Uas Hukum Waris Adat Fais Sip
Uas Hukum Waris Adat Fais Sip
A. Hukum waris adalah aturan – aturan atau norma – norma yang mengatur tentang
warisan kepada seseorang yang diamanatkan atau generasi maupun kelompok sebagai
kewarisan juga merupakan bagian dari hukum keluarga yang memegang peranan
sangat penting bahkan menentukan dan mencerminkan sistem dan bentuk hukum
yang berlaku dalam suatu masyarakat. Hal ini disebabkan karena hukum waris itu
sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia. Setiap manusia pasti
akan mengalami peristiwa, yang merupakan peristiwa hukum yaitu disebut meninggal
dunia. Apabila terjadi suatu peristiwa meninggalnya seseorang, hal ini merupakan
Penyelesaian hak-hak dan kewajiban seseorang tersebut diatur oleh hukum. Jadi,
mengatur hak-hak dan kewajiban seseorang yang meninggal dunia oleh ahli waris
atau bahan hukum lainnya. Untuk itu, disini akan dijelaskan secara ringkas terkait
1. Menurut B. Ter Haar Bzn memberi batasan bahwa hukum waris adat adalah
dengan proses yang sangat mengesankan serta akan selalu berjalan tentang
penerusan dan pengoperan kekayaan materil dan immaterial dari suatu generasi
2. Menurut R. Soepomo, yang dimaksud dengan hukum waris adat adalah hukum
kepada turunannya.
aturan hukum adat yang mengatur tentang bagaimana harta peninggalan itu atau
warisan itu diteruskan atau dibagi dari pewaris kepada para ahli waris dari
4. Menurut Prof. Hazairin, bahwa hukum waris adat mempunyai corak tersendiri
dari alam pikiran masyarakat tradisional dengan bentuk kekerabatan yang sistem
pengertian waris dalam hukum waris adat adalah perihal soal apakah dan
pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup.
B. Asas – asas hukum waris
1. Asas keadilan yaitu berdasarkan status, kedudukan, dan jasa, sehingga setiap
keluarga pewaris mendapatkan harta warisan, baik bagian sebagai ahli waris
maupun bagian sebagian bukan ahli waris, melainkan bagian jaminan harta
2. Asas musyawarah dan mufakat yaitu para ahli waris membagikan harta
warisannya melalui musyawarah yang di pimpin oleh ahli waris yang dituakan
dan bila terjadi kesepakatan dalam pembagian warisan, kesepakatan itu bersifat
tulus ikhlas yang dikemukakan dengan perkataan yang baik yang keluar dari hati
3. Asas kerukunan dan kekeluargaan yaitu para ahli waris mempertahankan untuk
4. Asas ketuhanan dan pengendalian diri yaitu adanya kesadaran bagi para ahli
waris bahwa rezeki berupa harta kekayaan manusia yang dapat di kuasai dan di
miliki merupakan karunia dan keridhaan Tuhan atas keberadaan harta kekayaan.
Oleh karena itu untuk mewujudkan harta warisan, maka para ahli waris itu
menyadari dan menggunakan hukum Nya untuk membagi harta warisan mereka,
sehingga tidak berselisih dan saling berebut harta warisan karena perselisihan di
antara para ahli waris memberatkan perjalanan arwah pewaris untuk menghadap
kepada Tuhan.
Secara teoritis hukum waris adat di Indonesia sesungguhnya dikenal banyak ragam
sistem kekeluargaan di dalam masyarakat. Akan tetapi secara umum yang dikenal
sangat menonjol dalam peraturan hukum adat ada tiga corak yaitu: prinsip
A. Patrilineal
Sistem ini pada dasarnya adalah sistem keturunan yang menarik garis ketururan
dimana kedudukan seorang pria lebih menonjol dan hanya menghubungkan dirinya
kepada ayah atas ayahnya dan seterusya atau keturunan nenek moyang laki-laki
didalam pewarisan.
B. Matrilineal
Dalam corak ini keluarga menarik garis keturunan ke atas melalui ibu, ibu dari ibu,
hukum yang timbul adalah semua keluarga adalah keluarga ibu, anak-anak adalah
masuk keluarga ibu, serta mewarisi dari keluarga ibu. Suami atau bapak tidak masuk
dalam keluarga ibu atau tidak masuk dalam keluarga istri. Sehingga dapat dikatakan
bahwa sistem kekeluargaan yang ditarik dari pihak ibu ini, kedudukan wanita lebih
menonjol daripada pria di dalam pewarisan. Contoh dari masyarakat hukum adat ini
antara lain: masyarakat Minangkabau. Dalam susunan ini kedudukan anak wanita
sebagai ahli waris sehingga segala sesuatunya dikuasai oleh kelompok keibuan.
Namun bukan semata-mata para ahli waris wanita yang menguasai dan mengatur
harta peninggalan, melainkan didampingi juga oleh saudara-saudara ibu yang pria.
C. Parental
Corak ini pada dasarnya adalah sistem yang menarik garis keturunan dimana seseorang
itu menghubungkan dirinya baik ke garis ayah maupun ke garis ibu, sehingga dalam
kekeluargaan. Semacam ini pada hakekatnya tidak ada perbedaan antara pihak ibu dan
C. Proses pewarisan
Proses pewarisan yang berlaku menurut hukum adat di dalam masyarakat Indonesia
hanya ada dua bentuk. Pertama, proses pewarisan yang dilakukan semasa pewaris masih
hidup. Kedua, proses pewarisan yang dilakukan setelah pewaris wafat. Apabila proses
pewarisan dilakukan semasa pewaris masih hidup maka dapat dilakukan dengan cara
dilaksanakan setelah pewaris wafat, berlaku cara penguasa yang dilakukan oleh anak
tertentu, anggota keluarga atau kepada kerabat, sedangkan dalam pembagian dapat
Mengenai hibah pada masyarakat parental adalah bagian dari proses pewarisan yang
masyarakat matrilineal pada dasarnya tidak dikenal. Dan hibah pada masyarakat
patrilineal mempunyai arti pemberian (sebagian kecil) harta kepada anak perempuan yang
bukan bagian dari ahli waris. Hibah ada dua macam, pertama, hibah biasa yaitu hibah
yang diberikan pada waktu pewaris masih hidup, kedua, hibah wasiat yaitu hibah yang
Pembagian harta waris dapat dilakukan dapat mengikuti hukum adat dan mengikuti
mendapat bagian yang sama, seperti dilakukan oleh masyarakat Jawa, dan banyak pula
yang menerapkan hukum waris Islam di mana setiap waris telah mendapatkan jumlah
Jika dilihat dari harta warisan, Dalam hal ini Hilman Hadikusuma mengatakan bahwa
untuk mengetahui apakah harta dapat terbagi atau memang tidak terbagi, harta warisan itu
a. Harta Asal
Yaitu semua kekayaan yang dikuasai dan dimiliki pewaris, baik berupa harta peninggalan
ataupun harta bawaan yang dibawa masuk ke dalam perkawinan. Harta peninggalan dapat
dibedakan lagi dengan harta peninggalan yang tidak terbagi, peninggalan yang belum
terbagi dan peninggalan yang terbagi. Harta peninggalan ini pada daerah tertentu seperti
di Minangkabau di kenal pula dengan harta pusaka rendah. Harta pusaka tinggi adalah
harta warisan yang diperoleh ahli waris dari lebih dua generasi di atas pewaris, sedangkan
harta pusaka rendah semua harta warisan yang diperoleh dari satu atau dua angkatan
kerabat di atas pewaris. Harta bawaan dapat dibedakan antara harta bawaan suami dan
harta bawaan istri. Dilihat dari sudut perkawinan, baik harta peninggalan maupun harta
bawaan kesemuanya merupakan harta asal. Sebaliknya, dilihat dari sudut pewarisan,
keduanya merupakan harta peninggalan. Harta bawaan suami maupun harta bawaan istri
akan kembali kepada pemilik asalnya yaitu yang membawanya bila terjadi perceraian.
b. Harta Pencaharian
Yaitu harta yang didapat suami isteri secara bersama selama dalam ikatan perkawinan.
Tidak perlu dipermasalahkan apakah isteri ikut aktif bekerja atau tidak. Walaupun yang
bekerja hanya suami, sedangkan isteri hanya tinggal di rumah mengurus rumah tangga
c. Harta Pemberian
Yaitu harta pemberian yang merupakan harta warisan yang bukan karena jerih payah
sekelompok orang atau seseorang atau kepada suami-isteri. Untuk harta pemberian ini,
bila terjadi perceraian maka dapat dibawa kembali oleh masing-masing, sebagaimana
Proses pewarisan yang berlaku menurut hukum adat di dalam masyarakat Indonesia
hanya ada dua bentuk. Pertama, proses pewarisan yang dilakukan semasa pewaris masih
hidup. Kedua, proses pewarisan yang dilakukan setelah pewaris wafat. Apabila proses
pewarisan dilakukan semasa pewaris masih hidup maka dapat dilakukan dengan cara
dilaksanakan setelah pewaris wafat, berlaku cara penguasa yang dilakukan oleh anak
tertentu, anggota keluarga atau kepada kerabat, sedangkan dalam pembagian dapat
Mengenai hibah pada masyarakat parental adalah bagian dari proses pewarisan yang
masyarakat matrilineal pada dasarnya tidak dikenal. Dan hibah pada masyarakat
patrilineal mempunyai arti pemberian (sebagian kecil) harta kepada anak perempuan yang
bukan bagian dari ahli waris. Hibah ada dua macam, pertama, hibah biasa yaitu hibah
yang diberikan pada waktu pewaris masih hidup, kedua, hibah wasiat yaitu hibah yang
tertentu ada yang dibagi-bagikan dan ada yang pembagiannya ditangguhkan. Adapun
Pembagian harta waris dapat dilakukan dapat mengikuti hukum adat dan
mengikuti hukum waris Islam. Hilman Hadikusuma menyebutkan bahwa pada umumnya
mendapat bagian yang sama, seperti dilakukan oleh masyarakat Jawa, dan banyak pula
yang menerapkan hukum waris Islam di mana setiap waris telah mendapatkan jumlah
ika hukum waris adat kita bandingkan dengan hukum waris Islam atau hukum waris barat
harta warisan dan cara-cara pembagiannya yang berlainan. Harta warisan menurut hukum
waris adat tidak merupakan kesatuan yang dapat dinilai harganya, tetapi merupakan
kesatuan yang tidak terbagi atau dapat terbagi menurut jenis macamnya dan kepentingan
para warisnya. Harta warisan adat tidak boleh dijual sebagai, kesatuan dan uang
penjualan itu lalu dibagi- bagikan kepada para waris menurut ketentuan yang berlaku
sebagaimana di dalam hukum waris islam atau hukum waris barat. Harta warisan adat
terdiri dari harta yang tidak dapat dibagi-bagikan penguasaan dan pemilikannya kepada
para waris dan ada yang dapat dibagikan. Harta yang tidak terbagi adalah milik bersama
para waris, ia tidak boleh dimiliki secara perseorangan, tetapi ia dapat dipakai dan
dinikmati. Hal ini bertentangan dengan Pasal 1066 KUHPerdata alinea pertama yang
terbagi”. Harta warisan adat yang tidak terbagi dapat digadai jika keadaan sangat
mendesak berdasarkan persetujuan para tua-tua adat dan para anggota kerabat
bersangkutan. Bahkan untuk harta warisan yang terbagi kalau akan dialihkan (dijual) oleh
waris kepada orang lain harus dimintakan pendapat di antara para anggota kerabat, agar
menggunakan harta warisan dengan cara bermusyawarah dan bermufakat dengan para
waris lainnya.
Kesimpulan
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beragam suku bangsa, agama,
dan adat-istiadat yang berbeda satu dengan lainnya. Hal itu mempengaruhi hukum yang
berlaku di tiap golongan masyarakat yang dikenal dengan sebutan hukum adat.
Menurut Ter Haar, seorang pakar hukum dalam bukunya yang berjudul Beginselen en
Stelsel van het Adatrecht (1950), hukum waris adat adalah aturan-aturan hukum yang
mengatur penerusan dan peralihan dari abad ke abad baik harta kekayaan yang berwujud
Hukum adat itu sendiri bentuknya tak tertulis, hanya berupa norma dan adat-istiadat yang
harus dipatuhi masyarakat tertentu dalam suatu daerah dan hanya berlaku di daerah
Oleh karena itu, hukum waris adat banyak dipengaruhi oleh struktur kemasyarakatan atau
kekerabatan.
Sumber online :
- Hadikusuma, Hilman, Hukum Waris Adat, Bandung: PT. Cipta Aditya Bakti, 1993.