Anda di halaman 1dari 96

ANALISIS KEBIJAKAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN

NOMOR 5 TAHUN 2012 DALAM PENERBITAN IZIN


MENDIRIKAN BANGUNAN DI
KOTA MEDAN

ROSNIATI HARAHAP
177024038

PROGRAM MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2021

1
ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi peraturan daerah kota


Medan nomor 5 tahun 2012 tentang retribusi izin mendirikan bangunan di Dinas
Perumahan Kawasan Permukiman dan Penataan Ruang Kota Medan. Dalam
penelitian ini, metodelogi penelitian yang digunakan penuli adalah metode
penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dengan maksud untuk
memusatkan perhatian terhadap masalah-masalah atau fenomena yang ada pada
saat penelitian dilakukan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa peraturan daerah
kota Medan nomor 5 tahun 2012 tentang retribusi izin mendirikan bangunan di
dinas perumahan kawasan permukiman dan penataan ruang sudah
terimplementasi. Hal ini dapat dilihat dari Adanya Tindakan Implementasi
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan yang dilakukan oleh Dinas Perumahan
Kawasan Permukiman Dan Penatataan Ruang, dimana masyarakat wajib
mengurus IMB guna untuk melegalkan bangunan yang sedang mereka lakukan,
namun masih ada masyarakat yang mendirikan bangunan tidak memiliki IMB.
Padahal IMB memiliki dampak yang baik bagi pemilik bangunan dan menjamin
bangunan mereka, berikutnya adanya kemampuan pelaksana diambil saat
bersosialisasi kepada masyarakat guna agar masyarakat mau untuk mengurus
IMB, dan melakukan pembangunan sesuai dengan peraturan daerah yang ada,
dan terakhir adanya pendayagunaan sumberdaya disini terdapat beberapa pihak
yang terlibat dalam pengurusan IMB seperti kepala lurah/desa dan camat, karena
mereka juga memberikan legalisasi dalam berkas yang akan diurus. Keengganan
masyarakat mengurus IMB karna masih minimnya pengetahuan masyarakat
dalam proses prosedur pendaftaran Izin Mendirikan Bangunan oleh sebab itu
saran dari penelitian ini adalah SDM di dinas Perumahan Kawasan Permukiman
dan Penataan Ruang diharapkan untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat
tentang pentingnya IMB.

Kata Kunci: Perda, Retribusi, Bangunan

ABSTRACT

2
This study aims to determine the implementation of the Medan city regulation
number 5 of 2012 regarding the retribution for building permits at the Medan City
Settlement and Spatial Planning Department of Housing. In this study, the
research methodology used by the author is a descriptive research method with a
qualitative approach with a view to focusing attention on the problems or
phenomena that existed at the time the research was conducted. The results of this
study indicate that the regional regulation of the city of Medan number 5 of 2012
concerning the retribution for building permits in the housing office for residential
areas and spatial planning has been implemented. This can be seen from the
Implementation of Building Permit Levies carried out by the Housing Office for
Settlement and Spatial Planning, where the community is obliged to take care of
the IMB in order to legalize the building they are doing, but there are still people
who build buildings that do not have an IMB. Even though IMB has a good
impact on building owners and guarantees their buildings, then the ability of the
implementers is taken when socializing with the community so that the
community is willing to take care of the IMB, and carry out development in
accordance with existing regional regulations, and finally the utilization of
resources here are several parties. involved in the management of the IMB such as
the head of the lurah/village and sub-district, because they also provide
legalization in the files to be processed. The reluctance of the community to take
care of the IMB because there is still a lack of public knowledge in the process of
registering a Building Permit, therefore the suggestion from this research is that
human resources in the Housing and Spatial Planning Department are expected to
provide socialization to the public about the importance of IMB.

Keywords: Perda, Levies, Building

DAFTAR ISI

3
Halaman
ABSTRAK
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latarbelakang Masalah....................................................................6
1.2 Rumusan Masalah............................................................................11
1.3 Tujuan Penelitian.............................................................................11
1.4 Manfaat Penelitian...........................................................................12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Penelitian Terdahulu......................................................................13
2.2 Konsep Kebijakan Publik................................................................18
2.3 Pengertian Kebijakan......................................................................26
2.4 Pengertian Ijin Mendirikan Bangunan............................................44
2.5 Ijin Mendirikan Bangunan..............................................................47
2.6 Kerangka Berfikir...........................................................................50

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Jenis Penelitian................................................................................52
3.2 Lokasi Penelitian.............................................................................52
3.3 Informan..........................................................................................53
3.4 Teknik Pengumpulan Data..............................................................53
3.5 Teknik Analisis Data.......................................................................60

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Gambaran Umum Kota Medan......................................................63
4.2.Pelaksanaan Kebijakan Peraturan Daerah Kota Medan No.5
Tahun 2012 Dalam Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan
(IMB) di Kelurahan Tegal Sari Mandala III Kecamatan Medan
Denai Kota Medan...........................................................................69

4
4.3.Faktor Penghambat dan Fakot Pendukung Program Dalam
Pelaksanaan Kebijakan Izin Mendirikan Bangunan di Kelurahan
Tegal Sari Mandala III Kecamatan Medan Denai...........................75

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Simpulan........................................................................................90
5.2 Saran...............................................................................................91
DAFTAR PUSTAKA

BAB I

5
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mendirikan sebuah bangunan memang menjadi hal yang umum di suatu

daerah apalagi di kota besar seperti Medan yang banyak sekali masyarakat luar

yang bekerja atau merantau sehingga terjadi pertumbuhan penduduk yang tinggi

menyebabkan meningkatnya masalah-masalah sosial, ekonomi dan perkembangan

kota, misalnya peningkatan pengangguran, peningkatan kriminalitas, peningkatan

pencemaran, menjamurnya pedagang kaki lima, penurunan kualitas permukiman,

dan menyebarnya kemacetan lalu lintas. Kecendrungan pertumbuhan penduduk di

daerah perkotaan yang semakin meningkat dan cepat ini merupakan suatu hal

yang wajar karena adanya anggapan bahwa daerah perkotaan memiliki daya tarik

yang kuat. Misalnya kesempatan kerja yang lebih luas, memberikan pendapatan

yang lebih tinggi, memberikan peluang pengembangan karir dan lain sebagainya

(Wilonoyudho, 2009).

Daya tarik kota mendorong tingginya perpindahan penduduk atau

urbanisasi. Urbanisasi yang terus terjadi bahkan meningkat hampir di semua

wilayah lingkungan perkotaan akibat daya tarik kegiatan pembangunan yang

memikat di tambah pula dengan terjadinya kemiskinan di pedesaan akibat

semakin terbatasnya lahan usaha ‘memaksa’ pendatang membangun permukiman

seadanya, yaitu mencari ruang atau lahan-lahan, yang menurut mereka tampaknya

masih memungkinkan untuk lokasi hunian sementara, bahkan di sekitar lokasi

pembuangan sampah (Nugroho,2006).

6
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, tahun

2016, jumlah penduduk di Sumatera Utara menurut kabupaten/kota, tampak

bahwa sebanyak 14.250.000 orang atau sebesar 7,08 persen, tentunya kota Medan

mengalami ketidak seimbangan wilayah dan jumlah penduduk. Terlebih lagi kota

Medan adalah salah satu kota metropolitan, di mana aktivitas masyarakat semakin

pesat dan membutuhkan ruang. Selain hal tersebut, di kota Medan sangat sering di

jumpai bangunan yang tidak sesuai dengan fungsi ruang kota. Bahkan, sampai

menyebabkan kerusakan keseimbangan dan lingkungan hidup.

Meningkatnya jumlah penduduk akan menuntut pembangunan perumahan

melibatkan pengembang, pemerintah, dan masyarakat. Keterlibatan pemerintah

berupa pemberian ijin pengelolaan kepada investor/pengembang dan pembebasan

lahan, pengembang yang melakukan pembangunan fisiknya, dan masyarakat yang

tergusur oleh pengembang karena lahannya dikenai proyek pembangunan menjadi

sebuah kombinasi problematika yang muncul dalam hal kebijakan izin mendirikan

bangunan atau melakukan pembangunan di kota Medan.

Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di kota Medan telah di atur dalam

Peraturan Daerah Kota Medan No 5 Tahun 2012, Pada pasal 9 disebutkan

bahwa : Setiap mendirikan bangunan dan atau bangunan-bangunan, baik

perorangan atau badan wajib memiliki izin mendirikan bangunan yang di

keluarkan oleh Pemerintah Walikota. Peraturan pemerintah Kota Medan terkait

izin mendirikan bangunan ini berlatar belakang dari Peraturan Menteri Pekerjaan

Umum Dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 19/Prt/M/2018

(dikutip pada halaman: http://jdih.pu.go.id/produk-hukum-detail.html) yang

7
membagi beberapa jenis IMB di Indonesia beserta ketentuan persyaratan dalam

proses pengurusan IMB yaitu:

1. Izin Bangunan Rumah Tinggal:

a) Mengisi formulir permohonan IMB

b) Surat pernyataan permohonan tentang kesanggupan mematuhi persyaratan

teknis bangunan sesuai dengan peraturan yang berlaku

c) Fotocopy KTP

d) Fotocopy Bukti kepemilikan tanah atau perolehan tanah;

e) Fotocopy tanda pelunasan PBB;

f) Perhitungan kontruksi bangunan bagi bangunan bertingkat beton,

bangunan kontruksi baja yang disahkan oleh dinas yang berwenang;

g) Gambar bangunan denah, tampak, potongan 2 exmp (sesuai standar IMB)

h) Surat kuasa apabila pemohon bukan dilakukan pemilik sendiri;

i) Membayar retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB);

j) Persyaratan lain yang diperlukan.

2. Izin Bangunan Jasa/Perdagangan:

a) Mengisi formulir permohonan IMB

b) Surat pernyataan permohonan tentang kesanggupan mematuhi persyaratan

teknis bangunan sesuai dengan peraturan yang berlaku

c) Fotocopy KTP dan lunas PBB tahun terakhir;

d) Fotocopy bukti kepemilikan tanah atau perolehan hak tanah;

e) Salinan akta pendirian untuk pemohon badan hokum

f) Gambar bangunan denah, tampak, potongan 2 exmp (sesuai standart IMB)

8
g) Perhitungan kontruksi bangunan bagi bangunan bertingkat beton, bangunan

kontruksi baja;

h) Surat kuasa apabila pemohon bukan dilakukan pemilik sendiri

i) Fotocopy Ijin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT)

j) Membayar retribusi IMB; k. Persyaratan lain yang diperlukan.

3. Izin Bangunan Industri/Perumahan KPR-BTN:

a) Mengisi formulir permohonan IMB;

b) Surat pernyataan permohonan tentang kesanggupan mematuhi persyaratan

teknis bangunan sesuai dengan peraturan yang berlaku;

c) Fotocopy KTP

d) Surat kuasa apabila pemohon bukan dilakukan pemilik sendiri

e) Fotocopy tanda pelunasan PBB tahun terakhir;

f) Fotocopy sertifikat hak atas tanah atau bukti perolehan tanah;

g) Fotocopy surat Ijin Lokasi untuk luas tanah lebih dari 10.000 M2 atau

fotocopy surat Ijin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) untuk luas tanah

dibawah 10.000 M2;

h) Site Plan yang disahka;

i) Gambar bangunan denah, tampak, potongan 2 exmp sesuai standart IMB;

j) Perhitungann kontruksi bangunan untuk bangunan bertingkat dan

bangunan tidak bertingkat yang menggunakan kontruksi beton baja, kayu

atau bangunan yang terkena penelitian khusus

k) Fotocopy akta perusahaan atau anggaran dasar untuk koperasi.

l) Fotocopy amdal bagi yang wajib amdal;

9
m) Peil Banjir;

n) Membayar retribusi IMB;

o) Persyaratan lain yang diperlukan.

Alasan meneliti tantang Analisis Kebijakan Peraturan Daerah Kota Medan

Nomor 5 Tahun 2012 Dalam Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Di Kota

Medan karena masih banyak masyarakat yang tidak memiliki izin bangunan

secara resmi. Berdasarkan persyataran yang terdapat dalam peraturan tersebut

maka saat ini IMB tidak hanya harus dimiliki oleh para pengusaha yang

mendirikan bangunan saja, tetapi rumah tinggal juga sudah harus memiliki IMB.

Tetapi pada pelaksanaannya di Kelurahan Tegal Sari Mandala III Kecamatan

Medan Denai Kota Medan masih belum terlaksana.

Alasan penulis meneliti adalah masalah Kebijakan Peraturan Daerah Kota


Medan Nomor 5 Tahun 2012 Dalam Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Di
Kota Medan yang timbul juga ditemukan fenomena masyarakat Kota Medan
masih belum menyadari sepenuhnya akan pentingnya Penerbitan Izin Mendirikan
Bangunan. Selain itu masih rendahnya sanksi yang diberikan kepada masyarakat
yang melanggar izin mendirikan bangunan yang diterbitkan atau yang belum
memiliki izin mendirikan bangunan. Oleh karena itu, dibutuhkan pengawasan
yang maksimal dari pemerintah terhadap penerbitan izin mendirikan bangunan ini.
Berdasarkan penjelasan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian lebih mendalam terkait hal tersebut, dengan judul penelitian. Analisis
Kebijakan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 5 Tahun 2012 Dalam
Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Di Kota Medan

1.2 Rumusan Masalah

10
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana Pelaksanaan Kebijakan Peraturan Daerah Kota Medan No.5

Tahun 2012 Dalam Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di

Kelurahan Tegal Sari Mandala III Kecamatan Medan Denai Kota Medan?

2. Apa Saja Faktor yang Mendukung dan Penghambat Dalam Pelaksanaan

Kebijakan Izin Mendirikan Bangunan di Kelurahan Tegal Sari Mandala III

Kecamatan Medan Denai?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun Tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk Mengetahui dan Menganalisis Pelaksanaan Kebijakan Peraturan

Daerah Kota Medan No.5 Tahun 2012 Dalam Penerbitan Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) di Kelurahan Tegal Sari Mandala III Kecamatan Medan

Denai Kota Medan

2. Untuk Mengetahui Apa Saja Faktor yang Menghambat Dalam

Pelaksanaan Kebijakan Izin Mendirikan Bangunan di Kelurahan Tegal

Sari Mandala III Kecamatan Medan Denai

1.4 Manfaat Penelitian

11
Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat secara ilmiah, penelitian ini bermanfaat bagi peneliti dalam

mengembangkan kemampuan menulis karya ilmiah dan menambah

pengetahuan ilmiah pada studi pembangunan dalam kaitannya dengan

Kebijakan kebijakan yakni Peraturan Daerah Kota Medan No 5 Tahun

2012 dalam penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di kota Medan.

2. Manfaat secara praktis, penelitian ini di harapkan bermanfaat bagi pihak-

pihak yang terkait dalam pengKebijakanan Peraturan Daerah kota Medan

No 5 Tahun 2012 dalam penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB),

khususnya bermanfaat bagi Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan Kota

Medan untuk melakukan perbaikan-perbaikan di masa yang akan datang.

BAB II

12
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

1. Penelitian yang sama pernah di lakukan oleh Putri (2017) dengan judul

penelitian “Analisis Dampak Penertiban Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

di kota Tanjung pinang”. Penelitian ini menjelaskan terkait Pemerintah

Kota Tanjung Pinang sebagai daerah otonom telah berupaya membuat

suatu kebijakan yang telah tersusun rapi, untuk melakukan penataan,

pengaturan, penertiban dan pengawasan terhadap pertumbuhan bangunan

yang berkembang semakin pesat di wilayah Kota Tanjung Pinang sebagai

daerah otonom telah berupaya membuat suatu kebijakan untuk mengatur

pembangunan daerahnya yaitu pada Peraturan Daerah No 7 Tahun 2010

Tentang Izin Mendirikan Bangunan.

Masalah yang di rumuskan pada penelitian ini adalah MengAnalisis

Dampak Penertiban Izin Mendirikan Bangunan Di Kota Tanjung Pinang (Studi

Kasus Pembangunan Ruko Di Kecamatan Bukit Bestari). Adapun tujuan

penelitian ini untuk MengAnalisis Dampak Penertiban Izin Mendirikan bangunan

di Kecamatan Bukit Bestari. Adapun teknik analisis data yang peneliti gunakan

adalah analisis deskriptif kualitatif, penelitian ini mengambil sembilan orang

informan yang terdiri dari dua orang Bidang Pengawasan Penertiban Bangunan,

lima orang masyarakat pemilik ruko dan dua orang masyarakat sekitar. Adapun

hasil penelitian ini melihat dari indikator Analisis dampak kebijakan bahwa,

13
pengawasan izin mendirikan bangunan oleh dinas tata kota belum keseluruhan

tercapai karena belum melakukan sosialisasi terlebih dahulu.

Dampak di masa yang akan datang menjadikan kota yang di cita-citakan

sesuai harapan tidak mempengaruhi ekonomi di saat adanya penertiban serta

jumlah pelanggaran semakin berkurang. Analisis dampak pada masyarakat,

apabila bangunan tidak memiliki izin mendirikan bangunan untuk kedepannya

bangunan itu akan roboh. Kesimpulan dalam pelaksanaan penertiban Izin

Mendirikan Bangunan tentu tenaga pelaksana harus melakukan sosialisasi terlebih

dahulu terhadap sasaran kebjakan, namun kenyataannya Dinas Tata Kota belum

mampu menjalankan penertiban secara keseluruhan. Saran Agar Dinas Tata Kota

selaku pelaksana penertiban izin mendirikan bangunan melakukan sosialisasi

pengawasan terlebih dahulu kepada masyarakat guna penegakan kebijakan dalam

menertibkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Persamaan membahas tentang

izin mendirikan bangunan. Perbedaan tidak membahas dalam bentuk teori yang

relevan. Metode Kualitatif

2. Penelitian yang sama juga di lakukan Budiman (2013), dengan judul

“Analisis Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB)”. Tujuan penelitian

ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis faktor apa saja yang

mempengaruhi Analisis Peraturan Daerah No. 24 Tahun 2001 tentang

Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kabupaten Kuantan

Singingi. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan

analisa kualitatif, yaitu prosedur pemecahan masalah yang diteliti dengan

menggunakan cara memaparkan data yang diperoleh dari pengamatan

14
kepustakaan dan pengamatan lapangan, kemudian dianalisa dan di

interprestasikan dengan memberikan kesimpulan.

Hasil penelitian di tekankan pada pemberian gambaran secara objektif

tentang keadaan yang sebenarnya dari objek yang d iselidiki. Pengumpulan data di

lakukan dengan tehnik wawancara dan observasi, setelah data terkumpul

kemudian dianalisa dengan menggunakan analisa deskriptif kualitatif. Hasil

penelitian menunjukkan Analisis retribusi IMB masih belum baik. Ditemukan

faktor-faktor yang mempengaruhi Analisis Perda, yaitu faktor SDM, faktor

pengawasan, faktor partisipasi masyarakat dan faktor kepatuhan implementor.

Persamaan izin mendirikan bangunan. Perbedaan tidak membahas secara

keseluruhan hanya melihat dari faktor objektif dan gamabaran saja. Metodelogi

Kualitatif

3. Arfandy (2017) juga melakukan penelitain yang sama dengan judul

“Kebijakan Kebijakan Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan di Badan

Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Manado”. Adapun tujuan dalam

penelitian ini adalah Untuk mengetahui Kebijakan Kebijakan Pelayanan

Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu

Kota Manado serta apa kendala yang terjadi dalam MengKebijakankan

Kebijakan Pelayanan IMB di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota

Manado.

Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa pemerintah kota Manado telah

mengeluarkan berbagai kebijakan terkait IMB. Metode penelitian yang digunakan

adalah metode Kualitatif . Dalam Kebijakan IMB Kota Manado juga

15
membutuhkan peran aktif aktor pelaksana Kebijakan salah satunya Pemerintah.

Yang terjadi di lapangan adalah pemerintah sebagai aktor pelaksana dalam

Kebijakan kebijakan pelayanan IMB masih belum optimal dan di pandang belum

sesuai dengan yang seharusnya, pada ketetapan pelaksanaan dalam impelementasi

pelayanan IMB di kota Manado terkait pelayanan dan biaya dapat dilihat pertama

mengenai pelayanan masih belum berjalan dengan baik, banyak ketidak jelasan

dalam meberikan pelayanan misalnya mengenai prosedur yang tidak sesuai

dengan Peraturan Daerah dan sangat berbelit-belit sehingga jasa calo pun menjadi

pilihan utama bagi masyarakat. Persamaan mambahas tentang izin mendirikan

bangunan. Perbedaan tidak membahas dengan teori yang relevan dalam

mendirikan izin banguna. Metodelogi Kualitatif

4. Andi Irawan (2015) juga melakukan penelitian yang sama dengan judul

penelitian “Kebijakan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2001 Tentang

Izin Mendirikan Bangunan Di Kecamatan Malinau Kota Kabupaten

Malinau”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan

Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2001 Tentang Izin Mendirikan

Bangunan di Kecamatan Malinau Kota serta faktor penghambat yang

timbul dan dihadapi Pemerintah yang berwewenang. Penelitian ini

dilaksanakan di Kantor Pelayanan Terpadu (KPT) dengan menggunakan

jenis penelitian kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan cara

observasi, wawancara mendalam dan penelitian dokumen. Nara sumber

dalam penelitian ini adalah Kepala Kantor Pelayanan Terpadu, Kasi

Perijinan Kantor Pelayanan Terpadu, Kasubag Tata Usaha Kantor

16
Pelayanan Terpadu beserta masyarakat yang telah melakukan pelayanan

perijinan guna memperoleh surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di

Kantor Pelayanan Terpadu (KPT).

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Kebijakan Peraturan Daerah

Nomor 5 Tahun 2001 Tentang Izin Mendirikan Bangunan Di Kecamatan Malinau

Kota Kabupaten Malinau belum berjalan dengan baik, karena masih banyak

masyarakat yang belum mengetahui tentang isi Peraturan Daerah tersebut serta

ketentuan-ketentuan yang harus ditaati dalam melakukan pembangunan

dikarenakan sosialisasi yang kurang maksimal kepada masyarakat, adapun

hambatannya adalah pelaksanaan Peraturan Daerah ini, kurangnya kesadaran

masyarakat terhadap hukum hambatan lainnya iyalah transfortasi dan komunikasi.

Persamaan izin mendirikan bangunan. Perbedaan hanya membahas tentang

pengetahuan tidak dengan menganalisis. Metodelogi Kualitatif

5. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Mansur (2016) dengan judul

penelitian “Analisis Kebijakan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (Imb)

Di Kabupaten Mamuju Utara”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengAnalisis sejauh mana pembangunan retribusi efektivitas kebijakan

izin (IMB) di Kabupaten Mamuju utara. Pengumpulan data dilakukan

dengan menggunakan observasi dan wawancara mendalam, sedangkan

teknik analisis data meliputi reduksi data, menampilkan data dan menarik

kesimpulan dan verifikasi menggunakan analisis deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan kinerja kebijakan retribusi Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) di Kabupaten Mamuju Utara belum memenuhi dua aspek

17
kriteria Analisis yang baik, dalam kriteria umum dan kriteria aktuaris. Selain itu

keempat aspek kriteria Analisis tidak di maksimalkan seperti kinerja efektivitas,

efisiensi, kecukupan, dan daya tanggap. Persamaan kebijakan retribusi izin

mendirikan bangunan. Perbedan hanya membahas secara umum siklus dan kriteria

dalam izin mendirikan bangunan. Metodelogi Kualitatif

2.2 Konsep Kebijakan Publik

Secara etimologis, istilah kebijakan atau policy berasal dari bahasa Yunani

polis berarti negara, kota yang kemudian masuk ke dalam bahasa Latin menjadi

politia yang berarti negara. Kemudian di terjemahkan ke dalam bahasa Inggris

policie yang artinya berkenaan dengan pengendalian masalah-masalah publik atau

administrasi pemerintahan. Istilah "kebijakan" atau "policy" dipergunakan untuk

menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok

maupun suatu badan pemerintah) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan

tertentu.

Kebijakan publik merupakan proses pembuatan kebijakan oleh pemerintah

atau pemegang kekuasaan yang berdampak kepada masyarakat luas. Proses

kebijakan baru dimulai ketika para pelaku kebijakan mulai sadar bahwa adanya

situasi permasalahan, yaitu situasi yang dirasakan adanya kesulitan atau

kekecewaan dalam perumusan kebutuhan, nilai dan kesempatan. Menurut William

Dunn (2003), kebijakan publik adalah suatu proses ketata pemerintahan dan

administrasi pemerintah yang menghasilkan keputusan pemerintah, dimana

18
instansi yang terkait mempunyai wewenang atau kekuasaan dalam mengarahkan

masyarakat dan tanggung jawab melayani kepentingan umum.

Kebijakan publik memberikan arah tindakan bagi perilaku di masa depan

sekaligus merupakan kesatuan arah bagi sejumlah program dan proyek yang

membutuhkan keputusan-keputusan besar dan kecil. Arah tindakan ini dihasilkan

melalui proses pemilihan oleh pengambil kebijakan dari sejumlah alternatif

pilihan yang tersedia sehingga tindakan ini merupakan tindakan yang di sengaja.

Pilihan tersebut tidak bermaksud untuk memecahkan semua masalah, tetapi

memberikan solusi dari situasi yang terbatas.

Tahjan (2008), mengemukakan bahwa bila pemerintah mengambil suatu

keputusan maka harus memiliki tujuan yang jelas, dan kebijakan publik mencakup

semua tindakan pemerintah, jadi bukan semata-mata merupakan pernyataan

keinginan pemerintah atau pejabat pemerintah saja melainkan karena keputusan

bersama untuk mencapai satu tujuan yang lebih baik.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik

merupakan serangkaian tindakan yang di tetapkan dan di laksanakan atau tidak di

laksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan tertentu berkenaan dengan

masalah tertentu yang di orientasikan pada kepentingan masyarakat.

Kompleksitas konteks kebijakan publik, maka pemerintah sebagai pihak yang

memiliki otoritas untuk mengambil keputusan di tuntut untuk mampu memilih

alternatif keputusan secara tepat dengan berorientasi pada sebesar mungkin

kepentingan masyarakat. Salah satu yang menjadi kebijakan publik pada

penelitian ini adalah Kebijakan Pemerintah Daerah Kota Medan dalam Penerbitan

19
Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di kota Medan yang tertulis pada Peraturan

Daerah Kota Medan No 5 Tahun 2012.

2.2.1. Ciri-Ciri Kebijakan Publik

Menurut Suharno (2010: 22-24), ciri-ciri khusus yang melekat pada

kebijakan publik bersumber pada kenyataan bahwa kebijakan itu dirumuskan.

Ciri-ciri kebijakan publik antara lain:

1. Kebijakan publik lebih merupakan tindakan yang mengarah pada tujuan

daripada sebagai perilaku atau tindakan yang serba acak dan kebetulan.

Kebijakan-kebijakan publik dalam system politik modern merupakan

suatu tindakan yang direncanakan.

2. Kebijakan pada hakekatnya terdiri atas tindakan-tindakan yang saling

berkait dan berpola yang mengarah pada tujuan tertentu yang dilakukan

oleh pejabat-pejabat pemerintah dan bukan merupakan keputusan yang

berdiri sendiri. Kebijakan tidak cukup mencakup keputusan untuk

membuat undang-undang dalam bidang tertentu, melainkan diikuti pula

dengan keputusan-keputusan yang bersangkut paut dengan

implementasi dan pemaksaan peberlakuan.

3. Kebijakan bersangkut paut dengan apa yang senyatanya dilakukan

pemerintah dalam bidang tertentu.

4. Kebijakan publik mungkin berbentuk positif, munkin pula negatif,

kemungkinan meliputi keputusan-keputusan pejabat pemerintah untuk

tidak bertindak atau tidak melakukan tindakan apapun dalam masalah-

masalah dimana justru campur tangan pemerintah diperlukan.

20
2.2.2. Jenis Kebijakan Publik

Banyak pakar yang mengajukan jenis kebijakan publik berdasarkan sudut

pandang masing-masing. James Anderson yang dikutip Suharno (2010: 24-25)

menyampaikan kategori kebijakan publik sebagai berikut:

1. Kebijakan substantif versus kebijakan prosedural: Kebijakan

substantif yaitu kebijakan yang menyangkut apa yang akan dilakukan

oleh pemerintah. Sedangkan kebijakan prosedural adalah bagaimana

kebijakan substantif tersebut dapat dijalankan.

2. Kebijakan distributif versus kebijakan regulatori versus kebijakan

redistributif: Kebijakan distributif menyangkut distribusi pelayanan

atau kemanfaatan pada masyarakat atau individu. Kebijakan regulatori

merupakan kebijakan yang berupa pembatasan atau pelarangan

terhadap perilaku individu atau kelompok masyarakat. Sedangkan,

kebijakan redistributif merupakan kebijakan yang mengatur alokasi

kekayaan, pendapatan, pemilikan atau hak-hak diantara berbagai

kelompok dalam masyarakat.

3. Kebijakan materal versus kebijakan simbolik: Kebijakan materal

adalah kebijakan yang memberikan keuntungan sumber daya komplet

pada kelompok sasaran. Sedangkan, kebijakan simbolis adalah

kebijakan yang memberikan manfaat simbolis pada kelompok sasaran.

4. Kebijakan yang barhubungan dengan barang umum (public goods)

dan barang privat (privat goods): Kebijakan public goods adalah

21
kebijakan yang mengatur pemberian barang atau pelayanan publik.

Sedangkan, kebijakan privat goods adalah kebijakan yang mengatur

penyediaan barang atau pelayanan untuk pasar bebas.

Wahab yang dikutip Suharno (2010: 2527) mengisyaratkan bahwa

pemahaman yang lebih baik terhadap hakikat kebijakan publik sebagai tindakan

yang mengarah pada tujuan, ketika kita dapat memerinci kebijakan tersebut

kedalam beberapa kategori, yaitu:

1. Tuntutan kebijakan (policy demands) yaitu tuntutan atau desakan yang

diajukan pada pejabat-pejabat pemerintah yang dilakukan oleh actor-

aktor lain, baik swasta maupun kalangan pemerintah sendiri dalam

sistem politik untuk melakukan tindakan tertentu atau sebaliknya

untuk tidak melakukan tindakan pada suatu masalah tertentu. Tuntutan

ini dapat bervariasi, mulai dari desakan umum, agar pemerintah

berbuat sesuatu hingga usulan untuk mengambil tindakan konkret

tertentu terhadap suatu masalah yang terjadi di dalam masyarakat.

2. Keputusan kebijakan (policy decisions) adalah keputusan yang dibuat

oleh para pejabat pemerintah yang dimaksudkan untuk memberikan

arah terhadap pelaksanaan kebijakan publik. Dalam hal ini, termasuk

didalamnya keputusankeputusan untuk menciptakan statuta

(ketentuan-ketentuan dasar), ketetapan-ketetapan, ataupun membuat

penafsiran terhadap undang-undang.

22
3. Pernyataan kebijakan (policy statements) ialah pernyataan resmi atau

penjelasan mengenai kebijakan publik tertentu. Misalnya; ketetapan

MPR, Keputusan Presiden atau Dekrit Presiden, keputusan peradialn,

pernyataan ataupun pidato pejabat pemerintah yang menunjukkan

hasrat, tujuan pemerintah, dan apa yang dilaksanakan untuk mencapai

tujuan tersebut.

4. Keluaran kebijakan (policy outputs) merupakan wujud kebijakan

publik yang dapat dilihat dan dirasakan, karena menyangkut hal-hal

yang senyatanya dilakukan guna merealisasikan apa yang telah

digariskan dalam keputusan dan pernyataan kebijakan. Secara singkat

keluaran kebijakan menyangkut apa yang ingin dilakukan pemerintah.

5. Hasil akhir kebijakan (policy outcomes) adalah akibat-akibat atau

dampak yang benar-benar dirasakan oleh masyarakat, baik yang

diharapkan atau yang tidak diharapkan sebagai konsekuensi dari

adanya tindakan atau tidak adanya tindakan pemerintah dalam bidang-

bidang atau masalah-masalah tertentu yang ada dalam masyarakat.

Kebijakan publik memiliki jenis-jenis kebijakan yang memerlukan

penjelas dengan peraturan pelaksanaan. Kebijakan publik yang langsung

operasional terdiri dari: Keputusan Presiden, Instruksi Presiden, Keputusan

Menteri, Keputusan Kepala Daerah, Keputusan Kepala Dinas dan lain-lain.

23
2.2.3. Tahapan Kebijakan Publik

Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang kompleks

karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena

itu beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan publik

membagi proses-proses penyusunan kebijakan publik kedalam beberapa tahap.

Tujuan pembagian seperti ini adalah untuk memudahkan kita dalam mengkaji

kebijakan publik. Namun demikian, beberapa ahli mungkin membagi tahap-tahap

ini dengan urutan yang berbeda.

Sementara Winarno (2012:35) mengemukakan bahwa proses pembuatan

kebijakan publik merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak

proses maupun variabel yang harus dikaji. Proses-proses penyusunan kebijakan

publik tersebut dibagi kedalam beberapa tahapan. Tahapan-tahapan kebijakan

publik adalah sebagai berikut:

a) Penyusunan Agenda

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada

agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih

dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan.Pada akhirnya,

beberapa masalah masuk ke agenda kebijakan para perumus kebijakan.

Pada tahap ini suatu masalah mungkin tidak disentuh sama sekali,

sementara masalah yang lain ditetapkan menjadi fokus pembahasan,

atau ada pula masalah karena alasan- alasan tertentu ditunda untuk

waktu yang lama.

24
b) Tahap Formulasi Kebijakan

Masalah telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para

pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk

kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah

tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan (policy

alternatives / policy options) yang ada. Sama halnya dengan perjuangan

suatu masalah untuk masuk ke dalam agenda kebijakan, dalam tahap

perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat

dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah.

c) Tahap Adopsi Kebijakan

Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para

perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu alternatif kebijakan

tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus

antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.

d) Tahap Implementasi Kebijakan

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika

program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, keputusan

program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan

masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-

badan administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah.

Kebijakan yang telah diambil dilaksana- kan oleh unit-unit administrasi

yang memobilisasikan sumberdaya finansial dan manusia.

25
e) Tahap Evaluasi Kebijakan

Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau

dievaluasi, untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah

mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat

untuk meraih dampak yang diinginkan.

2.3. Teori Implementasi Kebijakan

Tachjan (2006:24) menjelaskan bahwa implementasi secara etimologi

diartikan sebagai suatu aktivitas yang bertalian dengan penyelesaian suatu

pekerjaan dengan penggunaan sarana (alat) untuk memperoleh hasil. Sehingga

bila dirangkaikan dengan kebijakan publik, maka kata implementasi kebijakan

publik dapat diartikan sebagai aktivitas penyelesaian atau pelaksanaan suatu

kebijakan publik yang telah ditetapkan/disetujui dengan penggunaan sarana (alat)

untuk mencapai tujuan kebijakan.

Konsep implementasi kebijakan bervariasi tergantung dari sudut pandang

atau pendekatan yang digunakan. Implementasi kebijakan dipandang sebagai

suatu proses menurut Van Metter dan Van Horn dalam Agustino (2008: 195)

membatasi implementasi kebijakan sebagai berikut:

Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu/ pejabat-

pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan

pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan

kebijakan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha

26
untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan

operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka

melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan besar dan

kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan. Tahap

implementasi terjadi hanya setelah undang-undang ditetapkan dan dana

disediakan untuk membiayai implementasi kebijakan tersebut.

Dengan demikian pada tahap implementasi kebijakan ini mencakup usaha-

usaha mengubah keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional maupun

usaha-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil. Tahap

implementasi baru terjadi setelah undang-undang ditetapkan dan dana disediakan

untuk membiayai implementasi kebijakan. Namun demikian suatu implementasi

kebijakan tidak selalu berhasil ada kalanya tujuan tidak tercapai.

Suatu keadaan dimana dalam proses kebijakan selalu akan terbuka

kemungkinan terjadinya perbedaan antara apa yang diharapkan (direncanakan)

oleh pembuat kebijakan dengan apa yang senyatanya dicapai disebut sebagai

implementation gap (Andrew Dunsire dalam Abdul Wahab, 2004:61). Besar

kecilnya perbedaan tersebut tergantung pada implementation capacity dari

organisasi/aktor atau kelompok organisasi yang dipercaya untuk mengemban

tugas mengimplementasikan kebijakan tersebut (Walter Williams dalam Abdul

Wahab, 2004:61).

Esensi utama dari implementasi kebijakan adalah memahami apa yang

seharusnya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan.

27
Pemahaman tersebut mencakup usaha untuk mengadministrasikannya dan

menimbulkan dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian. Menurut

George C. Edward III dalam Sumodiningrat (2000) menjelaskan bahwa:

Implementasi kebijakan adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik

oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok

pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan

yang telah digariskan dengan keputusan kebijaksanaan.

Berdasarkan rumusan implementasi kebijakan sebagaimana dikemukakan

di atas, maka implementasi kebijakan dapat dimaknai sebagai pelaksanaan

kegiatan/aktifitas yang mengacu pada pedoman-pedoman yang telah disiapkan

sehingga dari kegiatan/aktifitas yang telah dilaksanakan tersebut dapat

memberikan dampak/akibat bagi masyarakat dan dapat memberikan kontribusi

dalam menanggulangi masalah yang menjadi sasaran program. Implementasi

kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting dalam keseluruhan struktur

kebijakan karena melalui prosedur ini proses kebijakan secara keseluruhan dapat

dipengaruhi tingkat keberhasilan atau tidaknya pencapaian tujuan.

Lebih lanjut Hogwood dan Gunn (dalam Abdul Wahab, 2004:61)

membagi pengertian kegagalan kebijakan dalam 2 (dua) kategori, yaitu :

1. Non implementation (tidak terimplementasikan) mengandung arti

bahwa suatu kebijakan tidak dilaksanakan sesuai dengan rencana,

mungkin karena pihak-pihak yang terlibat didalam pelaksanaannya

tidak mau bekerja sama, atau mereka telah bekerja secara tidak efisien,

28
bekerja setengah hati, atau karena mereka tidak sepenuhnya menguasai

persoalan, atau kemungkinan permasalahan yang digarap diluar

jangkauan kekuasaannya, sehingga betapapun gigih usaha mereka,

hambatan-hambatan yang ada tidak sanggup mereka tanggulangi.

2. Unsuccessful implementation (implementasi yang tidak berhasil) terjadi

manakala suatu kebijakan tertentu telah dilaksanakan sesuai dengan

rencana, namun mengingat kondisi eksternal ternyata tidak

menguntungkan kebijakan tersebut tidak berhasil dalam mewujudkan

dampak atau hasil akhir yang dikehendaki.

Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa peran pelaksana

implementasi sangat menentukan terimplementasikannya suatu kebijakan

sehingga pelaksana implementasi harus benar-benar memahami kebijakan yang

akan dilaksanakan. Disamping itu faktor eksternal perlu diperhatikan pula untuk

dapat mendukung bagi kelancaran dalam implementasi kebijakan tersebut. Untuk

mengetahui apa yang sebenarnya terjadi setelah suatu kebijakan dibuat dan

dirumuskan adalah subyek implementasi kebijakan. Dengan demikian untuk

mengetahui bagaimana proses Implementasi GISA kepemilikan akta kelahiran

pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Langkat merupakan

subjek implementasi kebijakan.

2.3.1. Model Implementasi Kebijakan

29
Model digunakan untuk memudahkan para pemerhati atau pembelajar

tingkat awal. Menurut Riant Nugroho (2011:167) pada prinsipnya terdapat dua

pemilihan jenis model implementasi kebijakan publik yaitu implementasi

kebijakan publik yang berpola dari atas ke bawah (topper-bottom) dan dari bawah

ke atas (bottom-topper), serta pemilihan implementasi kebijakan publik yang

berpola paksa (command and control) dan pola pasar (economic incentive).

Menurut Nawawi (2009) berbagai pendekatan dalam implementasi

kebijakan baik terkait dengan implementor, sumber daya, lingkungan, metoda,

permasalahan dan tingkat kemajemukan yang dihadapi di masyarakat. Sumber

daya manusia sebagai implementor mempunyai peranan penting dalam

pengendalian implementasi kebijakan publik. Untuk memperkaya pemahaman

tentang berbagai variabel yang terlibat di dalam implementasi, makan akan

dikolaborasi beberapa teori implementasi di bawah ini:

1. Model Implementasi Kebijakan Van Metter dan Van Horn

Model Van Meter dan Van Horn mengandaikan bahwa implementasi

kebijakan berjalan secara linear dari kebijakan publik, implementor dan kinerja

kebijakan publik. Menurut Van Meter dan Van Horn dalam Agustino

(2008:142-144) ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja kebijakan

publik, yaitu :

1) Ukuran dan tujuan kebijakan

Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat

keberhasilannya jika dan hanya jika ukuran dan tujuan dari kebijakan

30
memang realistis dengan sosio-kultur yang mengada dilevel

pelaksana kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau tujuan kebijakan

terlalu ideal untuk dilaksanakan di level warga, maka agak sulit

memang merealisasikan kebijakan publik hingga titik yang dapat

dikatakan berhasil.

2) Sumber daya

Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari

kemampuan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. Manusia

merupakan sumber daya yang tersedia, manusia merupakan

sumberdaya yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan

proses implementasi.

3) Karakteristik agen pelaksana

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan

organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian

kebijakan publik. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi

kebijakan publik akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang

tepat serta cocok dengan para agen pelaksanaanya.

4) Sikap atau kecenderungan (dispotion) para pelaksana

Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan sangat

banyak mempengaruhi keberhasilan atau tdaknya kinerja

impelementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh

31
karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga

setempat yang menganal betul persoalan dan permasalahan yang

mereka rasakan.

5) Komunikasi antar organisasi dan aktivitas pelaksana

Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi

kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara

pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi , maka

asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi, dan

begitu pula sebaliknya.

6) Lingkungan sosial, ekonomi dan politik

Sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan

kebijakan publik yang telah ditetapkan. Lingkungan sosial ekonomi

dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi biang keladi dari

kegagalan kinerja implementasi kebijakaan. Karena itu upaya untuk

mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan

kekondusifan kondisi lingkungan eksternal.

2. Model Implementasi Kebijakan Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier

32
Model implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh Mazmanian

dan Sabatier disebut dengan A Framework for Policy Implementation

Analysis. Model ini berpendapat bahwa peran penting dari implementasi

kebijakan publik adalah kemampuan dalam mengidentifikasi variabel-variabel

yang mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal pada keseluruhan proses

implementasi. Variabel-variabel yang dimaksud dapat diklasifikasikan

menjadi tiga kategori besar, yaitu:

a. Mudah tidaknya masalah yang akan digarap, meliputi: kesukaran-

kesukaran teknis, keberagaman perilaku yang diatur, tingkat dan

ruang lingkup perubahan perilaku yang dikehendaki.

b. Kemampuan kebijakan menstruktur proses implementasi secara

tepat.

c. Faktor-faktor di luar undang-undang yang mempengaruhi

implementasi.

3. Model Implementasi Kebijakan George C. Edward III

Implementasi kebijakan adalah salah satu tahap kebijakan publik, antara

pembentukan kebijakan dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi

masyarakat yang dipengaruhinya. Jika suatu kebijakan tidak tepat atau tidak

dapat mengurangi masalah yang merupakan sasaran dari kebijakan, maka

kebijakan itu mungkin akan mengalami kegagalan sekalipun kebijakan itu

diimplementasikan dengan sangat baik. Sementara itu, suatu kebijakan yang

telah direncanakan dengan sangat baik mungkin juga akan mengalami

33
kegagalan, jika kebijakan tersebut kurang diimplementasikan dengan baik oleh

para pelaksana kebijakan (Winarno, 2012:177).

Edward III (dalam Subarsono, 2011: 90-92) berpandangan bahwa

implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yaitu:

a. Komunikasi, yaitu keberhasilan implementasi kebijakan

mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus

dilakukan, dimana yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus

ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target group), sehingga

akan mengurangi distorsi implementasi.

b. Sumber daya, meskipun isi kebijakan telah dikomunikasikan secara

jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan

sumberdaya untuk melaksanakan, maka implementasi tidak akan

berjalan efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya

manusia, misalnya kompetensi implementor dan sumber daya

finansial.

c. Disposisi, adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh

implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila

implementor memiliki disposisi yang baik, maka implementor

tersebut dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang

diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki

sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka

proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif.

34
d. Struktur Birokrasi, Struktur organisasi yang bertugas

mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap implementasi kebijakan. Aspek dari struktur organisasi

adalah Standard Operating Procedure (SOP) dan fragmentasi.

Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung

melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur

birokrasi yang rumit dan kompleks, yang menjadikan aktivitas

organisasi tidak fleksibel.

Kempat variabel di atas dalam model Edward III memiliki keterkaitan

satu dengan yang lain dalam mencapai tujuan dan sasaran program atau

kebijakan. Semuanya saling bersinergi dalam mencapai tujuan dan satu

variabel akan sangat mempengaruhi variabel yang lain. Hal ini dapat dilihat

dari model Implementasi Kebijakan menurut Edward III pada gambar berikut.

Gambar 2.1 Model Implementasi Kebijakan Edward III

Sumber: (Syafri, Setyoko. 2008:35)

4. Model Implementasi Kebijakan Eguene Bardach

35
Model implementasi kebijakan yang dikemukakan Eguene Bardach

dalam melakukan analisa lebih menekankan pada tawar menawar, persuasi,

dan manuver oleh kelompok-kelompok kepentingan guna memaksimalkan

pengaruh mereka dalam hal pelaksanaan atau implementasi. Dalam tulisan

Bardach pada bukunya Getting Agencies to work Together (1998), Bardach

mengakui peran penting para pelaksana tingkat bawah (the street level) dalam

suatu implementasi kebijakan dan menekankan pentingnya pendekatan

informal dengan mereka, bahkan berkolaborasi jika perlu, demi tercapainya

tujuan kebijakan.

5. Model Implementasi Kebijakan Christopher Hood

Model impelementasi kebijakan yang dirumuskan oleh Christopher

Hood dalam bukunya Limit to Administration menjelaskan bahwa sekurang-

kurangnya terdapat lima syarat agar implementasi kebijakan dapat

berlangsung sempurna, yaitu: implementasi adalah produk dari organisasi

yang padu seperti militer dengan garis komando yang jelas, norma-norma

ditegakkan dan tujuan ditentukan dengan jelas, orang-orangnya dipastikan

dapat melaksanakan apa yang diminta, harus ada komunikasi yang sempurna

di dalam dan antar organisasi, tidak ada tekanan waktu.

6. Model Implementasi Kebijakan Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn

Model implementasi ini sangat menekankan pentingnya pendekatan

top-down dalam proses implementasi, bagi mereka pendekatan bottom-up

cenderung mendekati permasalahan kasus per kasus dianggap tidak menarik

36
apalagi para pembuat kebijakan adalah orang-orang yang telah dipilih secara

demokratis. Model implementasi kebijakan ini memberikan proposisi-

proposisi untuk mencapai implementasi yang sempurna, sebagai berikut:

situasi diluar badan/organisasi tidak menimbulkan kendala besar bagi proses

implementasi, tersedia cukup waktu dan cukup sumber daya untuk

melaksanakan program, tidak ada kendala dalam menyediakan sumber daya

yang dibutuhkan termasuk sumber daya yang dibutuhkan dalam setiap tahapan

implementasi, kebijakan yang diimplementasikan didasarkan pada teori sebab

akibat yang valid, hubungan sebab akibat tersebut setidaknya ada hubungan

antara (intervening links), diimplementasikan oleh lembaga tunggal yang tidak

tergantung pada lembaga lainnya.

2.3.2. Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan

Tolak ukur keberhasilan suatu kebijakan berada pada tahap implementasi

atau pelaksanaannya. Pelaksanaan kebijakan lebih bersifat kegiatan praktis

termasuk di dalamnya mengeksekusi dan mengarahkan. Tingkat keberhasilan

pelaksanaan kebijakan akan dipengaruhi berbagai unsur, baik yang bersifat

mendukung maupun menghambat, termasuk di dalamnya unsur lingkungan fisik,

sosial, dan budaya. Hal yang perlu diwaspadai yaitu dalam memilih alternatif

untuk memecahkan masalah sehingga tidak mengganggu pencapaian tujuan

pendidikan.

37
Peneliti menggunakan model teori George Edward III karena dianggap

cocok dan sangat berhubungan dengan masalah yang akan diteliti terutama

mengenai kinerja implementor itu sendiri yaitu aparatur Dinas Kependudukan dan

Catatan Sipil Kabupate Langkat. Teori Edward III mudah dipahami dan lebih

cocok untuk mengukur keberhasilan program di Kabupaten Langkat.

Implementasi kebijakan secara praktis memerlukan adaya beberapa komponen

yang terkait sehingga mnjadikannya lebih terarah. Selain itu, Model implementasi

kebijakan ini termasuk dalam model top-down. Model top-down ini juga

memandang bahwa implementasi kebijakan dapat berjalan secara mekanistis atau

linier, maka penekanannya terpusat pada kepatuhan dan control efektif. Dimensi

Implementasi Kebijakan Publik adalah faktor-faktor dari kebijakan publik yang

mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan menurut Edward III dalam

Syafri (2008:34) terdiri atas:

1. Komunikasi.

Menurut Edwards III dalam Mutiarin (2014:38), agar implementasi

dapat efektif penanggungjawab implementasi sebuah keputusan harus

mengetahui apa yang mesti dilakukan. Dengan demikian dalam faktor

komunikasi terdapat tiga aspek pokok, yaitu :

a. Transmisi (transmission), sebelum pejabat dapat menerapkan

suatu keputusan, pejabat harus menyadari bahwa suatu keputusan

telah dibuat dan surat perintah telah dikeluarkan. Namun ada

beberapa hambatan yang mungkin timbul dalam mentransmisikan

38
perintah-perintah implementasi tersebut. Pertama, pertentangan

pendapat anatar para pelaksana dengan perintah yang dikeluarkan

oleh pengambil kebijakan. Kedua, distorsi yang ditimbulkan

karena informasi melalui banyak lapisan hirarki. Ketiga, birokrasi.

Keempat, persepsi yang selektif dan ketidakmauan para pelaksana

untuk mengetahui persyaratan-persyaratan suatu kebijakan.

b. Kejelasan (Clarity), jika kebijakan-kebijakan akan

diimplementasikan sebagai mana yang diinginkan, maka petunjuk-

petunjuk pelaksanaan tidak hanya harus diterima tapi juga harus

jelas. Faktor yang mendorong terjadinya ketidakjelasan

komunikasi kebijakan. Pertama, kompleksitas kebiajakan publik.

Kedua, keinginan untuk tidak menganggu kelompok-kelompok

dalam masyarakat. Ketiga, kurangnya konsesus mengenai tujuan-

tujuan kebijakan. Keempat, masalah-masalah dalam memulai

kebijakan baru. Kelima, menghindari akuntabilitas kebijakan.

Keenam, hakekat pembuatan keputusan judisial.

c. Konsistensi, untuk mengimplementasi kebijakan secara efektif,

maka perintah-perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas. Dari

beberapa faktor yang menghasilkan komunikasi yang tidak jelas

juga menyebabkan komunikasi yang tidak konsisten. Pertama,

kompleks kebijakan publik. Kedua, kesulitan-kesulitan untuk

memulai program baru. Ketiga, banyaknya tujuan dari berbagai

kebijakan.

39
2. Sumber Daya

Sumber daya merupakan hal penting lainnya dalam

mengimplementasikan kebijakan dengan baik indikator-indikator yang

digunakan untuk melihat sejauh mana sumber daya berjalan dengan baik,

yaitu:

a. Sumber daya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf/

pegawai. jumlah staf yang mencukupi dan memilki skill yang

memadai untuk melaksanakan tugas-tugas.

b. Informasi, mempunyai dua bentuk, yaitu: pertama, informasi

mengenai bagaiamana melaksanakan suatu kebijakan, implementor

perlu mengetahui apa yang dilakukan. Kedua, data tentang ketaatan

personil-personil lain terhadap peraturan-peraturan pemerintah.

Pelaksana harus mengetahui apakah orang-orang yang terlibat

dalam pelaksanaan kebijakan mentaati undang-undang atau tidak.

c. Wewenang akan berbeda-beda dari sutu program ke program lain

serta memiliki bentuk yang berbeda beda seperti. Hak untuk

mengeluarkan surat panggilan untuk datang ke pengadilan,

mengeluarkan perintah kepada pejabat lain, menarik dana dari

suatu program, menyediakan dana, staf dan bantuan teknis kepada

pemerintahan di tingkat lebih rendah, membeli barang dan jasa, dan

memungut pajak.

d. Fasilitas, tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana dan prasarana)

maka implementasi kebijakan tidak akan berhasil.

40
3. Disposisi

Jika para pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu,

maka kemungkinan besar mereka akan melaksanakan kebijakan sebagaimana

yang diinginkan oleh para pembuat keputusan awal. Demikian juga

sebelumnya apabila sikap-sikap dan perspektif implementor berbeda dari

pembuatan keputusan, maka proses pelaksanaan suatu kebijakan menjadi

semakin sulit. Kecenderungan-kecenderungan mungkin menghalangi

implementasi kebijakan bila implementor benar-benar tak setuju dengan

substansi suatu kebijakan. Kadang-kadang implementasi dihambat oleh

keadaan-keadaaan yang sangat kompleks, seperti bila para pelaksana

menangguhkan pelaksaaan suatu kebijakan yang mereka setujui untuk

meningkatkan kemungkinan-kemungkinan mencapai tujuan kebijakan lain

yang berbeda.

Unit-unit birokrasi yang berbeda mungkin mempunyai pandangan-

pandangan yang berbeda mengenai kebijakan. Ketidaksepakatan dalam dan

antara badan-badan menghalangi kerjasama dan menghambat implementasi

dalam suatu kebijakan. Masing-masing badan terkait mungkin memiliki

prioritas-prioritas yang berbeda, komitmen yang berbeda, dan cara

penganggulangan masalah yang berbeda.

4. Struktur Birokrasi

41
Sumber-sumber untuk melaksanakan suatu kebijakan tersedia, atau

para pelaksana kebijakan mengetahui apa yang seharusnya dilakukan dan

mempunyai keinginan untuk melaksanakan suatu kebijakan, tetapi

kemungkinan kebijakan tersebut tidak dapat terlaksana atau terealisasi masih

tetap ada karena terdapatnya kelemahan dalam struktur birokrasi. Kebijakan

yang begitu kompleks menuntut adanya kerja sama banyak orang, ketika

struktur birokrasi tidak kondusif pada kebijakan yang tersedia, maka hal ini

akan menyebabkan sumber-sumber daya menjadi tidak efektif dan

menghambat jalannya kebijakan. Birokrasi sebagai pelaksanaan sebuah

kebijakan harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara

politik dengan jalan melakukan koordinasi dengan baik. Dua karakteristik

yang dapat mendongkrak kinerja struktur birokrasi/organisasi ke arah yang

lebih baik, adalah melakukan Standard Operating Prosedures (SOP) dan

Fragmentasi.

a. Strandard Operating Procedures (SOP), dikembangkan sebagai

respon internal terhadap keterbatasan waktu dan sumber daya dari

pelaksana dan keinginan untuk keseragaman dalam bekerjanya

organisasi-organisasi yang kompleks dan tersebaar luas. Semakin

besar kebijakan membutuhkan perubahan perubahan dalam cara-

cara rutin dari suatu organisasi, semakin besar probabilitas SOP

menghambat implementasi.

b. Fragmentasi, berasal dari tekanan-tekanan di luar unit-unit

birokrasi. Penyebaran tanggung jawab tehadap suatu wilayah

42
kebijakan di antara beberapa unit organisasi. Semakin banyak

aktor-aktor dan badan-badan yang terlibat dalam suatu kebijakan

tertentu, semakin kecil kemungkinan keberhasilan implementasi.

Faktor-faktor tersebut di samping secara langsung mempengaruhi

implementasi, secara tidak langsung mereka juga mempengaruhi implementasi

melalui dampak/pengaruhnya satu terhadap lainnya. Indikator komunikasi,

sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi merupakan nafas penting dari

implementasi kebijakan yang saling berhubungan antara satu dengan yang

lainnya. Selain itu terdapat pula aplikasi konseptual dari model implementasi

Edward III yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.1 Model Edward III Perspektif Implementasi Kebijakan Aspek

No Aspek Ruang Lingkup

1 Komunikasi a. Transmisi
b. Kejelasan
c. Konsistensi
2 Sumber Daya a. Staf
b. Informasi
c. Wewenang
d. Fasilitas
3 Disposisi Karakter Pelaksana
a. Tingkat komitmen dan kejujuran dapat diukur dengan
tingkat konsistensi antara pelaksanaan kegiatan
dengan standar yang telah ditetapkan. Semakin sesuai
dengan standar semakin tinggi komitmennya.
b.Tingkat demokratis dapat dengan intensitas pelaksana
melakukan proses sharing dengan kelompok sasaran,
mencari solusi dan masalah yang dihadapi dan

43
melakukan diskresi yang berbeda dengan standar guna
mencapai tujuan dan sasaran program.
4 Struktur a. Ketersediaan SOP yang mudah dipahami
Birokrasi
b. Struktur organisasi/Fragmentasi
Seberapa jauh rentang kendali antara pucuk pimpinan
dan bawahan dalam struktur organisasi pelaksana.
Semakin jauh berarti semakin rumit, birokratis dan
lambat untuk merespon perkembangan program.

2.4. Pengertian Izin Mendirikan Bangunan

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Pudyatmoko (2009:7), izin

merupakan suatu persetujuan dan penguasa berdasarkan undang-undang atau

peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-

ketentuan larangan peraturan perundang-undangan (izin dalam arti sempit). Izin

Mendirikan Bangunan adalah perizinan yang diberikan oleh Kepala Daerah

kepada pemilik bangunan untuk membangun baru, mengubah, memperluas,

mengurangi, dan/atau merawat bangunan sesuai dengan persyaratan administratif

dan persyaratan teknis yang berlaku.

IMB merupakan salah satu produk hukum untuk mewujudkan tatanan

tertentu sehingga tercipta ketertiban, keamanan, keselamatan, kenyamanan,

sekaligus kepastian hukum. Izin mendirikan bangunan adalah perizinan yang

diberikan oleh pemerintah daerah kecuali untuk bangunan fungsi khusus oleh

pemerintah pada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru,

mengubah/memperbaiki/rehabilitasi/renovasi, memperluas, mengurangi dan

merawat bangunnan atau memugar dalam rangka melestarikan bangunan sesuai

44
dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku.

Berdasarkan apa yang dikatakan oleh spelt dan ten berge, dalam izin dapat

dipahami bahwa suatu pihak tidak dapat melakukan sesuatu kecuali diizinkan.

Artinya, kemungkinan untuk seseorang atau suatu pihak tertutup keccuali

dizinkan oleh pemerintah. Dengan demikian pemerintah mengikatkan perannya

dalam kegiatan yang dilakukan oleh orang atau pihak yang bersangkutan.

2.4.1. Fungsi dan Tujuan Izin

Menurut Adrian Sutedi (2010:193), fungsi dan tujuan yaitu :

a. Fungsi

Perizinan berfungsi sebagai fungsi penertib dan sebagai pengatur, sebagai

fungsi penertib, dimaksudkan agar setiap untuk kegiatan masyarakat bertentangan

satu dengan yang lainnya, sehingga ketertiban dalam setiap segi kehidupan

masyarakat dapat terwujud. Izin berfungsi sebagai pengaturan merupakan ujung

tombak dari instrumen hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan. Norma

penutup dalam rangkaian norma hukum.

Wujud dari ketetapan ini salah satunya adalah izin. Berdasarkan jenis-jenis

ketetapan, izin termasuk sebagai ketetapan yang bersifat konstitutif, yakni

ketetapan yang menimbulkan hak baru yang sebelumnya tidak dimiliki oleh

seseorang yang namanya tercantum dalam ketetapan itu, atau beschikkingen welke

iets toestaan wat tevoren niet geoorloofd was (ketetapan yang memperkenankan

suatu yang sebelumnya tidak dibolehkan). Izin merupakan ketetapan, dibuat

dengan ketentuan dan persyaratan yang tidak berlaku, yaitu : (1) persyaratan, (2)

45
hak dan kewajiban , (3) tata cara, (4) jangka waktu berlaku, (5) waktu pelayanan,

(6) biaya, (7) mekanisme komplain dan penyelesaian sengketa, dan (8) sanksi,

b. Tujuan

Tujuan perizinan adalah untuk pengendalian dan pengawasan pemerintah

terhadap aktivitas dalam hal-hal tertentu yang ketentuannya berisi pedoman-

pedoman yang harus dilaksanakan oleh baik yang berkepentingan ataupun oleh

pejabat yang berwenang. Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002

tentang Bangunan Gedung, dimana UU tersebut menyatakan bahwa untuk

mendirikan bangunan gedung di Inonesia diwajibkan utnuk memiliki Izin

Mendirikan Bangunan.

Menurut Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 5 Tahun 2012 Tentang

Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, mengingat poin 19 Izin Mendirikan

Bangunan, adalah perizinan yang diberikan oleh pemerintah daerah kecuali untuk

bangunan fungsi khusus oleh Pemerintah kepada pemilik bangunan gedung untuk

membangun baru, mengubah/memperbaiki, rehabilitas/renovosi, memperluas,

mengurangi, dan/atau merawat bangunan, dan/atau memugar dalam rangka

melestarikan bangunan sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan

teknis yang berlaku

2.5. Izin Mendirikan Bangunan

Dalam kamus besar bahasa Indonesia izin memiliki arti pernyataan

mengabulkan (tidak melarang dsb); per-setujuan membolehkan: ia telah

mendapat. Izin (verguning), adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan

Undang-undang atau Peraturan Pemerintah untuk dalam keadaan tertentu

46
menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-undangan.

Jadi izin itu pada prinsipnya adalah sebagai dispensasi atau pelepasan/

pembebasan dari suatu larangan (Kusumanegara, 2010).

Perizinan dapat berbentuk pendaftaran, rekomendasi, sertifikasi, penentuan

kuota dan izin melakukan suatu usaha yang biayanya harus dimiliki atau diperoleh

suatu organisasi perusahaan atau seseorang sebelum yang bersangkutan dapat

melakukan suatu kegiatan atau tindakan. Ketentuan tentang perizinan mempunyai

fungsi yaitu sebagai fungsi penertib dan fungsi pengatur. Sebagai fungsi penertib,

di maksudkan agar izin atau setiap izin atau tempat-tempat usaha, bangunan dan

bentuk kegiatan usaha masyarakat lainnya tidak bertentangan satu sama lain.

Berkaitan dengan itu, maka ketertiban dalam setiap segi kehidupan masyarakat

dapat terwujud. Sedangkan izin sebagai fungsi mengatur di maksudkan agar

perizinan yang ada dapat di laksanakan sesuai dengan peruntukkannya, dengan

kata lain fungsi pengaturan ini dapat disebut juga sebagai fungsi yang dimiliki

oleh pemerintah (Kusumanegara, 2010).

Dalam hal Izin Mendirikan Bangunan (IMB), fungsi dari izin bangunan ini

dapat di lihat dalam beberapa hal diantaranya:

1. Segi teknis perkotaan pemberian izin mendirikan banguan sangat penting

artinya bagi pemerintah daerah guna mengatur, menetapkan dan

merencanakan pembangunan perumahan di wilayahnya sesuai dengan

potensial dan prioritas kota yang di tuangkan dalam Master Plan Kota.

Untuk mendapatkan pola pembangunan kota yang terencana dan terkontrol

tersebut, maka untuk pelaksanaan sutau pembangunan di atas wilayah

47
suatu kota di wajibkan memiliki izin mendirikan bengunan dan

penggunaannya sesuai dengan yang di setujui oleh Dinas Perizinan dan

Pengawasan Pembangunan Kota (DP3K). Dengan adanya pengaturan

pembangunan perumahan melalui izin ini, maka pemerintah di harap dapat

merencanakan pelaksanaan pembangunan berbagai sarana serta unsur kota

dengan berbagai instansi yang berkepentingan. Hal ini penting artinya agar

wajah perkotaan dapat di tata denga rapi serta menjamin keterpaduan

pelaksanaan pekerjaan pembengunan perkotaan. Penyesuaian pemberian

izin mendirikan bengunan dengan Master Plan Kota akan memungkinkan

adanya koordinasi antara berbagai departemen teknis dalam melaksanakan

pembangunan kota.

2. Segi Kepastian Hukum izin mendirikan bangunan penting artinya sebagai

pengawasan dan pengendalian bagi pemerintah dalam hal pembangunan

perumahan. Mendirikan bangunan dapat menjadi acuan atau titik tolak

dalam pengaturan perumahan selanjutnya. Bagi masyarakat pentingnya

izin mendirikan bangunan ini adalah untuk mendapatkan kepastian hukum

terhadap hak bangunan yang di lakukan sehingga tidak adanya gangguan

atau hal-hal yang merugikan pihak lain dan akan memungkinkan untuk

mendapatkan keamanan dan ketentraman dalam pelaksanaan usaha atau

pekerjaan.

Dalam Pasal 1 ayat 18 Izin Mendirikan Bangunan, yang selanjutnya di

singkat IMB adalah perizinan yang di berikan oleh pemerintah daerah kecuali

untuk bangunan fungsi khusus oleh pemerintah kepada pemilik bangunan gedung

48
untuk membangun baru, mengubah atau memperbaiki atau rehabilitasi atau

renovasi, memperluas, mengurangi, dan atau merawat bangunan, dan/atau

memugar dalam rangka melestarikan bangunan sesuai dengan persyaratan

administratif dan persyaratan teknis yang berlaku.

Dalam penerbitan izin mendirikan bangunan di perlukan pengetahuan akan

peraturan-peraturannya sehingga dalam mengajukan izin mendirikan bangunan,

informasi mengenai peraturan tersebut sudah di dapatkan sebelum pembuatan

gambar kerja arsiktektur. Izin mendirikan bangunan mutlak harus dimiliki oleh

setiap pemilik yang berniat mendirikan bangunan sebab memiliki dasar hukum

yang harus dipenuhi. Adapun dasar-dasar hukum yang berlaku di setiap daerah

berbeda-beda, demikian juga kota Medan yang memiliki peraturannya sendiri.

Pasal 1 ayat 33, Wajib retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut

peraturan perundang-undangan retribusi di wajibkan untuk melakukan

pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu. Ayat

34, masa retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas

waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB)

atau untuk memulai pelaksanan pembangunan.

2.6. Kerangka Berpikir

Bagan 2.1

Kebijakan Perda Kota Medan No 5 Tahun 2012

Implementasi Kebijakan
49
Efektifitas Perda Efisiensi Perda Responsivitas Perda Ketepatan Perda

Maka berdasarkan alur kerangka berpikir tersebut dapat dilihat bahwa

dalam penelitian ini, akan menganalisis dan mengAnalisis kebijakan pemerintah

kota Medan yang tertuang dalam Peraturan Daerah No 5 Tahun 2012 Terkait Ijin

Mendirikan Bangunan dengan menganalisis berdasarkan empat hal yakni:

1. Efektifitas perda tersebut apakah hasil yang diinginkan oleh pemerintah

melalui perda tersebut telah dicapai,

2. Efisiensi perda tersebut, seberapa banyak usaha yang telah dilakukan

untuk mencapai hasil yang diinginkan.

3. Responsivitas dari masyarakat terkait pelaksanaan kebijakan perda

tersebut; apakah hasil kebijakan memuaskan kebutuhan preferensi, atau

nilai kelompok-kelompok tertentu saja.

4. Ketepatan fungsi perda, apakah tujuan yang diinginkan benar-benar

berguna atau bernilai bagi masyarakat Kota Medan.

50
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang di gunakan adalah studi deskriptif dengan pendekatan

kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan pelaksanaan penerbitan

izin mendirikan bangunan, berbagai kondisi, berbagai situasi yang ada di dalam

kebijakan peraturan pemerintah daerah kota Medan. Pada penelitian ini akan

menganalisis terkait pelaksanaan perda yang dikeluarkan oleh pemerintah Kota

Medan, tepatnya di Kelurahan Tegal Sari Mandala III Kecamatan Medan Denai,

dengan menganalisis pelaksanaan lewat 4 hal yakni efektifitas pelaksanaan,

51
efesiensi waktu pelaksanaan, respon masyarakat terkait pelaksanaan perda dan

juga ketepatan perda sejak dikeluarkan oleh pemerintah Kota Medan hingga saat

ini.

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Medan Kecamatan Medan Denai Kelurahan

Tegal Sari Mandala III. Hal ini berdasarkan hasil pra observasi yang peneliti

lakukan di Kecamatan Medan Denai yang ada di Kota Medan, terlihat banyaknya

bangunan-bangunan yang tidak sesuai dengan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB)

yang resmi dari pemerintah kota Medan.

3.3. Informan

Dalam penelitian ini pemilihan informan menggunakan teknik Purposive

Sampling untuk menentukan subjek penelitian. Teknik Purposive Sampling

digunakan dalam pemilihan informan peneliti karena menggunakan kriteria-

kriteria tertentu. Adapun kriteria tersebut adalah:

1. Pembuat Kebijakan Perizinan Mendirikan Bangunan di Kota Medan

2. Mengetahui tentang kebijakan Perizinan Mendirikan Bangunan di Kota

Medan

Maka dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah:

1. Kepala Bidang Pengaduan, Kebijakan dan Pelaporan Ijin Mendirikan

Bangunan Kecamatan Medan Denai

52
2. Kepala Seksi Penanganan Pengaduan Masyarakat dan Seksi Pelaporan

dan Peningkatan Pelayanan Kecamatan Medan Denai

3. Masyarakat yang pernah mengurus izin mendirikan bangunan di

Kelurahan Tegal Sari Mandala III Kecamatan Medan Denai sebanyak

5 orang

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara peneliti untuk memperoleh data

dalam penelitian. Pada penelitian ini peneliti memilih jenis penelitian kualitatif,

untuk memperoleh data harus dengan mendalam, jelas, dan spesifikasi.Data

diperoleh melalui suatu proses yang disebut pengumpulan data. Pengumpulan data

menurut Nazir (2011:174) adalah,“Prosedur yang sistematis dan standar untuk

memperoleh data yang diperlukan”. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data,

maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang

ditetapkan.Teknik pengumpulan data mempunyai kelebihan dan kekurangan

masing-masing sehingga untuk memperoleh data yang akurat, relevan, dan dapat

dipertanggungjawabkan maka penulis mengumpulkan data atau informasi dari

informan kunci (key informan) sesuai dengan fokus penelitian yang telah

ditetapkan.

Secara umum terdapat 4 (empat) macam teknik pengumpulan data, yaitu

observasi (pengamatan), interview (wawancara), kuesioner (angket), dokumentasi,

dan triangulasi. Pada penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan

data berupa:

53
1. Observasi

Kartono dalam Imam Gunawan (2013:143) memberikan pengertian

bahwa observasi ialah studi yang disengaja dan sistematis tentang fenomena

sosial dan gejala-gejala psikis dengan jalan pengamatan dan

pencacatan”.Selanjutnya Menurut Spradley (dalam Sugiyono, 2014:230)

tahapan observasi ditunjukkan sebagai berikut:

Gambar 3.1 Tahap Observasi

Sumber: Spradley (dalam Sugiyono, 2014:230)

Dari bagan tersebut dapat dijelaskan bahwa pada tahap pertama, yaitu

tahap deskripsi memasuki situasi sosial tertentu sebagai obyek

penelitian.Peneliti belum membawa masalah yang akan diteliti, sehingga perlu

melakukan penjelajahan umum dan menyeluruh, melakukan deskripsi terhadap

semua yang dilihat, didengar, dan dirasakan. Peneliti menghasilkan kesimpulan

pertama, sehingga mampu mendeskripsikan terhadap semua yang ditemui.

Pada tahap reduksi yaitu peneliti mulai mempersempit untuk

difokuskan pada aspek tertentu. Peneliti melakukan analisis taksonomi

sehingga dapat menemukan fokus, namun belum terstruktur. Sehingga pada

tahap ini peneliti membuat kesimpulan.

54
Pada tahap ke tiga yaitu tahap seleksi, peneliti menguraikan fokus

yang ditemukan sehingga datanya lebih rinci. Peneliti mendapatkan

karakteristik, kontras, perbedaan dan persamaan antar kategori serta

menemukan hubungan antara satu kategori dengan kategori lain. Pada tahap

ini, peneliti peneliti diharapkan mampu menemukan pemahaman yang

mendalam (hipotesis).

Observasi digambarkan atau dikategorisasikan oleh Junkers dan Gold

dalam Bambang Rudito dan Melia Famiola (2013: 91-94), sebagai berikut:

1. Partisipasi penuh (complete/full participation)

Peneliti harus terlibat langsung dengan segala aktivitas yang ada

dalam pranata sosial yang diamatinya, bertingkah bagaimana

anggota dari pranata tersebut, namun tetap memiliki tujuan untuk

melakukan penelitian.

2. Peserta sebagai pengamat (participant as observer)

Dimana anggota suatu pranata bertindak sebagai pengamat/

peneliti. Peneliti mengamati suatu situasi yang sudah dikenalinya.

3. Pengamat sebagai peserta (observer as participant)

Pada peran ini, dimana peneliti harus mengatur beberapa tindakan-

tindakannya agar dapat memperoleh dan mengumpulkan data

secara optimal.

4. Sepenuhnya sebagai pengamat (complete/full observer)

55
Dalam peran ini peneliti tidak akan melakukan kontak langsung

dengan obyek penelitiannya.

Sehingga dalam penelitian ini, Peneliti menggunakan penelitian

pengamat sebagai peserta, dimana peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari

sebagai sumber data peneliti. Observasi dilakukan tentang izin mendirikan

bangunan di Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Penataan Ruang

Kota Medan. Sambil melakukan penulisan, peneliti ikut melakukan apa yang

dikerjakan oleh sumber data dan ikut merasakan suka dukanya. Dengan begitu

data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam dan sampai mengetahui hal-hal

yang muncul dari setiap perilaku yang tampak.

2. Wawancara

Menurut Benney dan Huges, (dalam Sedarmayanti dan Hidayat

2011:80) wawancara merupakan cara yang umum dan ampuh untuk

memahami suatu keinginan/kebutuhan. Wawancara merupakan interaksi antar

manusia, teknik ini dimaksudkan agar peneliti mampu mengeksplorasi data

dari informan yang bersifat nilai, makna, dan pemahamannya.

Stainback (dalam Sugiyono, 2014:232) mengemukakan bahwa:

Interviewing provide the researcher a means to gain a deeper

understanding of how the participant interpret a situation or

phenomenon that can be gained through observational. Jadi dengan

wawancara, maka peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih

56
mendalam tentang partisipan dalam menginterprestasikan situasi dan

penomena yang terjadi, dimana hal ini tidak bisa ditemukan melalui

observasi.

Peneliti menyimpulkan bahwa wawancara adalah metode pengambilan

data dengan cara menanyakan sesuatu kepada seseorang yang menjadi

informan atau responden melalui dialog dengan bercakap-cakap secara tatap

muka. Wawancara ini dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi yang

berkaitan dengan pelaksanaan izin mendirikan bangunan di Dinas Perumahan

Kawasan Permukiman dan Penataan Ruang Kota Medan sebagai tertib

administrasi kependudukan juga dalam rangka mengetahui apa saja hambatan-

hambatan yang dialami dalam pelaksanaannya.

Macam-macam interview Riduwan (2007: 29-30) berdasarkan sifat

pertanyaan, dibedakan menjadi:

1. Wawancara Terpimpin

Dalam wawancara ini, pertanyaan diajukan menurut daftar

pertanyaan yang telah disusun.

2. Wawancara Bebas

Pada wawancara ini, terjadi tanya jawab bebas antara pewawancara

dan responden, tetapi pewawancara menggunakan tujuan penelitian

sebagai pedoman.

3. Wawancara Bebas Terpimpin

57
Wawancara ini merupakan perpaduan antara wawancara bebas dan

wawancara terpimpin. Dalam pelaksanaanya, pewawancara

membawa pedoman yang hanya merupakan garis besar tentang

hal-hal yang akan ditanyakan.

Penelitian ini menggunakan jenis wawancara semiterstruktur, dimana

tetap berpedoman kepada pedoman wawancarauntuk membatasi dan

mengingatkan pewawancara mengenai aspek-aspek yang harus diteliti serta

menjadi daftar (check list) apakah aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas

atau ditanyakan.Wawancara semistruktur ini dapat dikembangkan kembali

sesuai dengan keadaan dilapangan, sehingga permasalahan penelitian dapat

terjawab secara jelas dan terperinci sesuai tujuan penelitian. Pedoman

wawancara memuat tentang isu-isu yang harus diteliti oleh peneliti tanpa

menentukan urutan pertanyaan (bertanya secara tidak langsung), bahkan

mungkin tidak terbentuk pertanyaan yang ekslisit. Wawancara dilakukan

dengan narasumber yang memiliki kapasitas dan kapabilitas agar bisa

memberikan informasi yang berguna dan penting. Wawancara dilakukan

dengan mengajukan pertanyaan sesuai dengan indikator teori utuk

mendapatkan data terkait faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi.

3. Dokumentasi

Selain dengan observasi dan wawancara, dalam penelitian ini teknik

pengumpulan data dilakukan dengan metode library research, yaitu studi

dokumetasi. Nana Syaodih (2013:221) mengemukakan bahwa,“Hasil

58
penelitian dari observasi atau wawancara akan lebih kredibel dan dapat

dipercaya kalau didukung oleh dokumen-dokumen dari narasumber”.

Dokumentasi yang diamati bukan benda hidup melainkan benda mati.

Dokumentasi berguna karena dapat memberikan latar belakang yang lebih luas

mengenai pokok penelitian.

Metode ini digunakan untuk mengumpulkan informasi atau data

dengan mempelajari dokumen-dokumen yang meliputi nama dan jumlah

pegawai, uraian tugas dan wewenang, dan sebagainya sesuai kebutuhan izin

mendirikan bangunan di Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan

Penataan Ruang Kota Medan. Jadi dapat disimpulkan, bahwa peneliti harus

benar-benar memahami model atau metode pengumpulan data dengan baik

dalam proses penelitian. Mengumpulkan data memang pekerjaan yang

tidaklah mudah dikarenakan pengaruh atau faktor-faktor internal atau

eksternal dalam proses memperoleh data. Maka dibutuhkan ketelitian, kehati-

hatian dalam pengumpulan data karenanantinya juga akan berpengaruh kepada

hasil dan kesimpulan pada akhir penelitian.

3.5. Teknik Analisis Data

Dalam proses menganalisis data, penulis harus dapat memperoleh suatu

data yang valid dan reliable, karena dalam prosesnya dalam melakukan analisis

data, diperlukan pengetahuan yang lebih luas dari peneliti untuk menganalisis

data-data yang sudah dikumpulkan. Menganalisis data merupakan langkah yang

59
kritis dalam suatu penelitian. Peneliti harus menemukan pola analisis mana yang

akan digunakannya.

Data yang telah dikumpulkan akan tidak berguna apabila tidak dianalisis.

Teknik analisis data merupakan salah satu dari beberapa tahapan dalam penelitian

ini.Tahap ini merupakan tahap yang sangat penting dan menentukan karena pada

tahap inilah data dikerjakan, diolah dan dimanfaatkan sehingga diperoleh

kebenaran-kebenaran yang bisa dipahami untuk dapat menjawab persoalan-

persoalan yang berkaitan dengan fokus penelitian.

Muhadjir (1998:104) menyatakan bahwa, “Analisis data merupakan upaya

mencari dan mendata secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara, dan

lain-lainya untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti

dan menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain”.Tujuan dari analisis data

adalah untuk menyederhanakan agar mudah ditafsirkan. Berkaitan dengan analisis

data, Silalahi (2012:339) mengemukakan bahwa, “Analisis data kualitatif

dilakukan apabila data empiris yang diperoleh adalah data kualitatifberupa

kumpulan berwujud kata-kata dan bukan rangkaian angka serta tidak dapat

disusun dalam kategori-kategori/struktur klasifikasi”.

Adapun Langkah-langkah dalam menganalisa data pada penelitian ini

dilakukan melalui tahap-tahap analisis data model Miles dan Huberman (dalam

Sugiyono, 2014: 246-253) yaitu sebagai berikut:

1. Data Reduction (Reduksi Data)

60
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.

Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan

gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk

melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila

diperlukan.

2. Data Display (Penyajian Data)

Dalam penilitian Kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam

bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan

sejenisnya. Dengan menyajikan data, maka akan mempermudah untuk

memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya

berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.

3. Conclusion Drawing/verification

Kesimpulan awal yang ditarik masih bersifat sementara, dan akan

berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung

pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan

yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang

valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan

data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan yang kredibel.

Dalam analisis data berikut, Peneliti menarik kesimpulan selanjutnya yang

diperoleh dari data akurat di lapangan serta didukung hasil wawancara, pada tahap

ini data ditafsirkan dengan tetap berpedoman pada kenyataan (das sein) yang ada

61
dan kemudian dibandingkan dengan teori yang ada (das sollen). Setelah diperoleh

hasil akhir dari pengolahan data kemudian peneliti membuat kesimpulan dengan

menghubungkan teori terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB IV

PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

4.1. Kondisi Umum Kota Medan

Ditinjau dari kepentingan ekonomi memberikan keuntungan kompetitif,

karena relatif datar dalam hamparan yang sangat luas dan merupakan kota

pelabuhan di Selat Malaka. Hal ini terlihat dari perkembangan dan pertumbuhan

ekonomi Kota Medan yang selalu berada diatas rata-rata pertumbuhan ekonomi

provinsi dan nasional. Secara fisik, kondisi umum Kota Medan kurang

62
menguntungkan karena merupakan daerah yang datar, memiliki permeabilitas

tanah yang rendah dan kedalaman air tanah yang dangkal. Kondisi ini

menyulitkan drainase dan pengelolaan limbah cair, maka hal ini akan terus

menjadi masalah laten di Kota Medan.

Secara demografis karena Kota Medan merupakan dataran alluvial, sebuah

daerah yang ideal untuk pertanian intensif dan tanaman industri yang memiliki

nilai jual tinggi seperti tembakau. Sehingga Kota Medan tempo dulu sudah

menjadi wilayah hunian yang padat karena merupakan sentra pertanian yang

berada di kota pelabuhan. Artinya permasalahan yang muncul akibat kepadatan

penduduk sudah melekat kepada Kota Medan dari waktu ke waktu Kota Medan

terletak di antara koordinat 2o 27’ sampai dengan 2o 47’ Lintang Utara dan 98o

35’ sampai dengan 98o 44’ Bujur Timur. Secara administratif, wilayah Kota

Medan hampir keseluruhan wilayahnya berbatasan dengan daerah Kabupaten Deli

Serdang, yaitu sebelah Barat, Timur dan Selatan. Sepanjang wilayah utaranya

berbatasan langsung dengan Selat Malaka, yang merupakan salah satu jalur lalu

lintas terpadat di dunia. Adapun mengenai batas-batas wilayah administrasi

Kota Medan, dapat diuraikan sebagai berikut: Sebelah Utara : Selat

Malaka Sebelah Selatan : Kecamatan Deli Tua dan Pancur Batu, Kabupaten Deli

Serdang Sebelah Barat : Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang Sebelah

Timur : Kecamatan Percut, Kabupaten Deli Serdang Luas wilayah administrasi

Kota Medan adalah seluas 26.510 Ha yang terdiri dari 21 (dua puluh satu)

Kecamatan dengan 151 kelurahan yang terbagi dalam 2.000 lingkungan.

Kecamatan Medan Labuhan memiliki luas wilayah terbesar yaitu 3.667 Ha (13,83

63
% dari total wilayah Kota Medan). Kecamatan Medan Belawan merupakan daerah

yang memiliki luas terbesar kedua yaitu sekitar 2.625 Ha. Sedangkan Kecamatan

Medan Maimun memiliki luas wilayah terkecil yaitu 298 Ha (1,12% dari total

luas keseluruhan

Peta Administrasi Kota Medan

4.1.1. Gambaran Demografi

Gambaran umum mengenai keadaan kependudukan di Kota Medan dapat

dilihat dari jumlah dan laju pertumbuhan penduduknya dalam kurun waktu 5

64
tahun terakhir maupun distribusi dan kepadatan penduduk, jumlah penduduk

menurut jenis kelamin, tingkat pendidikan, kelompok umur, agama serta jumlah

penduduk menurut mata pencaharian. A. Distribusi dan Kepadatan Penduduk

Jumlah penduduk Kota Medan pada tahun 2012 adalah sebesar 2.083.156 jiwa.

Kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terbesar adalah Kecamatan Medan

Deli dan Kecamatan Medan Helvetia yaitu masing-masing sebesar 147.403 jiwa

dan 142.777 jiwa. Wilayah yang memiliki jumlah penduduk terkecil adalah

Kecamatan Medan Baru yaitu 43.419 jiwa.

Perbandingan jumlah penduduk dengan luas wilayah Kota Medan akan

diperoleh tingkat kepadatan penduduknya per Ha. Berdasarkan hal tersebut

diketahui bahwa tingkat kepadatan penduduk Kecamatan Perjuangan sangat tinggi

yaitu sebesar 254 jiwa/ha. Sedangkan tingkat kepadatan penduduk terendah yaitu

Kecamatan Medan Labuhan sebesar 29 jiwa/ha.

4.1.2. Kondisi Sosial Dan Ekonomi

Sosial Budaya Penduduk kota Medan dapat digolongkan pada kategori

masyarakat heterogen,yaitu masyarakat yang terdiri dari berbagai jenis suku,

agama, ras dan golongan.Komposisi masyarakat kota Medan terdiri atas Melayu,

Batak (Mandailing, Toba, Karo,Pak-pak, Simalungun, Angkola), Jawa, Aceh,

Tionghoa, India (Tamil, Sikh). Komposisi masyarakat kota Medan yang heterogen

terbagi-bagi atas beberapalokasi, hal ini disebabkan karena pada awalnya lokasi

tersebut merupakan daerah awal tumbuh dan berkembangnya suku tersebut di

kota Medan. Perbedaan lokasi tersebutbukan merupakan gambaran penduduk

65
yang terpecah-belah melainkan sebagai wujudpersatuan etnisitas yang dimiliki

setiap masyarakat di kota Medan.

Dari sudut lain, heterogenitas menjelaskan bahwa : 1. Kota Medan adalah

kota berkarakter internasional sejak lama, akulturasi antara asia timur – asia

selatan – asia tenggara. Diyakini bahwa akulturasi ini erat kaitannya dengan

pertumbuhan perdagangan barang dan jasa di Kota Medan sejak dahulu. 2. Kota

Medan kondusif bagi tumbuhnya akulturasi berbagai kebudayaan, hidup

berdampingan secara damai, juga mengartikan bahwa Kota Medan aman bagi

berbagai jenis kegiatan ekonomi oleh berbagai pihak dari berbagai wilayah

regional lainnya. Kondisi Kesehatan Pembangunan kesehatan diarahkan kepada

upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan kualitas sumber daya

manusia serta mutu kehidupan guna mewujudkan masyarakat yang maju, mandiri,

produktif, sejahtera lahir dan batin menuju peradaban yang madani dalam

menghadapi persaingan global.Secara khusus, tujuan pembangunan bidang

kesehatan di Kota Medan adalah meningkatkan akses masyarakat terhadap

layanan kesehatan, tumbuhnya kesadaran dan keberdayaan masyarakat untuk

hidup sehat serta meningkatnya sistem surveilans, monitoring dan informasi

kesehatan.

Berdasarkan data tahun 2009-2011 menunjukkan bahwa angka kematian

bayi di Kota Medan semakin menurun dari 20/ 44.175 bayi pada tahun 2009

menjadi 18 / 46.295 bayi pada tahun 2011. Sedangkan untuk rata-rata angka

66
kesakitan umum selama periode yang sama semakin membaik, yaitu dari 18,00 %

pada tahun 2009 menjadi sebesar 16,40 % pada tahun 2011. Sementara itu, angka

harapan hidup yang naik terus, dimana pada tahun 2009 adalah 70,1 tahun,

menjadi 71,0 tahun pada tahun 2011. Dengan demikian, kondisi kesehatan

masyarakat Kota Medan dari tahun ke tahun relatif semakin baik. Derajat

kesehatan masyarakat Kota Medan yang relatif semakin membaik, tentunya tidak

terlepas dari upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan yang Profil Kota

Medan IV. Dalam kaitan tersebut, Pemerintah Kota Medan dalam beberapa tahun

terakhir telah melaksanakan kebijakan dan program-program yang mendukung

pelayanan kesehatan masyarakat seperti rujukan, perbaikan gizi masyarakat,

pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, pengembangan pembinaan

lingkungan sehat, pembinaan pos pelayanan terpadu (posyandu), peningkatan

quality assurance di puskesmas, imunisasi dan dukungan kelembagaan kesehatan

yang dibentuk.

Kondisi Ekonomi Makro Daerah Pada hakekatnya pembangunan ekonomi

daerah adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk

meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja dan

pemerataan pembagian pendapatan masyarakat. Kinerja pembangunan ekonomi

daerah mempunyai kedudukan yang amat penting karena keberhasilan di bidang

ekonomi dapat menyediakan sumber daya yang lebih luas bagi pembangunan

daerah di bidang lainnya. Oleh karena itu, aspek ekonomi secara umum dijadikan

salah satu ukuran penting untuk menilai kemajuan, kemakmuran dan

67
kesejahteraan masyarakat daerah. Kota Medan adalah kota jasa, perdagangan,

keuangan dan industri berskala nasional dan regional antara lain

1. Sekitar 60,8% industri perbankan di Provinsi Sumatera Utara berada di

Kota Medan.

2. Sebesar 84,8% kredit perbankan diserap oleh kegiatan ekonomi kota.

3. Usaha industri yang terus berkembang, dimana sampai saat ini telah

mencapai 5.596 usaha, baik berskala usaha besar, sedang dan kecil.

4. Ketersediaan kawasan-kawasan industri.

5. Berkembangnya pusat-pusat perbelanjaan, pertokoan, perkantoran, kota-

kota baru, perhotelan, pusat-pusat jajanan, dan lain-lain, serta 6. Struktur

ekonomi kota yang terbentuk sampai saat ini yang cenderung semakin kuat

secara fundamental.

Peranan atau kontribusi sektor ekonomi kota menunjukkan besarnya

kemampuan masing-masing sektor ekonomi dalam menciptakan nilai tambah dan

menggambarkan ketergantungan daerah terhadap kemampuan memproduksi

barang dan jasa dari masing-masing sektor ekonomi. Struktur perekonomian Kota

Medan dapat dilihat dari kontribusi setiap sektor dalam pembentukan PDRB

menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku. Berdasarkan tabel di bawah ini,

untuk sektor perdagangan, hotel, dan restoran merupakan sektor yang paling besar

peranannya terhadap pembentukan PDRB Kota Medan dan diikuti sektor

pengangkutan dan telekomunikasi. Selanjutnya sektor industri pengolahan dan

sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa dan sektor

bangunan (konstruksi).Sedangkan sektor ekonomi yang berkontribusi

68
4.2. Pelaksanaan Kebijakan Peraturan Daerah Kota Medan No.5 Tahun

2012 Dalam Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di

Kelurahan Tegal Sari Mandala III Kecamatan Medan Denai Kota

Medan

Tindakan Kebijakan Izin Mendirikan Bangunan terbagi dua yaitu

pembinaan penyelengaaraan bangunan terdapat pada Bab VII Pembinaan dan

Pengawasan Pasal 19 (1) dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang

undangan yang berlaku dan setelah dilakukan pembinaan dan pengawasan serta

penyampaian teguran secara tertulis sebanyak 3(tiga) kali berturut-turut, maka

walikota dapat memerintahkan instansi terkait untuk merobohkan sebagian

maupun keseluruhan bangunan yang dinyatakan: a). Tidak memiliki dan atau

menyimpang dari IMB yang diterbitkan; b). Tidak sesuai dengan rencana tata

ruang kota; c). Kontruksi bangunan tersebut seluruhnya atau sebagian rusak

sehingga membahayakan penghuninya dan atau masyarakat; dan d).

Menggaunggu keindahan dan keserasian estetika kota.

Yang kedua adalah tentang administrasi penataan bangunan yang tertera

pada Bab XX Sanski Administrasi Pasal 45 (1) walikota dapat mengenakan sanksi

administrasi atas pelanggaran peraturan daerah ini. Pasal 45 (2) dikatakan bahwa

sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa a). Peringatan tertulis;

b). Pembatasan kegiatan pembangunan; c). Penghentian sementara atau tetap pada

pekerjaan pelaksanaan pembangunan; d). Penutupan lokasi dan penyegelan; e).

69
Pembekuan IMB; f) Pencabutan IMB; dan atau g). Pembongkaran bangunan.

Tujuan dalam Perda nomor 5 Tahun 2012 tentang Retribusi Izin Mendirikan

Bangunan di Kota Medan adalah IMB diberikan dengan tujuan penataan

bangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang kota serta untuk menjaga

keandalan bangunan yang memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan

teknis sesuai dengan fungsi bangunan.

Tindakan Kebijakan dalam izin mendirikan bangunan tertera pada bab 1

ketentuan umum pasal 1 (19) IMB adalah perizinan yang diberikan oleh

pemerintah daerah kecuali untuk bangunan fungsi khusus oleh Pemerintah kepada

pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah/ memperbaiki/

rehabilitas/ renovasi, memperluas, mengurangi, dan/ atau merawat bangunan, dan/

atau memugar dalam rangka melestarikan bangunan sesuai dengan persyaratan

administrasif dan persyaratan teknis yang berlaku. Sebagaimana hasil wawancara

yang dilaksanakan pada tanggal 10 Juli 2020 pukul 13.20 WIB dengan Bapak Drs.

Massa Simatupang Usia 50 tahun pendidikan S1, selaku Kepala Bidang

Pengaduan, Kebijakan dan Pelaporan Ijin Mendirikan Bangunan Kecamatan

Medan Denai mengenai perihal bagaimana cara dinas dalam melaksanakan

pengutipan retribusi IMB. Bahwa sebelum tahun 2017 yaitu tahun 2016, 2015,

2014, 2013, 2012 retribusi izin mendirikan bangunan tersebut dibayarkan

langsung ke dinas terkait, namun setelah tahun 2017 keatas retribusi izin

mendirikan bangunan tersebut sudah dikutip atau dibayarkan melalui pelayananan

terpadu Kota Medan, dalam membayarkan retribusi izin mendirikan bangunan

tersebut ditentukan oleh luas bangunan dan untuk teruntukan penggunaan

70
bangunan tersebut. Retribusi dalam izin mendirikan bangunan juga terbagi-bagi

seperti retribusi toko dengan retribusi rumah tempat tinggal itu tidaklah sama

biaya retribusinya. Untuk hal ketersesuaian biaya retribusi izin mendirikan

bangunan tersebut sudah sesuai dengan perda nomor 5 tahun 2012, karena beliau

mengatakan memang harus sesuai dengan yang sudah ditentukan oleh pemerintah.

Dalam hal ini juga tindakan dinas bagi yang melanggar retribusi izin

mendirikan bangunan adalah setiap izin bangunan yang di keluarkan itu harus

sesuai dengan gambar dan luas bangunan juga harus sesuai dengan bangunan yang

ada dengan yang dilaporkannya, kemudian barulah dilihat berdasarkan izin

mendirikan bangunan yang sesuai dengan perda yang berlaku, apabila dibangun

dalam lapangan yang berbeda dalam arti lain laporan untuk mengurus izin

mendirikan bangunan tersebut di bagian A namun bangunan tersebut berdiri di

lahan bagian B maka akan ditindak karena tidak sesuai dengan kenyataanya,

contoh tindakanya adalah sampai dengan pembongkoran pada bangunan tersebut.

Kemudian ada bangunan yang tidak mempunyai izin bangunan, upaya apa

yang dilakukan dinas agar masyarakat mengurus izin mendirikan bangunan,

pertama menghimbau, melalui selebaran, iklan, himbauan untuk setiap badan

usaha atau perorangan yang ingin mendirikan bangunan harus mengurus izin

bangunan, apabila masyarakat mendirikan bangunan tetapi tidak mengurus, kita

akan melakukan patroli kelapangan, apabila menemukan bangunan tetapi belum

mengurus dan tidak memiliki izin bangunan dibuat surat peringatan pertama

sampai tiga kali kemudian barulah kita mohon kepada Satpol PP untuk eksekusi,

71
disitulah dinas bekerjasama dengan Satpol PP, jadi bagian pembongkaran adalah

Satpol PP.

Selanjutnya wawancara yang dilakukan pada tanggal 10 Juli 2020

pukul 15.00 Wib dengan Bapak Daniel Aritonang, ST usia 40 tahun pendidikan

S1, selaku Kepala Bidang Pengaduan, Kebijakan dan Pelaporan Ijin Mendirikan

Bangunan Kecamatan Medan Denai untuk Penerbitan Izin Bangunan saat ini

masyarakat langsung membayarkannya ke Dinas Pelayanan Terpadu kota Medan,

lalu untuk ketersesuaian retribusi izin mendirikan bangunan dengan peraturan

yang ada sudah sesuai, karena kita menjalankan tugas sesuai dengan SOP yang

sudah ditentukan oleh pemerintah, kemudian untuk tindakan yang kami lakukan

kepada pelanggar yang tidak sesuai dengan apa yang mereka ajukan dalam

pengurusan izin mendirikan bangunan tersebut kami akan tindak dengan cara

memberikan teguran pertama yaitu dengan cara surat peringatan, kemudian jika

tidak juga di hiraukan maka akan kami lakukan.

Pembongkaran hal ini kami ketahui karena saat mereka ingin mengurus

izin mendirikan bangunan tersebut kami akan cek tempat yang akan dibuatkan

izinya, karena harus kami ukur betul-betul agar dapat kami cocokkan dengan

laporan yang mereka buat, selanjutnya untuk agar masyarakat mau dalam

mengurus IMB kami sarankan agar tidak mengurusnya melalui calo-calo,

langsung saja datang ke dinas perumahan kawasan permukiman dan penataan

ruang dan membawa berkas yang lengkap kami akan langsung mengurusnya jika

semua persyaratan sudah dilengkapi, terkadang masyarakat tidak melengkapi

72
berkas tersebut makannya pengurusannya agak lama tapi jika sudah lengkap pasti

pengurusannya cepat juga untuk siap.

Kemudian selanjutnya wawancara yang dilakukan pada tanggal 10 Juli

2020 pukul 16.00 Wib dengan Ibu Indri Meyanti, ST usia 43 tahun pendidikan

S1 selaku Kepala Seksi Penanganan Pengaduan Masyarakat dan Seksi Pelaporan

dan Peningkatan Pelayanan Kecamatan Medan Denai bahwa untuk pengutipan

retribusi biasanya dibayarkan melalu transfer di bank dan langsung masuk ke

dalam rekening pemerintah kota Medan, lalu untuk retribusi IMB ini sudah sesuai

dengan peraturan yang ada yaitu peraturan daerah kota Medan nomor 5 tahun

2012, karena memang besarnya tarif retribusi sudah dicantumkan di dalam perda

tersebut, upaya yang kami lakukan agar masyarakat mau mengurus IMB kami

selalu mengecek bangunan-bangunan yang mencurigakan, dimana kami biasanya

mengecek database kami, jika ada bangunan baru tapi kami belum menerima

laporan bahwa ada bangunan kami segera menegur agar masyarakat tersebut

mengurs surat izinya, agar tidak dianggap bangunan illegal.

Lalu wawancara yang dilakukan dengan Ibu Devia Nadila usia 35 tahun

pendidikan terakhir SMA selaku Masyarakat yang pernah mengurus izin

mendirikan bangunan di Kelurahan Tegal Sari Mandala III Kecamatan Medan

Denai yang sedang mengurus IMB tanggal 11 Juli 2020 pukul 10.30 Wib, beliau

mengatakan dalam mengurus IMB metode pembayarannya langsung transfer

lewat bank, kemudian menurut beliau untuk retribusinya mereka membayarkan

sesuai dengan yang sudah ditentukan dan sudah tertera saat mengurus IMB

tersebut kemungkinan sudah sesuai karena yangbeliau tauitu langsung masuk ke

73
kas daerah, beliau mengatakan bila ada yang melanggar biasanya diberi teguran

dahulu, jika tidak direnggas lalu kemudian langsung di gusur, lalu untuk

masyarakat yang ingin mengurus beliau mengatakan lebih baik diurus saja

langsung ke dinas agar jika sudah memiliki IMB bangunan tersebut juga sudah

legal dan aman.

Kemudian wawancara yang dilakukan dengan Bapak Muhammad Amar

Yazid usia 40 tahun pendidikan SMA selaku Masyarakat yang pernah mengurus

izin mendirikan bangunan di Kelurahan Tegal Sari Mandala III Kecamatan Medan

Denai yang sedang mengurus IMB, beliau mengatakan untuk melakukan

pembayaran langsung transfer, kemudian untuk besarnya sudah tertera jadikami

tinggal member nama saja nanti besarnya tarif sudah tertera dikomputer itu. Biasa

para pelanggar diberi teguran dan bisa sampai kepembongkaran bangunan

tersebut. Berdasarkan penjelasan dari narasumber diatas maka dapat disimpulkan

bahwa tujuan dari perda nomor 5 tahun 2012 tentang retribusi izin mendirikan

bangunan di Kota Medan sudah dibayarkan sesuai dengan yang sudah

diperintahkan oleh pemerintah kota Medan, retribusi mendirikan bangunan di kota

Medan di bayarkan melalui Pelayanan Terpadu di Kota Medan, kemudian

besarnya tarif retribusi toko dan rumah tempat tinggal itu tidak sama, untuk

pendistribusian retribusinya di Kota Medan sudah sesuai dengan yang telah

ditentukan oleh Pemerintah Kota Medan.

Masyarakat wajib mengurus IMB, karena jika tidak mengurus IMB

tersebut maka bangunan yang ditempati dianggap ilegal dan Dinas Perumahan

Kawasan Permukiman dan Penataan Ruang wajib memperingati dan jika sudah

74
diperingati tapi masyarakat tidak merespon maka dinas wajib membongkar

bangunan tersebut dengan bantuan Satpol PP, karena yang betugas dalam

pembongkaran adalah Satpol PP.

4.3. Faktor yang Mendukung dan Penghambat Dalam Pelaksanaan

Kebijakan Izin Mendirikan Bangunan di Kelurahan Tegal Sari

Mandala III Kecamatan Medan Denai

4.3.1. Faktor Yang Mendukung Dalam Pelaksanaan Kebijakan Mendirikan

Bangunan

A. Adanya Dampak Bagi Aspek Kehidupan

Dalam melaksanakan Izin mendirikan bangunan ada pula dampak bagi

aspek kehidupan terutama masyarakat yang bersangkutan langsung. Dalam perda

nomor 5 tahun 2012 tentang retribusi izin mendirikan bangunan di kota Medan

terdapat pada Bab V Kewajiban dan Larangan pasal 16 mengatakan bahwa a).

Mematuhi segala ketetntuan dalam IMB yang diterbitkan; b). Memberitahukan

kepada instansi terkait atau petugas bahwa saat pekerjaan mendirikan bangunan

dimulai; c) memperlihatkan IMB serta kelengkapan pada petugas yang ditunjuk;

d) memasang papan petunjuk (plank) IMB dilokasi bangunan yang sesuai dan

dapat dilihat secara jelas; e) membantu terselenggaranya pemerikasaan bangunan;

dan f) memberitahukan secara tertulis kepada instansi terkait atau petugas bahwa

pekerjaan mendirikan bangunan telah selesai dilaksanakan.

75
Pada pasal 17 tertulis bahwa setiap orang pribadi atau badan dilarang a)

mendirikan bangunan tanpa IMB; b) memulai pekerjaan mendirikan bangunan

sebelum diterbitkannya IMB; dan atau c) mendirikan bangunan yang tidak sesuai

dengan IMB yang telah diterbitkan. Hal tersebut harus di ketahui oleh masyarakat

yang terkait agar tidak sembarangan dalam membangun dan mengurus IMB.

Dalam hal ini juga terdapat pada Bab VI Pelaksanaan pekerjaan mendirikan

bangunan pasal 18 (1) pekerjaan mendirikan bangunan dapat dimulai setelah IMB

diterbitkan oleh Walikota; (2) pekerjaan mendirikan bangunan harus sesuai

dengan IMB yang diterbitkan. Untuk masyarakat wajiblah mengurus terlebih

dahulu IMB tersebut dan menunggu hingga IMB tersebut selesai agar pekerjaan

pembangunan tersebut aman dan tidak mengganggu atau merugikan masyarakat

lain.

Wawancara pada tanggal 10 Juli 2020 pukul 13.20 WIB dengan Bapak Drs.

Massa Simatupang Usia 50 tahun pendidikan S1, selaku Kepala Bidang

Pengaduan, Kebijakan dan Pelaporan Ijin Mendirikan Bangunan Kecamatan

Medan Denai mengenai dampak dari pemberian izin mendirikan bangunan bagi

masyarakat, beliau mengatakan bahwa dampak yang di timbulkan sangatlah postif

dan baik karena dengan adanya surat izin mendirikan bangunan tersebut pemilik

lahan tidak perlu takut akan penggusuran sebelah pihak, kemudian untuk

perlindungan bagi pemilik gedung dinas sangat memberikan perlindungan

tersebut dikarenakan jika sudah mengurus IMB maka semua bangunan yang

sudah terdaftar tersebut adalah tanggung jawab Dinas Perumahan Kawasan

Permukiman dan Penataan Ruang.

76
Selanjutnya wawancara pada tanggal 10 Juli 2020 pukul 13.20 WIB dengan

Bapak Drs. Massa Simatupang Usia 50 tahun pendidikan S1, selaku Kepala

Bidang Pengaduan, Kebijakan dan Pelaporan Ijin Mendirikan Bangunan

Kecamatan Medan Denaimenegenai dampak yang didapatkan oleh masyarakat

jika mereka memiliki IMB beliau mengatakan bahwa dampaknya sangatlah besar

bagi pemilik gedung yang yang sudah mengurus IMB, karena IMB itu sangatlah

bearti sebagai bukti legalitasnya bangunan tersebut. Lalu dinas akan memberikan

perlindungan bagi gedung yang sudah memiliki IMB, karena sudah menjadi

tanggung jawab Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Penataan Ruang

kota Medan.

Kemudian selanjutnya wawancara pada tanggal 10 Juli 2020 pukul 16.00

Wib dengan Ibu Indri Meyanti, ST usia 43 tahun pendidikan S1 selaku Kepala

Seksi Penanganan Pengaduan Masyarakat dan Seksi Pelaporan dan Peningkatan

Pelayanan Kecamatan Medan Denai mengenai dampak bagi masyarakat jika

sudah memiliki IMB, beliau menjawab bahwa dampak yang didapat akan

membuat bangunan tersebut kokoh dari segala ancaman, dimana bangunan

tersebut sudah memilikilegalitas yang sah dari pemerintah, tidak bisa dibongkar

dengan alasan apapun itu termasuk pelebaran jalan, jikalaupun gedung tersebut

kena maka akan diberi ganti rugi yang setimpal.

Lalu wawancara dengan Ibu Devia Nadila usia 35 tahun pendidikan terakhir

SMA selaku Masyarakat yang pernah mengurus izin mendirikan bangunan di

Kelurahan Tegal Sari Mandala III Kecamatan Medan Denai penulis bertanya

77
dengan adanya kepemilikan surat IMB sudah dapat memberikan perlindungan

bangunan?, beliau menjawab, iya sudah pasti kepemilikan IMB tersebut sudah

memberikan perlindungan bagi bangunan dan pemiliknya itu sendiri karena IMB

itu ibarat akte kelahiran bagi manusia, jadi apabila imbnya keluar atau bangunan

itu sudah memiliki IMB dan dibangun sesuai IMB itu dia tidak akan kena lagi

pelebaran jalan, dia tidak kena jalur hijau dan itu sudah legalisasi dari bangunan

itu, jadi yang dibongkar bangunan itu dia tidak memiliki IMB, atau biasanya ada

IMB nya tapi melenceng, seperti tidak sesuai dengan IMB dengan bangunan

tersebut.

Kemudian wawancara dengan Bapak Muhammad Amar Yazid usia 40 tahun

pendidikan SMA selaku Masyarakat yang pernah mengurus izin mendirikan

bangunan di Kelurahan Tegal Sari Mandala III Kecamatan Medan Denai yang

sedang mengurus IMB, terkait dengan dampak pemberian izin mendirikan

bangunan bagi masyarakat adalah beliau menjawab bahwa masyarakat yang

diuntungkan dengan adanya izin, artinya legalitas bangunan tersebut sudah

terjamin, dan tidak menggangu masyarakat sekitar, yang kedua bisa diagunkan ke

bank, karna nilainya akan tinggi apabila itu sudah sesuai. Karena bank pasti yakin

bahwa bangunan itu tidak bermasalah atau kena jalur hijau kan sementara itukan

menjadi agunan bank. Berdasarkan penjelasan dari narasumber diatas maka dapat

disimpulkan bahwa dampak dari IMB itu sangatlah baik bagi masyarakat yang

mengurus, karena masyarakat sudah memiliki legalitas dari bangunannya, dan

masyarakat yang sudah mendapatkan IMB tidak khawatir lagi terkena jalur hijau

atau pelebaran jalan.

78
B. Kemampuan Pelaksana

Pada Perda nomor 5 tahun 2012 tentang Retribusi izin mendirikan

bangunan bab III Pelayanan perizinan pasal 6 (1) setiap orang pribadi atau badan

yang mengajukan permohonan pelayanan IMB harus memenuhi persyaratan

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memenuhi

kewajiban sebagaimana diatur dalam peraturan daerah ini, (2) untuk mendapatkan

pelayanan IMB sebagaimana dimaksud pada ayat 1 orang pribadi atau badan

harus mengajukan permohonan dengan mengisi formulir yang tersedia. Maka

dengan terteranya peraturan tersebut masyarakat wajib mengurus IMB nya, agar

menjadikan kota Medan yang tertib.

Dalam wawancara pada tanggal 10 Juli 2020 pukul 13.20 WIB dengan

Bapak Drs. Massa Simatupang Usia 50 tahun pendidikan S1, selaku Kepala

Bidang Pengaduan, Kebijakan dan Pelaporan Ijin Mendirikan Bangunan

Kecamatan Medan Denai dalam melakukan sosialisasi agar masyarakat mengurus

izin mendirikan bangunan di kota Medan, beliau menjawab biasanya kita ada di

pojok informasi, selebaran ke sosmed, acara di tv sering juga Kadis kita

wawancara di tv, kemudian melalui iklan-iklan di jalan plang atau pamflet.

Kemudian penulis menanyakan apakah ada keterlibatan pihak lain dalam

melakukan pengutipan retribusi izin mendirikan bangunan beliau menjawab tidak

ada, krna yang mengutip retribusi bangunan itu hanya pemko medan dan dibayar

langsung ke bank pakai rekening, dan resi dari transfer itulah yang dijadikan

sebagai bukti bahwasanya masyarakat sudah membayar retribusi IMB tersebut.

79
Kemudian penulis bertanya apa saja yang dilakukan oleh dinas agar

masyarakat terdorong untuk mengurus izin mendirikan bangunan, beliau

mengatakan sering kalau ada pameran, misalkan acara MTQ, acara2 pameran

pembangunan seperti di lapangan merdeka, kami biasanya membagikan selebaran

itu tadi, syarat-syarat, lama pembuatan, biayanya berapa, udh dibuat semua

diselebaran itu, menurut masyarakat memang susah, makannya masyarakat

diharapkan harus mengurus secara langsung jangan melalui calo, yang buat susah

itu calonya, kalau syaratnya lengkap 14 hari kerja saja sudah selesai. Hal ini lah

yang dapat dilihat dalam kemampuan pelaksana dalam menjalankan tugas di

Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Penataan Ruang.

Selanjutnya wawancara pada tanggal 10 Juli 2020 pukul 16.00 Wib

dengan Ibu Indri Meyanti, ST usia 43 tahun pendidikan S1 selaku Kepala Seksi

Penanganan Pengaduan Masyarakat dan Seksi Pelaporan dan Peningkatan

Pelayanan Kecamatan Medan Denai untuk mempromosikan bagaimana

masyarakat mau untuk mengurus IMB biasa kami juga sering melakukan

sosialisasi agar masyarakat tau dan mau untuk mengurus IMB tersebut, kemudian

untuk pihak lain dalam pengutipan retribusi izin mendirikan bangunan pihak

lainnya adalah dinas pelayanan terpadu, karena biasanya melalui rekening bank

dan ditransferkan langsung masuk ke kas pemerintah kota Medan. Lalu yang

terlibat dalam pengurusan IMB ini biasanya dari yang terkecil Kepala Desa dan

Camat karena mereka juga ikut serta dalam membuat SK untuk kepemilikan

lahan. Yang membuat masyarakat terdorong untuk mengurus IMB itu memang

dari diri sendiri, karena jika kita sudah memiliki izin sudah pasti bangunan kita

80
sudah aman dari hal yang tidak diinginkan, kita sudah memiliki sertifikat izin

mendirikan bangunan tersebut.

Kemudian selanjutnya wawancara pada tanggal 10 Juli 2020 pukul 16.00

Wib dengan Ibu Indri Meyanti, ST usia 43 tahun pendidikan S1 selaku Kepala

Seksi Penanganan Pengaduan Masyarakat dan Seksi Pelaporan dan Peningkatan

Pelayanan Kecamatan Medan Denai mengenai sosialisasi kami dinas biasanya

mensosialisasikannya melalui spanduk-spanduk yang diletakan dipinggir jalan

spanduk atau baliho besar, untuk keterlibatan pihak lain dalam pengutipan

retribusi itu langsung di setorkan ke pemerintah daerah, atau melalui pelayanan

terpadu kota Medan, yang dilakukan dinas agar masyarakat terdorong biasanya

kami melakukan kontrol disetiap penjuru kota Medan untuk mengecek bangunan-

bangunan yang sedang dikerjakan ataupun yang sudah jadi, kami mengontrol agar

memastikan bahwa bangunan tersebut sudah memiliki izin, jika belum atau tidak

memiliki izin maka kami akan memberi teguran kepada pemilik bangunan

tersebut.

Lalu wawancara dengan Ibu Devia Nadila usia 35 tahun pendidikan

terakhir SMA selaku Masyarakat yang pernah mengurus izin mendirikan

bangunan di Kelurahan Tegal Sari Mandala III Kecamatan Medan Denai yang

sedang mengurus IMB, beliau mengatakan kami mengurus IMB ini karena

kesadaran diri sendiri karena kan memang jika kita ingin hidup tenang ya sebagai

warga Negara yang baik kita mematuhi apa yang diperintahkan oleh Negara kita

ini, lalu kalau sosialisasi biasanya saya lihat di baliho-baliho besar di pinggir jalan

kota Medan, kalau pengutipannya yang saya tau yaa mungkin pihak lainnya

81
adalah bank karena kan kami membayarnya melalui bank tersebut, agar

masyarakat terdorong untuk mengurus IMB tersebut memang dinas harus

bersikap tegas kepada masyarakat agar mau untuk mengurus IMB tersebut dan

membayar retribusi nyaa, karena dengan kita membayar retribusi daerah kita juga

akan lebih maju.

Kemudian wawancara dengan Bapak Muhammad Amar Yazid usia 40

tahun pendidikan SMA selaku Masyarakat yang pernah mengurus izin mendirikan

bangunan di Kelurahan Tegal Sari Mandala III Kecamatan Medan Denai yang

sedang mengurus IMB, beliau mengatakan biasanya dinas dalam

mensosialisasikannya melalui iklan-iklan pakai spanduk yang diletakan di papan

iklan kota, karena dengan adanya iklan tersebut masyarakat ingat akan

kewajibannya –aturan dalam tiap melakukan pembangunan, bahwa tiap

pembangunan memiliki aturan –aturan yang harus di taati.

Untuk keterlibatan pihak lain menurut beliau mungkin anatara dinas dan

pemerintah kota Medan, karena kan langsung masuk kas daerah, lalu untuk

mendorong masyarakat mengurus IMB beliau menyarankan agar dinas tegas

terhadap setiap pembangunan yang ada, karena hal sepele pun kalau menyangkut

ketentraman harus di laporkan kepihak yang berwenang agar jauh dari masalah

apapun. Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwasanya

sosialisasi kemasyarakat dengan cara membuat stand saat adanya event,

kemudian sosialisasi di televisi dan memasang himbauan di plangatau selebaran

kemudian melampirkan syarat-syarat untuk mengurus IMB terserbut agar

masyarakat dapat dengan mudah untuk mengurus IMB itu sendiri, jika kurang

82
jelas masyarakat dapat mengakses nya melalui website Dinas Perumahan

Kawasan Permukiman dan Penataan Ruang, dan dinas harus lebih tegas dalam

setiap pembangunan yang akan dilakukan oleh masyarakat di Kota Medan.

C. Pendayagunaan Sumberdaya

Pada Perda nomor 5 tahun 2012 tentang Retribusi izin mendirikan

bangunan bab III Pelayanan Perizinan, bagian satu tentang Jenis Pelayanan dan

Kewajiban Pasal 5 (1) Jenis Pelayanan IMB meliputi pelayanan pembinaan

penyelenggaraan bangunan dan pelayanan administrasi perizinan bangunan. (2)

Jenis pelayanan IMB yang dikenakan retribusi adalah pelayanan pembinaan

penyelenggaraan bangunan untuk kegiatan pembangunan baru,

rehabilitas/renovasi, dan pelestarian/pemugaran. (3) jenis pelayanan administrasi

perizinan bangunan meliputi pemecahan dokumen IMB, pembuatan duplikat/copy

dokumen IMB yang dilegalisasikan sebagai pengganti dokumen IMB yang hilang

atau rusak (salinan IMB), pemutakhiran data dan/atau perubahan non teknis

lainnya atas permohonan pemilik bangunan gedung.

Bagian kedua tentang, nama, objek, subjek, golongan retribusi pasal 7 (2)

objek retribusi pelayanan imb adalah pemberian izin untuk mendirikan suatu

bangunan dan pelayanan administrasi perizinan bangunan meliputi kegiatan

peninjauan lokasi dan penilaian desain dan pemantauan pelaksanaan

pembangunanya agar tetap sesuai dengan rencana teknis bangunan dan rencana

tata ruang dan pengawasan penggunan bangunan yang meliputi pemeriksaan

dalam rangka memenuhi syarat keselamatannya bagi yang menempati bangunan

tersebut. Pada pasal 8 (1) pemberian imb sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 (2)

83
meliputi; a) bangunan gedung; b) prasaranan bangunan gedung dan atau bangunan

bukan gedung. (2) bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu

bangunan gedung yang meliputi fungsi hunian, fungsi keagamaan, fungsi usaha,

fungsi sosial budaya dan fungsi campuran. (3) prasarana bangunan gedung dan

atau bangunan bukan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu kontruksi

bangunan yang merupakan prasaran penunjang bangunan gedung anatara lain,

perkerasan, kolam renang, gardu, pagar, gapura, menara, tangki, lapangan, pos

jaga dan lain sejenisnya.

Dalam wawancara pada tanggal 10 Juli 2020 pukul 13.20 WIB dengan

Bapak Drs. Massa Simatupang Usia 50 tahun pendidikan S1, selaku Kepala

Bidang Pengaduan, Kebijakan dan Pelaporan Ijin Mendirikan Bangunan

Kecamatan Medan Denai penulis bertanya tentang siapa saja yang terlibat dalam

penyelenggaraan retribusi izin mendirikan bangunan di dinas perumahan kawasan

permukiman dan penataan ruang di kota Medan beliau menjawab pertama dari

syaratnya, apabila dia sk camat, tentu camat ikut terlibat melegalisir, lurah

mengeluarkan surat serah tidak sangketa, kalau dia sudah sertifikat bpn untuk

melegelisasi, legalisir untuk sertifikat, jadi banyak sebenarnya yang terlibat dan

dinas pelayanan terpadu satu pintu kota medan, itulah yang terlibat dalam imb ini.

Kemudian penulis bertanya kembali tentang sarana apa saja yang

digunakan untuk melakukan izin mendirikan bangunan, beliau menjawab sarana

kerja disini, yang ada diruangan, komputer alat ukur seperti itu dll. Kemudian

penulis betanya bagaimanamasyarakat dapat mengetahui tahapan atau prosedur

waktu pengurusan izin mendirikan bangunan, beliau menjawab dia bisa dibuka

84
melalui website, ada nanti di PTSP bisa dibuka begitu dia mendaftar dia

langsung nampak dimana aja berkasnya itu, jadi langsung muncul otomatis

datanya terbuka, seperti syarat apa aja yg kurang disitu pun nampak semuanya.

Selanjutnya wawancara pada tanggal 10 Juli 2020 pukul 16.00 Wib

dengan Ibu Indri Meyanti, ST usia 43 tahun pendidikan S1 selaku Kepala Seksi

Penanganan Pengaduan Masyarakat dan Seksi Pelaporan dan Peningkatan

Pelayanan Kecamatan Medan Denai mengenai siapa saja yang terlibat dalam

penyelenggaraan retribusi, beliau mengatakan terutama adalah kepala lurah,

karena kepala lurah memberikan surat keterangan atau ikutserta dalam

pengukuran tanah yang akan dibangun tersebut, lalu dinas terkait dan pemerintah

kota Medan, sarana apa saja yang dibutuhkan dalam melakukan izin mendirikan

bangunan, beliau mengatakan bahwa yang terutama peralatan seperti meneteran

rol dan sebagainya itu dibutuhkan karena untuk pengukuran tanah yang akan

dibuat, atau untuk melihat besarnya atau lebarnya lahan yang akan dibangun, lalu

di singkronkan dengan pengurukan dari kepala lurah tersebut, untuk mengetahui

prosedur dan lamanya pembuatan biasanya masyarakat akan diberikan seperti pin

untuk login ke website dan disitulah nanti masyarakat dapat melihat lamanya

pembuatan IMB.

Kemudian selanjutnya wawancara pada tanggal 10 Juli 2020 pukul 16.00

Wib dengan Ibu Indri Meyanti, ST usia 43 tahun pendidikan S1 selaku Kepala

Seksi Penanganan Pengaduan Masyarakat dan Seksi Pelaporan dan Peningkatan

Pelayanan Kecamatan Medan Denai mengenai siapa saja yang terlibat

penyelenggaraan retribusi IMB, beliau menjawab banyak juga yang terlibat

85
karena banyaknya berkas yang harus disiapkan untuk mengurus IMB tersebut,

sarana apa saja yang dilakukan untuk mengurus IMB yang terpenting adalah

pengukuran atas lahan yang akan dibuat izinya agar sesuai dengan apa yang harus

dibangun, dan bagaimana masyarakat dapat melihat prosedur apasaja yang

dibutuhkan dalam pengurusan IMB, prosedurnya dapat dilihat di internet itu

langsung keluar persyaratan yang dibutuhkan dan jangka waktu pengurusanya.

Lalu wawancara yang dilakukan dengan Ibu Devia Nadila usia 35 tahun

pendidikan terakhir SMA selaku Masyarakat yang pernah mengurus izin

mendirikan bangunan di Kelurahan Tegal Sari Mandala III Kecamatan Medan

Denai yang sedang mengurus IMB, siapa saja yang terlibat dalam

penyelenggaraan IMB, beliau menjawab yang terlibat terutama adalah pemerintah

kota Medan, lalu dinas terkait, lalu bank. Kemudian sarana apa yang diperlukan

dalam pengurusan IMB beliau menjawab sarana kantor yang harus lebih tertata,

dan harus nyaman agar masyarakat yang mengurus bisa nyaman saat melakukan

antrian panjang. Kemudian mengenai prosedur masyarakat dapat melihat di pojok

mading yang ada di dinas atau membuka internet.

Kemudian wawancara dengan Bapak Muhammad Amar Yazid usia 40

tahun pendidikan SMA selaku Masyarakat yang pernah mengurus izin mendirikan

bangunan di Kelurahan Tegal Sari Mandala III Kecamatan Medan Denai yang

sedang mengurus IMB, mengenai siapa saja yang terlibat dalam pengurusan

IMB, beliau menjawab banyak yang terlibat karena banyak berkas yang

diperlukan, seperti kepala lurah, camat atau kepling yang pertama dalam

pengurusan sertifikat tanah, lalu dinas yang terkait dimana yang mengurus IMB

86
tersebut, lalu pemerintah kota Medan mungkin juga terlibat, kemudian dalam

melihat prosedur yang dibutuhkan saat mengurus IMB, bisa diakses melalui

internet, karena sudah lengkap disana apasaja persyaratannya, dan jika tidak bisa

mengakses dapat dilihat di mading yang ada di Dinas Perumahan Kawasan

Permukiman dan Penataan Ruang kota Medan.

Berdasarkan penjelasan dari narasumber diatas maka dapat disimpulkan

bahwa yang terlibat dalam pengutipan retribusi izin mendirikan bangunan adalah

Pemerintah Kota Medan, kemudian yang terlibat dalam pengurusan IMB adalah

Desa/Lurah, Kecamatan yang berfungsi sebagai melegalisir BPN itu sendiri

sebagai syarat mengurus IMB, kemudian prosedur dapat di akses melalui

websitenya Dinas Perumahan KawasanPermukiman dan Penataan Ruang kota

Medan.

4.3.2. Faktor Yang Menghambat Dalam Pelaksanaan Kebijakan Mendirikan

Bangunan

a. Faktor Komunikasi

Implementasi yang efektif baru akan terjadi apabila para pembuat

kebijakan dan implementor mengetahui apa yang akan mereka kerjakan, dan hal

itu hanya dapat diperoleh melalui komunikasi yang baik, yang juga dari

komunikasi tersebut membentuk kualitas partisipatif masyarakat. penyaluran

komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik

pula. Seringkali komunikasi yang telah melalui beberapa tingkatan birokrasi

menyebabkan terjadinya salah pengertian. Kejelasan informasi mengenai ijin

87
mendirikan bangunan dapat dilihat langsung melalui web atau dapat langsung

datang ke BPPT untuk mendapatkan informasi lebih lanjut. Ketersediaan

informasi dalam melaksanakan kebijakan ini sudah sesuai dengan undang-undang

dan peraturah pemerintah, sehingga meminimalisir kesalahan yang terjadi di

lapangan, selain itu dalam penyebaran informasi pada bidang penataan dan

pemanfaatan bangunan setiap bulannya diadakan rapat internal untuk mengetahui

kekurangan pada kegiatan-kegiatan sebelumnya.

b. Faktor Disposisi (sikap Pelaksana)

Disposisi atau sikap para implementor yang tidak mau melaksanakan

kebijakan yang telah ditetapkan akan menimbulkan hambatan-hambatan bagi

tercapainya tujuan dari pengimplementasian kebijakan. Pada umunya, orang

bertindak berdasarkan kepentingan meraka sendiri, maka memanipulasi insentif

oleh pembuat kebijakan dapat mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan.

Dengan menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin dapat memotivasi

para pelaksana kebijakan untuk dapat melaksanakan perintah dengan baik. Hal ini

dilakukan dalam upaya memenuhi kepentingan pribadi (self interest) atau

organisasi. Dalam Implementasi Kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan di

Kelurahan Tegal Sari Mandala III Kecamatan Medan Denai Kota Medan,

meskipun Dinas Tata Kota dan Perumahan Kota Medan hanya menerapkan sistem

punishment tanpa menerapkan sistem reward, terbukti keputusan tersebut mampu

meningkatkan kinerja pelaksana kebijakan. Hal tersebut terjadi karena sistem

tersebut bukan bersifat untuk menakut-nakuti pegawai, namun hanya untuk

mengingatkan tanggungjawab sebagai pelayan masyarakat. Sehingga menurut

88
peneliti, faktor disposisi sudah dapat dikatakan tepat karena, kesadaran pribadi

pelaksana kebijakan adalah sebagai fasilitator dan pelayan masyarakat.

c. Faktor Struktur Birokrasi

Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 5 Tahun 2012 Dalam

Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan dan Implikasinya Terhadap Tata Ruang di

Kota Medan hambatannya adalah Lingkungan eksternal ( sosial, ekonomi, politik

dan budaya ), Sumber daya yang meliputi staff, informasi dan fasilitas, disposisi

kemudian yang terakhir komunikasi yang meliputi konsisten, transmisi dan

kejelasan. Terdapat dua karakteristik yang dapat mendongkrak kinerja struktur

birokrasi ke arah yang lebih baik, yaitu Standard Operating Prosedures (SOPs)

dan Fragmentasi (penyebaran tanggungjawab). Dalam kesesuaian SOPs dengan

kegiatan yang dilaksanakan oleh aparat sudah sangat baik, peraturan dan undang-

undang yang berlaku sudah mampu mendorong komitmen anggota pelaksana

kebijakan IMB. Dalam hal penyebaran tanggung jawab kegiatan dan pelaksanaan

kebijakan ini sudah dilaksanakan dengan baik. Setiap bidang sudah memiliki

jobdescnya masing-masing, sehingga dalam pertanggung jawabannya akan lebih

mudah.

89
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

5.1.1. Pelaksanaan Kebijakan Peraturan Daerah Kota Medan No.5 Tahun 2012

Dalam Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kelurahan Tegal

Sari Mandala III Kecamatan Medan Denai Kota Medan. Berdasarkan

kategorisasi yang dilakukan peneliti: Pertama, bahwa tujuan dari perda kota

Medan nomor 5 tahun 2012 tentang retribusi mendirikan bangunan retribusi

mendirikan bangunan dikota Medan dibayarkan melalui Pelayanan terpadu

di Kota Medan, kemudian besarnya tarif retribusi toko dan rumah tempat

tinggal itu tidak sama, untuk pendistribusian retribusinya di Kota Medan

sudah sesuai dengan yang telah ditentukan oleh Pemerintah Kota Medan.

Masyarakat wajib mengurus IMB, karena jika tidak mengurus IMB tersebut

maka bangunan yang ditempati dianggap ilegal dan Dinas Perumahan

Kawasan Permukiman dan Penataan Ruang wajib memperingati dan jika

sudah diperingati tapi masyarakat tidak merespon maka dinas wajib

membongkar bangunan tersebut dengan bantuan Satpol PP, karena yang

betugas dalam pembongkaran adalah Satpol PP. Kedua, Berdasarkan

penjelasan dari narasumber diatas maka dapat disimpulkan bahwa dampak

dari IMB itu sangatlah baik bagi masyarakat yang mengurus, karena

masyarakat sudah memiliki legalitas dari bangunannya, dan masyarakat

yang sudah mendapatkan IMB tidak khawatir lagi terkena jalur hijau atau

pelebaran jalan.

90
5.1.2. Faktor yang Menghambat Dalam Pelaksanaan Kebijakan Izin Mendirikan

Bangunan di Kelurahan Tegal Sari Mandala III Kecamatan Medan Denai

A. Faktor Pendukung

1. Badan pelayanan perizinan, Kota Medan telah memiliki bandan

pelayanan perizinan sendiri yaitu Kebijakan Izin Mendirikan

Bangunan di Kelurahan Tegal Sari Mandala III Kecamatan Medan

Denai pelayanan terpadu satu pintu kota medan pada tahun 2020 bulan

Desember yang menyebabkan pelayanan menjadi lebih maksimal

B. Faktor Penghambat

1. Sebagian besar masyarakat masih bingung tentang permohonan

pengajuan IMB. Masyarakat, masih tidak mengerti tentang syarat dan

perhitungan sesuai denga nisi dari Perwal no 83 tahun 2017 tentang

teknis perhitunganretribusi dan syarat syarat pengeluaran izin

2. Kesadaran wajib pajak dari badan maupun pribadi untuk mendaftarkan

bangunannya

5.2. Saran

Berdasarkan dengan hal-hal yang telah dikemukakan diatas maka penulis

memberikan saran-saran dalam Kebijakan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor

5 Tahun 2012 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. Adapun saran-saran

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dalam pelaksanaan hal ini penulis sarankan bahwa berikanlah syarat-

syarat yang detail dan jelas untuk mengurus Izin Mendirikan Bangunan,

sehingga masyarakat dapat dengan mudah untuk melengkapi berkas yang

91
harus disediakan. Persyaratan yang di rincikan dengan detail akan

membuat minat masyarakat dalam mengurus izin mendirikan

bangunantersebut sangat besar, terutama mereka akan mengurus izin

mendirikan bangunannya secara langsung dan akan menghindari calo.

2. Dalam proses administratif penulis masih mendapatkan masyarakat yang

enggan untuk mengurus izin mendirikan bangunan dikarenakan sulitnya

sistem administrasi yang ada, jadi penulis sarankan untuk tetap

meringankan sistem administrasi dalam mengurus izin mendirikan

bangunan agar semua masyarakat tidak sembarangan dalam mendirikan

bangunan.

3. Dalam pelaksanaan pengutipan retribusi izin mendirikan bangunan

mungkin sudah berjalan dengan baik, karena disetorkan langsung kepada

pemerintah kota Medan, namun kiranya penulis sarankan agar melakukan

pengawasan ketat disekitaran lokasi Dinas Perumahan Kawasan

Permukiman dan Penataan Ruang guna untuk memberantas calo-calo, dan

juga tetap melakukan pengawasan ketat terhadap bangunan-bangunan liar.

92
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahab, Solichin. 2004. Analisis Kebijaksanaan dari Formulasi ke


Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.

Abidin, Said Zainal. 2002. Kebijakan Publik. Jakarta: Yayasan Pancur Siwah.

Agustino, Leo. 2008. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.

Agustino, Leo. 2008. Dasar-dasar kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.

Bidara, Arfandy Wichers. 2017. Kebijakan Kebijakan Pelayanan izin Mendirikan


Bangunan Di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Manado.
Manado: Jurnal Eksekutif Universitas Sam Ratulangi,Vol 1. Hal 16-23

Bungin, B. M., 2010. Penelitian Kualitatif, Jakarta: PT. Kencana

Dunn, William N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: UGM


Press.

Gunawan, Imam. 2013. Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik. Jakarta:
Bumi Aksara.

Idrus. Muhammad. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif


dan Kuantitatis. Jakarta. Erlangga.

Irawan, Andi. 2015. Kebijakan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2001 Tentang


Izin Mendirikan Bangunan Di Kecamatan Malinau Kota Kabupaten
Malinau. Samarinda: Jurnal Pemerintahan Integratif, Vol 3. hal:41-47

Kusumanegara, Sutedi. 2010. Model dan Aktor dalam Proses Kebijakan Publik.
Yogyakarta: Gava Media

93
Mansyur. 2016. Analisis Kebijakan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (Imb) Di
Kabupaten Mamuju Utara. Mamuju Utara: Jurnal Katalogis Universitas
Tadulako Vol 4, hal: 21-26

Mutiarin, Dyah dan Arif Zainudin. 2014. Manajemen Birokrasi dan Kebijakan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nazir, Moh. 2011. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.

Nugroho, Riant. 2006. Kebijakan Untuk Negara-Negara Berkembang: Model-


Model Perumusan Kebijakan Dan Analisis. Jakarta: PT.Elex Media
Komputindo.

Parsons, Wayne. 2008. Public Policy: Pengantar Teori dan Praktik Analisis
Kebijakan. Jakarta: Pranada Media.

Prasindo. Tangkilisan, Hesel. 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi: Konsep,


Strategi dan Kasus. Yogyakarta:YPAPI.

Putra, Fadillah. 2003. Paradigma Kritis Dalam Studi Kebijakan Publik:


Perubahan Dan Inovasi Kebijakan Publik Dan Ruang Partisipasi
Masyarakat Dalam Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta Bekerjasama
Dengan Universitas Sunan Giri Surabaya: Pustaka Pelajar.

Putri, Rima Dwi. 2017.Analisis Damapak Penertiban Izin Mendirikan Bangunan


Di Kota Tanjung Pinang. Tanjung Pinang: Naskah Publikasi Adiministrasi
Negara Universitas Maritim Raja Ali Haji

Singarimbun, Masri. 1995. Metode Penelitian Survey. Jakarta: PT.Pustaka LP3ES

Subarsono, AG. 2005. Analisis Kebijakan Publik, Konsep, Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar Pelajar.

Subarsono, AG. 2011. Analisis Kebijakan Publik (konsep. teori dan aplikasi).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

94
Suharno. 2010. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Yogyakarta: UNY Press.

Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin Abdul Jabar. 2004. Analisis Program
Pendidikan, Pedoman Teoritis Bagi Praktisi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara:

Sumodiningrat, Gunawan. 2000. Membangun Perekonomian Rakyat. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Suyanto, Bagong & Sutinah. 2005. Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif
Pendekatan. Jakarta: Prenada Media.

Tachjan. 2006. Implementasi Kebijakan Publik. Bandung: AIPI dan Puslit KP2W
Lembaga Penelitian UNPAD.

Tahir, Arifin. 2015. Kebijakan Publik & Transparansi Penyelenggaraan


Pemerintah Daerah. Bandung : Alfabeta

Tahjan, Husni. 2008. Kebijakan Kebijakan Publik. Bandung: RTH.

Winarno, Budi. 2007. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media
Prasindo.

Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik (Teori, Proses, dan Studi Kasus).
Yogyakarta: Buku Seru.

Yanuar, Ikbar. 2012. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Refika Aditama.

Yusuf, Farida. 2008. Analisis Program Dan Instrumen Analisis Untuk Program
Pendidikan dan Penelitian. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Wilonoyudho, Saratri, 2009. Kesenjangan Dalam Pembangunan Kewilayahan.


Surakarta: Jurnal Forum Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Vol 23, hal: 9-15

95
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

Permendagri Nomor 32 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian Izin


Mendirikan Bangunan

Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Izin Mendirikan
Bangunan

Peraturan Walikota Medan Nomor 19 Tahun 2010 Tentang Rincian Tugas Pokok
Dan Fungsi Dinas Tata Ruang Dan Tata Bangunan Kota Medan

96

Anda mungkin juga menyukai