Per Salin An
Per Salin An
COVER.............................................................................................................................
DAFTAR ISI ....................................................................................................................
PENDAHULUAN ............................................................................................................
A. Deskripsi Materi .........................................................................................................
B. Petunjuk Belajar..........................................................................................................
C. Capaian Pembelajaran.................................................................................................
B. Petunjuk Belajar
Agar peserta dapat berhasil dengan baik dalam mempelajari Modul ini
berikut beberapa petunjuk yang dapat anda ikuti :
1. Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan setiap KB sampai anda memahami
secara tuntas, tentang asuhan kebidanan pada persalinan dan bayi baru lahir yang
harus dipelajari dalam setiap KB.
2. Pahami garis besar isi materi yang dipelajari atau dibahas secara seksama apa
yang akan dicapai.
3. Gunakan sumber-sumber lain yang relevan untuk menambahkan wawasan anda
menjadikan perbandingan jika pembahasan dalam bahan ajar ini masih dianggap
kurang.
4. Yakinkan anda paham tentang isi materi yang ada di dalam KB dan dapat
mengaplikasikan sesuai dengan capaian pembelajaran.
C. Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari Kegiatan Belajar ini diharapkan peserta memiliki
kemampuan :
1. Memberikan asuhan kebidanan pada persalinan fisiologis meliputi:
a. Mengidentifikasi tanda-tanda inpartu,
b. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan
c. Melakukan observasi keadaan ibu dan anak selama persalinan kala I
d. Melakukan pencatatan temuan klinik kedalam partograf.
e. Mengidentifikasi Kebutuhan ibu kala II
f. Mempraktekkan Prosedur pertolongan persalinan normal
g. Mengidentifikasi Laserasi perineum/episiotomy dan penatalaksanaannya
h. Mempraktekkan Manajemen Aktif Kala III
2. Memberikan asuhan kebidanan pada kasus-kasus kegawatdaruratan
persalinan sesuai kewenangan bidan meliputi:
a. Melakukan deteksi dini komplikasi persalinan (mengacu pada lembar
penapisan 18-19 item); termasuk mengidentifikasi partus lama
b. Melakukan penanganan awal kegawatdaruratan kala I
c. Melakukan penatalaksanaan pada kasus partus macet kala II
d. Melakukan penatalaksanaan kasus gawat janin pada kala II
e. Memberikan pertolongan awal kegawatdaruratan perdarahan, retensio, sisa
plasenta dan manual plasenta
f. Melakukan rujukan
3. Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir fisiologis meliputi:
a. Melakukan Inisiasi menyusu dini (IMD)
b. Melakukan Bounding attachment
c. Melakukan Pengukuran Antropometri
d. Melakukan Pemberian Pemberian salep mata
e. Melakukan Immunisasi
f. Melakukan Pencegahan hipotermi
4. Memberikan asuhan kebidanan pada kasus-kasus kegawatdaruratan bayi
baru lahir meliputi:
a. Melakukan Penanganan Kasus Kegawatdaruratan Pada Asfiksia
b. Melakukan Penanganan BBLR
c. Melakukan Penanganan Kasus Jejas Persalinan
d. Melakukan Penanganan Pada Cacat bawaan/kelainan kongenital
KB 1
ASUHAN KEBIDANAN PADA PERSALINAN FISIOLOGIS
A. Pokok-pokok Materi
Setelah mempelajari KB I, Anda diharapkan dapat memahami tentang asuhan
kebidanan pada persalinan fisiologis dengan benar. Secara khusus anda diharapkan
dapat menjelaskan tentang :
1. Asuhan kebidanan persalinan kala I meliputi : a) Tanda-tanda inpartu, b) Faktor-
faktor yang mempengaruhi persalinan, c) Observasi kemajuan persalinan kala I
dan d) Pencatatan hasil observasi kemajuan persalinan kala I ke dalam partograf
2. Asuhan kebidanan persalinan kala II meliputi : a) Kebutuhan ibu bersalin kala II,
b) Prosedur pertolongan persalinan normal, c) Laserasi perineum/episiotomy dan
penatalaksanaannya
3. Asuhan kebidanan persalinan kala II : Manajemen Aktif Kala III
B. Uraian Materi
1. Asuhan Kebidanan Persalinan Kala I
Saat-saat persalinan selalu menjadi momen yang ditunggu ibu hamil. Perasaan
bahagia, takut, dan gelisah bercampur-aduk. Untuk itu, mengetahui tanda-tanda
persalinan sangat penting, untuk memastikan kapan harus ke klinik bersalin ataupun
ke rumah sakit. Inilah masa-masa yang paling mengkhawatirkan selama kehamilan
seorang wanita. Melahirkan dapat menjadi hal yang sangat menyakitkan, dan juga
membutuhkan banyak waktu. Bagi beberapa wanita, proses melahirkan hanya
membutuhkan beberapa jam saja, sedangkan pada beberapa wanita lain bisa
menghabiskan waktu lebih dari 24 jam.
Kala I persalinan atau kala pembukaan dimulai dari his persalinan yang pertama
sampai pembukaan serviks menjadi lengkap. Lamanya kala I untuk primigravida
berlangsung 12 jam. Sedangkan pada multigravida berlangsung 8 jam. Pedoman untuk
mengetahui kemajuan kala I adalah “kemajuan pembukaan 1 cm sejam bagi primi dan
2 cm sejam bagi multi, namun ketentuan ini tidak mutlak, hanya dapat digunakan
sebagai perkiraan waktu pembukaan lengkap dan kemajuan kala I”.
Kemajuan persalinan menjadi tidak adekuat akibat kontraksi uterus yang kurang
efektif pada kala I dan pada kala II, usaha meneran ibu yang kurang akan
menyebabkan kala II memanjang. Pada janin, dapat terjadi gawat janin akibat
hipoksia. Keadaan ini seringkali terjadi pada penanganan kasus CPD yang salah.
Pengamatan apa yang harus dilakukan pada persalinan kala I? Seberapa sering
observasi dikerjakan? Bagaimana cara mencatat hasil observasi? Apa arti klinik dari
temuan hasil observasi? Apa yang harus dilakukan bila ditemukan adanya kelainan
pada observasi? Sejumlah pertanyaan tersebut akan terjawab dalam pembahasan
materi pada KB ini.
Untuk mengawali pembelajaran ini silahkan Anda mempelajari terlebih dahulu
tayangan video dibawah ini. Video ini menjelaskan tentang proses persalinan kala I
bahwa pada masa ini terbagi menjadi 2 fase yaitu fase laten dan fase aktif, selanjutnya
silahkan melihat video ini sampai tuntas.
Materi M1KB1File
PPT M1KB1File
https://www.youtube.com/watch?v=KmRiZIpce2g
https://www.youtube.com/watch?v=s4oP69I0suw&t=35s
https://www.youtube.com/watch?v=oGBcJeKo598&t=25s
https://www.youtube.com/watch?v=fj0Pblm1Iu8&t=46s
https://www.youtube.com/watch?v=2naNwaFKFv8
2. Asuhan Kebidanan Persalinan Kala II
Tanda-tanda awal bayi akan lahir adalah penonjolan anus dan perineum. Sangat
normal merasakan sensasi yang membakar atau menyengat ketika bayi meregangkan
jalan lahir. Sensasi yang membakar atau menyengat berlangsung selama beberapa saat
dan dengan cepat diikuti dengan mati rasa ketika kepala bayi meregangkan jaringan
vagina sampai menjadi sangat tipis sehingga urat-urat saraf tersumbat dan
memperoleh efek anestesi umum.
Kondisi tersebut menggambarkan peristiwa yang dirasakan oleh ibu bersalin
pada persalinan kala II, yaitu saat pembukaan sudah lengkap dan bayi siap untuk
dilahirkan dengan adanya kontraksi otot-otot rahim dan dorongan mengejan yang
tidak dapat ditahan. Beberapa ibu bahkan mengalami kepanikan dengan adanya
sensasi yang luar biasa pada jalan lahirnya.
Pada KB ini akan dibahas asuhan kebidanan pada kala II meliputi pemenuhan
kebutuhan dasar ibu selama kala II, manuver tangan dalam pertolongan persalinan
kala II termasuk melakukan amniotomi dan episiotomy, serta asuhan sayang ibu dalam
persalinan kala II.
Mengingat proses persalinan dan kelahiran bayi pada kala II meliputi beberapa
rangkaian prosedur yang memerlukan skill bidan yang tepat, maka untuk mengingat
kembali tentang prosedur pertolongan persalinan normal, peserta disarankan untuk
memutar Video APN (Asuhan Persalinan Normal) yang tersedia pada link youtube di
bawah.
https://www.youtube.com/watch?v=fuI3fi8H0Dg&t=139s
Pertolongan persalinan Normal kala II
https://www.youtube.com/watch?v=O6clV51EUKY&t=124s
Episiotomi medio lateral
https://www.youtube.com/watch?v=nJJmjKQeSs4
Teknik Amniotomi
Untuk materi lebih lengkap peserta dapat mendownload Materi M2KB1 dan PPT
M1KB2 berikut:
Materi M2KB1File
PPT M2KB1File
Materi M3KB1File
https://www.youtube.com/watch?v=frQTx7G_DMk
C. Soal Latihan dan Pembahasan
1. Seorang perempuan, umur 24 tahun, G1P0A0, hamil 9 bulan, sedang inpartu kala I di
PMB. Hasil anamnesis: mulas sudah semakin sering, pembukaan masih 4 cm, makan
sedikit. Hasil pemeriksaan: KU baik, TD 110/80 mmHg, N 80x/mnt, S 37° C, P
20x/menit, kontraksi 3x/10’/40”, Djj 144x/menit, pembukaan 4 cm, ketuban utuh,
kepala di HII+, UUK belum teraba.
Tindakan apakah yang paling tepat pada kasus tersebut?
A. Evaluasi tiap 4 jam
B. Ibu boleh pulang dulu
C. Anjurkan ibu jalan-jalan
D. Rujuk dengan inertia uteri primer
E. Observasi dengan menggunakan partograf
Kunci Jawaban: C
Pembukaan 4cm dengan kontraksi 3x/10’/40” kemungkinan belum masuk fase aktif,
sehingga anjuran mobilisasi tepat.
2. Seorang perempuan, umur 27 tahun, G2P1A0 hamil 39 minggu partus kala II di PMB.
Hasil anamnesis: sudah meneran 10 menit, haus. Hasil pemeriksaan: KU baik, TD
110/80 mmHg, N 80x/mnt, S 37° C, P 20x/menit, kontraksi 4x/10’/45”, Djj
144x/menit.
Tindakan apakah yang paling tepat pada kasus tersebut?
A. Mendampingi persalinan
B. Memberikan oksitosin
C. Menyiapkan partus set
D. Menganjurkan ibu untuk jalan-jalan
E. Memposisikan ibu untuk miring kekiri
Kunci Jawaban: A
Pasien baru meneran 10 menit, masih dalam batas normal kala II persalinan.
D. Rangkuman
Selamat anda telah selesai mempelajari KB-1 tentang asuhan kebidanan
persalinan fisiologis kala I, II dan III. Berdasarkan uraian diatas maka rangkuman isi
KB adalah sebagai berikut:
1. Asuhan kebidanan pada persalinan kala I (kala pembukaan) lebih ditekankan pada
kegiatan bidan dalam melakukan obersavi kemajuan persalinan. Observasi selama
kala I meliputi evaluasi terhadap kesehatan ibu dan bayi yang terdiri dari denyut
jntung janin, kontraksi uterus, pembukaan servik dan penurunan bagian terbawah
janin serta kemungkinan adanya lingkaran kontraksi patologis sebagai gejala awal
adanya ancaman robekan rahim.
2. Hasil temuan selama observasi harus dicatat dalam form kemajuan persalinan
berupa Partograf. Dengan partograf ini akan membantu bidan dalam mendeteksi
secara dini kemungkinan adanya komplikasi persalinan sehingga dapat segera
diambil tindakan yang tepat.
3. Asuhan kebidanan pada persalinan kala II (pengeluaran janin) harus didahului
penguasaan terhadap perubahan fisiologis maupun psikologis ibu bersalin pada
saat ini.
4. Perubahan fisiologis kala II meliputi mekanisme persalinan normal mulai dari
bagian terbawah anak mengalami engagement (masuk pintu atas panggul),
descent (turun) dengan gerakan-gerakan yang khas menyesuaikan bentuk dan
ukuran jalan lahir sampai dengan badan janin lahir seluruhnya.
5. Asuhan kebidanan pada kala II lebih difokuskan pada teknik manuver tangan
penolong untuk memfasilitasi lahirnya bayi serta fasilitasi terhadap bounding
attachment dan inisiasi menyusu dini (IMD).
6. Asuhan kebidanan pada kala III (pengeluaran uri) merupakan langkah tindakan
bidan yang dilaksanakan segera setelah bayi lahir dengan teknik terkini dari
asuhan persalinan normal yang disebut dengan manajemen aktif kala III (MAK
III).
7. Pengeluaran plasenta (uri) didahului dengan penyuntikan oksitosin 10 IU. Secara
intra musculair (satu menit setelah bayi lahir), untuk mempercepat pelepasan
plasenta dari dinding rahim oleh karena timbulnya kontraksi uterus. Tindakan ini
akan memberikan keuntungan berupa minimnya jumlah perdarahan pada kala III
serta mempercepat kelahiran placenta.
8. Gerakan-gerakan dalam MAK III secara jelas dapat dipelajari dalam Job Sheet
dan Link Youtube yang disertakan pada Modul ini.
KB 2
ASUHAN KEBIDANAN PADA KASUS KEGAWATDARURATAN PERSALINAN
A. Pokok-pokok Materi
Setelah mempelajari KB 2, Anda diharapkan dapat memahami tentang asuhan
kebidanan pada kasus-kasus kegawatdaruratan persalinan sesuai kewenangan bidan
dengan benar. Secara khusus anda diharapkan dapat menjelaskan tentang :
1. Deteksi dini komplikasi persalinan (mengacu pada lembar penapisan 18-19 item);
termasuk mengidentifikasi partus lama
2. Penanganan awal kegawatdaruratan kala I
3. Penatalaksanaan pada kasus partus macet kala II
4. Penatalaksanaan kasus gawat janin pada kala II
5. Pertolongan awal kegawatdaruratan perdarahan, retensio, sisa plasenta dan manual
plasenta
6. Melakukan rujukan
B. Uraian Materi
1. Kegawatdaruratan Persalinan Kala I
Ibu hamil yang akan melahirkan harus memenuhi beberapa persyaratan yang
disebut Penapisan Awal. Tujuan dari penapisan awal adalah untuk menentukan
apakah ibu tersebut boleh bersalin di PKD/PMB (Praktik Mandiri Bidan) atau harus
dirujuk ke rumah sakit. Apabila didapati salah satu/lebih penyulit dari 19 daftar
penyulit kala I berikut, maka ibu harus dirujuk ke rumah sakit.
1. Riwayat bedah besar
2. Perdarahan per'aginam
3. Persalinan Kurang Bulan (usia kehamilan kurang dari 37minggu)
4. Ketuban Pecah dengan Mekonium Kental,.
5. Ketuban Pecah Lama (>24 jam)
6. Ketuban Pecah pada Persalinan Kurang Bulan (usia kehmilan kurang dari
37minggu)
7. Ikterus
8. Anemia Berat
9. Tanda/ gejala Infeksi
10. Preeklampsia/ Hipertensi Dalam Kehamilan
11. Tinggi Fundus Uteri 40 cm atau lebih
12. Gawat Janin
13. Primipara dalam Fase Aktif Kala Satu Persalinan dengan palpasi kepala
masih 5/5
14. Presentasi bukan belakang kepala
15. Presentasi Majemuk
16. Kehamilan Gemeli
17. Tali pusat menumbung
18. Syok
Untuk memahami setiap jenis penyulit dari deteksi dini penyulit sampai dengan
penatalaksanaannya, maka peserta diharapkan mempelajari PPT M1KB2 berikut:
PPT M1KB2File
c. Gawat janin kala I karena multi sebab (tali pusat menumbung KPD, kontraksi
hipertonik, dll)
Fetal distress mungkin biasa terjadi pada saat persalinan. Fetal distress atau
gawat janin adalah kondisi ketika janin tidak mendapatkan pasokan oksigen
yang cukup selama kehamilan maupun persalinan.
Kondisi gawat janin ini biasanya terdeteksi melalui denyut jantung yang
tampak tidak normal. Ini karena pasokan oksigen yang dialirkan dari ibu ke
janin mengalami hambatan, hingga kemudian menyebabkan penurunan pada
denyut jantung bayi.
Beberapa hal yang bisa menjadi penyebab bayi mengalami fetal
distress (gawat janin) adalah sebagai berikut:
Ukuran bayi cenderung lebih kecil dibandingkan dengan usia kehamilan.
Hal ini biasanya terjadi saat bayi tidak mendapatkan oksigen yang cukup
yang ia perlukan melalui plasenta.
Usia bayi sudah melebihi usia kehamilan normal. Artinya, bayi belum
kunjung lahir padahal usia kehamilan sudah lebih dari 42 minggu.
Tidak tercukupinya kadar oksigen yang didapatkan bayi.
Keterlambatan pertumbuhan janin dalam rahim atau intrauterine growth
retardation (IUGR).
Berbagai komplikasi saat kehamilan juga dapat menjadi faktor risiko
kondisi fetal distress adalah sebagai berikut:
Preeklampsia yang dapat memengaruhi fungsi plasenta.
Ibu berusia 35 tahun atau lebih saat hamil.
Jumlah cairan ketuban terlalu banyak atau sedikit.
Penyakit yang dialami ibu saat hamil, seperti diabetes gestasional atau
tekanan darah tinggi.
Ibu mengalami kelainan plasenta, seperti plasenta abrupsi (abruptio
plasenta).
Kompresi tali pusar, yakni kondisi ketika tali pusar ibu tertekan sehingga
aliran darah dari ibu ke janin terganggu.
Infeksi pada janin.
Hamil bayi kembar.
Pernah mengalami kelahiran mati di kehamilan sebelumnya.
Berat badan berlebih atau kegemukan saat hamil.
Merokok.
Mengalami perdarahan antepartum (melalui vagina) beberapa kali.
Untuk mempelajari penatalaksanaan kasus gawat janin pada kala I yang
disebabkan oleh multi sebab, peserta diharapkan mempelajari dari dua sumber rujukan
yang disertakan dalam modul ini dengan cara meng-klik gambar sampul buku (Buku
Saku Pelayanan Kesehatan Ibu dan Buku Acuan PONED) berikut:
Selanjutnya materi lebih lengkap tentang retensio plasenta dan retensio sisa
plasenta berikut penatalaksanaannya, peserta dapat mendownload Materi M5KB2
berikut:
2. Seorang perempuan, umur 26 th, G1P0A0 hamil 39 minggu partus kala II di PMB.
Hasil anamnesis: sudah meneran 40 menit, bayi belum lahir. Hasil pemeriksaan: KU
baik, TD 120/80 mmHg, N 88x/menit, S 37ºC, P 20x/menit, kontraksi 4x/10’/50”,
DJJ 144x/menit. Kepala lahir teraba lilitan tali pusat 2x kuat.
Tindakan apakah yang paling tepat pada kasus tersebut?
A. Melahirkan bayi
B. Melonggarkan tali pusat
C. Membersihkan muka bayi
D. Menghisap lendir dari mulut bayi
E. Menjepit dan memotong tali pusat
Kunci Jawaban: E
Sesuai tanda-tanda yang tersedia pada kasus menunjukkan lilitan tali pusat yang erat
(2x melingkar kuat). Kondisi ini sulit untuk dilonggarkan saja, maka tindakan yang
harus dilakukan bidan adalah memotong tali pusat dengan memasang 2 klem terlebih
dahulu.
3. Seorang perempuan, umur 31 tahun, P3A0 melahirkan 1 jam yang lalu di Polindes.
Bayi lahir langsung menangis, plasenta lahir lengkap. Hasil pemeriksaan: KU baik
TD 100/70 mmHg, N 68x/menit, S 37ºC, P 20x/menit, kontraksi uterus baik,
perdarahan pervaginam banyak, terdapat bekuan darah pada vagina.
Rencana tindakan apakah yang paling sesuai pada kasus tersebut?
A. Segera siapkan rujukan
B. Pemberian oksitosin 10 unit
C. Pasang infus dan segera rujuk
D. Pastikan kandung kemih kosong
E. Periksa ulang kemungkinan robekan jalan lahir
Kunci Jawaban: E
Pada kasus ibu dalam persalinan kala IV dengan tanda-tanda yang mengarah pada
perdarahan dengan penyebab bukan karena kontraksi yang tidak bagus, karena pada
kasus disebutkan kontraksi uterus baik. Maka langkah yang harus diambil bidan
adalah memastikan sumber perdarahan (dengan memeriksa ulang kemungkinan
robekan jalan lahir)
4. Seorang perempuan, umur 29 tahun, G2P1A0 hamil 40 minggu, inpartu kala 1 fase
aktif di PMB. Hasil anemnesis: nyeri saat kontraksi. Hasil pemeriksaan: KU baik
TD 110/70 mmHg, N 78x/menit, S 37ºC, P 20x/menit, ketuban pecah spontan, cairan
berwarna hijau kental bercampur mekonium, kontraksi 3x/10’/35”, DJJ 170 x/menit
tidak teratur, pembukaan 5 cm, kepala H II, sutura sagitalis melintang.
Diagnosis apakah yang paling mungkin pada kasus tersebut?
A. Inersia uteri
B. KPD
C. Distocia
D. Fetal distres
E. Malposisi
Kunci Jawaban: D
Data pada kasus : DJJ (+) 170 x/menit => menunjukkan kondisi fetal distress
D. Rangkuman
Selamat anda telah selesai mempelajari KB-2 tentang asuhan kebidanan
persalinan pada kasus-kasus kegawatdaruratan kala I, II dan III. Berdasarkan uraian
diatas maka rangkuman isi KB adalah sebagai berikut:
1. Asuhan kebidanan pada kasus-kasus kegawatdaruratan persalinan kala I lebih
ditekankan pada kegiatan bidan dalam melakukan deteksi dini komplikasi
persalinan (mengacu pada lembar penapisan 18-19 item).
2. Penanganan awal kasus-kasus kegawatdaruratan kala I, II dan III sesuai standar
asuhan kebidanan dan memperhatikan patofisiologis kasus, etiologi dan standar
penatalaksanaan kasus mengacu pedoman yang ada.
KB 3
ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI BARU LAHIR FISIOLOGIS
A. Pokok-Pokok Materi
Setelah mempelajari KB I, Anda diharapkan dapat memahami tentang asuhan
kebidanan pada Bayi Baru Lahir fisiologis dengan benar. Secara khusus anda
diharapkan dapat menjelaskan tentang :
a. Inisiasi menyusu dini (IMD)
b. Bounding attachment
c. Pengukuran Antropometri
d. Pemberian Pemberian salep mata
e. Immunisasi
f. Pencegahan hipotermi
B. Uraian Materi
2. BONDING ATTACHMENT
Bounding adalah suatu langkah untuk mengungkapkan perasaan areksi (kasih sayang)
oleh ibu kepada bayinya segera setelah lahir sedangkan attachment adalah interaksi antara
ibu dan bayi sepanjang waktu. Bounding attachment adalah kontak dini secara langsung
antara ibu dan bayi setelah proses persalinan, dimulai kala III sampai dengan post partum..
Bounding attachment bersifat unik, spesifik, dan bertahan lama. Ikatan orang tua terhadap
anak dapat terus berlanjut bahkan selamanya walau dipisah oleh jarak dan waktu, serta
tanda-tanda keberadaan secara fisik tidak terlihat (Katharina, 2016).
Bounding attachment dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
1) Inisiasi Menyusu Dini
Meningkatkan kedekatan dan rasa kasih sayang antara ibu dan bayi merupakan
salah satu manfaat dari Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Ketika proses IMD, bayi akan
mengalami kontak kulit secara langsung antara bayi dan ibu (skin to skin contact).
Kontak kulit secara langsung antara ibu dan bayi pada jam pertama setelah lahir itulah
yang dapat mempererat ikatan batin antara ibu dan bayi (Nasution, 2017).
2) Pemberian ASI Eksklusif
Pemberian ASI secara eksklusif segera setelah melahirkan, secara langsung bayi
akan mengalami kontak kulit dengan ibuya yang menjadikan ibu merasa bangga dan
diperlukan, rasa yang dibutuhkan oleh semua manusia.
3) Rawat Gabung
Rawat gabung merupakan salah-satu cara yang dilakukan agar antara ibu dan bayi
terjalin proses lekat (early infant mother bounding) akibat sentuhan badan antara ibu
dan bayinya. Hal ini sangat mempengaruhi perkembangan psikologis bayi selanjutnya,
karena kehangatan ibu merupakan stimulasi mental yang mutlak dibutuhkan oleh bayi.
Bayi yang merasa aman dan terlindungi, merupakan dasar terbentuknya rasa percaya
diri dikemudian hari.
Gambaran mengenai bagaimana bentuk ikatan awal antara ibu dan bayi dapat
dilihat melalui beberapa aktivitas, antara lain :
a) Sentuhan (Touch)
Ibu memulai dengan sebuah ujung jarinya untuk memeriksa bagian kepala dan
ekstremitas bayinya. Perabaan digunakan untuk membelai tubuh, dan mungkin bayi
akan dipeluk oleh lengan ibunya, gerakan dilanjutkan sebagai usapan lembut untuk
menenangkan bayi, bayi akan merapat pada payudara ibu, menggenggam satu jari atau
seuntai rambut dan terjadilah ikatan antara keduanya.
b) Kontak mata (Eye to eye contact)
Kesadaran untuk membuat kontak mata dilakukan dengan segera. Kontak mata
mempunyai efek yang erat terhadap perkembangannya, dimulainya hubungan dan rasa
percaya sebagai faktor yang penting dalam hubungan manusia pada umumnya. Bayi
baru dapat memusatkan perhatian kepada satu objek pada saat 1 jam setelah kelahiran
dengan jarak 20-25 cm. Beberapa ibu mengatakan, dengan melakukan kontak mata
mereka merasa lebih dekat dengan bayinya.
c) Bau badan (Odor)
Indera penciuman pada bayi baru lahir sudah berkembang dengan baik dan
masih memainkan peran dalam nalurinya untuk mempertahankan hidup. Penelitian
menunjukkan bahwa kegiatan seorang bayi, detak jantung dan pola pernafasannya
berubah setiap kali hadir bau yang baru. Tetapi bersamaan dengan semakin dikenalnya
bau itu, sibayi pun berhenti bereaksi. Pada akhir minggu pertama, seorang bayi dapat
mengenali ibunya dari bau tubuh dan air susu ibunya. Indera penciuman bayi akan
sangat kuat, jika seorang ibu dapat memberi- kan bayinya ASI pada waktu tertentu.
d) Kehangatan tubuh (Body warm)
Jika tidak ada komplikasi yang serius, seorang ibu akan dapat langsung
meletakkan bayinya diatas perutnya, setelah tahap kedua dari proses melahirkan atau
sebelum tali pusat dipotong. Kontak yang segera ini memberi banyak manfaat baik
bagi ibu maupun sibayi yaitu terjadinya kontak kulit yang membantu agar bayi tetap
hangat.)
e) Suara (Voice)
Respon antara ibu dan bayi berupa suara masing-masing. Orang tua akan
menantikan tangisan pertama bayinya. Dari tangisan tersebut, ibu akan menjadi tenang
karena merasa bayinya baik-baik saja. Bayi dpaat mendengar sejak dalam rahim, jadi
tidak mengherankan jika ia dapat mendengar suara- suara dan membedakan nada
kekuatan sejak lahir, meskipun suara-suara tersebut terhalang selama beberapa hari
oleh cairan amniotik dari rahim yang melekat pada telinga. Banyak penelitian
memperlihatkan bahwa bayi-bayi yang baru lahir bukan hanya mendengar secara pasif
meainkan mendengar dengan sengaja, dan mereka nampaknya lebih dapat
menyesuaikan diri dengan suara-suara tertentu dari pada yang lain contohnya suara
jantung.
f) Entraiment (Gaya bahasa)
Bayi baru lahir bergerak-gerak sesuai dengan struktur pembicaraan orang
dewasa. Mereka menggoyang tangan, mengangkat kepala, menendang-nendang kaki,
seperti sedang berdansa mengikuti nada suara orang tuanya. Entraiment terjadi saat
anak sudah mulai berbicara. Irama ini berfungsi memberi umpan balik positif kepada
orang tua dan menegakan suatu pola komunikasi efektif yang positif.
g) Bioritme
Anak yang belum lahir atau baru lahir dapat dikatakan senada dengan ritme
alamiah ibunya. Untuk itu salah satu tugas bayi bayu lahir adalah bembentuk ritme
personal (bioritme). Orang tua dapat membantu proses ini dengan memberi kasih
sayang yang konsisten dengan memanfaatkan waktu saat bayi mengembangkan
prilaku yang responsif. Hal ini dapat meningkatkan iteraksi sosial dan kesempatan bayi
untuk belajar.
3. ANTROPOMETRI
1) Pemeriksaan fisik yang dilakukan Keadaan normal:
a. Lihat postur, tonus danaktivitas Posisi tungkai dan lengan fleksi. Bayi sehat akan
bergerak aktif. Lihat kulit Wajah, bibir dan selaput lendir, dada harus berwarna
merah muda, tanpa adanya kemerahan atau bisul. Hitung pernapasan dan lihat
tarikan
b. Frekuensi napas normal 40-60 kali dinding dada bawahketika bayi sedang
permenit. Tidak menangis/ Tidak ada tarikan dinding dada bawah yang dalam
Hitung denyut jantung dengan Frekuensi denyut jantung normal 120-160
meletakkan stetoskop di dada kiri kali per menit. setinggi apeks kordis. Lakukan
pengukuran suhu ketiak Suhu normal adalah 36,5 - 37,50 C dengan termometer.
c. Lihat dan raba bagian kepala
Bentuk kepala terkadang asimetris karena penyesuaian pada saat proses persalinan,
umumnya hilang dalam 48 jam. Periksa :
Ubun-ubun besar rata atau tidak membonjol, dapat sedikit membonjol saat bayi
menangis.
Lihat mata Tidak ada kotoran/sekret Lihat bagian dalam mulut.
Bibir, gusi, langit-langit utuh dan tidak
Nilai kekuatan isap bayi. Bayi akan dalam mulut,raba langit-langit. mengisap kuat
jari pemeriksa.
d. Lihat dan raba perut, Perut bayi datar, teraba lemas.
Lihat tali pusat, Tidak ada perdarahan, pembengkakan, nanah, bau yang tidak enak
pada tali pusat, atau kemerahan sekitar tali pusat
e. Lihat punggung dan raba Kulit terlihat utuh, tidak terdapat lubang tulang belakang.
dan benjolan pada tulang belakang
f. Lihat ekstremitas, Hitung jumlah jari tangan dan kaki, Lihat apakah kaki posisinya
baik atau bengkok ke dalam atau keluar , Lihat gerakan ekstremitas
g. Lihat lubang anus. Terlihat lubang anus dan periksa apakah - Hindari memasukkan
alat atau jari mekonium sudah keluar. dalam memeriksa anus biasanya mekonium
keluar dalam 24 jam –
h. Tanyakan pada ibu apakah bayi setelah lahir. sudah buang air besar
i. Lihat dan raba alat kelamin luar.
Bayi perempuan kadang terlihat cairan - Tanyakan pada ibu apakah bayi vagina
berwarna putih atau kemerahan. sudah buang air kecil Bayi laki-laki terdapat
lubang uretra pada ujung penis.
Pastikan bayi sudah buang air kecil dalam 24 jam setelah lahir.
j. Timbang bayi.
Berat lahir 2,5-4 kg.
k. Mengukur panjang dan lingkar
Panjang lahir normal 48-52 cm.
kepala bayi : Lingkar kepala normal 33-37 cm.
Menilai cara menyusui
976-602-235-265-5-buku-saku-pelayanan-kesehatan-ibu.pdf
2) Reflek pada bayi baru lahir menurut Bustami, dkk 2019 :
a. Reflek Moro
Bayi akan mengembangkan tangan lebar dan melebarkan jari, lalu membalikkan
dengan tangan yang cepat seakan-akan memeluk seseorang. Diperoleh dengan
memukul permukaan yang rata dimana dekat bayi dibaringkan dengan posisi
telentang.
b. Reflek rooting
Timbul karena stimulasi taktil pipi dan daerah mulut. Bayi akan memutar kepala
seakan mencari putting susu. Refleks ini menghilang pada usia 7 bulan.
c. Reflek sucking
Timbul bersamaan dengan reflek rooting untuk mengisap putting susu dan
menelan ASI.
d. Reflek batuk dan bersin untuk melindungi bayi dan obstruksi pernafasan.
e. Reflek graps
Timbul jika ibu jari diletakkan pada telapak tangan bayi, lalu bayi akan menutup
telapak tangannya atau ketika telapak kaki digores dekat ujung jari kaki, jari kaki
menekuk.
f. Reflek walking dan stapping
Reflek ini timbul jika bayi dalam posisi berdiri akan ada gerakan spontan kaki
melangkah ke depan walaupun bayi tersebut belum bisa berjalan. Menghilang pada
usia 4 bulan.
g. Reflek tonic neck
Reflek ini timbul jika bayi mengangkat leher dan menoleh kekanan atau kiri jika
diposisikan tengkurap. Reflek ini bisa diamati saat bayi berusia 3-4 bulan.
h. Reflek Babinsky
Muncul ketika ada rangsangan pada telapak kaki, ibu jari akan bergerak keatas dan
jari-jari lainnya membuka, menghilang pada usia 1 tahun.
i. Reflek membengkokkan badan (Reflek Galant)
Ketika bayi tengkurap, gerakan bayi pada punggung menyebabkan pelvis
membengkok ke samping. Berkurang pada usia 2-3 bulan.
j. Reflek Bauer/merangkak
Pada bayi aterm dengan posisi tengkurap. BBL akan melakukan gerakan
merangkak dengan menggunakan lengan dan tungkai. Menghilang pada usia 6
minggu.
(Bustami dkk, 2019) (Asuhan Kebidanan pada Neonatus edit.pdf)
4. PEMBERIAN SALEP MATA
Pemberian salep mata pada bayi baru lahir berfungsi sebagai profilaksasi yang
bertujuan untuk mencegah infeksi pada mata. Salep mata diberikan segera setelah IMD
dan bayi selesai menyusui sebaiknya 1 jam setelah lahir. Untuk pencegahan penyakit mata
karena klamidia (penyakit menular seksual) perlu diberikan obat mata pada jam pertama
persalinan, yaitu pemberian obat mata eritromisin 0.5 % atau tetrasiklin 1 %, sedangkan
salep mata biasanya diberikan 5 jam setelah bayi lahir. Perawatan mata harus segera
dikerjakan, tindakan ini dapat dikerjakan setelah bayi selesai dengan perawatan tali pusat.
Yang lazim dipakai adalah larutan perak nitrat atau neosporin dan langsung diteteskan
pada mata bayi segera setelah lahir (Bustami, 2019).
Bayi baru lahir sangat rentan terhadap infeksi, pastikan untuk melakukan
tindakanpencegahan infeksi berikut ini: ·
1) Cuci tangan secara seksama sebelum dan setelah melakukan kontak denganbayi. ·
2) Pakai sarung tangan bersih pada saat menangani bayi yang belum dimandikan. ·
3) Pastikan bahwa semua peralatan, termasuk klem gunting dan benang tali pusat telah
didinfeksi tingkat tinggi atau steril, jika menggunakan bola karet penghisap, pakai
yang bersih dan baru. ·
4) Pastikan bahwa semua pakaian, handuk, selimut serta kain yang digunakan dalam
keadaan bersih.
5) Pastikan bahwa timbangan, pipa pengukur, termometer, stetoskop dan benda- benda
lainnya yang akan bersentuhan dengan bayi dalam keadaan bersih (dekontaminasi
dan cuci setiap setelah digunakan) (Bustami, 2019).
Standar operasional prosedur (SOP) pemberian salep mata pada bayi baru lahir:
1) Bidan menjelaskan kepada keluarga tentang maksud dan tujuan pemberian salep mata
pada bayi
2) Mencuci tangan
3) Bidan memberikan salep mata dalam satu garis lurus mulai bagian terdekat hidung
menuju keluar mata
4) Menjaga ujung tabung salep tidak menyentuh mata bayi
5) Beri tahu keluarga untuk tidak menghapus salep
5. IMUNISASI
1) Pengertian imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak diimunisasi, berarti
diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten terhadap
suatu penyakit tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain. Imunisasi adalah
suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif
terhadap suatu penyakit, sehingga apabila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut
tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan (Kemenkes, 2015) ( 03Buku-Ajar-
Imunisasi-06-10-2015-small.pdf)
2) Jenis imunisasi
a. Vaksin hepatitis B (HB)
Vaksin HB pertama (monovalen) paling baik diberikan dalam waktu 12 jam
setelah lahir dan didahului pemberian suntikan vitamin K1 minimal 30 menit
sebelumnya. Jadwal pemberian vaksin HB monova- len adalah usia 0,1, dan 6
bulan. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan vaksin HB dan imunoglobulin
hepatitis B (HBIg) pada ekstremitas yang berbeda. Apabila diberikan HB
kombinasi dengan DTPw, maka jadwal pemberian pada usia 2, 3, dan 4 bulan.
Apabila vaksin HB kombinasi dengan DTPa, maka jadwal pemberian pada usia 2,
4, dan 6 bulan (IDAI, 2017) ( Jadwal Imunisasi 2017 Final (1).pdf)
Cara pemberian dan dosis:
1. Dosis 0,5 ml atau 1 (buah) HB PID, secara intramuskuler, sebaiknya pada
anterolateral paha.
2. Pemberian sebanyak 3 dosis.
3. Dosis pertama usia 0–7 hari, dosis berikutnya interval minimum 4
minggu (1 bulan)
Efek samping berupa reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan
pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan
dan biasanya hilang setelah 2 hari.
Penanganan Efek samping:
1. Orangtua dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak (ASI).
2. Jika demam, kenakan pakaian yang tipis.
3. Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin.
4. Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam (maksimal
6 kali dalam 24 jam).
5. Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat (Kemenkes,
2015). ( 03Buku-Ajar-Imunisasi-06-10-2015-small.pdf)
b. Vaksin Polio
Vaksin polio. Apabila lahir di rumah segera berikan OPV-0. Apabila lahir di sarana
kesehatan, OPV-0 diberikan saat bayi dipulangkan. Selanjutnya, untuk polio-1,
polio-2, polio-3, dan polio booster diberikan OPV atau IPV. Paling sedikit harus
mendapat satu dosis vaksin IPVbersamaan dengan pemberian OPV-3 (IDAI, 2017).
( Jadwal Imunisasi 2017 Final (1).pdf )
Vaksin Polio dan droplet
Vaksin Polio Trivalent yang terdiri dari suspensi virus poliomyelitis tipe 1, 2, dan
3 (strain Sabin) yang sudah dilemahkan.
Indikasi : Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap poliomielitis.
Cara pemberian dan dosis : Secara oral (melalui mulut), 1 dosis (dua tetes) sebanyak
4 kali (dosis) pemberian, dengan interval setiap dosis minimal 4 minggu.
Kontra indikasi : Pada individu yang menderita immune deficiency tidak ada efek
berbahaya yang timbul akibat pemberian polio pada anak yang sedang sakit.
Efek Samping : Sangat jarang terjadi reaksi sesudah imunisasi polio oral. Setelah
mendapat vaksin polio oral bayi boleh makan minum seperti biasa. Apabila muntah
dalam 30 menit segera diberi dosis ulang.
Penanganan efek samping : Orangtua tidak perlu melakukan tindakan apa pun.
Vaksin Inactive Polio Vaccine (IPV)
Bentuk suspensi injeksi.
Indikasi : Untuk pencegahan poliomyelitis pada bayi dan anak
immunocompromised, kontak di lingkungan keluarga dan pada individu di mana
vaksin polio oral menjadi kontra indikasi.
Cara pemberian dan dosis:
1. Disuntikkan secara intra muskular atau subkutan dalam, dengan dosis
pemberian 0,5 ml.
2. Dari usia 2 bulan, 3 suntikan berturut-turut 0,5 ml harus diberikan pada interval
satu atau dua bulan.
3. IPV dapat diberikan setelah usia bayi 6, 10, dan 14, sesuai dengan rekomendasi
dari WHO.
4. Bagi orang dewasa yang belum diimunisasi diberikan 2 suntikan berturut-turut
dengan interval satu atau dua bulan.
Kontra indikasi:
1. Sedang menderita demam, penyakit akut atau penyakit kronis progresif.
2. Hipersensitif pada saat pemberian vaksin ini sebelumnya.
3. Penyakit demam akibat infeksi akut: tunggu sampai sembuh.
4. Alergi terhadap Streptomycin.
Efek samping : Reaksi lokal pada tempat penyuntikan: nyeri, kemerahan, indurasi,
dan bengkak bisa terjadi dalam waktu 48 jam setelah penyuntikan dan bisa bertahan
selama satu atau dua hari.
Penanganan efek samping:
1. Orangtua dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak (ASI).
2. Jika demam, kenakan pakaian yang tipis.
3. Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin.
4. Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam (maksimal 6 kali
dalam 24 jam)
5. Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat (Kemenkes, 2015).
(03Buku-Ajar-Imunisasi-06-10-2015-small.pdf)
c. Vaksin BCG
Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum usia 3 bulan, optimal usia 2 bulan.
Apabila diberikan pada usia 3 bulan atau lebih, perlu dilakukan uji tuberkulin
terlebih dahulu (IDAI, 2017)
Indikasi : Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tuberkulosis.
Cara pemberian dan dosis:
1. Dosis pemberian: 0,05 ml, sebanyak 1 kali.
2. Disuntikkan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas (insertio musculus
deltoideus), dengan menggunakan ADS 0,05 ml.
Efek samping : 2–6 minggu setelah imunisasi BCG daerah bekas suntikan timbul
bisul kecil (papula) yang semakin membesar dan dapat terjadi ulserasi dalam waktu
2–4 bulan, kemudian menyembuh perlahan dengan menimbulkan jaringan parut
dengan diameter 2–10 mm.
Penanganan efek samping:
1. Apabila ulkus mengeluarkan cairan perlu dikompres dengan cairan antiseptik.
2. Apabila cairan bertambah banyak atau koreng semakin membesar anjurkan
orangtua membawa bayi ke ke tenaga kesehatan (Kemenkes, 2015).
d. Vaksin DPT
Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada usia 6 minggu. Dapat diberikan
vaksin DTPw atau DTPa atau kombinasi dengan vaksin lain. Apabila diberikan
vaksin DTPa maka interval mengikuti rekomendasi vaksin tersebut yaitu usia 2, 4,
dan 6 bulan. Untuk anak usia lebih dari 7 tahun diberikan vaksin Td atau Tdap.
Untuk DTP 6 dapat diberikan Td/Tdap pada usia 10-12 tahun dan booster Td
diberikan setiap 10 tahun (IDAI, 2017). (Jadwal Imunisasi 2017 Final (1).pdf)
Vaksin DTP-HB-Hib digunakan untuk pencegahan terhadap difteri, tetanus,
pertusis (batuk rejan), hepatitis B, dan infeksi Haemophilus influenzae tipe b secara
simultan.
Cara pemberian dan dosis:
a. Vaksin harus disuntikkan secara intramuskular pada anterolateral paha atas.
b. Satu dosis anak adalah 0,5 ml (Kemenkes, 2015).
(03Buku-Ajar-Imunisasi-06-10-2015-small.pdf)
6. PENCEGAHAN HIPOTERMI
Hipotermi adalah suhu tubuh bayi baru lahir yang tidak normal (<36ºC) pada
pengukuran suhu melalui aksila, dimana suhu tubuh bayi baru lahir normal adalah
36,5ºC-37,5ºC suhu aksila (Bustami dkk. 2019) (Asuhan Kebidanan pada Neonatus
edit.pdf)
Dalam buku Ajar Asuhan kebidanan pada Neonatus, Bayi dan Balita yang ditulis
oleh Bustami dkk pada tahun 2019 disebutkan bahwa tindakan preventif yang
dilakukan:
1) Menutup kepala bayi dengan topi
2) Pakaian yang kering
3) Diselimuti
4) Ruangan hangat (suhu kamar tidak kurang dari 25°C)
5) Bayi selalu dalam keadaan kering
6) Tidak menempatkan bayi di arah hembusan angin dari jendela/pintu/pendingin
ruangan.
Sebelum memandikan bayi perlu disiapkan baju, handuk, dan air hangat. Setelah
dimandikan, bayi segera dikeringkan dengan handuk dan dipakaikan baju
Penanganan Kebutuhan BBL dengan hipotermi
1) Bayi stres dingin: cari penyebabnya apakah popok yang basah, suhu pendingin ruangan
yang terlalu rendah, tubuh bayi basah, setelah mandi yang tidak segera dikeringkan atau
ada hal lain. Bila diketahui hal-hal ini maka segera atasi penyebabnya tersebut.
Untuk menghangatkan bayi dilakukan kontak kulit ke kulit antara bayi dan ibu sambil
disusui, dan ukur ulang suhu bayi setiap jam sampai suhunya normal. Bila suhunya tetap
tidak naik atau malah turun maka segera bawa ke dokter.
2) Bayi dengan suhu kurang dari 35,5°C mengalami kondisi berat yang harus segera
mendapat penanganan dokter. Sebelum dan selama dalam perjalanan ke fasilitas
kesehatan adalah terus memberikan air susu ibu (ASI) dan menjaga kehangatan. Tetap
memberikan ASI penting untuk mencegah agar kadar gula darah tidak turun.
3) Apabila bayi masih mampu menyusu, bayi disusui langsung ke payudara ibu.
Namun, bila bayi tidak mampu menyusu tapi masih mampu menelan, berikan ASI yang
diperah dengan sendok atau cangkir.
4) Menjaga bayi dalam keadaan hangat dilakukan dengan kontak kulit ke kulit, yaitu
melekatkan bayi di dada ibu sehingga kulit bayi menempel langsung pada kulit ibu, dan
ibu dan bayi berada dalam satu pakaian. Kepala bayi ditutup dengan topi.
(Bustami dkkk, 2019) Asuhan Kebidanan pada Neonatus edit.pdf
Kunci Jawaban: D
Pembahasan:
Rawat gabung adalah satu cara perawatan dimana ibu dan bayi yang baru dilahirkan
tidak dipisahkan, melainkan ditempatkan dalam sebuah ruangan, kamar atau tempat
bersama-sama selama 24 jam penuh seharinya, hal ini merupakan waktu yang baik bagi
ibu dan bayi saling berhubungan dan dapat memberikan kesempatan bagi keduanya
untuk pemberian ASI
2. Seorang bayi perempuan, lahir normal 2 menit yang lalu di PMB. Hasil pemeriksaan:
gerakan aktif, menangis kuat, warna kulit kemerahan.
Tindakan lanjutan apakah yang tepat pada kasus tersebut?
A. Memasang lampu sorot
B. Menutup kepala bayi
C. Mengeringkan tubuh bayi
D. Menjaga kehangatan bayi
E. Memberi Oksigen 2 L/menit
Kunci Jawaban: C
Pembahasan:
Mengeringkan tubuh bayi segera setelah bayi lahir adalah tindakan yang harus
dilakukan untuk tetap menjaga kehangatan bayi.
3. Seorang bayi laki-laki, lahir normal 10 jam yang lalu di PMB. Hasil anamnesis: lahir
normal, menangis spontan. Hasil pemeriksaan: KU Baik, BB 3000 g, PB 49 cm, FJ
150x/ menit, S 37º C, P 63x/ menit. Dilakukan perawatan bayi baru lahir.
Prinsip asuhan apakah yang paling penting pada kasus tersebut?
A. Memberikan ASI Eksklusif
B. Bayi dirawat bersama ibunya
C. Selalu menggunakan desinfektan
D. Selalu pakai alat pelindung diri lengkap
E. Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat bayi
Kunci Jawaban: B
Pembahasan:
Dengan rawat gabung maka pemberian ASI terlaksana sekaligus kondisi bayi terjaga.
4. Seorang bayi perempuan, lahir normal 6 jam yang lalu di Puskesmas. Hasil
pemeriksaan: KU Baik, BB 3000 g, PB 49 cm, FJ 150x/ menit, S 37º C, P 63x/ menit.
Bidan melanjutkan asuhan pada bayi.
Tindakan apakah untuk pencegahan infeksi bayi pada kasus tersebut?
A. Merawat dalam inkubator
B. Bidan harus sangat hati-hati dalam merawat bayi
C. Orang-orang dari luar ruangan bayi tidak boleh mendekat
D. Pakai sarung tangan saat merawat bayi yang sudah dimandikan
E. Memastikan semua orang yang memegang bayi sudah cuci tangan sebelumnya
Kunci Jawaban: E
Dengan memastikan setiap orang yang memegang bayi sudah cuci tangan sebelumnya
akan mencegah tangan yang mengandung bakteri menempel ke tubuh bayi sehingga
akan mencegah infeksi pada bayi.
5. Seorang bayi laki-laki, lahir spontan 6 jam yang lalu di PMB. Hasil anamnesis: bayi
lahir normal, menangis spontan. Hasil pemeriksaan: KU Baik, BB 3000 g, PB 49 cm,
FJ 150x/ menit, S 37º C, P 63x/ menit. Diberikan tetes mata eritromisin pada bayi.
Berapakah kosentrasi tetes mata yang tepat pada kasus tersebut?
A. 0,25%
B. 0,5%
C. 1%
D. 2%
E. 3%
Kunci Jawaban: D
Pembahasan: Untuk pencegahan penyakit mata karena klamidia (penyakit menular
seksual) perlu diberikan tetes mata pada jam pertama persalinan, yaitu tetes mata
eritromisin 0.5 % atau tetrasiklin 1 %.
F. Rangkuman
Selamat anda telah selesai mempelajari KB-3 tentang asuhan kebidanan bayi baru lahir
fisiologis. Berdasarkan uraian diatas maka rangkuman isi KB adalah sebagai berikut:
1. Inisiasi Menyusui Dini (IMD)
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah proses bayi mulai menyusu sendiri segera setelah
lahir setidaknya satu jam bahkan lebih hingga bayi berhasil menyusu sendiri . Definisi ini
kemudian digunakan sebagai acuan dalam menentukan keberhasilan pelaksanaan IMD
pasca persalinan (Novianti, 2018).
Bukti terkini menunjukkan bahwa kontak kulit-ke-kulit antara ibu dan bayi segera
setelah lahir membantu untuk memulai menyusui dini dan meningkatkan kemungkinan
pemberian ASI eksklusif untuk satu sampai empat bulan kehidupan serta durasi menyusui
secara keseluruhan. Bayi yang kontak kulit-ke-kulit lebih awal dengan ibu mereka juga
tampak lebih banyak berinteraksi dengan ibu mereka dan lebih jarang menangis (WHO,
2019).
2. BONDING ATTACHMENT
Bounding adalah suatu langkah untuk mengungkapkan perasaan areksi (kasih sayang)
oleh ibu kepada bayinya segera setelah lahir sedangkan attachment adalah interaksi antara
ibu dan bayi sepanjang waktu. Bounding attachment adalah kontak dini secara langsung
antara ibu dan bayi setelah proses persalinan, dimulai kala III sampai dengan post partum..
Bounding attachment bersifat unik, spesifik, dan bertahan lama. Ikatan orang tua terhadap
anak dapat terus berlanjut bahkan selamanya walau dipisah oleh jarak dan waktu, serta
tanda-tanda keberadaan secara fisik tidak terlihat (Katharina, 2016).
3. Antropometri
Lihat postur, tonus dan aktivitas Posisi tungkai dan lengan fleksi, Frekuensi napas
normal 40-60 kali dinding dada bawah ketika bayi sedang permenit, Lihat dan raba bagian
kepala, Lihat dan raba perut, Lihat punggung dan raba Kulit terlihat utuh, Lihat ekstremitas,
Lihat lubang anus, Lihat dan raba alat kelamin luar, Timbang bayi. Berat lahir 2,5-4 kg.
Mengukur panjang dan lingkar Panjang lahir normal 48-52 cm. kepala bayi : Lingkar kepala
normal 33-37 cm. Reflek pada bayi baru lahir
4. Pemberian Salep Mata
Pemberian salep mata pada bayi baru lahir berfungsi sebagai profilaksasi yang bertujuan
untuk mencegah infeksi pada mata. Salep mata diberikan segera setelah IMD dan bayi selesai
menyusui sebaiknya 1 jam setelah lahir.
5. Imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak diimunisasi, berarti
diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten terhadap suatu
penyakit tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain. Imunisasi adalah suatu upaya
untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit,
sehingga apabila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya
mengalami sakit ringan
6. Pencegahan Hipotermi
Hipotermi adalah suhu tubuh bayi baru lahir yang tidak normal (<36ºC) pada
pengukuran suhu melalui aksila, dimana suhu tubuh bayi baru lahir normal adalah
36,5ºC-37,5ºC suhu aksila.Tindakan preventif yang dilakukan: Menutup kepala bayi
dengan topi, Pakaian yang kering, Diselimuti, Ruangan hangat (suhu kamar tidak kurang
dari 25°C), Bayi selalu dalam keadaan kering, Tidak menempatkan bayi di arah hembusan
angin dari jendela/pintu/pendingin ruangan.
KB-4
ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN BAYI BARU LAHIR
A. Pokok-Pokok Materi
Setelah mempelajari KB I, Anda diharapkan dapat memahami tentang asuhan
kebidanan kegawatdaruratan bayi baru lahir dengan benar. Secara khusus anda
diharapkan dapat menjelaskan tentang :
a. Asfiksia
b. BBLR
c. Jejas Persalinan
d. Cacat bawaan/kelainan kongenital
B. Uraian Materi
1. Asfiksia
a. Pengertian
Asfiksia atau mati lemas adalah suatu keadaan berupa berkurangnya kadar
oksigen (O2) dan berlebihnya kadar karbon dioksida (CO2) secara bersamaan dalam
darah dan jaringan tubuh akibat gangguan pertukaran antara oksigen (udara) dalam
alveoli paru-paru dengan karbon dioksida dalam darah kapiler paru-paru. Kekurangan
oksigen disebut hipoksia dan kelebihan karbon dioksida disebut hiperkapnia (Jamil
et.,al 2017).
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat
bernafas secara spontan, teratur dan adekuat. Asfiksia neonatorum adalah kegagalan
bernafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang
ditandai dengan keadaan PaO2 didalam darah rendah (hipoksemia), hiperkarbia
(PaCO2 meningkat) dan asedosis (Indah dan Apriliana, 2016).
Asfiksia adalah kegagalan napas spontan dan teratur pada saat atau beberapa
saat setelah lahir. Asfiksia dapat menimbulkan komplikasi jangka pendek ataupun
jangka panjang yang berbahaya bagi pertumbuhan dan perkembangan neonatus. Salah
satu intervensi pilihan adalah terapi hipotermia yang lebih baik dilakukan dalam
kurang dari 6 jam setelah kejadian. Prosedur dilakukan melalui 2 tahap, yaitu
hipotermia dan rewarming, yang masing-masing membutuhkan langkah dan perlakuan
berbeda. Terapi hipotermia juga dapat menimbulkan beberapa efek samping terkait
penurunan suhu tubuh (Gilberta, 2020).
b. Penyebab
Etiologi asfiksia neonatorum adalah hipoksia janin yang terjadi karena
gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu kejanin sehingga terdapat
gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2. Gangguan ini dapat
berlangsung secara menahun akibat kondisi atau kelainan ibu selama hamil (seperti;
gizi buruk, anemia, hipertensi, penyakit jantung dan lain-lain), atau secara mendadak
karena hal–hal yang diderita ibu dalam persalinan (Indah dan Apriliana, 2016).
c. Tanda dan Gejala
Tanda dan Gejala asfiksia neonatorum adalah tidak bernaf asatau bernafas
megap–megap, warna kulit kebiruan, kejang dan penurunan kesadaran. Penilaian
asfiksia dapat menggunakan skor APGAR. Skor APGAR dinilai dari 5 item yaitu
appereance, pulse, grimace, activity dan respiration. Efek dari asfiksia neonatorum
mulai dari kerusakan fungsi organ, ganguan motorik, retardasi mental bahkan kematian
(Indah dan Apriliana, 2016).
Menurut Jamil dkk (2017) tanda dan gejala asfiksia adalah
a. Hipoksia
b. RR> 60 x/mnt atau < 30 x/mnt
c. Napas megap-megap/gasping sampai dapat terjadi henti napas
d. Bradikardia
e. Tonus otot berkurang
f. Warna kulit sianotik/pucat
d. Klasifikasi
Menurut Jamil dkk (2017) adalah :
a. “Vigorous Baby”
Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
b. “Mild Moderate asphyksia” /asphyksia sedang
Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari
100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
1. Asfiksia ringan-sedang(nilai apgar 4-6)
2. Di sini dapat dicoba melakukan rangsangan untuk menimbulkan reflek
pernapasan. Hai ini dapat dikerjakan selama 30-60 detik setelah penilaian
menurut apgar 1 menit. Bila dalam waktu tersebut pernapasan tidak timbul,
pernapasan buatan harus segera dimulai.
c. Asphyksia berat
Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari
100 x permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek
iritabilitas tidak ada. Pada asphyksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung
fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi
jantung menghilang post partum, pemeriksaan fisik sama pada asphyksia berat.
1. Aspiksia berat (nilai apgar 0-3)
2. Resusitasi aktif dalam keadaan ini harus segera dilakukan. Langkah utama
ialah memperbaiki ventilasi paru-paru dengan memberikan O2 secara tekanan
langsung dan berulang-ulang.
e. Tatalaksana
Terapi hipotermia dapat digunakan pada asfiksia neonatus yang memenuhi
criteria indikasi dan eligibilitas. Terapi harus diinisiasi dalam 6 jam pasca-kelahiran.
Proses dua tahap, yaitu hipotermia dan rewarming, masing-masing membutuhkan
teknik berbeda. Meskipun bermanfaat, terapi ini dapat memberikan efek samping.
Follow-up penting, terutama dalam jangka panjang dan melibatkan beberapa disiplin
ilmu (Gilberta, 2020)
2. BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR)
1) Pengertian
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan salah satu komplikasi pada bayi
yang bila tidak ditangani secara benar dapat menyebabkan kematian. Penyebab dari
bayi yang lahir dengan berat badan rendah hingga saat ini belum diketahui namun dari
banyak kasus penyakit ibu, aktivitas ibu, dan status soaial ibu termasuk komplikasi
pada saat hamil berhubungan dengan kejadian BBLR (Jamil et.,al, 2017).
Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang mempunyai berat
badan lahir kurang dari 2500 gam. Bayi dengan BBLR memiliki risiko kematian 20
kali lebih besar dibandingkan bayi dengan berat badan normal. Selain itu, bayi BBLR
terutama Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR) memiliki risiko yang lebih besar
terhadap kelainan kognitif, gangguan perilaku, gangguan tumbuh kembang, serta
gangguan neurodevelopmental. Untuk mengoptimalkan tumbuh kembang pada bayi
BBLR serta mencegah dampak yang buruk di masa yang akan datang, maka hal yang
terpenting adalah pemberian nutrisi yang adekuat untuk meningkatkan pertumbuhan
bayi. Hal ini berhubungan dengan pemberian nutrisi yang tepat secara dini, dimulai
sejak di Neonatal Intensive Care Unit (NICU). Nutrisi yang tepat adalah pemberian
Air Susu Ibu (ASI), susu formula BBLR, dan nutrisi parenteral lainnya. Pemberian
ASI sangat bermanfaat karena mengandung nutrisi penting seperti long chain
polyunsaturated fatty acid (LC-PUFA) dan faktor neurotropik lainnya. Susu formula
khusus BBLR memiliki kandungan energi 24 kkal/oz,protein 2,2 g/100 mL, Lemak 4,5
g/100 mL,karbohidrat 8,5 g/100 mL,kalsium 730 mEq/L.Nutrisi parenteral dini secara
seimbang dan lengkap dapat mencegah kegagalan pertumbuhan dan memungkinkan
hasil tumbuh kembang jangka panjang yang lebih baik.Selain energi, protein
merupakan kekuatan pendorong untuk pertumbuhan dan perkembangan otak, asupan
dini asam amino tinggi harus didampingi dengan emulsi lipid intravena, yaitu sumber
kaya energi untuk penggunaan protein. Pemberian suplemen zat besi juga dapat
mengoptimalkan tumbuh kembang bayi (Anggraini dan Septira, 2016).
2) Tanda dan Gejala
Berat badan lahir rendah adalah Bayi baru lahir dengan berat badan lahir kurang dari
2500 gram. Menurut Jamil dkk (2017) beratnya dibedakan menjadi :
g. Bayi berat lahir rendah (BBLR) berat lahir 1500 - 2500 gram
h. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) berat lahir 1000 - 1500 gram
i. Bayi berat lahir ekstrem rendah (BBLER) berat lahir < 1000 gram
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu :
a. Bayi Prematur (SMK), dalam hal ini terdapat derajat prematuritas, menurut Usher
digolongkan menjadi 3 kelompok : Bayi sangat prematur (extremely premature):
24-30 minggu, Bayi prematur sedang (moderately premature) 31-36 minggu,
Bordeline premature : 37-38 minggu. Bayi ini mempunyai sifat premature dan
mature.
b. Bayi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK)
3) Tatalaksana
Bayi dengan BBLR adalah bayi yang mempunyai berat badan lahir kurang dari 2500
gram. Tatalaksana untuk bayi BBLR harus dilakukan sedini mungkin sejak bayi masih
berada di NICU. Hal terpenting dalam perawatan dini bayi BBLR di NICU adalah
pemberian nutrisi yang adekuat sehingga terjadi peningkatan berat badan pada bayi
BBLR. Besarnya energi tambahan yang dibutuhkan untuk mengejar pertumbuhan
adalah 90-100 kkal/kg/hari. Pemberian nutrisi untuk mengejar pertumbuhan bayi
BBLR dapat dilakukan dengan pemberian ASI, susu formula BBLR, dan nutrisi
parenteral. Pemberian nutrisi parenteral yang dapat diberikan adalah glukosa, protein,
lipid, dan zat besi. Setelah pemberian nutrisi parenteral selesai untuk membantu
meningkatkan nutrisi-nutrisi yang dibutuhkan maka diberikan ASI terfortifikasi
sebagai ASI tambahan (Anggraini dan Septira, 2016)
3.JEJAS PERSALINAN
Uraian materi
Pengertian
Jejas persalinan adalah trauma pada bayi yang diakibatkan oleh proses persalinan.
Selanjutanya marilah belajar tentang macam-macam jejas persalinan (Setiyani, 2016
Documents\Asuhan-Kebidanan-Neonatus-Bayi-Balita-dan-Apras-
Komprehensif_2.pdf).
Macam-macam jejas persalinan
1. Caput Succedaneum
a. Pengertian caput succedaneum
Jenis pembengkakan edema pada kulit kepala yang sangat umum terjadi
setelah persalinan pervaginam berupa kumpulan cairan ekstra-periosteal
subkutan, yang disebabkan oleh adanya kompresi. Edema lunak dan
superfisial, dan tidak mengenai periosteum (Freud dalam Rabelo, 2017)
https://www.scielo.br/scielo.php?pid=S0004-
282X2017000300180&script=sci_arttext
Dalam kata lain disebut juga dengan pembengkakan jaringan lunak kepala
yang dapat melampaui sutura tengah Benjolan yang difus di kepala, terletak
pada presentasi kepala pada waktu bayi lahir terjadinya edema di bawah kulit
kepala bayi sebagai akibat pengeluaran cairan serum dari pembuluh darah.
Menghilang dalam 2-4 hari setelah kelahiran. Tidak diperlukan pengobatan,
karena edema akan hilang dalam beberapa hari.
b. Faktor predisposisi
Persalinan dengan partus lama, partus dengan tindakan Sekunder dari
tekanan uterus atau dinding vagina.
c. Penatalaksanaan
a) Bayi dirawat seperti pada perawatan bayi normal
b) Obs. Keadaan umum bayi
c) Pemberian ASI adekuat
d) Cegah terjadinya infeksi
d. Pengkajian
a. Identitas : terjadi pada bayi baru lahir
b. Keluhan utama : adanya benjolan di kepala
c. Riwayat persalinan : partus lama, partus dengan tindakan (vacum
ekstraksi)
d. Pemeriksaan Fisik :
Pada perabaan kepala terdapat benjolan yang teraba lembut dan
lunak
Benjolan terletak di luar periosteum hingga melampaui sutura,
kadang- kadang disertai moulage
e. Diagnosa :
Caput succedaneum
f. Masalah :
Kecemasan orang tua
g. Planning
• Tidak diperlukan terapi à rawat bayi spt pada perawatan bayi normal
• Lakukan obs. TTV
2. Cephal Haematom
a. Pengertian cephalhematoma
Cephalhematoma pada neonatus terjadi karena perdarahan di lapisan
subperiosteal kulit kepala dan sering terjadi di daerah parietal. Keadaan ini
sering dikaitkan dengan persalinan traumatis seperti persalinan per vaginam
yang dibantu menggunakan forsep atau ekstraksi vakum meskipun dapat
dilihat bahkan setelah persalinan normal (Liu L, 2016). Biasanya ditemukan
pada <1% bayi baru lahir dan biasanya sembuh secara spontan dalam waktu
satu bulan (Daglioglu E, 2010 Documents\pdf_JTN_727.pdf).
b. Faktor Predisposisi
a) Tekanan jalan lahir yang terlalu lama pada kepala saat persalinan
b) Moulage terlalu keras
c) Partus dengan tind à forcep, vacum ekstraksi
c. Komplikasi
Ikterus, Anemia, Infeksi, Kalsifikasi mungkin bertahan selama > 1 tahun.
d. Pengkajian
Subyektif :
a) Identitas:
Terjadi pada BBL terutama nampak jelas pada beberapa hari setelah
lahir (6-8 jam)
b) Keluhan :
Benjolan di kepala bayi beberapa jam setelah lahir
Obyektif
a) Benjolan pada kepala bayi, biasanya pada daerah tl parietal, oksipital
b) Berkembang secara bertahap dalam waktu 12-72 jam
c) Pembengkakan kepala berbentuk benjolan difus
d) Berbatas tegas, tidak melampaui batas sutura
e) Perabaan à mula-mula keras lama-kelamaan lunak
f) Pada daerah pembengkakan terdapat pitting oedem
g) Sifat timbulnya perlahan, benjolan tampak jelas setelah 6-8 jam setelah
lahir
h) Bersifat soliter/multiple
i) Anemi, hiperbilirubin bila gangguan meluas
j) Jarang menimbulkan perdarahan masif yang memerlukan transfusi,
kecuali bayi yang mempunyai gangguan pembekuan
k) Pemeriksaan radiologi : bila ada indikasi à gangguan SSP, benjolan
terlalu besar
e. Diagnosa :
Cephalhematoma
Masalah : kecemasan orang tua Planning
a) Prinsip intervensi = caput
b) Rawat bayi seperti bayi normal à bila tidak ada komplkasi lanjut (fraktur
tengkorak)
c) Observasi ketat untuk mendeteksi perkembangan
d) Pantau hematokrit, pantau adanya hiperbilirubin
e) Berikan ASI secara adekuat
f) Cegah ineksi à Bila ada permukaan benjolan yang mengalami luka à jaga
luka tetap kering dan bersih
g) Rujuk à bila ada fraktur tl tengkorak, cefalhematom yang yerlalu besar
h) Bila tidak ada komplikasi à tanpa pengobatan khusus akan sembuh /
mengalami resolusi dalam 2 – 8 minggu.
3. Fraktur Klavikula
Patahnya tulang Clavikula pada saat persalinan, biasanya kesulitan melahirkan
bahu pada letak kapala dan melahirkan lengan pada presentasi bokong (Dainty,
2018)
a. Faktor Predisposisi
a) Persalinan letak kepala yang mengalami kesulitan saat melahirkan
b) Lahir letak sungsang dengan tangan menjungkit ke atas
b. Pengkajian
a) Subyektif
Rewel, Malas minum, Susah tidur
b) Obyektif
Gerakan tangan kanan dan kiri tidak sama
Gerakan pasif pada tangan yang sakit
Deformitas pada tulangl klavikula yang sakit
Reflek moro asimetris
Bayi menangis pada perabaan tulang Klavikula
Adanya krepitasi dan perubahan warna kulit di tempat yang sakit
c. Diagnosa :
Suspek Fraktur clavikula
Masalah :
gangguan rasa nyaman (nyeri)
d. Planning
a) Immobilisasi lengan untuk menurangi rasa sakit dan mempercepat
pembentukan kalus
b) Rawat bayi dengan hati-hati
c) Nutrisi yang adekuat (pemberian ASI yang adekuat) à ajarkan cara
pemberian : disusui dengan posisi tidur, dengan sendok, dengan pipet.
d) Rujuk à lengan difiksasi pada tubuh anak dalam posisi abduksi 60 derajat
dan fleksi pergelangan siku 90 derajat. Umumnya dalam waktu7-10 hari
rasa sakit telah berkurang dan pembentukan.
4.KELAINAN KONGENITAL
Menurut WHO, kelainan bawaan adalah kelainan struktural atau fungsional, termasuk
gangguan metabolik, yang ditemukan sejak lahir (Kemenkes RI, 2015 infodatin kelainan
bawaan.pdf). Menurut ICD-10, kelainan bawaan diklasikasikan menjadi 11 kelompok,
yaitu
kelainan bawaan pada:
1. Sistem saraf;
2. Organ mata, telinga, wajah, dan leher;
3. Sistem peredaran darah;
4. Sistem pernapasan;
5. Celah bibir dan celah langit-langit;
6. Sistem pencernaan;
7. Organ reproduksi;
8. Saluran kemih;
9. Sistem otot dan rangka;
10. Kelainan bawaan lainnya; dan
11. Kelainan yang disebabkan oleh kromosom yang abnormal.
Kelainan bawaan dapat diidentifikasi pada sebelum kelahiran, saat lahir, maupun di
kemudian hari setelah bayi lahir. Kelainan bawaan dapat mempengaruhi bentuk organ,
fungsi organ, maupun keduanya. Kelainan bawaan pada bayi bervariasi dari tingkat ringan
hingga berat. Kesehatan dan kemampuan bertahan bayi dengan kelainan bawaan
bergantung pada bagian organ tubuh yang mengalami kelainan.
Macam-macam kelainan kongenital:
A. Hipospedia
1. Defenisi
Hipospedia merupakan suatu cacat bawaan dimana lubang uretra tidak terletak pada
tempatnya (Maryanti, 2011). Bentuk hipospadia yang lebih berat terjadi jika lubang
uretra terdapat di tengah batang penis atau pada pangkal penis dan kadang pada
skrotum atau di bawah skrotum. Kelainan ini seringkali berhubungan dengan kordi
atau suatu jaringan fibrosa yang kencang, yang menyebabkan penis melengkung ke
bawah pada saat ereksi. Jika tidak diobati, mungkin akan terjadi kesulitan dalam
pelatihan berkemih pada anak dan gangguan berhubungan seksual pada saat dewasa
(Maryanti, 2011).
2. Etiologi
Etiologi belum dapat di jelaskan, namun teori yang berkembang karena kelainan
hormonal. Teori lain mengungkapkan kelainan ini di sebabkan oleh penghentian
prematur perkembangan sel-sel penghasil adrogen terhenti yang mengakibatkan
maskulinisasi inkomplit dari alat kelamin luar. Proses ini menyebabkan gangguan
pembentukan uretra, sehingga saluran ini berujung sepanjang garis tengah penis
tergantung saat terjadinga gangguan hormonal. Semakin dini terjadi gangguan
hormonal, maka lubang kencing abnormal akan bermuara ke pangkal (Maryanti,
2011).
3. Penatalaksanaan
a. Subyektif
Informasi dari ibu riwayat kesehatan selama hamil dan faktor etiologi tidak
langsung kelainan bawaan seperti : faktor infeksi, mekanik, obat, usia ibu,
hormonal, radiasi dan gizi.
b. Obyektif
1) Lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi di bawah atau di dasar
penis.
2) Penis melengkung kebawah
3) Kadang terjadi keluhan berkemih
c. Assessment
neonatus dengan hipospasia.
d. Planning
1) Beri penjelasan pada keluarga tentang keadaan neonatus
2) Beri support pada keluarga untuk menerima keadaan neonatus
e. terapi lainnya
1) Pada bayi : di lakukan tindakan kordektomi
2) Pada usia 2-4 tahun : dilakukan rekonstruksi uretra.
3) Jika neonatus memiliki mikro penis, maka akan mendapatkan terapi hormonal
sampai ukuran penis sesuai.
4) Operasi sebaiknya telah tuntas sebelum penderita masuk sekolah (Maryanti,
2011).
B. Atresia Duodenum
1. Defenisi
Atresia duodenum adalah defek di mana duodenum, bagian pertama usus halus,
tidak berkembang dengan sempurna. Suatu bagian duodenum tertutup sehingga
makanan dan cairan tidak dapat masuk. Bagian duodenum yang tertutup biasanya
adalah ampula vateri. Kondisi ini sering berhubungan dengan defek kongenital
yang lain (Saputra, 2014 ).
2. Etiologi
Penyebab utama atresia duodenum belum diketahui. Namun, secara umum atresia
duodenum diakibatkan oleh kegagalan rekanalisasi setelah tahap “ solid cord ” dari
pertumbuhan usus proksimal ( Saputra, 2014 ).
3. Manifestasi klinis
Gambaran klinis yang di jumpai pada bayi dengan atresia duodenum antara lain :
a. Mengalami muntah pada awal terjadinya atresia duodenum, biasanya pada hari
pertama atau kedua postnatal
b. Polihidramnion terlihat pada 50 % bayi dengan atresia duodenum
c. Berat badan menurun atau sukar bertambah
d. Perut kembung di daerah epigastrum pada 24 jam atau sesudahnya
e. Pada foto polos dalam posisi tegak akan tampak gambaran pelebaran lambung
dan bagian proksimal duodenum, tanpa adanya udara di bagian usus lain
(Saputra, 2014 ).
4. Penataklasanaan:
Sebuah selang digunakan untuk mendekompresi lambung. Dehidrasi dan
ketidakseimbangan elektrolit diperbaiki dengan memberikan cairan secara IV.
Evaluasi kelainan kongenital lain perlu dilakukan.
Pembedahan untuk memperbaiki sumbatan duodenal diindikasikan untuk semua
bayi yang mengalami kelainan ini karena malformasi ini dapat diperbaiki dengan
sempurna. Namun, jika ada kondisi yang mengancam jiwa, operasi ini dapat
ditunda. Dapatkan informed consent dari orangtua sebelum melakukan rujukan atau
pembedan ( Saputra, 2014 ).
C. Spina Bifida
1. Defenisi
Spina bifida adalah defek kongenital yang ditandai dengan penutupan kanal
neural yang tidak komplit dan biasanya di regio lumbosakralis (Brooker,2008).
Spina bifida dapat menyebabkan gangguan fisik dan intelektual yang bervariasi dari
ringan hingga berat. Tingkat keparahan tergantung pada ukuran dan lokasi lubang
pada tulang belakang serta bagian medula spinalis dan saraf yang terkena
(Saputra,2014)
2. Klasifikasi:
a. Spina bifida okulta
Spina bilfida okulta merupakan jenis spina bifida yang paling ringan. Pada
kondisi ini, penutupan dengan meninges tidak terpajan dipermukaan kulit.
Medula spinalis dan sarafnya biasanyanormal. Defek ini secara eksternal sering
ditandai dengan perubahan warna kulit, hemangioma, tumpukan rambut atau
lipoma yang dapat meluas ke kanal spinalis. Sering kali spinal bifida okulta
tidak diketahui hingga akhir masa kanak-kanak atau awal masa dewasa. Tipe
spina bifida ini biasanya tidak menyebabkan gangguan(Saputra,2014).
b. Meningokel
Meningokel adalah tipe spinal bifida dimana kantung cairan muncul dari lubang
pada punggung bayi. Namun, medula spinalis tidak terdapat pada kandung
tersebut. Biasanya kondisi ini menyebabkan sedikit kerusakan saraf, tetapi bisa
juga tidak menyebabkan kerusakan saraf. Meningokel ini dapat menyebabkan
gangguan kecil.
c. Mielomeningokel
Mielomeningokel adalah tipe spina bifida yang paling serius. Pasa kondisi ini,
kantung cairan muncul dari lubang pada punggung bayi. Sebagian medula
spinalis dan saraf terdapat dalam kantung tersebut dan rusak. Mielomeningokel
merupakan tipe spina bifida yang lebih sring terjadi dan lebih serius. Biasanya
terletak pada daerah lumbolasakral.
Penyebab pasti spina bifida tidak diketahui, predisposisi genetik mungkin ada.
3. Etiologi
Risiko gangguan ini menigkat pada defesiensi asam folat maternal. Dengan
demikian, semua wanita yang hamil atau sedang merencanakan untuk hamil
dianjurkan untuk mulai medapat suplemen vitamin asam folat minimal tiga bulan
sebelum konsepsi (Saputra,2014).
4. Gambaran Klinis
a. Spina bifida okulta
Spina bifida okulta dapat tanpa gejala atau berkaitan dengan:
1) Pertumbuhan rambut yang terjaddi di sepanjang spina
2) Lekukan digaris tenga, biasanya didaerah lumbosakral.
3) Abnormalitas gaya berjalan atau kaki.
4) Kontrol kandung kemih yang tidak baik.
b. Meningokel
Meningokel dapat tanpa gejala atau berkaitan dengan :
1) Tonjolan mirip kantung pada meninges dan cairan serebrospinal dari
punggung.
2) Club foot
3) Gangguan gaya berjalan akibat masalah neurologis ekstermitas bawah (
jarang terjadi )
4) Inkontenensia kandung kemih akibat defidit neurologis parsial.
5) Hidrosefalus jarang terjadi.
c. Mielomeningokel
Mielomeningokel kemih dan usus akan lumpuh dan tidak sensitif.
5. Penatalaksanaan:
Tujuan dari pengobatan awal spina bifida adalah mengurangi kerusakan saraf,
meminimalkan komplikasi (misalnya infeksi) serta membantu keluarga dalam
menghadapi kelainan ini. Spina bifida okulta umumnya tidak membutuhkan
pengobatan. Namun, meningokel dan mieolomeningokel membutuhkan
pembedahan untuk menutup lubang yang terbentuk. Sebelum melakukan
pembedahan, dilakukan penilaian potensi bayi dengan pemeriksaan secara lengkap
dan tepat segera setelah bayi lahir untuk menentukan luasnya defidit neurologik,
ada tidaknya hidrosefalus, luasnya deformitas lubang belakang, dan adanya
kelainan kongenital yang lain. Seksio Caesarea terencana sebelum mulainya
persalinan penting dilakukan untuk mengurangi kerusakan neurologik yang terjadi
pada bayi dengan defek medula spinalis (Saputra,2014).
D. Hidrosefalus
1. Definisi
Hidrosefalus (kepala-air, istilah yang berasal dari bahasa Yunani: "hydro" yang
berarti air dan "cephalus" yang berarti kepala; sehingga kondisi ini sering dikenal
dengan "kepala air"). Suatu keadaan dimana terdapat timbunan likuar
serebrospinalis yang berlebihan dalam ventrikel-ventrikel dan ruang subarakhnoid
yang disertai dengan kenaikan tekanan intrakranial) (Setiyani, 2016).
2. Tanda-tanda
a. Ukuran Kepala lebih besar dibandingkan tubuh
b. Ubun-ubun besar melebar dan tidak menutup pada waktunya, teraba tegang
atau menonjol
c. Adanya pembesaran tengkorak dan terjadi sebelum sutura menutup
d. Kulit kepala menipis dengan disertai pelebaran vena pada kepala
e. Bola mata terdorong kebawah sehingga sklera tampak di atas iris seakan-akan
terlihat seperti matahari terbenam ”sunset sign”
f. Terdapat tanda “ cracked pot sign “ yaitu bunyi pot kembang yang retak pada
saat dilakukan perkusi kepala
g. Anak sering menangis merintih menjadi cepat terangsang, hilang nafsu makan,
tonus otot diseluruh tubuh kurang baik, tubuh kurus dan perkembangan
menjadi terhambat.
3. Diagnosis
a. Pemeriksaan fisik, gambaran klinik yang samar-samar
b. Pemeriksaan CT tidak scan dan MRI dapat menunjukan ukuran ventrikel dan
mengindikasikan letak obstruksi. CT scan merupakan cara aman yang dapat
diandalkan untuk membedakan hidrosefalus dari penyakit lain yang juga
menyebabkan pembesaran kepala abnormal.
c. Pemeriksaan fisik, gambaran klinik yang samar-samar
4. Penatalaksanaan
a. Melakukan pengukuran lingkar kepala secara rutin untuk mengetahui
perubahan ukuran kepala sekecil mungkin.
b. Pada beberapa anak dengan keadaan yang semakin melemah serta hilangnya
nafsu makan memerlukan asupan nutrisi dengan memasang NGT
c. Memberikan lingkungan yang nyaman tidak bising karena anak ini mudah
terangsang oleh suara akibat kelemahan kondisinya.
d. Memberitahu keluarga supaya terus menjaga kebersihan saat kontak dengan
anak, menjaga kebersihan lingkungan sekitar anak karena anak dengan
hidrosefalus mudah terinfeksi
e. Segera bekerjasama dengan dokter / rujuk di RS untuk mendapatkan
pengobatan lebih lanjut. Karena kelainan ini memerlukan tindakan operatif
(Setiyani, 2016).
G. Soal dan pembahasan
1. Seorang bayi perempuan, lahir 2 menit yang lalu di PMB. Hasil anamnesis: lahir
dengan lilitan tali pusat erat, cukup bulan, tidak langsung menangis. Hasil
pemeriksaan: S 36°C, FJ 80 x/ menit, P 70 x/menit megap-megap, bayi tampak pucat
kebiruan, lemas, gerakan otot lemah.
Tindakan apakah yang paling tepat pada kasus tersebut?
A. Melakukan VTP
B. Menhangatkan bayi
C. Memberikan oksigen
D. Mengeringkan tubuh bayi
E. Melakukan penghisapan lendir
Kunci jawaban: A
Tindakan ventilasi Tekanan Positif (VTP) pada bayi baru lahir yang tidak langsung
menangis merupakan upaya paling tepat untuk mencegah asfiksia berat.
2. Seorang bayi laki-laki, lahir normal 6 jam yang lalu di PMB. Hasil anamnesis: cukup
bulan, lahir langsung menangis. Hasil pemeriksaan: KU baik, S 36°C, FJ 80 x/ menit,
P 70 x/menit. BB 3400 g, PB 50 cm, penis melengkung ke bawah dan lubang uretra
terdapat pada pangkal penis.
Diagnosis apakah yang paling mungkin pada kasus tersebut?
A. Hypospadia
B. Ecyspadia
C. Epyspadia
D. Fimosis
E. Paramosis
Kunci jawaban: A
Hipospadia adalah salah satu kelainan bawaan dimana lubang uretra berada di bagian
bawah organ (penis). Penis mungkin bengkok ke bawah pada bayi, dan bayi mungkin
menyemprot saat kencing. Kondisi ini biasanya memerlukan operasi perbaikan untuk
memulihkan aliran urine yang benar. Hal ini biasanya dilakukan sebelum usia 18
bulan.
3. Seorang bayi laki-laki, lahir normal 2 jam yang lalu di PMB. Hasil anamnesis: cukup
bulan, tidak langsung menangis. Hasil pemeriksaan: KU baik, S 36°C, FJ 80 x/ menit,
P 40 x/menit, reflek gerak sedikit, tubuh dan ekstremitas kemerahan, tonus otot fleksi
pada ekstremitas, bayi menangis lemah.
Diagnosis potensial apakah yang paling mungkin pada kasus tersebut?
A. Hypoglikemi
B. Hyperglikemi
C. Hiperbilirubinemi
D. Hipotermi
A. Hipertermi
Kunci jawaban: D
Hipotermia adalah kondisi saat suhu tubuh kurang dari 36,5° Celsius. Suhu tubuh ini
termasuk rendah sebab suhu tubuh normal untuk bayi adalah 36,6-37° Celsius.
4. Seorang bayi laki-laki, lahir 1 jam yang lalu di RS dengan riwayat partus lama.
Berdasarkan hasil pemeriksaan terdapat pembekakan di kepala bayi, dengan batas
tidak jelas dan pada perabaan lunak
Pendidikan kesehatan apakah yang sesuai kepada orangtua bayi pada kasus
tersebut?
A. Bayi tidak boleh diangkat dari tempat tidur
B. Beritahu untuk memijat bengkak di kepala bayi secara rutin
C. Bayi perlu diberi therapi antibiotik untuk mencegah infeksi
D. Beritahu untuk mengkompres bengkak di kepala bayi dengan air hangat
E. Beritahu bahwa bengkak di kepala bayi akan hilang 2-4 hari
Kunci jawaban: E
Caput suksedaneum adalah pembengkakan difus jaringan lunak kepala yang dapat
melampaui sutura garis tengah. Penyebabnya karena adanya tekanan pada kepala oleh
jalan lahir, partus lama dan persalinan dengan vakum ekstraksi. Kelainan ini sebagai
akibat sekunder dari tekanan uterus atau dinding vagina pada kepala bayi sebatas
caput. Keadaan ini dapat pula terjadi pada kelahiran spontan dan biasanya menghilang
dalam 2-4 hari setelah lahir.
5. Seorang bayi laki-laki, lahir 6 jam yang lalu di RS dengan distocia bahu. Hasil
anamnesis: bayi cukup bulan, lahir tidak langsung menangis. Hasil pemeriksaan: KU
lemah, BB 4000 g, PB 50cm, S 37°C, FJ 80 x/ menit, P 40 x/menit, menangis lemah,
reflek moro negative dan terlihat warna kulit kebiruan di sekitar lengan kiri.
Diagnosis apakah yang paling mungkin pada kasus tersebut?
A. Fraktur Humerus
B. Fraktur Clavicula
C. Fraktur Femur
D. Fraktur Cubiti
E. Fraktur Skapula
Kunci jawaban: B
Fraktur klavikula sering terjadi akibat distocia bahu karena bayi besar. Tidak adanya
reflek moro pada area yang terkena merupakan tanda awal yang dapat dikenali oleh
penolong persalinan.
H. Rangkuman
1. Asfiksia
Asfiksia adalah suatu keadaan berupa berkurangnya kadar oksigen (O2) dan
berlebihnya kadar karbon dioksida (CO2) secara bersamaan dalam darah dan jaringan
tubuh akibat gangguan pertukaran antara oksigen (udara) dalam alveoli paru-paru
dengan karbon dioksida dalam darah kapiler paru-paru.
2. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan salah satu komplikasi pada
bayi yang bila tidak ditangani secara benar dapat menyebabkan kematian. Penyebab
dari bayi yang lahir dengan berat badan rendah hingga saat ini belum diketahui namun
dari banyak kasus penyakit ibu, aktivitas ibu, dan status soaial ibu termasuk komplikasi
pada saat hamil berhubungan dengan kejadian BBLR
3. Jejas Persalinan
Jejas persalinan adalah trauma pada bayi yang diakibatkan oleh proses persalinan.
Selanjutanya marilah belajar tentang macam-macam jejas persalinan. Macam-macam
jejas persalinan : Caput Succedaneum , Cephal Haematom, Fraktur Klavikula
4. Kelainan Kongenital
Menurut WHO, kelainan bawaan adalah kelainan struktural atau fungsional, termasuk
gangguan metabolik, yang ditemukan sejak lahir. Kelainan bawaan diklasikasikan menjadi
11 kelompok yaitu Sistem saraf; Organ mata, telinga, wajah, dan leher; Sistem peredaran
darah; Sistem pernapasan; Celah bibir dan celah langit-langit; Sistem pencernaan; Organ
reproduksi; Saluran kemih; Sistem otot dan rangka; Kelainan bawaan lainnya; dan
Kelainan yang disebabkan oleh kromosom yang abnormal.
DAFTAR PUSTAKA
Anggaraini, D.I dan S.Septira. 2020. Nutrisi bagi Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
untuk Mengoptimalkan Tumbuh Kembang. Majority. 5(3) : 151-155.
Bustami, L. E. S., Feni A., Yulizawati, Aldina A. I. 2019. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada
Neonatus, Bayi dan Balita. Sidoardjo: Indomedia Pustaka Asuhan Kebidanan pada
Neonatus edit.pdf
IDAI. Jadwal Imunisasi 2017. Jakarta: IDAI; 2017 Jadwal Imunisasi 2017 Final (1).pdf
Indah, S.N dan E.Apriliana. 2016. Hubungan antara Preeklamsia dalam Kehamilan dengan
Kejadian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir. Majority. 5(5) : 55-60.
Jamil, S.N., F.Sukma dan Hamidah. 2017. Asuhan Kebidanan pada Neonatus, Bayi, Balita dan
Anak Pra Sekolah. Jakarta : Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Jakarta.
Katharina,T., Katarina I.2016. Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Bounding Attachment
Dengan Sikap Dalam Rooming In Pada Ibu Nifas. Jurnal Kebidanan, Vol 6(2)-Issn 2252-
8121
Nicholson L. Caput succedaneum and cephalohematoma: the Cs that leaves bumps on the head.
Neonatal Netw. 2007; 26(5):277-81.
Novianti, Mujiati, Nurillah. 2018. Analysis of Early Breastfeeding Initiation Process (Case
Study: at a Private and Government Hospital in Jakarta). Jurnal Kesehatan Reproduksi,
9(2):135-148DOI: 10.22435/kespro.v9i2.90.135-148
Rabelo, N.N., Matushita, H. and Cardeal, D.D., 2017. Traumatic brain lesions in
newborns. Arquivos de neuro-psiquiatria, 75(3), pp.180-188
https://www.scielo.br/scielo.php?pid=S0004-282X2017000300180&script=sci_arttext
Risa, H. 2015. Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Inisiasi Menyusui Dini dan ASI Eksklusif
sebagai Salah Satu Faktor Penentu Keberhasilan Pemberian ASI Ekslusif. J Agromed
Unila. 2(4).
Saputra, L., 2014. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Tanggerang: Bina Aksara
Sawitry, Puput K.S., Putri K. 2019. Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (Imd) Untuk
Meningkatkan Suhu Tubuh Bayi Baru Lahir. Jurnal Smart Kebidanan, 6(2), 80-86
Doi:Http://Dx.Doi.Org/10.34310/Sjkb.v6i2.274 Pissn: 2301-6213, Eissn: 2503-0388
Setiyani, A., Sukesi., dan Esyuanamik. 2016. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita, dan
Anak Pra Sekolah. Kementrian Kesehatan RI, Jakarta Documents\Asuhan-Kebidanan-
Neonatus-Bayi-Balita-dan-Apras-Komprehensif_2.pdf
WHO. 2019. Early Initiation Of Breastfeeding To Promote Exclusive Breastfeeding.
https://www.who.int/elena/titles/early_breastfeeding/en/