Anda di halaman 1dari 20

PERANAN SIARAN – SIARAN TVRI SEBAGAI

ALAT PROPAGANDA ORDE BARU 1966


-1989

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan


guna Melengkapi Gelar Sarjana Humaniora Program Studi Ilmu Sejarah
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh :

DANIEL NAKULA PUTRA


B0417016

FAKULTAS ILMU BUDAYA


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemerintahan Orde Baru merupakan model dari ototarian-birokratik. 1 Ada

sekelompok orang, atau lembaga (Oligarki) yang menguasai kebijaksanaan Orde

Baru, dalam hal ini militer sebagai institusi bukan berada pada seseorang sebagai

penguasa individu.2 Kekuasaan militer di pemerintahan Orde Baru menyangkut

semua lini kehidupan bernegara secara menyeluruh di segala bidang. Industri

media penyiaran tak luput dari genggamannya. TVRI sebagai lembaga penyiaran

tunggal televisi publik milik pemerintah yang dibawahi langsung oleh

Departemen Penerangan, diharapkan mampu menyuguhkan siaran tv selain untuk

memuaskan bagi pirsawan tetapi juga melaporkan kepada masyarakat wacana-

wacana pembangunan (PELITA) dan siaran-siaran yang membangun kesadaran

masyarakat untuk ikut terlibat pada rencana pembangunan tersebut, serta

mendukung kebijakan pemerintah Orde Baru.

Siaran-siaran TVRI pada tahun 1962-1963 sangatlah terbatas hanya satu

jam per hari dihari senin-jumat itu pun terkadang tidak menyiarkan siaran atau

hanya siaran ulang siaran sebelumnya. Hal ini disebabkan keterbatasan SDM,

peralatan penunjang, fasilitas studio, dan anggaran yang dimiliki. Pegawai-


1
Berciri dimana sekelompok oknum militer atau militer sebagai suatu
instansi memegang kekuasaan mereka menganut pendekatan teknoratik, birokratik
dalam pengambilan keputusan. Titik tekannya adalah proses pengambilan
keputusan mufakat dan musyawarah di kalangan sekelompok penguasa dan peran
sentral struktur biokratik yang lebih besar dan bukan militer.
2
Daniel Dhakidae, Cendekiawan Dan Kekuasaan Dalam Negara Orde
Baru, (Jakarta: Gramedia Pusataka Utama, 2003), hlm. 229.
pegawai banyak keluar masuk dikarenakan mereka ada yang bertugas pula di RRI

maupun di PFN, mengingat pada mulanya TVRI merupakan bentukan panitia

penyelenggaran televisi Asean Games ke- 4 yang bersifat sementara, yang

dibentuk juga dari pegawai-pegawai dari dua lembaga tersebut. Siaran-siaran di

awal tahun TVRI adalah sebagai berikut: siaran berita berupa film, siaran hasil

produksi sendiri di studio Jakarta berbentuk show atau wawancara dengan orang-

orang penting seperti pejabat asing, atlet, pejabat dalam negeri dll, siaran lainnya,

yaitu siaran pertandingan sepakbola, agenda nasional seperti amanat presiden;

perayaan-perayaan hari besar; operasi trikora, siaran film-film dari PFN, acara-

acara peringatan TVRI, dan iklan-iklan sederhana yang ditampilkan berupa slides

dan telop yang diiringi musik.3

Siaran-siaran TVRI mengalami peningkatan porsi tanyangan dan kuantitas

siaran. Antara tahun 1964 – 1970 siaran televisi agak berbeda, karena siaran yang

dipancarkan sebagian besar hasil dari produksi sendiri dan lainnya film-film asing

yang dipinjam memalui kedutaan-kedutaan besar di Jakarta ditambah siaran serial


4
buatan luar negeri seperti Lassie, Lost in Space, dan Bonanza. di tahun-tahun

berikutnya telah berkembang siaran-siaran yang orientasinya mengarah pada

kebudayaan nasional yang diambil dari budaya-budaya lokal seperti tarian Jawa,

Bali, Sumatera dan siaran pendidikan bagi anak SD, SMP, SMA serta orang

dewasa.

Siaran-siaran TVRI di tahun 1970-1980-an sudah mulai bermuatan

kepentingan politik Soeharto, seperti siaran ABRI, Laporan Pembangunan, Dunia


3
Departemen Penerangan, Televisi Di Indonesia TVRI 1962-1972, (Jakarta
: Direktorat Televisi, Departemen Penerangan, 1972), hlm. 46-51.
4
Ibid., hlm. 57.
Dalam Berita, Si Unyil, Dari Desa ke Desa, Ragam Desa, apalagi Klompencapir

yang acaranya menjadikan Soeharto sebagai peran utama sebagai pusat informasi

pembangunan, melalui acara tersebut ditunjukan citra Soeharto sebagai pemimpin

begitu dekat dengan masyarakatnya yang dari kalangan bawah seperti petani,

nelayan, dan peternak. Ditambah siaran-siaran yang bertemakan pendidikan,

musik, pengetahuan, hiburan yang mengindikasikan siaran TVRI bertujuan

sebagai penerangan dan pusat informasi kepada pemirsawan. Siaran-siaran TVRI

pada masa Orde Baru hanya berfokus pada program-program acara tentang

pembangunan dan kebudayaan nasional.

Sejarah berdirinya TVRI berawal dari perintah Soekarno kepada R. Maldi

sebagai menteri penerangan pada 23 Oktober tahun 1961 untuk mengagas proyek

media massa televisi yang dimasukkan kedalam proyek Asian Games, yang telah

berjalan beberapa tahun sebelumnya dan ditargetkan penyelesaiannya pada pada

tahun 1962 sebelum Asian Games di Jakarta dimulai. Kedua proyek tersebut

merupakan pertaruhan Soekarno untuk sebuah peran di panggung dunia,

Indonesia ditelevisikan agar dunia dapat menyaksikannya5 bertujuan menjaga

martabat negara ke dunia internasional, maka dibentuklah panitia penyelenggara

televisi beserta stasiun televisi pertama di Jakarta yang ditujukan untuk

menanyangkan pergelaran pesta olahraga Asian Games ke- 4 di Jakarta. Setelah

itu pada tanggal 20 Oktober 1963 untuk melanjutkan siaran televisi secara continu

5
Krishna S. dan David T. Hill, Media, Budaya dan Politik di Indonesis,
(Jakarta: PT Sembrani Aksara Nusantara, 2001), hlm. 126.
dibentuk Yayasan Televisi Republik Indonesia (TVRI) yang diketuai langsung

oleh Presiden RI6

Pertengahan tahun 1980-an, pemerintah Orde Baru mulai menerapkan

deregulasi ekonomi akibat turunnya harga minyak dunia maka pemerintah tidak

bisa menghindari tuntutan-tuntutan kapitalisme global yang menghendaki

liberalisasi ekonomi di segala bidang.7 Pada Bidang industri Media pun mulai

terkena dampaknya dengan kemunculan televisi swasta sebagai langkah yang

tidak bisa dihindari lagi. Melalui surat bernomor 190A/1987, Menteri Penerangan

RI mengeluarkan keputusan tentang berdirinya siaran televisi berlangganan untuk

wilayah Jakarta dan sekitarnya. Keputusan itu memberi wewenang TVRI

mengeluarkan izin kepada pihak ketiga untuk menyelenggarakan siaran televisi.

Monopoli negara terhadap siaran televisi mulai goyah ketika mulai

berdirinya stasiun televisi swasta setelah dikeluarkannya tahun SK Menpen No.

84 A tahun 1993, Menpen Harmono memberi rekomendasi kepada lima stasiun

televisi swasta nasional untuk tersentralisasi siarannya di Jakarta yang sebelumnya

tv swasta bergerak sebagai tv lokal (RCTI, SCTV, TPI, ANTV, Indosiar). 8 Mulai

dari sini siaran-siaran TVRI sudah mulai ditinggal oleh penontonnya karena

masyarakat mulai berpindah pada TV swasta yang lebih beragam acara siarannya.

6
Philip Kitley, Television, Nation, and Cultures in Indonesia, (Ohio : Ohio
University Press, 2000), hlm. 34.
7
Agus Sudibyo, Ekonomi Politik Media Penyiaran, (Yogyakarta: Lkis
Pelangi Aksara, 2004), hlm. 15.
8
Agus Maladi Irianto, “Siaran Televisi, Kontestasi Nan Tak Pernah
Berhenti”, Makalah disampaikan dalam Proceeding International Seminar Culture
Across Perspectives: Contestation Among Global, National and Local Cultures,
UNDIP, Semarang, 20 November 2012.
Media masa dalam kaitannya kepemelikan media, praktik-praktik

pemberitaan, dinamika industri radio, televisi, perfilman, dan perikanan,

mempunyai hubungan yang saling menentukan dengan kondisi-kondisi ekonomi-

politik spesifik yang berkembang di suatu negara, serta pada gilirannya juga

dipengaruhi oleh kondisi-kondisi ekonomi-politik global.9 Terkait hal ini siaran-

siaran TVRI tentu mengikuti kebijakan pemerintah karena TVRI sendiri milik

negara. Orde Baru menggunakan media massa untuk menyebarluaskan

propaganda-propaganda pembangunan yang digaung-gaungkan oleh pemerintahan

Soeharto saat itu, media massa merupakan alat yang tepat bagi Soeharto untuk

mengkampanyekan hasil pembangunannya kepada masyarakat. Selain itu

pemerintah mempunyai kekuasaan untuk mengatur pers dan media massa sebagai

langkah untuk menegakkan ketertiban melalui hukum dan mengontrol pers guna

mewujudkan pers yang bebas dan bertanggung jawab dalam mengadakan

pembaharuan dan pembangunan.10

Dari paparan di atas, penulis tertarik untuk mengkaji dinamika siaran

TVRI dari masa perintisan era Soekarno 1962-1966 yang berorientasi ke luar

menunjukan Indonesia mampu menyelenggarakan televisi, ke masa Soeharto

1966 –1998 lebih berorientasi ke dalam negeri untuk menggelorakan semangat

Dedy N. Hidayat, "Jurnalis, Kepentingan Modal, dan Perubahan Sosial",


9

dalam Dedy N, Hidayat et.al, Pers dalam Revolusi Mei, Runtuhnya Sebuah
Hegemoni, PT Gramedia Pustaka Utama, 2000, hlm. 441.
10
Pidato Kenegaraan Presiden Soeharto pada tanggal 16 Agustus 1971.
“Pers yang bebas dan bertanggung jawab harus ikut mengadakan pembaharuan dan pembangunan.
Bukan hal yang menyenangkan apabila alat-alat negara harus menindak pers atau mengajukannya
kedepan Pengadilan. Tindakan-tindakan itu tidak berarti tanda berakhirnya kembali kebebasan
pers. Tindakan terhadap pers melalui pengadilan berarti langkah untuk menegakkan ketertiban
melalui hukum, yang juga dikehendaki oleh Orde Baru. Dan langkah-langkah semacam ini akan
ditempuh oleh Pemerintah.”
pembangunan nasionalnya. Serta menganalisa isi siaran-siaran TVRI yang

mengandung propaganda-propaganda pembangunan (PELITA) pada era Orde

Baru dan siaran yang membangun citra Soeharto yang baik dikacamata

masyarakat guna semakin memantapkan legitimasi dan posisinya sebagai

pemimpin negara. Maka penulis menggunakan judul Peranan Siaran-siaran

TVRI Sebagai Alat Propaganda Orde Baru Tahun 1968-1990-an. Penelitian ini

juga mendeskripsikan siaran-siaran produksi TVRI di awal tahun saat Orde Lama

dengan Orde Baru sebab menarik untuk dibandingkan. Tulisan ini menjabarkan

pula mengapa siaran iklan TVRI tidak ditayangkan pada tahun 1981 mengingat

iklan memiliki nilai ekonomis yang menghidupi organisasi dan manajemen media.

Menarik untuk dilihat bagaimana kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintahan

saat dimulainya liberalisasi ekonomi di bidang industri media pada tahun 1980-an

yang mengakibatkan TVRI mulai tidak memiliki posisi kuat sebagai tontonan

tunggal masyarakat selepas mulai kemunculan tv swasta nasional pada tahun

1993.
B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dipaparkan diatas maka perumusan

masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana sejarah penyelenggaran televisi di Indonesia dari awal

terbentuknya TVRI pada tahun 1962?

2. Siaran-siaran apa saja yang mengandung propaganda-propaganda

Orde Baru di TVRI pada tahun 1966-1990-an?

3. Mengapa TVRI mengalami kemunduran di akhir tahun 1990-an ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui sejarah penyelenggaran televisi di Indonesia.

2. Untuk mengetahui Siaran-siaran yang mengandung propaganda-

propaganda Orde Baru di TVRI pada tahun 1966-1990-an

3. Untuk mengetahui penyebab kemunduran TVRI di akhir tahun

1990-an

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian dari skripsi ini adalah :

1. Hasil dari penelitian ini diharapkan menambah wawasan akan

sejarah media massa, khususnya media penyiaran televisi era Orde

Baru.

2. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur bagi

pihak-pihak yang memiliki minat untuk mempelajari dan mengkaji


tentang sejarah sejarah media massa, terutama media penyiaran

televisi era Orde Baru.

3. Hasil dari penelitisn ini diharapkan dapat menambah wawasan

terutama kajian sejarah media massa di Indonesia.

E. Kajian Pustaka

Suatu penelitian tentu memerlukan studi pustaka agar tulisan memiliki

dasar kerangka pikir yang baik. Dengan melakukan studi pustaka terlebih dahulu

akan memudahkan penulis untuk membuat kerangka berpikir dengan meninjau

literasi yang sesuai dan relevan dengan tema yang akan ditulis. Ada banyak

literasi yang berkaitan dengan kebijakan media pers dan media peyiaran di Orde

Baru, ekonomi-politik media massa, dan sejarah perkembangan pertelevisian

Indonesia. Beberapa diantaranya akan digunakan penulis untuk membantu dalam

menulis skripsi tentang siaran-siaran TVRI sebagai alat propanda Soeharto.

Buku yang berjudul Cendekiawan Dan Kekuasaan Dalam Negara Orde

Baru (2003) yang ditulis oleh Daniel Dhakidae menjelaskan banyak hal dari

sejarah, politik, intelektual, media, dan organisasi agama dibawah rezim Orde

Baru. Tulisan Daniel Dhakidae mengenai definisi ototarian-birokratik yang

diklasifikasikan pada model birokrasi pemerintahan Orde Baru berdasarkan ciri-

cirinya menjelaskan bagaimana kekuasaan negara masa Orde Baru dipegang oleh

sekelompok orang dalam hal ini pihak dominan di pemerintahan berasal dari

militer. Dalam bukunya dijelaskan juga pertumbuhan media pers di masa

perjuangan kemerdekaan hingga menjadi industri media besar seperti sekarang.


Liberalisasi ekonomi di masa Orde baru memberi angin segar bagi media untuk

semakin berkembang besar sebagai bentuk dari pers industri. Produk siaran berita

dan hiburan menjadi komponen penting sebagai komoditas yang dijual kepada

publik. Buku Daniel Chakidae dapat membantu penulis dalam memahami model

ototarian-birokratik masa Orde Baru serta perjalanan kekuasaan negara sepanjang

masa Orde Baru terkait peristiwa-peristiwa penting yang berdampak pada TVRI

dan industri media penyiaran.

Buku yang ditulis oleh Agus Sudibyo berjudul Ekonomi Politik Media

Penyiaran (2004). Buku ini membahas tentang peran media massa dan

pengaruhnya dalam kehidupan bernegara, media massa tak hanya sebagai ruang

publik yang menentukan dinamika sosial, politik, budaya ditingkat lokal maupun

global, namum juga membantu meningkatkan perekonomian. Didalam media

massa terdapat iklan dari suatu produk, media massa sebagai penghubung

produsen ke konsumen melalui iklan sehingga ada nilai ekonomisnya. Pada

bagian bab selanjutnya, Agus Sudibyo dibukunya, memaparkan perkembangan

situasi media penyiaran khususnya televisi yang dikuasai anak-anak Soeharto dan

kroni-kroninya ditandai dengan berdirinya televisi swasta nasional, selain mencari

keuntungan tetapi juga sebagai alat politisasi kepentingan pemerintah Orde Baru.

Buku ini membantu penulis untuk memahami studi ekonomi-politik kritis media

massa yang memiliki 3 varian: instrumentalis, strukturalis, dan konstruktivis

ketiga-tiganya menganalisis permasalahan pasar dan keterkaitannya dengan

lingkungan ekonomi-politik dan budaya berdasarkan ide dasarnya masing-masing

dalam menentukan peran dan fungsi media massa.


Buku Philip Kitley yang berjudul Television, Nation, and Cultures in

Indonesia (2001). Dalam penelitiannya menjelaskan terkait perkembangan, peran,

budaya televisi dan kebijakan televisi selama periode dari awal berdirinya tv di

Indonesia pada tahun 1962 sebagai lembaga layanan penyiaran publik yang

anggarannya berasal dari gabungan sektor publik dan privat, hingga ke kebijakan

deregulasi penyiaran televisi pada tahun 1990 dan siaran komersial percepatan

pembangunan lima tahun. Menurutnya, pertelevisian Indonesia merupakan

“Proyek Kebudayaan Nasional” karena bergerak disponsori dan dipimpin oleh

negara sehingga kegiatan-kegiatannya didesain untuk melegitimasi simbol

identitas kebudayaan nasional Indonesia. Peran televisi pada proyek kebudayaan

nasional, televisi terintegrasi dalam proses sosialisasi kebudayaan yang kompleks

sehingga mempengaruhi pemahaman-pemahaman masyarakat buat didalam,

sekitar, dan diluar konten televisi secara langsung. Buku Philip Kitley merupakan

kajian ilmu sosial tentang kajian kebudayaan asia tenggara khususnya Indonesia

yang lengkap dengan sumber-sumber data primer maupun sekunder, banyak data

yang diperoleh dari wawancara beliau dengan narasumber langsung sehingga

kredibelitas tulisannya diakui. Oleh karena itu buku tersebut bisa menjadi acuan

penulis untuk sebagai referensi sumber tentang TVRI yang terdapat didalamnya .

Buku yang ditulis oleh dua orang peneliti asing Krishna (India) dan David

Hill (Australia) berjudul Media, Culture and Politics in Indonesia (2001) adalah

Sebuah buku karya sastra budaya sosial politik mengenai Indonesia. Penulisan

dipetakan sesuai tema dari tiap-tiap bab, memudahkan penulis memahami inti

bacaan tiap bab. Pada bab ke-4 tentang televisi menjelaskan bahwa pertelevisian
Indonesia di era Orde Baru strategi lembaga dan naskah berkembang bersama

kepentingan didalamnya terus meningkat sebagai alat propaganda utama bagi

kebijakan pemerintah, dan selaras dengan Kitley, televisi sebagai media rezim

untuk mendefinisikan kebudayaan nasional Indonesia. Menurut mereka privatisasi

televisi merupakan upaya pemerintah untuk mempertahankan control pusat atas

konsumsi budaya warga negaranya. Produksi program acara TVRI yang

bermuatan lokal tidak ada, yang ada hanya seni pertunjukan tarian dan lagu

daerah, hal ini disebabkan karena TVRI fokus pada acara yang bersifat nasional

dengan menggunakan Bahasa Indonesia yang baku dan muatannya harus bisa

diterima oleh khalayak dari latar belakang budaya yang berbeda. Berbeda dengan

TVRI, televisi swasta RCTI menggunakan budaya lokal seperti budaya betawi

pada serial Si Doel dengan ciri khas bahasa daerahnya serta budayanya yang lebih

menarik banyak pemirsa. Buku ini membantu penulis dalam mengalisis faktor-

faktor yang menyebabkan TVRI kehilangan para penontonnya.

Skripsi dari Arif Angga Pramana yang berjudul “Program acara TVRI

Surabaya Tahun 1978-1989”. Skripsi ini meneliti tentang program acara yang

disiarkan oleh TVRI lokal di Surabaya, baik yang diproduksi sendiri maupun

relay dari TVRI pusat di Jakarta. TVRI Surabaya menyiarkan pertunjukan

kesenian dan keanekaragaman kebudayaan Jawa Timur yang bersinergi dengan

para pegiat seni lokal namun seiring berjalannya waktu terjadi kesenjangan

pengelola TVRI dan seniman lokal tersebut serta ditambah masalah pendanaan

yang minim menjadi faktor turunnya kualitas produksi. Dijelaskan pula

kemunduran TVRI ketika munculnya televisi Swasta. Skripsi ini memperlihatkan


siaran-siaran yang mengajak masyarakat untuk produktif dan maju dengan

mestimulan khalayak melalui acara yang disuguhkan berupa kesenian dan

kebudayaan diharapkan masyarakat dapat berperan aktif dalam pembangunan dan

kemajuan nasional.

F. Metode Penelitian

Metode adalah cara yang ditempuh peneliti dalam menemukan


11
pemahaman sejalan dengan fokus dan tujuan yang diterapkan. Seperti penelitian

ilmu pengetahuan yang lain, sejarah juga memiliki metode dan metodologinya

sendiri. Bahwasannya metode sejarah adalah bagaimana menangani bukti-bukti

sejarah, serta bagaimana menghubungkannya. Tujuanya adalah berusaha

merekonstruksi peristiwa yang terjadi pada masa lampau dengan serangkaian

metode dan metodologi. Dengan menggunakan metode dan metodologi

diharapkan penelitian sejarah dapat menjelaskan suatu sebab-akibat, perubahan-

perubahan yang terjadi dan kecenderugan (trend) pada suatu peristiwa sejarah.

Sehingga penelitian sejarah tidak hanya menghasilkan penelitian berupa deskripsi

dan narasi.

Penelitian ini menggunakan metode sejarah. Metode sejarah adalah proses

mengumpulkan, menguji, dan menganalisa secara kritis rekaman-rekaman

peninggalan masa lampau serta usaha melakukan sintesa terhadap data masa

11
Maryaeni, Metode Penelitian Kebudayaan, (Jakarta: Bumi Aksara,
2005), hlm.58.
lampau tersebut menjadi kisah sejarah.12 Adapun metode sejarah yang digunakan

terdapat 4 tahapan, yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi.

Berikut adalah tahapan-tahapan penelitian sejarah:

1. Heuristik

Tahapan pertama adalah pengumpulan sumber (Heuristik).

Kegiatan penjajakan, pencarian, dan pengumpulan sumber-sumber, baik

sumber tulisan, benda maupun sumber lisan yang masih berkaitan dengan

tema penulisan. Penelitian ini akan menggunakan sumber arsip dan

dokumen berupa foto, film siaran lawas, koran secara online atau offline

yang berasal dari Arsip Nasional, Monumen Pers Nasional, Suara

Merdeka, TVRI Gombel Semarang, TVRI Yogyakarta, dan TVRI Pusat di

Jakarta, Delpher, Youtube, koleksi pribadi yang terkait dengan sumber

penelitian mengenai program-program siaran TVRI keluaran 1962-1990-

an.

2. Verifikasi

Langkah selanjutnya adalah verikasi yang sering juga disebut kritik

sumber. Setelah sumber sejarah terkumpul kegiatan berikutya adalah

menguji sumber tersebut, yang harus diuji ialah keabsahan tentang

otentisitas sumber. Kritik sumber terdiri dari kritik internal dan kritik

eksternal, kritik internal yaitu menguji keabsahan tentang kredibilitas

sumber sedangka kritik eksternal merupakan kegiatan melakukan

12
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, (Jakarta: UI Press, 1975), hlm.32.
pengujian atas asli tidaknya sumber, berarti juga menyeleksi segi-segi fisik

dari sumber yang ditemukan.

3. Interpretasi

Tahapan ketiga adalah Interpretasi yang juga disebut analisis

sejarah. Menganalisa data yang diperoleh dari sumber tertulis dan lisan

untuk memperoleh fakta yang terjadi dalam sebuah peristiwa. Namun,

sejarawan harus berfikir plurakausal, sebab segala peristiwa tidak

hanya disebabkan oleh satu penyebab saja (monokausal). Karenanya,

peristiwa itu harus dilihat dari pelbagai sudut pandang penyebab, inilah

yang disebut multidimensionalitas dalam sejarah13

4. Historiografi

Langkah terakhir metode sejarah ialah historiografi, yaitu

penulisan, pemaparan atau penulisan laporan hasil penelitian sejarah.

Penulisan hasil laporan hendaknya dapat memberikan gambaran yang

jelas mengenai proses penelitian, dari fase awal hingga akhir dan ada

kesimpulan yang ditarik mengenai permasalahan yang ditulis. Nantinya

fakta yang diperoleh dari data-data yang sudah terverifikasi dan

diinterpretasi dirangkai secara kronologis dan sistematis didalam tulisan

sejarah sehingga tulisan tersebut dapat dipertangung jawabkan

kebenarannya secara ilmiah.

13
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Yayasan Bentang
Budaya, 2005), hlm.100.
G. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran terperinci, skripsi ini disusun bab demi bab.

Penyusunan ini dilandasi keinginan agar skripsi ini dapat menyajikan gambaran

yang menunjukkan suatu kontinuitas perkembangan kejadian yang beruntun.

Bab I, dalam bab pendahuluan ini berisi tentang latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode

penelitian, dan sistematika skripsi.

Bab II, dalam bab ini akan menjelaskan mengenai latar belakang

berdirinya TVRI, struktur organisasi, tugas pokok TVRI, stasiun-stasiun dan

studio daerah TVRI.

Bab III, dalam bab ini membahas mengenai klasifikasi program-program

TVRI berdasarkan tahun kepimpinan Soekarno dan Soeharto. Siaran-siaran awal

TVRI, perubahan kebijakan iklan dan pedoman pokok pelaksanaan siaran televisi

masa Soeharto, analisis program-program siaran TVRI yang bermuatan politik

Soeharto dan program yang mendukung program pembangunan nasional.

Bab IV, dalam bab ini membahas deregulasi pemerintahan Orde Baru

yang menyebabkan munculnya tv swasta nasional dan kemunduran TVRI.

Bab V, Dalam bab ini merupakan bab penutup dimana terpadat

kesimpulan yang merupakan jawaban dari rumusan masalah yang telah

dikemukakan diatas. Pada bab ini merupakan intisari dari hasil penelitian yang

penulis lakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku:

Agus Sudibyo. 2004. Ekonomi Politik Media Penyiaran. Yogyakarta: Lkis

Pelangi Aksara.

Departemen Penerangan. 1972. Televisi Di Indonesia TVRI 1962-1972. Jakarta:

Direktorat Televisi.

Dedy N. Hidayat, et.al., 2000. Pers dalam Revolusi Mei, Runtuhnya Sebuah

Hegemoni. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Dhakidae, Daniel. 2003. Cendekiawan Dan Kekuasaan Dalam Negara Orde

Baru. Jakarta: Gramedia Pusataka Utama.

Gottschalk, Louis. 1975. Mengerti Sejarah, Jakarta: UI Press.

Kitley, Philip. 2000. Television, Nation, And Cultures In Indonesia. Ohio: Ohio

University Press.

Kuntowijoyo. 2005. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Yayasan Bentang

Budaya.

Maryaeni. 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta: Bumi Aksara.

Sen, Krishna, dan David T. Hill. 2001. Media, Budaya dan Politik di Indonesis.

Jakarta: PT Sembrani Aksara Nusantara.


Hinca Pandjaitan. 1999. Memasung Televisi: Kontroversi Regulasi Penyiaran di

Era Orde Baru. Jakarta : Institut Studi Arus Informasi.

Geertz, Clifford. 2013. Abangan, Santri, Priyayi Dalam Kebudayaan Jawa.

Depok: Komunitas Bambu.

Sumber Artikel:

Agus Maladi Irianto. 2012 “Siaran Televisi, Kontestasi Nan Tak Pernah
Berhenti”. Makalah disampaikan dalam Proceeding International Seminar
Culture Across Perspectives: Contestation Among Global, National and Local
Cultures. Semarang: UNDIP. 20 November.

Skripsi dan Tesis:

Arif Angga Pramana. 2016 “Program Acara TVRI Surabaya Tahun 1978-1989”.
Skripsi. Program Studi Sejarah. Universitas Airlangga.
Sumber Koran:

Kompas. 31 Mei 1969. Atjara TV Djakarta.. Koleksi Monumen Pers Nasional

Surakarta.

Kompas. 7 Juni 1973. Rencana Siaran TV Langsung Kepada Petani. Koleksi

Monumen Pers Nasional Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai