Anda di halaman 1dari 2

Halo manusia, selamat datang di Bumi Ganesha, tempat gajah intelektual mirip manusia yang

sibuk untuk mengembangkan diri untuk (semoga) memberi manfaat bagi lingkungannya yang
selanjutnya akan disebut sebagai “gajah ganesha” dalam tulisan ini. Sebelumnya, tolong jangan
lupa pakai penanda (bisa nametag, gelang, kain, atau apapun) agar dapat dikenali sebagai
“manusia beneran” dan dapat diawasi untuk tidak masuk ke dalam wilayah-wilayah berbahaya
tempat gajah ganesha sedang bergerombol dengan kawanannya. Sudah siap? Mari kita mulai
ceritanya.
Oh iya, ngomong-ngomong gajah di sini memang sangat pintar dalam berpikir karena dilatih
untuk memiliki kemampuan analisis dan rekayasa yang baik dalam menyelesaikan
permasalahan. Banyak hal yang sering mereka perbincangkan bahkan perdebatkan. Dalam
beberapa tahun terakhir, banyak monolog bahkan dialog di Bumi Ganesha mengenai proses
pendidikan, baik itu pendidikan formal ataupun pendidikan yang dimaknai dengan lebih dalam
lagi.
Kebetulan di Bumi Ganesha rutin diadakan sebuah proses pendidikan yang sering disebut dengan
orientasi (meskipun banyak juga “sekolah” lain untuk gajah ganesha). Katanya, banyak cacat
sistem yang terjadi dalam proses pendidikannya. Katanya, banyak hal yang tidak relevan karena
zaman akan selalu bergerak dan berkembang. Katanya lagi, terlalu banyak hal memberatkan
dalam berlangsungnya proses pendidikan. Siapa yang bilang?
Banyak gajah yang kerap diberi label “gajah kritis” yang bisa melihat segala kekurangan itu,
diantaranya gajah yang dari dulu ingin bersuara namun mereka memutuskan untuk diam dan
bertahan, gajah yang pergi tanpa suara karena lelah tak bisa membendung kemarahan, sampai
akhirnya ada juga gajah yang akhirnya bisa dengan lantang menyuarakan kegelisahannya. Bagus,
akhirnya Bumi Ganesha sampai ke titik itu, di mana banyak dialog membangun dan tentunya
menjadikan tanah ini menjadi wadah yang baik untuk menghasilkan gajah berkualitas.
Tapi apakah label yang tersemat pada mereka adalah hal yang tepat? atau hanya sebuah
pembenaran belaka? Yang aku tahu sebagai manusia dari Edward Glaser, kritis dalam hal
berpikir salah satunya melibatkan pemahaman berpikir santun untuk setiap permasalahan yang
datang, yang ada pada rentang pengetahuan yang dimiliki olehnya. Menurutku, hal ini yang
membedakan apakah benar-benar kritis dan atau hanya sekadar mengeluh. Hal ini lah yang layak
direnungkan oleh seluruh gajah ganesha.
“Tujuan pendidikan itu untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan serta
memperhalus perasaan” - Tan Malaka
Dari apa yang diutarakan oleh manusia bernama Tan Malaka itu, seharusnya semua gajah dapat
merefleksikan apakah yang mereka lakukan dalam mendidik setidaknya sudah searah dengan
tujuan pendidikan atau belum. Tak terkecuali dengan orientasi yang biasa dilakukan di Bumi
Ganesha. Apabila orientasi yang dilakukan tidak dapat memperkukuh kemauan dalam mengikuti
orientasi, maka orientasi tersebut bisa dicap gagal.
Namun pendidikan tidak sesederhana itu. Harus ada pengusahaan dari kedua belah pihak, baik
pendidik maupun peserta didik. Oleh sebab itu, evaluasi orientasi seharusnya pun menjadi
bahasan antar kedua belah pihak agar tidak timbul asumsi yang akhirnya tidak akan terbangun
kesepahaman. Peserta didik tidaklah sempurna, begitupun dengan pendidiknya.
Secara konsep, proses pendidikan hampir sama dengan industri yang secara garis besar sama-
sama terdiri dari input, proses, dan tentunya output.
ITB adalah tempat bertanya dan harus ada jawabnya.
“Tetapi kalau Madilog masih kekurangan bentuk, saya pikir dia tidak kekurangan sifat.”
― Tan Malaka, Madilog
Jika bumi manusia berisikan orang yang adil sejak dalam pikiran, mungkin Bumi
Ganesha berisikan gajah yang sudah bias bahkan sebelum berpikir
luvluv

Anda mungkin juga menyukai