas Alreq 2535,4 mg/l CaCO3
Alkalinitas Influen Alin 2450,33 mg/l CaCO3
Penambahan Alkali Aladd 85,07 mg/l CaCO3
164,9422 kg/hari CaCO3
Penambahan Alkali Harian Alday
277,1029 kg/hari NaHCO3
Luas Permukaan Pipa Air Apipa air 0,0224 m2
Diameter Pipa Air Teoritis Dpipa air 168,9 mm
Dpipa air 200 mm
Diameter Pipa Air Aktual
aktual

Diameter Pipa Air Inlet Teoritis Dpipa air inlet 33,78 mm


Dpipa air inlet 40 mm
Diameter Pipa Air Inlet Aktual
aktual

Kecepatan Air dalam Pipa vair 1 m/s


Luas Permukaan Pipa Gas Apipa gas 0,224 m2
Diameter Pipa Gas Teoritis Dpipa gas 534 mm
Dpipa gas 560 mm
Diameter Pipa Gas Aktual
aktual

Kecepatan Gas dalam Pipa vpipa 1 m/s

95
IV.14.3 Activated Carbon Filter
Perhitungan desain granular activated carbon dapat dilihat pada Lampiran A.
Berikut ini merupakan rekapitulasi hasil desain granular activated carbon filter
yang tertera pada Tabel IV.28.

Tabel IV. 28. Rekapitulasi Hasil Desain Granular Activated Carbon Filter
Parameter Simbol Besaran Satuan
Volume Bed (GAC) Vb 23,125 m3
2
Cross-sectional area Ab 5,78 m
Kedalaman bed L 4 m
Approach velocity vf 8 m/jam
Waktu Kontak efektif tef 11,4 menit
Massa GAC mGAC 10.406.000 gram
Waktu operasi bed t 63 hari
Specific Throughput Vsp 6,67 m3/kg

IV.14.4 Reservoir
Berikut ini merupakan data perencanaan reservoir yang tertera pada Tabel IV.29.
Tabel IV. 29 Data Perencanaan Perancangan Reservoir

Parameter Simbol Besaran Satuan


Debit Q 1100 m3/hari
Rasio panjang lebar P:L 2:1 m/m
Tinggi air minimum D 0,2 m
freeboard f 0,3 m

Berikut ini merupakan hasil perancangan reservoir yang tertera pada Tabel IV.30,
adapun untuk perhitungan perancangan reservoir terdapat pada Lampiran A.

Tabel IV. 30 Rekapitulasi Hasil Perancangan Reservoir


Parameter Simbol Besaran Satuan
Volume v 801,167 m3
kedalaman h 6 m
Luas A 133,528 m2
Lebar L 8,2 m
Panjang P 16,5 m
Tinggi air
minimum D 0,2 m
freeboard f 0,3 m

96
IV.14.5 Sludge Drying Bed
Berikut ini merupakan rekapitulasi hasil desain sludge drying bed pada Tabel
IV.31, perhitungan desain sludge dryng bed dapat dilihat pada Lampiran A.

Tabel IV. 31 Hasil Perhitungan Sludge Drying Bed


Parameter Simbol Besaran Satuan
Debit lumpur dari MUR QMUR 10,44 m3/hari
Debit lumpur dari Aeration Basin QAB 19,72 m3/hari
Debit lumpur dari Activated Carbon QAC 1,85 m3/hari
Debit lumpur total QInitial 32,01 m3/hari
% Solid lumpur dari MUR %S MUR 4 %
% Solid lumpur dari Aeration Basin %S AB 4 %
% Solid lumpur dari Activated Carbon %S AC 1 %
% Solid lumpur total %S Intial 4 %
Waktu pengeringan t 10 hari
Jumlah bak - 4 buah
Lebar bak W 8,5 m
Panjang bak L 34 m
Luas bak ABak 289 m2
Debit lumpur setelah diolah QFinal 4,08 m3/hari
% Solid lumpur total setelah diolah %S Final 30 %
Cake HCake 0,3 m
Pasir HPasir 0,1 m
Tebal lapisan
Gravel HGravel1 0,1 m
Gravel (dasar) HGravel2 0,2 m
Slope S 0,5 %
Luas lahan ATot 1156 m2

97
IV.15 Profil dan Model Desain
IV.15.1 Kesetimbangan Massa
Kesetimbangan massa merupakan skema berbentuk neraca yang menggambarkan beban pencemar mulai dari air limbah memasuki unit
(influen) hingga air limbah selesai diolah (effluen). Skema dari kesetimbangan massa berbentuk diagram alir yang menggambarkan
efisiensi dari tiap unit pengolahan melalui kesetimbangan massa dari influen dan efluen tiap unitnya. Berikut adalah diagram
kesetimbangan massa pada perancangan yang diajukan yang tertera pada Gambar IV.5.

Gambar IV. 5 Neraca Massa IPAL

98
IV.15.2 Profil Hidrolis
Profil hidrolis menunjukan hydraulic grade line setiap unit pada IPAL. Profil hidrolis digunakan untuk memberikan penyajian secara grafis
elevasi setiap unit pengolahan dan memastikan aliran air dapat mengalir, sehingga dapat pula diketahui kebutuhan pompa. Pompa
diperlukan apabila total head yang tersedia lebih kecil dari total head loss yang terjadi dan sisa tekan yang dibutuhkan. Head losss yang
diperhitungkan meliputi head losss akibat perpipaan dan akibat aksesoris pipa. Berikut merupakan rekapitulasi hasil perhitungan profil
hidrolis. Untuk detail perhitungan profil hidrolis keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran B.

Tabel IV. 32 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Profil Hidrolis Redesain IPAL PT Multi Bintang Indonesia Tbk. Sampanagung Brewery
Elevasi (m) HGL (m) EGL (m) HGL Setelah Pompa (m) EGL Setelah Pompa (m)
Unit
Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir
EQ-MUR 156,6 166,9 156,6 166,76377 156,62 166,78 169,6 179,7637713 169,626 192,7898309
MUR-AB 166,9 155,6 166,9 155,45807 166,92 155,48 - - -
155,6 154 155,6 153,90769 155,62 153,93 - - - -
AB-CF
154 158,6 154 158,48820 154,02 158,51 160 164,4882024 160,026 170,5142354
CF-GAC 158,6 154 158,6 153,78246 158,62 153,80 - - - -
CF-Re 154 161,5 154 161,26075 154,02 161,28 162,5 169,7607538 162,526 178,2877197
SDB-EQ 161,5 160 161,5 159,61824 161,52 159,64 - - - -
Keterangan:
- EQ: Bak ekualisasi - MUR: Methane Upflow Reactor
- AB: Aeration Basin - CF: Clarifier
- GAC: Granular Activated Carbon - Re: Reservoir
- SDB: Sludge Drying Bed

99
IV.16 Spesifikasi Teknis Ringkas
Berikut ini merupakan spesifikasi teknis secara ringkas dari alat-alat pendukung
yang digunakan dalam redesain IPAL PT Multi Bintang Indonesia Tbk.
Sampangagung Brewery

1. Beton K-250
Beton K - 250 adalah campuran semen, pasir, agregat dan additif yang
sudah dikemas secara kering, hanya menambah air dan mengaduknya untuk
dipakai sebagai material untuk beton dengan kekuatan K – 250. Beton K -
250 direkomendasikan untuk kolom, balok, pelat, dinding dan pekerjaan
beton lainnya dengan kekuatan perencanaan karateristik 250 kg/cm2 pada
umur 28 hari. Menurut Harga Satuan Pokok Kegiatan (HSPK) dan Analisa
Standar Belanja (ASB) Pemerintah Kota Mojokerto, harga beton K-250 per
m3 adalah Rp. 7.296.126

2. Pompa pada bak ekualisasi


Pada bak ekualisasi dibutuhkan pompa dengan spesifikasi teknis pompa
sebagai berikut tertera pada Tabel IV.33

Tabel IV. 33 Spesifikasi Teknis Pompa Untuk Bak Ekualisasi


Parameter Besaran Satuan
Merk HCP Pump
Tipe HCP 80AFU43.7
Daya 3,7 kW
Debit 1500 L/min
Harga Rp17.448.070 -
Head 13 m
Jam operasi 24 jam/hari
Berat 65 Kg

3. Surface mixer pada bak ekualisasi


Pada bak ekualisasi dibutuhkan surface mixer dengan spesifikasi teknis
pompa sebagai berikut tertera pada Tabel IV.34

100
Tabel IV. 34 Spesifikasi Teknis Surface Mixer Untuk Bak Ekualisasi
Parameter Besaran Satuan
Merk AQUAROMIX
Tipe AQMA 05
Water depth
4 m
max
Mixing area 13,7 m
Oxygen Area 45,7 m
Kecepatan
1500 rpm
putaran
Daya 3,7 kW
Harga Rp10.000.000 -
Jam operasi 24 jam/hari

4. Tangki Biogas pada Methane Upflow Reactor


Biogas Digester BD 9000L memiliki kekuatan untuk menahan tekanan gas
hingga 5 kg/cm2 dan memiliki daya tahan 10 tahun. Digester BD 9000 L
berbahan fiberglass resin LPE PL 07,400 Wr dan mat Jushi-Kwe 300
(random) 300 x 104, katalis Butanox, mirror glase, pigment green dolphin
HCA dan aerosil HDK memiliki ketebalan dinding 5-7 mm, mampu
memfermentasi 9 m3 limbah dan biomassa dengan input harian 0,18 m3
setelah siklus pertama 7 hari pertama dekomposisi. Kapasitas input material
9 m3 plus dudukan gas fiberglass 3 m3, memiliki dimensi yaitu diameter
200 cm, tinggi 300 cm. Instalasi BD 9000 L akan menghasilkan biogas
metanaa (CH4) sebanyak 12-16 m3/hari. Harga dari tangki biogas ini adalah
Rp29.950.000.

5. Pompa pada granular activated carbon filter


Pada granular activated carbon filter dibutuhkan pompa dengan spesifikasi
teknis pompa sebagai berikut tertera pada Tabel IV.35. Pompa tersebut
nantinya akan digunakan untuk memompakan air dari clarifier ke granular
activated carbon filter dan dari granular activated carbon filter ke
reservoir.

101
Tabel IV. 35 Spesifikasi Teknis Pompa Untuk Granular Avtivated Carbon
Parameter Besaran Satuan
Merk Venezia
Tipe TNF 130
Daya 2,2 kW
Head 6-11 m
Kapasitas 500-1000 L/min
Harga Rp4.000.000 -

6. Tangki Granular Activated Carbon Filter


Untuk tangki Granular Activated Carbon Filter menggunakan tangki yang
berbahan stainless steel SS316 dari Guangzhou Industrial SS316 stainless
steel activated carbon dengan harga Rp. 56.500.000.

7. Pompa pada Sludge drying bed


Pada Sludge drying bed dibutuhkan pompa dengan spesifikasi teknis
pompa sebagai berikut tertera pada Tabel IV.36.

Tabel IV. 36 Spesifikasi Teknis Pompa Untuk Sludge drying bed


Parameter Besaran Satuan
Merk YAMAMAX PRO
Tipe DB 175 Manual
Daya 0,37 kW
Head 8 m
Kapasitas 80 L/min
Harga Rp860.000 -

8. Perpipaan
Berikut ini merupakan jenis pipa dan sambungan yang dibutuhkan dalam
redesain IPAL PT Multi Bintang Indonesia Sampangagung Brewery
tertera pada Tabel IV.37.

Tabel IV. 37 Kebutuhan Perpipaan Redesain IPAL PT Multi Bintang Indoensia


Tbk Sampangagung Brewery
No. Jenis Ukuran Merk
1 Pipa PVC 200 mm Rucika
2 Bend 90 o 200 mm Rucika

102
3 Sambungan T 200 mm Rucika
4 Cross 200 mm Rucika
5 Pipa PVC 150 mm Rucika
6 Bend 90 o 150 mm Rucika
7 Sambungan T 150 mm Rucika
8 Pipa HDPE 560 mm Rucika
9 Bend 90 o 40 mm Rucika
10 Sambungan T 40 mm Rucika

IV.17 Rencana Anggaran Biaya (CAPEX)


Perancangan rencana dan anggaran biaya dilakukan untuk memperkirakan
besarnya biaya yang dibutuhkan dalam pembangunan IPAL PT Multi Bintang
Indonesia Sampangagung Brewery beserta biaya operasional yang dibutuhkan tiap
tahunnyaPerhitungan RAB menggunakan acuan berupa Jurnal Harga Satuan
Pokok Kegiatan (HSPK) dan Analisa Standar Belanja (ASB) Pemerintah Kota
Mojokerto. Berikut adalah rekapitulasi rencangan anggaran biaya untuk redesain
IPAL PT Multi Bintang Indonesia Tbk, Sampangagung Brewery pada Tabel
IV.38. Untuk detail rencana anggaran biaya dapat dilihat pada Lampiran C.

Tabel IV. 38. Rekapitulasi Rencana Anggaran Biaya Redesain IPAL PT Multi
Bintang Indonesia Tbk, Sampangagung Brewery
No. Kegiatan Biaya
1 Persiapan Konstruksi Rp 100.617.250
2. Konstruksi tiap unit
Ekualisasi Rp 397.094.347
Methane upflow reactor Rp 812.170.014
Activated carbon filter Rp 122.304.756
Sludge drying bed Rp1.092.371.544
Reservoir Rp1.267.735.988

3 Biaya perpipaan Rp56.013.138

4 Perlengkapan tambahan Rp13.789.248.395

Jumlah Rp17.637.555.431

IV.18 Perkiraan Biaya Operasi dan Pemeliharaan (OPEX)


Perkiraan biaya operasi dan pemeliharaan dalam redesain IPAL PT Multi Bintang
Indonesia Tbk, Sampangagung Brewery mencakup biaya untuk operator,

103
pengankutan lumpur, pemeliharaan unit, penggunaan listrik, penggunaan alkali
pada methane upflow reactor, pembelian karbon granular pada unit granular
activated carbon filter, dan pembelian kaporit untuk desinfeksi. Berikut
merupakan rekapitulasi perkiraan biaya operasi dan pemeliharaan IPAL pada
Tabel IV.39

Tabel IV. 39 Rekapitulasi Biaya Operasi dan Pemeliharaan


Jumlah per
No. Kegiatan Satuan Besaran Harga Satuan
Tahun
1 Operator orang/bulan 5 Rp2.500.000 Rp150.000.000
Pengangkutan
2 m3/tahun 260,1 Rp55.000 Rp171.666.000
lumpur
Pemeliharaan
3 /tahun 0,01 Rp176.375.554
unit Rp17.637.555.431
4 Listrik kWh/bulan 257,04 Rp1.114 Rp3.436.111
5 Alkali kg/hari 280 Rp7.000 Rp715.400.000
Pembelian
6 karbon kg 10460 Rp8.100 Rp338.904.000
granular
Pembelian
7 Kg/hari 3,3 Rp30.000 Rp36.135.000
kaporit
Pemeliharaan
8 /tahun 0,05 Rp13.691.242.255 Rp684.562.113
generator
Jumlah Rp2.276.478.778

IV.19 Aspek Finansial dan Ekonomi


Aspek finansial dan ekonomi merupakan salah satu aspek yang penting dalam
merancang suatu proyek. Dalam hal ini ditinjau kelakayakan investasi dari proyek
perancangan tersebut. Kelayakan investasi menjadi penting dikarenakan dalam
perancangan proyek tersebut terdapat berbagai sumber daya yang dialokasikan,
salah satunya adalah biaya investasi untuk mendanai proyek tersebut. Untuk itu
sebelum merancang suatu proyek diperlukan adanya analisa kelayakan investasi.
Adapun kriteria seleksi dari kelayakan investasi terbagi menjadi dua, yaitu kriteria
seleksi yang mempertimbangkan konsep waktu dari uang dan kriteria seleksi
tanpa mempertimbangkan konsep waktu dari uang. Untuk kriteria seleksi yang
mempertimbangkan konsep waktu dari uang digunakan perhitungan Net Present
Value (NPV) dimana apabila nilai NPV positif maka proyek tersebut dapat disebut

104
layak investasi dan semakin besar nilai NPV maka semakin baik, sedangkan untuk
kriteria seleksi tanpa mempertimbangkan konsep waktu dari uang digunakan
perhitungan Payback Period (PP) untuk mengetahui tahun pengembalian dari dana
investasi. Kelayakan investasi dinilai berdasarkan dana masuk dan dana keluar
untuk investasi tersebut. Dana keluar berasal dari dana investasi awal (capital
cost atau CAPEX) dan juga biaya perawatan atau OPEX. Sedangkan dana masuk
berasal dari dana yang didapat perusahaan dari keuntungan menggunakan air yang
berasal dari penggunaan ulang (water reuse), dimana perusahaan tidak perlu lagi
membeli air dari PDAM yang sebelumnya merupakan biaya keluar serta dana
yang berasal dari biaya perawatan IPAL sebelum didesain ulang. Adapun
perhitungan kelayakan investasi dengan menggunakan suku bunga bank terbaru
sebesar 3,5% selama 10 tahun ialah sebagai berikut.
Tabel IV. 40 Dana Keluar
CAPEX Rp17.637.555.431
OPEX Rp2.276.478.778

Tabel IV. 41 Dana Masuk


Water Reuse Rp4.517.422.500
OPEX IPAL lama Rp1.821.183.022

Energy Recovery Rp5.041.076.350

Total Rp11.379.681.872

 Perhitungan Net Present Value
NPV (P) = Aliran kas (P/A;i;n) – CAPEX
NPV (P) = (Total dana masuk-OPEX) (P/A;3,5%;10) – CAPEX
NPV (P) = Rp9.103.203.094 (8,317) – Rp17.637.555.431
NPV (P) = Rp58.073.784.701
Tabel IV. 42 Perhitungan NPV
Perhitungan NPV dengan i = 3,5%
t Aliran kas P/A Konversi
0 - Rp17.637.555.431
1-10 Rp9.103.203.094 8,317 Rp75.711.340.133
Rp75.711.340.133

105
 Perhitungan Payback Period

Tabel IV. 43Hasil Perhitungan NPV dan PP


NPV Rp58.073.784.701
PP 1,94

Dari perhitungan di atas didapat nilai NPV positif sehingga proyek perancangan
ulang IPAL di PT Multi Bintang Indonesia Sampangagung Brewery dapat
dikatakan layak investasi. Sementara itu, tahun pengembalian dana investasi
atau payback period berdasarkan Tabel IV. 43 ialah pada tahun ke 2 atau selama
24 bulan.

IV.20 Aspek Institusional/Manajemen


PT Multi Bintang Indonesia merupakan perusahaan pembuatan bir yang awalnya
bernama Nederlandsch-Indische Bierbrouwerijen yang didirikan di Medan pada
tahun 1921 dan memulai operasional komersialnya yang pertama pada 21
November 1931 di Surabaya. Saat itu, produknya bernama Java Bier yang
merupakan cikal bakal Bir Bintang saat ini. Pada tahun 1936, Heineken Group
memegang mayoritas saham perusahaan dan mengubah nama perusahaan menjadi
Heineken dengan produk Heineken Beer. Kemudian pada tahun 1965 selama
periode nasionalisasi Indonesia, perusahaan diambil alih oleh Pemerintah
Indonesia, namun dua tahun berselang Heineken Group mendapatkan kembali
kepemilikan perusahaan dan produk Bintang Baru dilahirkam. Pada tahun 1972,
perusahaan berganti nama menjadi PT Perusahaan Bir Indonesia. Pada tahun
1981, perusahaan berhasil go public dengan tercatat di Bursa Efek Jakarta dan
Surabaya sebagai PT Multi Bintang Indonesia dan setahun kemudian produk
Green Sands diluncurkan. Pada tahun 1997, operasional Brewery di Surabaya
direlokasi menuju fasilitas produksi baru di Sampangagung. Pada tahun 2014, PT
Multi Bintang Indonesia menciptakan tonggak sejarah dengan membangun

106
fasilitas produksi baru untuk minuman non-alkohol di Sampangagung dengan
invetasi sebesar Rp 210 miliar.

Dengan sejarah panjang dan reputasi yang cukup lama dikenal baik, PT Multi
Bintang Indonesia memang bertanggungjawab atas segala proses produksi
maupun operasional mereka, termasuk air limbah yang dihasilkan. PT Multi
Bintang Indonesia telah melakukan pengolahan air limbahnya dengan unit-unit
proses pengolahan yang ada di Wastewater Treatment Plant (WWTP) yang
terdapat di lokasi perusahaan. Pembangunan WWTP ini ditujukan untuk
mengolah air limbah produksi untuk dapat memenuhi baku mutu air limbah
industri bir ketika dibuang ke badan air terdekat, sehingga tidak membahayakan
kesehatan manusia maupun lingkungan. Adapun operasional WWTP ini berada di
bawah Divisi Engineering PT Multi Bintang Indonesia.

Lebih dari itu, untuk terus melakukan inovasi dan peningkatan kerja, air limbah
hasil olahan WWTP akan digunakan ulang sebagai fungsi dari reuse dengan
tujuan untuk mengurangi kebutuhan air dan meminimalisasikan produksi air
limbah. Adapun air hasil reuse ini akan digunakan untuk kebutuhan domestik
perusahaan. Untuk tanggung jawab atas operasional fasilitas reuse akan tetap
berkaitan dengan WWTP, yaitu di bawah Divisi Engineering, sehingga Divisi
Engineering bertanggungjawab mengolah air limbah bukan hanya untuk
memenuhi baku mutu untuk dibuang ke badan air penerima, namun juga
memenuhi baku mutu untuk digunakan sebagai air domestik.

IV.21 Aspek Kebijakan


Dalam proses redesain IPAL PT Multi Bintang Indonesia Tbk Sampang Agung
Brewery terdapat aspek kebijakan yang harus diperhatikan. Di Kabupaten
Mojokerto, terdapat aturan yang dikeluarkan mengenai limbah industri yang
tertuang dalam Surat Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Mojokerto
mengenai baku mutu effluen air limbah yang harus dipenuhi industri. Dalam
proses redesain IPAL PT Multi Bintang Indonesia Tbk, Sampangagung Brewery,
untuk baku mutu effluent air limbah yang digunakan merupakan kombinasi antara
Surat Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Mojokerto dan Peraturan
Gubernur Jawa Timur Nomor 72 Tahun 2013. Penggunan kombinasi aturan

107
tersebut didasarkan pada nilai effluent yang lebih ketat diantara aturan tersebut,
sehingga dapat dihasilkan effluen air limbah yang dibuang ke lingkungan lebih
baik.

PT Multi Bintang Indonesia Tbk. Sendiri memiliki program Environment


Sustainability yang bertujuan untuk membangun kepedulian perusahaan dan
karyawan terhadap lingkungan hidup. Program ini juga memiliki target agar
karyawan dapat memahami Sistem Manajemen Lingkungan (SML) yang mengacu
pada dokumen ISO 14001:2015, serta melaksanakan dan memelihara SML yang
berlaku mengacu pada ISO 14001:2015. Dalam pelaksanaanya terdapat
environment and sustainability pillar yang merupakan komponen penyokong
untuk mendorong keberhasilan dari program Environmental Sustainability.
Penyokong tersebut terdiri dari hal – hal berikut

1. Environment Management System ISO 14001:2015, komponen dari pilar


ini menyatakan sistem manajemen lingkungan yang berlandaskan standar
internasional ISO 14001. Standar ini membantu perusahaan untuk
mengidentifikasi, memprioritaskan, dan mengatur risiko-risiko lingkungan
sebagai bagian dari praktik bisnis.
2. Energy and CO2 reduction in production, komponen dari pilar ini
memfokuskan pada pengurangan penggunaan energi dan CO2 dalam
proses produksi.
3. Water consumption in production, komponen dari pilar ini menargetkan
untuk menurunkan penggunaan air dalam proses produksi hingga
mencapai angka 3,3 hl/hl dalam sehari, seperti yang dilaksanakan pada
kota Tecate, California.
4. Waste and wastewater, pada komponen pilar ini, ditargetkan untuk
penggunaan kembali dari limbah yang dihasilkan, baik limbah padat, cair,
maupun gas. Diharapkan, limbah cair yang dihasilkan dapat diolah dan
digunakan kembali sebagai air bersih untuk mencuci alat maupun botol
pada proses produksi. Sementara untuk gas yang dihasilkan, diharapkan
dapat digunakan kembali sebagai energi terbarukan bagi proses produksi,
terutama gas metana (CH4). Untuk limbah padat, dibuatkan bank sampah
yang diharapkan dapat didaur ulang atau digunakan kembali, seperti

108
limbah botol kaca yang dihasilkan dapat dikirimkan kepada pihak ketiga
untuk diolah menjadi produk yang lebih berguna.
5. Drop the C in Warehouse & Transportation, komponen pilar ini
mengupayakan pengurangan emisi karbon yang dihasilkan dari
penggunaan forklift pada warehouse dan transportasi secara keseluruhan.

IV.22 Aspek Partisipasi Masyarakat/Swasta


Aspek partisipasi masyarakat sangat penting dalam dilakukannya kegiatan
redesain IPAL PT Multi Bintang Indonesia Tbk Sampang Agung Brewery. Hal
yang harus diperhatikan adalah sosialisasi kepada masyarakat yang bermukim di
sekitar lokasi Brewery. Sosialisasi dilakukan untuk mengantisipasi timbulnya
persepsi negatif oleh masyarakat. Dilakukannya sosialisasi juga mengenai fungsi
dari IPAL yang sedang diredesain untuk meyakinkan masyarakat sekitar lokasi
Brewery bahwa kegiatan redesain IPAL PT. Multi Bintang Indonesia Tbk
Sampang Agung Brewery dilakukan untuk meningkatkan kualitas air limbah yang
dikeluarkan, sehingga tidak mencemari lingkungan sekitar. Partisipasi masyarakat
juga dapat berupa kesempatan untuk bekerja di PT Multi Bintang Indonesia Tbk
Sampang Agung Brewery terutama dalam lingkup konstruksi dan operasi IPAL.

IV.23 Rekomendasi Tambahan Sistem Terpilih


Rekomendasi tambahan sistem terpilih merupakan pengembangan-pengembangan
yang dapat dilakukan agar fungsi IPAL dapat berjalan lebih optimal.
Rekomendasi yang dapat ditambahkan terkait pengelolaan limbah padat, dalam
hal ini dapat dilakukan dengan pembuatan bank sampah yang diharapkan dapat
didaur ulang atau digunakan kembali, seperti limbah botol kaca yang dihasilkan
dapat dikirimkan kepada pihak ketiga untuk diolah menjadi produk yang lebih
berguna. Perencanaan ulang IPAL di PT Multi Bintang Indonesia Tbk sudah
memenuhi prinsip energy recovery dengan pengolahan anaerobik melalui methane
upflow reactor. Pengolahan di methane upflow reactor menghasilkan biogas
berupa gas metanaa yang mengandung energi dan dapat dimanfaatkan untuk
menghasilkan listrik. Untuk memaksimalkan pemanfaatan energi yang dihasilkan
dari unit methane upflow reactor, pengembangan IPAL dapat dilanjutkan untk

109
membangun unit khusus pemurnian biogas dan pengelolaan lanjutan biogas.
Melalui pengelolaan lanjutan biogas tersebut, dapat dihasilkan energi listrik untuk
memenuhi kebutuhan listrik operasional IPAL. Kemudian perancangan ulang
IPAL juga sudah mencakup reuse water. Pengembangan terkait reuse water
adalah peningkatan kapasitas ERP (Effluent Reclamation Plant). Reuse water
yang dilakukan akan semakin menurunkan air limbah yang dibuang ke
lingkungan.

IV.24 Rangkuman
1. Pada PT Multi Bintang Indonesia Tbk., Sampangagung Brewery akan
dilakukan perancangan ulang (redesign) dengan tinjauan permasalahan pada
unit-unit Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) eksisting. Setelah
permasalahan teridentifikasi, ditentukan kebutuhan perbaikan unit yang dapat
berupa upgrading atau perancangan desain yang baru sesuai dengan
kebutuhan untuk pengolahan air limbah agar efluen dapat memenuhi baku
mutu yang ditetapkan.
2. Dalam pemilihan alternatif pengolahan sistem terdapat beberapa faktor yang
dijadikan sebagai pertimbangan diantaranya Efisiensi penyisihan (terutama
BOD dan COD), biaya konstruksi & biaya operasional dan pemeliharaan
(O&M), kebutuhan lahan, produksi lumpur dan metana (produk samping)
yang dihasilkan dan kemudahan operasional. Dalam alternatif yang diajukan,
terdapat 3 konfigurasi yang memungkinkan untuk mengolah air limbah PT
Multi Bintang Indonesia agar dapat digunakan sebagai air domestik. Dalam
ketiga konfigurasi ini, unit yang akan dirancang ulang adalah bak ekualisasi
dan unit pengolahan anaerob, sementara unit yang ditambahkan untuk
mengolah effluen air limbah menjadi air bersih yang dapat digunakan adalah
granular activated carbon filter dan reservoir untuk menampung air bersih
yang telah diolah, serta unit pengolahan lumpur sludge drying bed.
3. Pemilihan konfigurasi dari beberapa alternatif yang telah ditetapkan
menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP). AHP dilakukan dengan
melakukan perbandingan tingkat kepentingan antara faktor-faktor yang
mempengaruhi sistem IPAL. Berdasarkan hasil uji dengan menggunakan
AHP didapatkan alternatif konfigurasi terpilih adalah alternatif konfigurasi 1

110
yang terdiri dari raw wastewater tank - rotary screen - equalization basin -
methane upflow reactor - aeration basin – clarifier - granular activated
carbon filter – Reservoir - sludge drying bed.
4. Efisiensi dari setiap unit pengolahan digambarkan melalui skema
kesetimbangan massa yang menggambarkan beban pencemar mulai dari air
limbah memasuki unit (influen) hingga air limbah selesai diolah (efluen).
5. Profil hidrolis menunjukan hydraulic grade line setiap unit pada IPAL.
Profil hidrolis digunakan untuk memberikan penyajian secara grafis elevasi
setiap unit pengolahan dan memastikan aliran air dapat mengalir, sehingga
dapat pula diketahui kebutuhan pompa.
6. Besarnya rencana anggaran biaya dalam rencana redesain IPAL PT Multi
Bintang Indonesia Tbk, Sampangagung Brewery adalah Rp17.637.555.431
dengan perkiraan biaya operasi dan pemeliharaan sekitar Rp2.276.478.778
7. Hasil analis ekonomi menunjukkan bahwa nilai NPV positif sehingga
proyek perancangan ulang IPAL di PT Multi Bintang Indonesia
Sampangagung Brewery dapat dikatakan layak investasi berdasarkan Tabel
IV. 43 pada tahun ke 4,34 atau dapat dikatakan bulan ke-52.
8. Rekomendasi tambahan sistem terpilih merupakan pengembangan-
pengembangan yang dapat dilakukan agar fungsi IPAL dapat berjalan lebih
optimal. Rekomendasi yang dapat ditambahkan terkait pengelolaan limbah
padat, dalam hal ini dapat dilakukan dengan pembuatan bank sampah yang
diharapkan dapat didaur ulang atau digunakan kembali, seperti limbah botol
kaca yang dihasilkan dapat dikirimkan kepada pihak ketiga untuk diolah
menjadi produk yang lebih berguna.

111
BAB V Kesimpulan

Kesimpulan dari perancangan ulang IPAL PT Multi Bintang Indonesia Tbk,


Sampangagung Brewery adalah sebagai berikut.

1. Berdasarkan kondisi eksisting yang ada di IPAL PT PT Multi Bintang


Indonesia, Tbk Sampangagung Brewery, terdapat beberapa permasalahan
system di IPAL PT PT Multi Bintang Indonesia, Tbk Sampangagung
Brewery diantaranya konsentrasi BOD, COD, dan TSS effluen masih belum
memenuhi baku mutu, lumpur di equalization basin berlebih, dan gas
metana yang dihasilkan belum termanfaatkan dengan baik.
2. Alternatif teknologi pengolahan air limbah untuk perancangan ulang dari
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT Multi Bintang Indonesia, Tbk
Sampangagung Brewery terdiri dari raw wastewater tank - rotary screen -
equalization basin - methane upflow reactor - aeration basin – clarifier -
granular activated carbon filter – Reservoir - sludge drying bed.
3. Berikut merupakan detail perancangan IPAL PT PT Multi Bintang
Indonesia Tbk. Sampangagung Brewery pada Tabel V.1.

Tabel V. 1 Detail Perancangan IPAL PT PT Multi Bintang Indonesia, Tbk


Sampangagung Brewery
Spesifikasi
Jumlah
Unit Diameter Tinggi Luas
unit Panjang Lebar Volume (m3)
(m) (m) (m2)
Equalization Basin 1 11 11 - 3,5 111,04 333,13
Methane Upflow 1 12,72 6,36 - 11 80,89 889,89
Reactor
Granular Activated
2 - - 5,78 8,66 5,78 23,125
Carbon Filter
Reservoir 2 16,5 8,2 - 6,3 133,5 801,17
Sludge Drying Bed 1 34 34 - 2,1 1156 2427,6

4. Rencana Anggaran Biaya (RAB) dari perancangan ulang unit Instalasi


Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT Multi Bintang Indonesia Tbk.
Sampangagung Brewery adalah Rp17.637.555.431

112
DAFTAR PUSTAKA

Abass, et al. 2011. Application of semifluidized bed bioreactor as novel bioreactor


system for the treatment of palm oil mill effluent (POME). African Journal
of Biotechnology. Vol. 10(81), pp. 18642-18648. ISSN 1684–5315 ©2011

Al-Amshawee, et al. 2019. A review on possible approaches of anaerobic


biological processes for palm oil mill effluent: Process, quality, advantages,
and limitations. Pahang: IOP Publishing.

Cashman S., Mosley J., Ma C., Garland J., Cashdollar J., and Bless D. Life Cycle
Assessment and Cost Analysis of Water and Wastewater Treatment Options
for Sustainability: Influence of Scale on Membrane Bioreactor Systems.
U.S. Environmental Protection Agency, Washington, DC, EPA/600/R-
16/243, 2016.

Arantes, et al. 2017. Treatment of brewery wastewater and its use for biological
production of methane and hydrogen. Journal of hydrogen Energy. Federal
University of Parana

Cashman S., Mosley J., Ma C., Garland J., Cashdollar J., and Bless D. Life Cycle
Assessment and Cost Analysis of Water and Wastewater Treatment Options
for Sustainability: Influence of Scale on Membrane Bioreactor Systems.
U.S. Environmental Protection Agency, Washington, DC, EPA/600/R-
16/243, 2016.

Chen H, Chang S, Guo Q, Hong Y, Wu P. Brewery wastewater treatment using an


anaerobic membrane bioreactor. Biochem Eng J 2015;105:321e31.
http://dx.doi.org/10.1016/ j.bej.2015.10.006.

Cronin, et al. 1998. Anaerobic Treatment Of Brewery Wastewater Using Uasb


Reactors Seeded With Activated Sludge. Bioresource Technology 64 (1998)
33-38. Vancouver: Elsevier Science Ltd.

Eckenfelder. 2000. Industrial Water Pollution Control. 3rd ed. New York:
McGraw-Hill Publications.

113
Fillaudeau, 2005. Water, wastewater and waste management in brewing
industries. Journal of Cleaner Production 14 (2006) 463e471. Toulouse.
Elsevier Ltd.

Kawamura, S. (1991). Integrated Design of Water Treatment Facilities. New


York: John Wiley & Sons, Inc.

Katebi et al. 1999. Advances in Industrial Control: Control and Instrumentation


for Wastewater Treatment Plants. Glasglow: Springer Publishing.

Lettinga et al. 1980. Use of the Upflow Sludge Blanket (USB) reactor concept for
biological wastewater treatment. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Metcalf dan Eddy. 1991. Wastewater Engineering: Treatment, Disposal, and


Reuse. Singapura: Mc Graw Hill Book Co.

Metcalf & Eddy, Inc. (2003). Wastewater Engineering: Treatment and Reuse 4th
Edition. New York: McGraw-Hill.

Moharram et al. 2014. Anaerobic up flow fluidized bed reactorperformance as a


primary treatment unitin domestic wastewater treatment. Egypt: Housing
and Building National Research Center

Nugroho, Wahyu. 2013. Removal Klorida, TDS, Dan Besi Pada Air Payau
Melalui Penukar Ion dan Filtrasi Campuran Zeolit Aktif dengan Karbon
Aktif. Jurnal Teknik Volume 11 Nomor 01. ISSN: 1412-1867.

Pawestri, et al. 2012. Perbandingan Penggunaan Metode AHP dan SAW untuk
Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Paket Layanan Internet, Jurnal,
vol. 1. Surakarta: Universitas Sebelas Maret

Pemerintah Kota Mojokerto. 2020. Harga Satuan Pokok Kegiatan (HSPK) dan
Analisa Standar Belanja (ASB) Pemerintah Kota Mojokerto.

Peraturan Walikota Mojoketo Nomor 29 Tahun 2019 tentang Tarif Air Minum
dan Klasifikasi Kelompok Golongan Tarif Pelanggan PDAM Maja Tirta
Kota Mojokerto.

114
Pemerintah Provinsi Jawa Timur. 2013. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor
72 Tahun 2013

Pretel, et al. 2014. The operating cost of an anaerobic membrane bioreactor


(AnMBR) treating sulphate-rich urban wastewater. Separation and
Purification Technology. Valencia: Elsevier B.V.

Qasim, S. R. 1985. Wastewater Treatment Plants: Planning, Design, and


Operation. New York: CBS College Publishing.

Qasim, R. S. dan Zhu, G. 2018. Wastewater Treatment and Reuse: Theory and
Design Examples, Volume 1: Principles and Basic Treatment. Dallas,
Texas: CP&Y, Inc.

Republik Indonesia. 2021. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang


Penyelenggaraan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Shi XY, Jin DW, Sun QY, Li WW. Optimization of conditions for hydrogen
production from brewery wastewater by anaerobic sludge using desirability
function approach. Renew Energy 2010;35:1493e8.
http://dx.doi.org/10.1016/ j.renene.2010.01.003.

Simate GS, Cluett J, Iyuke SE, Musapatika ET, Ndlovu S, Walubita LF, et al. The
treatment of brewery wastewater for reuse: state of the art. Desalination
2011;273:235e47. http:// dx.doi.org/10.1016/j.desal.2011.02.035.

Spellman, F. R. 2003. Handbook of Water and Wastewater Treatment Plant


Operation. London: Lewis Publisher.

Sperling, Von. 2007. Sludge Treatment and Disposal. London: IWA Publishing.

Taherdoost, Hamed. 2017. Decision Making Using the Analytic Hierarchy


Process (AHP); A Step by Step Approach, Jurnal, vol. 2. British Columbia:
University Canada West

Tchobanoglous, G., dkk. 1991. Wastewater engineering: Treatment, disposal and


reuse, 3 rd Edition. New York: McGraw Hill.

115
Tchobanoglous, G., dkk. 2014. Wastewater Engineering Treatment and Resource
Recovery, 5th Edition. New York: McGraw Hill.

Van Haandel. A. C. dan Lettinga, G. 1994. Anaerobic Sewage Treatment: A


Practical Guide for Regions with A Hot Climate. Chichester, UK: John
Wiley and Sons.

Von Sperling, V., H. Freire, dan C. A. L. Chernicharo. 2001. Performance


evaluation of a UASB-activated sludge system treating municipal
wastewater. Brazil: Federal University of Minas Gerais.

116
LAMPIRAN

117
Lampiran A. Detail Perhitungan Unit

B. Bak Ekualisasi
Bak ekulasasi pada pengolahan air limbah industrt di PT Multi Bintang
Indonesia Tbk., Sampangagung Brewery bertujuan untuk menampung
sementara air limbah sehingga tidak terjadi fluktuasi aliran air limbah dan
juga menghomogenkan kualitas air limbah yang masuk.
Data Perencanaan Redesain Bak Ekualisasi
Parameter Simbol Besaran Satuan
Debit Q 1938,9 m3/hari
Jumlah unit n 1 -
Kedalaman h 3 m
Freeboard f 0,5 m
p:l - 1:1 -
Slope S 1:1

Data Fluktuasi Debit Air Limbah PT Multi Bintang Indonesia Tbk,


Sampangagung Brewery
Volume Volume Volume Volume
Jam masuk keluar Kumulatif Kumulatif Difrensiasi
(m3) (m3) masuk (m3) keluar (m3)
1 2 63,79 80,79 63,79 80,79 17,00
2 3 63,79 80,79 127,58 161,58 33,99
3 4 63,79 80,79 191,38 242,36 50,99
4 5 63,79 80,79 255,17 323,15 67,99
5 6 63,79 80,79 318,96 403,94 84,98
6 7 63,79 80,79 382,75 484,73 101,98
7 8 104,58 80,79 487,33 565,52 78,18
8 9 104,58 80,79 591,92 646,31 54,39
9 10 104,58 80,79 696,50 727,09 30,59
10 11 104,58 80,79 801,08 807,88 6,80
11 12 104,58 80,79 905,67 888,67 -17,00
12 13 104,58 80,79 1010,25 969,46 -40,79
13 14 104,58 80,79 1114,83 1050,25 -64,59
14 15 104,58 80,79 1219,42 1131,03 -88,38
15 16 104,58 80,79 1324,00 1211,82 -112,18
16 17 104,58 80,79 1428,58 1292,61 -135,97
17 18 63,79 80,79 1492,38 1373,40 -118,98
18 19 63,79 80,79 1556,17 1454,19 -101,98
19 20 63,79 80,79 1619,96 1534,98 -84,98
20 21 63,79 80,79 1683,75 1615,76 -67,99

118
21 22 63,79 80,79 1747,54 1696,55 -50,99
22 23 63,79 80,79 1811,33 1777,34 -33,99
23 24 63,79 80,79 1875,13 1858,13 -17,00
24 1 63,79 80,79 1938,92 1938,92 0,00

Berikut ini detail perhitungan bak ekualisasi.


1. Volume limbah yang masuk dalam 1 hari

2. Menentukan volume yang keluar setiap jam

3. Menentukan Volume Influen Kumulatif

Misalnya dilakukan untuk periode air limbah yang masuk pada jam 2.00-
3.00 sebagai berikut

Periode selanjutnya menggunakan persamaan yang sama dengan


perhitungan di atas.
4. Menentukan Volume Effluent Kumulatif

Misalnya dilakukan untuk periode air limbah yang keluar pada jam 2.00-
3.00 sebagai berikut

Periode selanjutnya menggunakan persamaan yang sama dengan


perhitungan di atas.

119
5. Menentukan volume bak ekualisasi
Volume bak ekualisasi ditentukan dengan mengurangkan perbedaan
anatara volume kumulatif air limbah yang masuk dan keluar yang terkecil
dan terbesar. Hasil perhitungannya adalah sebagai berikut.

( )

Dengan asumsi faktor pengaman sebesar 40% dan jumlah bak 1 unit maka
volume bak adalah

6. Menentukan Dimensi Bak


Sebelumnya direncanakan tinggi bak adalah 3 m, maka luas bak adalah

Dengan asumsi perbandingan panjang dan lebar bak 1:1, maka panjang
dan lebar bak ekualisasi adalah sebagai berikut.

7. Hasil Desain Bak Ekualisasi

Rekapitulasi Hasil Desain Bak Ekualisasi


Parameter Simbol Besaran Satuan
Volume V 333,13 m3
Luas A 111,04 m2
Panjang p 11,00 m
Lebar l 11,00 m
Kedalaman h 3 m

120
Freeboard f 0,5 m
Jumlah unit n 1 -

C. Methane Upflow Reactor


Berikut ini merupakan data perencanaan dalam proses perhitungan rancangan
Methane upflow reactor.

Data Perencanaan Desain Methane Upflow Reactor


Parameter Simbol Besaran Satuan

Debit Q 1938,9 m3/hari

Debit Q 80,79 m3/jam

Organic Loading Rate OLR 7,5 kg/m3.hari

COD Influen CODin 1282,66 mg/l

TSS Influen TSSin 505,88 mg/l

Efisiensi Penyisihan COD %R COD 75 %

Efisiensi Penyisihan TSS %R TSS 35 %

Upflow Velocity vup 1 m/jam

Tinggi Reaktor HR 8 m

Tinggi Clear Zone HCZ 0,5 m

Tinggi Gas-Solid Separator HGS 2,5 m

Rasio Panjang:Lebar L/W 2:1 -

Konsentrasi Biomassa X 30.000 mg/l

VSS Efluen VSSef 120 mg/l

Yield Coefficient VSS YVSS 0,0399 g VSS/g COD

Yield Coefficient CH4 YCH4 0,6326 g CH4/g COD

Yield Coefficient CO2 YCO2 0,2947 g CO2/g COD

121
Yield Coefficient N2 YN2 0,0326 g N2/g COD

Persentase CH4 di Udara %CH4 0,64 %

Persentase CO2 di Udara %CO2 0,0314 %

Persentase N2 di Udara %N2 78,08 %

Kandungan Energi pada Metanaa E 38.846 kJ/m3

Alkalinitas Influen Alin 2450,33 mg/l CaCO3

Temperatur T 27,9 °C

Kebutuhan Alkalinitas pada Alreq 2535,4 mg/l CaCO3


27,9°C

Kecepatan Air dalam Pipa vair 1 m/s

Kecepatan Gas dalam Pipa vpipa 1 m/s

Berikut detail perhitungan methane upflow reactor.

Menentukan Volume Reaktor

a. Volume Reaktor Berdasarkan OLR

( )

b. Volume Reaktor Berdasarkan Kecepatan Upflow

Adapun volume reaktor yang digunakan adalah volume terbesar, yaitu 646,32
m3.

122
2. Menentukan Dimensi Reaktor

a. Luas Permukaan (A)

b. Lebar Reaktor (W)

√ √

c. Panjang Reaktor (L)

d. Tinggi Total (HT)

e. Volume Total (VT)

f. Hydraulic Retention Time (HRT)

Dengan begitu, HRT perencanaan memenuhi kriteria desain.

3. Menentukan Desain Teknis untuk Lumpur

a. Menentukan Laju Produksi Lumpur

( )

( )

( ) ( )

123
( )

( )

( ) ( )

( )

b. Menentukan Solid Retention Time (SRT)

c. Menentukan Laju Pembuangan Lumpur

( ) ( )

( ) ( )

d. Menentukan COD Efluen

( ) ( )

4. Menentukan Desain Teknis untuk Gas

( )

a. Menentukan Laju Produksi Metanaa

124
( ) ( )

b. Menentukan Laju Produksi Karbon Dioksida

( ) ( )

c. Menentukan Laju Produksi Gas Nitrogen

( ) ( )

d. Menentukan Produksi Gas Total

e. Menentukan Produksi Energi dari Biogas

125
5. Menentukan Kebutuhan Alkali

a. Menentukan Penambahan Alkali

b. Menentukan Penambahan Alkali Harian

( )

c. Menentukan Penambahan Natrium Bikarbonat Harian

126
6. Menentukan Dimensi Pipa

a. Menentukan Dimensi Pipa Air

√ √

( )

Direncanakan untuk inlet, digunakan 5 buah pipa agar distribusi air limbah
yang masuk merata, sehingga diameternya dapat dihitung sebagai berikut.

( )

b. Menentukan Dimensi Pipa Gas

√ √

( )

Rekapitulasi Hasl Perhitungan Methane Upflow Reactor


Parameter Simbol Besaran Satuan

Volume Reaktor V 497,39 m3

Luas Permukaan Reaktor A 80,79 m2

Lebar Reaktor W 6,36 m

Panjang Reaktor L 12,72 m

Tinggi Total Reaktor HT 11 m

127
Volume Total Reaktor VT 889,8912 m3

Hydraulic Retention Time HRT 8 jam

Laju Produksi Lumpur Total PX 3417,7909 kg/hari

Solid Retention Time SRT 63,8998 hari

Laju Pembuangan Lumpur QS 6,1708 m3/hari

COD Efluen CODef 320,665 mg/l

Laju Produksi Metanaa PCH4 1180,079 kg/hari

Laju Produksi Karbon Dioksida PCO2 549,7485 kg/hari

Laju Produksi Gas Nitrogen PN2 60,8842 kg/hari

Laju Produksi Gas Total QG 19.352,5672 m3/hari

Kebutuhan Alkalinitas Alreq 2535,4 mg/l CaCO3

Alkalinitas Influen Alin 2450,33 mg/l CaCO3

Penambahan Alkali Aladd 85,07 mg/l CaCO3

164,9422 kg/hari CaCO3

Penambahan Alkali Harian Alday 277,1029 kg/hari


NaHCO3

Luas Permukaan Pipa Air Apipa air 0,0224 m2

Diameter Pipa Air Teoritis Dpipa air 168,9 mm

Diameter Pipa Air Aktual Dpipa air aktual 200 mm

Diameter Pipa Air Inlet Teoritis Dpipa air inlet 33,78 mm

Dpipa air inlet 40 mm


Diameter Pipa Air Inlet Aktual
aktual

Kecepatan Air dalam Pipa vair 1 m/s

128
Luas Permukaan Pipa Gas Apipa gas 0,224 m2

Diameter Pipa Gas Teoritis Dpipa gas 534 mm

Diameter Pipa Gas Aktual Dpipa gas aktual 560 mm

Kecepatan Gas dalam Pipa vpipa 1 m/s

D. Activated Carbon Filter


Berikut adalah kriteria desain dari reaktor unit Granular Activated Carbon
(GAC) atau Granular Activated Carbon Contactor :

Kriteria desain granular activated carbon contactor

Parameter Satuan Besaran Sumber


Debit (Q) m3/jam 50 – 400
Volume bed (Vb) m3 10 – 50
Cross-sectional area (Ab) m2 5 – 30
Kedalaman bed (L) m 1,8 – 4
Void fraction (α) m3/ m3 0,38 – 0,42
Densitas (ρ) kg/m3 350 – 550 Metcalf &
Approach velocity (vf) m/jam 5 – 15 Eddy,
Waktu kontak efektif (tef) menit 2 – 10 2003
Empty bed contact time (EBCT) menit 5 – 30
Waktu operasi (t) hari 100 – 600
Throughput volume (VL) m3 10 – 100
Spesific throughput (Vsp) m3/kg 50 – 200
Volume bed (BV) m3/ m3 2000 - 20000

Adapun karakteristik dari Granular Activated Carbon (GAC) ialah sebagai


berikut :

129
Karakteristik granular activated carbon (GAC)

Parameter Satuan Besaran Sumber


Total luas permukaan m2/g 700-1300
Bulk density kg/m3 400-500
Densitas partikel kg/L 1-1,5
Rentang ukuran partikel mm 0,1 – 2,36
Metcalf & Eddy,
Effective size mm 0,6 – 0,9
2003
Koefisien keseragaman UC ≤ 1,9
Mean pore radius 16 - 30
Ash % ≤8
Moisture as packed % 2-8

Berikut detail perhitungan granular activated carbon filter.

1. Menentukan volume bed GAC (Vb) :

EBCT = =

Pada perhitungan ini diasumsikan EBCT atau empty-bed contact time ialah
selama 30 menit. Asumsi ini digunakan dikarenakan air limbah yang akan
diolah merupakan air limbah industri bir yang sebelumnya telah
mengalami pengolahan dimana parameter pencemaranya sudah menurun
drastis sehingga diasumsikan sama seperti air pada pengolahan air pada
umumnya (water treatment), dimana rentang EBCT ialah 5-30 menit
(Cecen, 2012). Adapun debit yang akan diolah ialah 1110 m3/hari atau
0,77 m3/menit. Dengan demikian dapat diketahui volume bed GAC ialah
sebagai berikut :
Vb = EBCT x Q
Vb = 30 menit x 0,77 m3/menit
Vb = 23,125 m3

2. Menentukan cross-sectional area (Ab) :

Ab =

130
Pada perhitungan ini diasumsikan hydraulic retention time (HLR) adalah 8
m/jam. Asumsi ini digunakan dikarenakan air limbah yang akan diolah
merupakan air limbah industri bir yang sebelumnya telah mengalami
pengolahan dimana parameter pencemaranya sudah menurun drastis
sehingga diasumsikan sama seperti air pada pengolahan air pada umumnya
(water treatment), dimana rentang HLR ialah 5-15 m/jam (Cecen, 2012).
Adapun debit yang akan diolah ialah 1110 m3/hari atau 46,25 m3/jam.
Dengan demikian dapat diketahui cross-sectional dari GAC contactor
ialah sebagai berikut :

Ab =

Ab = 5,78 m2
3. Menentukan kedalaman bed (L) :
L = EBCT x HLR
Pada perhitungan ini asumsi yang digunakan sama seperti perhitungan
sebelumnya, yaitu EBCT selama 30 menit dan HLR sebesar 8 m/jam.
Dengan demikian dapat diketahui kedalaman bed dari GAC contactor
ialah sebagai berikut :
L= x8

L=4m
4. Menentukan approach velocity atau superficial velocity (vf) :

vf =

Dengan menggunakan data debit 46,25 m3/jam dan cross-sectional area


(Ab) dari perhitungan sebelumnya didapat approach velocity sebagai
berikut :

vf =

vf = 8 m/jam
5. Menentukan waktu kontak efektif (tef) :
tef =

Pada perhitungan ini diasumsikan nilai dari void fraction (α) adalah 0,38.
Dengan demikian dapat diketahui waktu kontak efektif sebagai berikut :

131
tef =

tef = 11,4 menit

6. Menentukan massa dari granular activated carbon (mGAC) :


mGAC = ρGAC x Vb
Pada perhitungan ini diasumsikan nilai densitas dari granular activated
carbon adalah 450 kg/m3. Dengan demikian dapat diketahui massa dari
granular activated carbon sebagai berikut :
mGAC = 450 x 23,125
mGAC = 10.406 kg
mGAC = 10.406.000 gr
7. Menentukan waktu operasi bed (t) :
t=

Pada perhitungan ini diasumsikan carbon usage rate (CUR) ialah 0,15
kg/m3. Dengan demikian maka dapat diketahui waktu operasi dari bed
sebagai berikut :

t=

t = 90.000 menit
t = 62,5 hari
8. Menentukan spesific throughput (Vsp) :
Vsp =

Dengan demikian maka didapat nilai dari spesific throughput ialah sebagai
berikut :

Vsp =

Vsp = 6,67 m3/kg

132
E. Reservoir

Berikut ini merupakan data perencanaan reservoir yang tertera pada tabel berikut.
Data Perencanaan Perancangan Reservoir
Parameter Simbol Besaran Satuan
Debit Q 1100 m3/hari
Rasio panjang
lebar P:L 2:1 m/m
Tinggi air
minimum D 0,2 m
freeboard f 0,3 m

Berikut ini merupakan fluktuasi pemakaian air di PT Multi Bintang Indonesia


Tbk. Sampangagung brewery

Vkumulati Vkumulati
Vmasuk Vkeluar
Jam masuk keluar Difrensiasi
(m3) (m3)
(m3) (m3)
1 2 45,83333 0 45,83333 0 45,83333
2 3 45,83333 0 91,66667 0 91,66667
3 4 45,83333 0 137,5 0 137,5
4 5 45,83333 0 183,3333 0 183,3333
5 6 45,83333 0 229,1667 0 229,1667
6 7 45,83333 0 275 0 275
7 8 45,83333 2,5 320,8333 2,5 318,3333
8 9 45,83333 136,875 366,6667 139,375 227,2917
9 10 45,83333 136,875 412,5 276,25 136,25
10 11 45,83333 136,875 458,3333 413,125 45,20833
11 12 45,83333 136,875 504,1667 550 -45,8333
12 13 45,83333 136,875 550 686,875 -136,875
13 14 45,83333 136,875 595,8333 823,75 -227,917
14 15 45,83333 136,875 641,6667 960,625 -318,958
15 16 45,83333 136,875 687,5 1097,5 -410
16 17 45,83333 2,5 733,3333 1100 -366,667
17 18 45,83333 0 779,1667 1100 -320,833
18 19 45,83333 0 825 1100 -275
19 20 45,83333 0 870,8333 1100 -229,167
20 21 45,83333 0 916,6667 1100 -183,333
21 22 45,83333 0 962,5 1100 -137,5
22 23 45,83333 0 1008,333 1100 -91,6667
23 24 45,83333 0 1054,167 1100 -45,8333
24 1 45,83333 0 1100 1100 0

133
Berikut ini merupakan proses perhitungan dimensi reservoir.

1. Volume air hasil olahan yang masuk dalam 1 hari

2. Menentukan volume yang keluar setiap jam


Air bersih yang keluar terdiri dari air untuk kebutuhan domestik dan air
untuk kebutuhan operasi PT Multi Bintang Indonesia Tbk. Sampangagung
Brewery. Untuk kebutuhan air domestik terjadi selama 10 jam pada pukul
07.00-`17.00, sedangkan air untuk kebtuhan operasi selama 8 jam pada
pukul 08.00-16.00. Sehingga pada pukul 07.00 dan 17.00 air yang
didistribusikan hanya untuk kebutuhan domestik, sedangkan pada pukul
08.00-16.00 didistribusikan air untuk kebutuhan operasi dan air untuk
kebutuhan domestik.

a. Kebutuhan air pada pukul 07.00 dan 17.00


Kebutuhan air pada pukul 07.00 dan 10.00 hanya untuk kebutuhan
domestik dengan lama distribusi 10 jam, sehingga volume airnya
dengan perhitungan sebagai berikut

b. Kebutuhan air pada pukul 08.00-16.00


Pada waktu ini didistribusikan air untuk kebutuhan operasi dan air
untuk kebutuhan domestik. Sehingga volume airnya adalah sebagai
berikut.

3. Menentukan Volume Influen Kumulatif

134
Misalnya dilakukan untuk periode air limbah yang masuk pada jam 2.00-
3.00 sebagai berikut

Periode selanjutnya menggunakan persamaan yang sama dengan


perhitungan di atas.
4. Menentukan Volume Effluent Kumulatif

Misalnya dilakukan untuk periode air limbah yang keluar pada jam 8.00-
9.00 sebagai berikut

Periode selanjutnya menggunakan persamaan yang sama dengan


perhitungan di atas.
5. Menentukan volume reservoir
Volume reservoir ditentukan dengan mengurangkan perbedaan anatara
volume kumulatif air bersih yang masuk dan keluar yang terkecil dan
terbesar. Hasil perhitungannya adalah sebagai berikut.

( )

Dengan asumsi faktor pengaman sebesar 10% maka volume reservoir


adalah

6. Menentukan dimensi reservoir


Sebelumnya direncanakan tinggi bak adalah 6 m, maka luas reservoir
adalah

135
Dengan asumsi perbandingan panjang dan lebar bak 2:1, sehingga panjang
reservoir bernilai 2 kali lebar. Maka panjang dan lebar reservoir adalah
sebagai berikut.

Sehingga panjang reservoir adalah

Berikut ini merupakan hasil perancangan reservoir yang tertera pada dibawah ini

Rekapitulasi Hasil Perancangan Reservoir


Parameter Simbol Besaran Satuan
Volume v 801,167 m3
kedalaman h 6 m
Luas A 133,528 m2
Lebar L 8,2 m
Panjang P 16,5 m
Tinggi air
minimum D 0,2 m
freeboard f 0,3 m

F. Sludge Drying Bed


Berikut ini merupakan proses perhitungan untuk melakukan desai sludge
drying bed.
1. Menentukan debit lumpur total

Didapat debit lumpur total yang akan diolah yaitu 32,01 m3.

136
2. Menentukan % solid lumpur total
a. Menentukan massa lumpur

Diasumsikan

Didapat massa lumpur yang akan diolah yaitu 32.015 kg/hari.


b. Menentukan % solid

Didapat % solid dari lumpur total adalah 4 %.


3. Menentukan jumlah bak
Berdasarkan kriteria desain, digunakan lebar bak 8,5 m dan panjang bak
34 m.
a. Menentukan luas permukaan bak

Didapat luas permukaan bak adalah 289 m2.


b. Menentukan volume lumpur dalam pengolahan

Didapat volume lumpur dalam pengolahan adalah 320,1 m2.


c. Menentukan jumlah bak

137
Dengan pembulatan, didapat jumlah bak yang dibutuhkan adalah 4 buah.
4. Menentukan kebutuhan lahan

Didapat luas area atau lahan yang dibutuhkan adalah 1156 m2.
5. Menentukan debit lumpur setelah diolah

Diasumsikan % solid cake setelah pengoalahan adalah 30%.

Didapat debit lumpur setelah diolah adalah 4,08 m3/hari.


Beriku ini merupakan rekapitulasi perhitungan hasil desain sludge drying bed.

Hasil Perhitungan Sludge Drying Bed

Parameter Simbol Besaran Satuan


Debit lumpur dari MUR QMUR 10,44 m3/hari
Debit lumpur dari Aeration Basin QAB 19,72 m3/hari
Debit lumpur dari Activated Carbon QAC 1,85 m3/hari
Debit lumpur total QInitial 32,01 m3/hari
% Solid lumpur dari MUR %S MUR 4 %
% Solid lumpur dari Aeration Basin %S AB 4 %
% Solid lumpur dari Activated
%S AC 1 %
Carbon
% Solid lumpur total %S Intial 4 %
Waktu pengeringan t 10 hari
Jumlah bak - 4 buah
Lebar bak W 8,5 m

138
Panjang bak L 34 m
Luas bak ABak 289 m2
Debit lumpur setelah diolah QFinal 4,08 m3/hari
% Solid lumpur total setelah diolah %S Final 30 %
Cake HCake 0,3 m
Pasir HPasir 0,1 m
Tebal lapisan
Gravel HGravel1 0,1 m
Gravel (dasar) HGravel2 0,2 m
Slope S 0,5 %
Luas lahan ATot 1156 m2

139
Lampiran B. Detail Hasil Perhitungan Profil Hidrolis
Profil hidrolis menunjukan hydraulic grade line setiap unit pada IPAL. Profil
hidrolis digunakan untuk memberikan penyajian secara grafis elevasi setiap unit
pengolahan dan memastikan aliran air dapat mengalir, sehingga dapat pula
diketahui kebutuhan pompa. Pompa diperlukan apabila total head yang tersedia
lebih kecil dari total head loss yang terjadi dan sisa tekan yang dibutuhkan. Head
losss yang diperhitungkan meliputi head losss akibat perpipaan dan akibat
aksesoris pipa. Pehitungan pada profil hidrolis aliran dilakukan dengan persamaan
berikut.

1) Diameter pipa

( ) (B.1)

Keterangan,
D = diameter pipa (m)
Q = Debit air limbah (m3/hari)
v = kecepatan aliran (m/s)

2) Kecepatan aliran

(B.2)

Keterangan,
D = diameter pipa (m)
Q = Debit air limbah (m3/hari)

3) Headloss Mayor

(B.3)

Keterangan,
Hlmayor = headloss mayor (m)
C = koefisien kekasaran Hazen William dinding pipa
L = Panjang pipa (m)
Q = Debit air limbah (m3/hari)
D = diameter pipa (m)

140
4) Headloss Minor

(B.4)

Keterangan,
Hlminor = headloss minor (m)
k = koefisien gesekan aksesoris pipa
v = kecepatan aliran (m/s)
g = percepatan gravitasi (m/s2)

Berikut merupakan daftar nilai koefisien gesekan aksesoris pipa (k) yang
digunakan pada profil hidrolis aliran redesain IPAL PT Multi Bintang Indonesia
Tbk, Sampangagung Brewery.

Daftar nilai Koefisien k Pada Aksesoris yang Digunakan


Aksesoris Nilai k
Bend 90 1,5
T 0,9
Cross 2
Berikut ini merupakan keterangan nama unit pada profil hidrolis

Keterangan Nama Unit


Kode Kepanjangan
EQ Equalization Basin
MUR Methane Upflow Reactor
AB Aeration Basin
CF Clarifier
GAC Granular Activated Cabon Filter
Re Reservoir
SDB Sludge Drying Bed

141
Hasil Perhitungan Profil Hidrolis
Panjang Pipa Elevasi Muka Air Diamter Pipa
Head v
Elevasi Elevasi Debit Debit v Hasil
Unit Vertikal Statis Teoritis Teoritis Pasaran L (m)
Horizontal (m) Awal Akhir (m3/hari) (m3/s) (m/s)
(m) (m) (m/s) (m) (m)
(m) (m)

EQ-
2,15 2,52 156,6 166,9 1 1938,9 0,0224 1 0,16907 0,2 0,7146 4,67
MUR
MUR-
4,32 11,4 166,9 155,6 0 1938,9 0,0224 1 0,16907 0,2 0,7146 15,72
AB
1,9 1,6 155,6 154 2 1938,9 0,0224 1 0,16907 0,2 0,7146 3,5
AB-CF
3,3 5 154 158,6 2 1938,9 0,0224 1 0,16907 0,2 0,7146 8,3
CF-GAC 10 13 158,6 154 0 1110 0,0128 1 0,12792 0,15 0,7273 23
GAC-Re 27 18,76 154 161,5 3,3 1110 0,0128 1 0,12792 0,15 0,7273 45,76

SDB-EQ 23,3 2,5 161,5 160 -1 27,93 0,0003 1 0,02029 0,04 0,2573 25,8

Hasil Perhitungan Profil Hidrolis

Unit Aksesoris Headloss


Head Head Head
Headloss Headloss Total Head Sisa Head
Bend Tersedia Pompa Kecepatan
Awal Akhir T Cross Total Mayor Minor Headloss Statis (m)
90 (m) (m) (m)
(m) (m) (m) (m)
EQ MUR 3 - - 4,5 0,01896 0,11727 0,13623 -10,3 -10,436223 13 2,563771269 0,026059613
MUR AB 2 - 1 3 0,06382 0,0781 0,14192 11,3 11,15807674 0 11,15807674 0,026033049
AB CF 2 - - 3 0,01421 0,0781 0,09231 1,6 1,50769065 0 1,50769065 0,026033049

142
2 - - 3 0,0337 0,0781 0,1118 -4,6 -4,71179762 6 1,288202372 0,026033049
CF GAC 4 - - 6 0,13495 0,1618 0,29675 4,6 4,382463472 0 4,382463472 0,026965912
GAC Re 1 3 - 4,2 0,10033 0,11326 0,21359 -7,5 -7,73924620 8,5 0,760753799 0,026965912
SDB EQ 3 1 - 5,4 0,10333 0,01823 0,12156 1,5 1,118247315 0 1,118247315 0,026965912

Hasil Perhitungan Profil Hidrolis

Elevasi (m) HGL (m) EGL (m) HGL Setelah Pompa (m) EGL Setelah Pompa (m)
Unit
Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir
EQ-MUR 156,6 166,9 156,6 166,76377 156,62 166,78 169,6 179,7637713 169,626 192,7898309
MUR-AB 166,9 155,6 166,9 155,45807 166,92 155,48 - - - -
155,6 154 155,6 153,90769 155,62 153,93 - - - -
AB-CF
154 158,6 154 158,48820 154,02 158,51 160 164,4882024 160,026 170,5142354
CF-GAC 158,6 154 158,6 153,78246 158,62 153,80 - - - -
CF-Re 154 161,5 154 161,26075 154,02 161,28 162,5 169,7607538 162,526 178,2877197
SDB-EQ 161,5 160 161,5 159,61824 161,52 159,64 - - - -

143
Lampiran C. Detail Rencana Anggaran dan Biaya (CAPEX) dan Perkiraan
Biaya Operasi dan Pemeliharaan (OPEX)
Rencana Anggaran Biaya IPAL pada Tahap Persiapan Konstruksi
Jenis Harga
No. Satuan Besaran Jumlah
Pekerjaan Satuan
Pengukuran
dan
1 m 223,4 Rp145.360 Rp32.473.424
pemasangan
bouwplank
Pembuatan
2 papan nama Buah 1 Rp450.000 Rp450.000
pekerjaan
Pembersihan
3 lapangan dan m2 646 Rp20.000 Rp12.920.000
peralatan
Pembuatan
gudang
4 m2 12 Rp1.221.828 Rp14.661.937
semen dan
peralatan
Pembuatan
5 m2 20 Rp1.259.324 Rp15.111.888
bedeng kerja
Mobilisasi
6 - 1 Rp25.000.000 Rp25.000.000
peralatan
Jumlah Rp100.617.250

Rencana Anggaran Biaya IPAL untuk Bak Ekualisasi


No. Jenis Pekerjaan Satuan Besaran Harga Satuan Jumlah
Pemasangan pondasi
1 batu belah campuran m3 60,5 Rp780.273 Rp47.206.517
1 SP : 3 PP
Membuat dinding
2 m3 26,4 Rp7.296.126 Rp192.617.726
beton bertulang
Pemasangan
3 bekisting untuk m2 121 Rp712.655 Rp86.231.255
lantai

4 Struktur beton K250 m3 50,6 Rp917.022 Rp46.401.313

5 Water proofing m2 253 Rp89.012 Rp22.520.036

6 Bongkar bekisting m2 121 Rp17.500 Rp2.117.500

144
Jumlah Rp397.094.347

Rencana Anggaran Biaya IPAL untuk Methane Upflow Reactor

Harga
No. Jenis Pekerjaan Satuan Besaran Jumlah
Satuan
Pemasangan pondasi
1 batu belah campuran m3 40,4 Rp780.273 Rp31.561.731
1 SP : 3 PP
Membuat dinding
2 m3 61,1 Rp7.296.126 Rp445.472.269
beton bertulang

Pemasangan bekisting
3 m2 161,8 Rp712.655 Rp115.306.439
untuk lantai

4 Struktur beton K250 m3 222,9 Rp917.022 Rp204.362.388

5 Water proofing m2 142,0 Rp89.012 Rp12.635.716

6 Bongkar bekisting m2 161,8 Rp17.500 Rp2.831.472

Jumlah Rp812.170.014

Rencana Anggaran Biaya IPAL untuk Granular Activated Carbon Filter


Harga
No Jenis Pekerjaan Satuan Besaran Jumlah
Satuan

Pembelian tangki
1 buah 2 Rp56.500.000 Rp113.000.000
GAC parbrikasi

Pemasangan
pondasi batu belah
2 m3 11,925 Rp780.273 Rp. 9.304.756
campuran 1 SP : 3
PP

Jumlah Rp 122.304.756

145
Rencana Anggaran Biaya IPAL untuk Sludge Drying Bed
Harga
No. Jenis kegiatan Satuan Volume Jumlah
Satuan

Penggalian tanah
1 m3 2015,1 Rp80.000 Rp161.208.320
biasa

Pembuangan tanah
2 m3 2015,1 Rp35.000 Rp70.528.640
sejauh 30 m
Pemasangan pondasi
3 batu belah campuran m3 20,41 Rp780.273 Rp15.922.543
1 SP : 3 PP
Pembuatan dinding
4 m3 44,73 Rp7.296.126 Rp326.355.716
beton bertulang
Pemasangan
5 m2 68,02 Rp712.655 Rp48.475.682
bekisting lantai
6 Struktur beton K-250 m3 225,62 Rp917.022 Rp206.902.172

7 Water proofing m2 178,5 Rp1.466.600 Rp261.788.100

8 Bongkar bekisting m2 68,02 Rp17.500 Rp1.190.372

Jumlah Rp1.092.371.543,74

Rencana Anggaran Biaya IPAL untuk Kebutuhan Perpipaan


Jenis Harga
No. Satuan Besaran Jumlah
Pekerjaan Satuan
Pipa PVC 200
1 m 20,39 Rp203.900 Rp4.157.521
mm
Belokan 90
2 Unit 7 Rp199.700 Rp1.397.900
200 mm
3 T 200 mm unit 3 Rp259.400 Rp778.200
4 Cross 200 mm Unit 1 Rp190.600 Rp190.600
Pipa PVC 150
5 m 68,76 Rp133.200 Rp9.158.832
mm
Belokan 90
6 unit 5 Rp199.900 Rp999.500
150 mm
7 T 150 mm unit 3 Rp124.900 Rp374.700
Pipa HDPE
8 m 20,1 Rp1.927.850 Rp38.749.785
560 mm
Belokan 90 40
9 unit 3 Rp10.600 Rp31.800
mm

146
10 T 40 mm unit 1 Rp14.300 Rp14.300
11 Klem pipa buah 8 Rp. 20.000 Rp. 160.000
Jumlah Rp56.013.138

Rencana Anggaran Biaya IPAL untuk Perlengkapan Tambahan


Harga
No. Perlengkapan Satuan Besaran Jumlah
Satuan
Pompa
1 unit 2 Rp17.448.070 Rp34.896.140
submersible
Surface
2 unit 2 Rp10.000.000 Rp20.000.000
aerator
Pompa
3 centrifugal unit 2 Rp4.000.000 Rp8.000.000
Venezia
Pompa
centrifugal
4 unit 2 Rp860.000 Rp1.720.000
YAMAMAX
PRO
5 Tangki biogas unit 1 Rp29.950.000 Rp29.950.000
6 Generator unit 1 Rp13.691.242.255

Jumlah Rp13.789.248.395

Rekapitulasi Total RAB


No. Kegiatan Biaya
1 Persiapan Konstruksi Rp 100.617.250
2. Konstruksi tiap unit
Ekualisasi Rp 397.094.347
Methane upflow reactor Rp 812.170.014
Activated carbon filter Rp 122.304.756
Sludge drying bed Rp1.092.371.544
Reservoir Rp1.267.735.988

3 Biaya perpipaan Rp56.013.138

4 Perlengkapan tambahan Rp13.789.248.395

Jumlah Rp17.637.555.431

147
Kebutuhan Listrik
Harga Jumlah per
No. Kegiatan Satuan Besaran
Satuan Tahun
surface
1 KWh/bulan 88,8 Rp1.114 Rp1.187.078
aerator
Pompa
2 KWh/bulan 88,8 Rp1.114 Rp1.187.078
Submersible
Pompa
3 centrifugal KWh/bulan 52,8 Rp1.114 Rp705.830
Venezia
Pompa
centrifugal
4 kWh/bulan 8,88 Rp1.114 Rp118.708
YAMAMAX
PRO
Jumlah Rp3.436.111

Rekapitulasi Biaya Operasi dan Pemeliharaan


Jumlah per
No. Kegiatan Satuan Besaran Harga Satuan
Tahun
1 Operator orang/bulan 5 Rp2.500.000 Rp150.000.000
Pengangkutan
2 m3/tahun 260,1 Rp55.000 Rp171.666.000
lumpur
Pemeliharaan
3 /tahun 0,01 Rp176.375.554
unit Rp17.637.555.431
4 Listrik kWh/bulan 257,04 Rp1.114 Rp3.436.111
5 Alkali kg/hari 280 Rp7.000 Rp715.400.000
Pembelian
6 karbon kg 10460 Rp8.100 Rp338.904.000
granular
Pembelian
7 Kg/hari 3,3 Rp30.000 Rp36.135.000
kaporit
Pemeliharaan
8 /tahun 0,05 Rp13.691.242.255 Rp684.562.113
generator
Jumlah Rp2.276.478.778

148
Lampiran D. Detail Gambar

149
CHEMICAL STORAGE
33,09 M2
SURABAYA
MOJOSARI
KRIAN

POS SECURITY
16 M2
ø400 WW
PRAYING ROOM
SC 2
SC 1 10.000 SC 3
16 M2 PUMP HOUSE
WASTE WATER TREATMENT PLANT

10.000
TRUCK WAITING AREA
TITIK
KUMPUL 1
DW-1
DW-2 10,8 M2

BOTTLE SORT
OPERATOR SHED TITIK KETERANGAN GAMBAR
BUILDING
ST-9

36.000
100 M2 KUMPUL 2
OFFICE

T NO : B 56 & B 58
12.000 : LAMPU JALAN

SC : CCTV EKSISTING

TANAH MILIK BANK DANAMOND CC : CCTV BARU

EMPTY STORE
ø6" WW

12.000 : GARIS BATAS LAHAN


SHED

48.000
: GARIS PAGAR

TANAH MBI SERTIFIKA


WELFARE PARKIR BIOMASS
SEPEDA BOILER
: GARIS BATAS LAHAN LUAR
TANAH MBI SERTIFIKAT NO :
ST-8 : ARSIR RUMPUT
ST-7 B63, B44, B30, B16, B52,
ST-10 B53, B57, B55, B32, B35,
ø6" WW TANAH MBI SERTIFIKAT No. : ARSIR LAHAN LUAR MILIK MBI
ø6" WW

ø6" WW B17, B49, B18, B34, B19


ø6" WW

B11, B47, B48

24.000
BOP
CO ø6" WW ST.06 +107.000 ST-1 : JALAN ASPAL EKSISTING
ø6" WW ø4" WW

ø4" WW
SC 4 : JALAN BETON BARU
PORTERS
EL +107500
LODGE

ø4" WW
EL +105000 24000 : PIPA PEMBUANGAN AIR PRODUKSI
ø6" WW

28500 LOADING BAY


7.600 30.000 48.000 24.005 : PIPA PEMBUANGAN AIR KOTOR
ø6" WW
ø6" WW
7.600

PLN
TANAH MI TANAH MILIK MANSYUR SUDIMORO ST : SEPTIC TANK BARU
SC 5 LIK HASYIM
GENERAL
SUDIMORO
30.000
7.600

NEW OFFICE
GAS STORE
12.000 ST : SEPTICTANK EKSISTING

NEW FULL STORE


TANAH MB
7.600 I SERTIFIKA
ST-3
T No. B 50 DW : SUMBER AIR / SUMUR DALAM
LUBRICANTS
TANAH MI
BOTTLING HALL

FULL STORE
STORE
SC 6 LIK SYA'I SU : JALUR EVAKUASI
27.000

27.000

DIMORO
21.000

CHEMICAL-
TANAH MB
STORE
I SERTIFIKA
GAS STORE T No. B 42
CONTROL ROOM
7.000
OSARI/PACET

TANAH MB
JUDUL GAMBAR
21.000

I SERTIFIKA
OIL STORAGE

T No. B 38
24.000
JL. RAYA MOJ

10.000 9.000 9.000

ø8" WW

TANAH MBI SERTIFIKAT No.


KEG
RACKING B46, B45, B12
EL +107500

2.000
OFFICE, STORE, LAB.
3.000 ELECTRICITY LIDS, CHANGE PARTS
CROWN CORK,
TANAH MILIK NEGARA
3.000 LABELS, GLUE, CHEM.
POWER HOUSE
ø6" WW ø6" WW
SC7
TRANSFORMER
ST-2
13.000 13.500
ø4" WW ø4" WW
BRIGHT BEER

ST-5 ST-4
TANAH MILIK MBI
7.000

HOP AND GSS


COMPOUNDS
STORE

KIESEL
TREATM.

GUHR

TANAH MBI SERTIFIKAT No. B 21, B 41, B 54


PIPE BRIDGE
MALT
24.000

BREWHOUSE
SERVICE BLOCK DIBUAT OLEH
CONTR.
MALT INTAKE

ROOM
LV+MV
MALT-/RIZE

ROOM
STORAGE

1.500
1.000
35200

5.000

3.0003.000
1.000
3.000

2.500
3.000

1.500
1.500
5.000
27.500

23.900

TANAH MILIK BAPAK PI'I


9.0002.000
PACET

SC
30.000 28.200
DRAIEXISTING

24.000 6.000
NAGE

600
BC -

16 CC 1 GO EXISTING
TANAH MBI SERTIFIKAT NO. B 24 : 9.010 m2
GO

PAGAR TIPE 2 DRAINAGE

DOSEN PEMBIMBING 1

IMB LAYOUT SUBMISSION DOSEN PENDAMPING 2

WWTP LANDSCAPING PROJECT 1


SKALA 1 : 3000 1
NOMOR TOTAL
KETERANGAN GAMBAR

JUDUL GAMBAR

CHEMICAL STORAGE
DIBUAT OLEH
33,09 M2

DOSEN PEMBIMBING 1

IMB LAYOUT SUBMISSION DOSEN PENDAMPING 2

WWTP LANDSCAPING PROJECT 1


SKALA 1 : 600 2
NOMOR TOTAL
B

KETERANGAN GAMBAR

JUDUL GAMBAR

A A'

DIBUAT OLEH

DOSEN PEMBIMBING 1

B' DOSEN PENDAMPING 2

NOMOR TOTAL
KETERANGAN GAMBAR

JUDUL GAMBAR

DIBUAT OLEH

DOSEN PEMBIMBING 1

DOSEN PENDAMPING 2

NOMOR TOTAL
B

KETERANGAN GAMBAR

JUDUL GAMBAR

DIBUAT OLEH
A A'

DOSEN PEMBIMBING 1

B'
DOSEN PENDAMPING 2

NOMOR TOTAL
KETERANGAN GAMBAR

JUDUL GAMBAR

DIBUAT OLEH

DOSEN PEMBIMBING 1

DOSEN PENDAMPING 2

NOMOR TOTAL
KETERANGAN GAMBAR

JUDUL GAMBAR

DIBUAT OLEH

DOSEN PEMBIMBING 1

DOSEN PENDAMPING 2

NOMOR TOTAL
B

KETERANGAN GAMBAR

A A'
JUDUL GAMBAR

DIBUAT OLEH

DOSEN PEMBIMBING 1

DOSEN PENDAMPING 2

B'
NOMOR TOTAL
KETERANGAN GAMBAR

JUDUL GAMBAR

DIBUAT OLEH

DOSEN PEMBIMBING 1

DOSEN PENDAMPING 2

NOMOR TOTAL
KETERANGAN GAMBAR

A A'

JUDUL GAMBAR

B'

DIBUAT OLEH

DOSEN PEMBIMBING 1

DOSEN PENDAMPING 2

NOMOR TOTAL
KETERANGAN GAMBAR
B

A A'
JUDUL GAMBAR

DIBUAT OLEH

B'

DOSEN PEMBIMBING 1

DOSEN PENDAMPING 2

NOMOR TOTAL
KETERANGAN GAMBAR

JUDUL GAMBAR

DIBUAT OLEH

DOSEN PEMBIMBING 1

DOSEN PENDAMPING 2

NOMOR TOTAL
KETERANGAN GAMBAR

JUDUL GAMBAR

DIBUAT OLEH

DOSEN PEMBIMBING 1

DOSEN PENDAMPING 2

NOMOR TOTAL

Anda mungkin juga menyukai