PARTISIPASI MASYARAKAT
Mata Kuliah :
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayat-Nya, sehingga
penyusun dapat menyelesaikan rencana penelitian ini untuk memenuhi UAS
perkuliahan Metode Penelitian Administrasi pada Program Magister Administrasi
Publik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dengan judul : “ Partisipasi Masyarakat
dalam Penataan Ruang di Kota Serang”. Maka selaku penyusun rencana penelitian
ini mengucapkan terimakasih pada : Bapak Dr. Agus Sjafari, S.Sos, M.Si. selaku
Dosen Pengampu Mata Kuliah Metode Penelitian Administrasi yang memberikan
ilmu dan arahan pada peneliti sehingga rencana penelitian ini dapat terselesaikan.
Sebagai peneliti saya menyadari bahwa rencana penelitian yang disusun ini
masih belum sempurna. Oleh karena itu, dengan rendah hati kami memohon kritik
dan saran yang membangun dari pembaca untuk penyempurnaan rencana penelitian
ini.
Peneliti
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB II METODE PENELITIAN ...................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Data Jumlah Kepadatan dan Laju Pertumbuhan Penduduk Kota Serang
tahun 2020 ........................................................................................... 7
Tabel 1.3 Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang ........ 19
vi
BAB I
MASALAH PENELITIAN
Kota sebagai pusat kegiatan ekonomi wilayah memiliki fungsi yang sangat
signifikan bagi pembangunan, dimana konstribusinya terhadap pemenuhan
kebutuhan hidup warganya menimbulkan berbagai permasalahan. Populasi
penduduk yang terus meningkat dan dikaitkan dengan implikasinya pada ruang kota,
bagi para ahli dan pemerhati lingkungan sangatlah menakutkan. Apalagi terdapat
banyak peristiwa terutama di negara berkembang, kota-kota tersebut berkembang
tak terkendali bahkan tanpa pengendalian. Kondisi tersebut yakni jumlah penduduk
terus bertambah, ruang kota semakin padat dan berkualitas rendah, lalu lintas
semrawut, penghijauan sangat kurang, terjadi banjir dan sebagainya. Urbanisasi
menjadikan kota semakin berkembang dengan kepadatan penduduk yang tinggi.
Penduduk pendatang memilih untuk bermukim di pusat kota. Pertimbangan
pemilihan pusat kota disebabkan adanya keuntungan untuk lebih dekat dengan
lokasi bekerja serta layanan fasilitas publik lainnya. Perkembangan jumlah
penduduk di pusat kota yang semakin tinggi, berdampak pada kebutuhan tempat
tinggal dan pelayanan publik yang semakin bertambah.
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa minimnya perencanaan
penataan pada permukiman perkotaan banyak menimbulkan dampak negatif,
terutama pada permukiman padat penduduk. Dalam Setiap pembangunan di
wilayahnya perlu adanya peran dari pemerintah untuk melakukan pengawasan.
Meskipun pada dasarnya kota telah dilengkapi dengan RTRW (Rencana Tata
Ruang Wilayah), bahkan dengan perencanaan yang lebih rinci yakni RDTR
(Rencana Detail Tata Ruang Kota) dan Peraturan Zonasi (Zoning Regulation), serta
perencanaannya yang kedalamannya sudah sampai pada RTBL (Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan). Akan tetapi, fakta membuktikan bahwa rencana yang
telah diterbitkan tidak dijadikan sebagai acuan dalam pemanfaatan ruang berupa
izin pendirian pembangunan sarana gedung, perumahan maupun pembangunan
sarana dan prasana kota lainnya.
Dalam hierarki perumusan tata ruang di berbagai level, baik itu tata ruang
nasional, tata ruang pulau, provinsi, kabupaten/kota, dan sebagainya tentu saja tidak
hanya cukup dirumuskan oleh pemerintah bersama legislatif saja. Masyarakat
sebagai sasaran dalam perumusan tata ruang dianggap penting untuk dilibatkan. Hal
ini untuk memastikan bahwa setiap warga negara terjamin haknya atas ruang dan
tidak ada warga negara yang dirugikan dari perumusan tata ruang yang ada. Dalam
istilah perundang-undangan selama ini menyebut partisipasi publik dalam penataan
ruang sebagai “peran serta masyarakat”.
2
1. menjamin terlaksananya hak dan kewajiban masyarakat di bidang penataan
ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
3
yang efektif. Dengan melibatkan lebih banyak pemangku kepentingan, pemerintah
akan dapat mengambil keputusan yang mampu menjawab kebutuhan pemerintah
sendiri di satu sisi dan pemangku kepentingan di sisi lain, dan ini akan memberi
jaminan bagi efektifitas implementasi keputusan-keputusan tersebut.
4
selayaknya akan memerlukan suatu strategi penciptaan iklim partisipasi yang
kondusif melalui perencanaan yang berlandaskan potensi, permasalahan, hakikat,
serta hal best practice yang dapat diambil dari berbagai negara yang telah berhasil
melaksanakan berbagai pembangunan berlandaskan partisipasi masyarakat.
5
mengikat dan mennghapuskan tingkat kriminalitas pada sektor pertanahan. Selama
ini masyarakat bahkan hingga kepala daerah minim pengetahuan tentang tata ruang.
UU Cipta Kerja akan sedikit memaksa pemerintah daerah dan masyarakat untuk
mengerti dan peduli terhadap tata ruang, karena kita hidup selama ini juga di atas
ruang.
Sebagai ibu kota provinsi Banten, Kota Serang memliki posisi yang sangat
strategis dengan peluang investasi yang besar pada sektor perumahan/permukiman
maupun sektor komersil karena letaknya juga yang dekat dengan kawasan industri
ditunjang dengan jalan tol Tangerang-Merak serta Jalan tol Serang-Panimbang.
Potensi yang dimiliki tersebut berimplikasi pada tingkat pembangunan permukiman
yang semakin tinggi sehingga semakin berkurangnya lahan di Kota Serang.
Berdasarkan Data BPS tahun 2021 Jumlah penduduk Kota Serang Pada tahun 2020
sebesar 692.101 jiwa, dengan tingkat kepadatan penduduk di wilayah Kota Serang
sebesar 2.595 jiwa/km² dengan laju pertumbuhan penduduk 2010-2020 sebesar
1,76% yang menunjukkan kebutuhan akan pemukiman dan kegiatan pemanfaatan
ruang lainnya semakin meningkat. Untuk data penduduk Kota Serang disajikan
pada tabel 1.1 di bawah ini.
6
Tabel 1.1
Data Jumlah, Kepadatan dan Laju Pertumbuhan Penduduk
Kota Serang Tahun 2019
Laju
Kepadatan Pertumbuhan
Jumlah
No Kecamatan Penduduk Penduduk
Penduduk (Jiwa)
(Jiwa/km²) 2010-2020
(%)
1 Curug 57.346 1.156 1,88
2 Walantaka 102.543 2.115 2,98
3 Cipocok Jaya 98.907 3.136 1,96
4 Serang 226.196 8.740 0,81
5 Taktakan 100.296 2.095 2,44
6 Kasemen 106.813 1.686 1,93
Jumlah 692.101 2.595 1,76
(Sumber Data : BPS Kota Serang, 2021)
Tabel 1.2
Penggunaan Lahan Kota Serang Tahun 2018-2020
Luas (Ha)
No. Penggunaan Lahan
2018 2019 2020
1 Hutan 177,32 177,32 177,32
2 Industri/ Pergudangan 216,48 226,52 257,03
3 Perairan 984,96 946,79 946,79
4 Jasa 190,13 194,13 194,13
7
Luas (Ha)
No. Penggunaan Lahan
2018 2019 2020
5 Perumahan / Pemukiman 5.250,27 5.265,84 5.455,08
6 Tanah Perusahaan 1.164,56 1.193,13 1.193,13
7 Pertanian 18.472,28 18.452,28 18.452,28
Jumlah 26.456,14 26.456,14 26.456,14
(Sumber Data : BPS Kota Serang, 2021)
Dalam penataan ruang perlu adanya keterlibatan semua pihak dalam proses
perencanaan, pemanfaatan dan pengendaliannya. Untuk mencapai hal tersebut
perlu ada sosialisasi terkait penataan ruang. Seperti yang disampaikan oleh Kasubid
BAPPEDA Kota Serang dalam acara sosialisasi Perda No.08 tahun 2020 tentang
Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Serang tahun 2020-2040 :
8
penyusunan tata ruang, pemanfaatan tata ruang dan pengendalian tata ruang.
(https://bungasbanten.id, diakses pada tanggal 08 Desember 2021)
Dari uraian yang peneliti bahas di atas, terdapat beberapa hal yang menjadi
identifikasi masalah pada penelitian ini:
9
1.2.2. Rumusan Masalah
10
berpengaruh terhadap partisipasi publik dan lain halnya merupakan satu masalah
yang menarik untuk dicermati. Koho (2007:126) menjelaskan bahwa partisipasi
masyarakat dapat terjadi pada empat jenjang, yakni: a. Partisipasi dalam proses
pembuatan keputusan, b. Partisipasi dalam pelaksanaan, c. Partisipasi dalam
pemanfaatan hasil, d. Partisipasi dalam evaluasi.
Menurut Made Pidarta dalam Siti Irene Astuti D. (2009), partisipasi adalah
pelibatan seseorang atau beberapa orang dalam suatu kegiatan. Keterlibatan dapat
berupa keterlibatan mental dan emosi serta fisik dalam menggunakan segala
kemampuan yang dimilikinya (berinisiatif) dalam segala kegiatan yang
dilaksanakan serta mendukung pencapaian tujuan dan tanggungjawab atas segala
keterlibatan.
11
dilayani melainkan lebih banyak melayani secara proaktif . (Hasbullah, 2006)
Menurut Sundariningrum dalam Sugiyah (2001: 38) mengklasifikasikan partisipasi
menjadi 2 (dua) berdasarkan cara keterlibatannya, yaitu :
12
maupun kuantitas. Dari segi kualitas dapat dilihat dari output,
sedangkan dari segi kuantitas dapat dilihat dari presentase
keberhasilan program.
4. Partisipasi dalam evaluasi. Partisipasi dalam evaluasi ini
berkaitan dengan pelaksanaan program yang sudah
direncanakan sebelumnya. Partisipasi dalam evaluasi ini
bertujuan untuk mengetahui ketercapaiannya program yang
sudah direncanakan sebelunya. Bentuk partisipasi menurut
Effendi yang dikutip oleh Siti Irene Astuti D (2011: 58),
antara lain :
• Partisipasi vertikal Partisipasi vertikal terjadi dalam
bentuk kondisi tertentu masyarakat terlibat atau
mengambil bagian dalam suatu program pihak lain,
dalam hubungan dimana masyarakat berada sebagai
status bawahan, pengikut, atau klien.
• Partisipasi horizontal Partisipasi horizontal, masyarakat
mempunyai prakasa dimana setiap anggota atau
kelompok masyarakat berpartisipasi horizontal satu
dengan yang lainnya.
13
4. Menimbulkan dukungan dan penerimaan dari rencana pemerintah
5. Menciptakan kesadaran politik
6. Keputusan dari hasil partisipasi mencerminkan kebutuhan dan kepentingan
masyarakat.
7. Menjadi sumber dari informasi yang berguna merupakan komitmen sistem
demokrasi.
14
semua stakeholders dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan dalam
pembangunan.
15
geografis yang merupakan cermin lingkup kebijakan yang dibuat masyarakat terkait
dengan ekonomi, sosial dan kebudayaan. Penataan ruang merupakan suatu sistem
proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan
ruang (Undang-undang No. 26 tahun 2007).
Tata ruang wilayah merupakan wadah (area) dimana kegiatan usaha dan
pembangunan diletakkan, oleh karena itu harus dipilih dan ditentukan secara tepat,
agar supaya kegiatan ekonomi dan pembangunan tidak mengalami kegagalan.
Terdapat tiga tahapan perkembangan tata ruang wilayah, bermula dari tata ruang
matematik (bersifat statis), kemudian diaplikasikan menjadi tata ruang geografis,
selanjutnya diimplementasikan untuk memenuhi kebutuhan manusia dan
pembangunan menjadi tata ruang ekonomi . Berbagai teori lokasi dan
pengembangan wilayah telah diformulasikan oleh banyak pakar, yang semuanya
menekankan pada pentingnya fungsi pusat yang masing-masing memiliki wilayah
pengaruhnya (pelayanannya). Dalam pemanfaatan tata ruang wilayah secara efisien
digunakan konsep (1) lansekap ekonomi (penempatan setiap kegiatan usaha harus
sesuai dengan potensi dan kapasitas lahannya, dan (2) optimalitas Pareto (mencapai
output secara optimal). Dalam penyelenggaraan penataan ruang wilayah bertujuan
untuk mewujudkan tata ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan
secara harmoni, keterpaduan, perlindungan fungsi tata ruang, dan pencegahan
dampak negatif terhadap lingkungan. (Adisasmita, 2010)
16
saling mempengaruhi. Secara struktural, penataan ruang diselenggarakan secara
proporsional oleh pemerintah dan masyarakat (Rustiadi, 2011)
17
Dilaksanakan untuk mendorong terwujudnya Tata Ruang sesuai dengan Rencana
Tata Ruang. KKPR dilaksanakan untuk mendorong setiap orang agar: Menaati
Rencana Tata Ruang yang telah ditetapkan, Memanfaatkan ruang sesuai dengan
Rencana Tata Ruang, Mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR). Muatan Pengendalian
Pemanfaatan Ruang terdiri lagi :
18
tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah dalam mendukung pelaksanaan
peran masyarakat dalam penataan ruang, antara lain melalui pembinaan dan
pengawasan pelaksanaan peran masyarakat di bidang penataan ruang,
pembangunan sistem informasi dan komunikasi penataan ruang, dan pendanaan
(Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010).
Adapun tujuan Pengaturan Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam
Penataan Ruang yakni:
Tabel 1.3
Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam penataan ruang
19
Bentuk Peran Masyarakat Tata Cara Peran Masyarakat
pembangunanwilayah atau • menyampaikan masukan terkait
kawasan; arahan dan/atau peraturan zonasi,
• perumusan konsepsi rencana perizinan, pemberian insentif dan
tata ruang; disinsentif serta pengenaan sanksi
• penetapan rencana tata ruang kepada pejabat yang berwenang;
b. Kerjasama dengan Pemerintah, • memantau dan mengawasi
Pemda dan sesama masyarakat pelaksanaan rencana tata ruang;
• masukan terkait arahan • melaporkan kepada instansi
dan/atau peraturan zonasi, dan/atau pejabat yang berwenang
perizinan, pemberian insentif dalam hal menemukan dugaan
dan disinsentif serta penyimpangan atau pelanggaran
pengenaan sanksi; kegiatan pemanfaatan ruang yang
• memantau dan mengawasi melanggar rencana tata ruang yang
pelaksanaan rencana tata telah ditetapkan;
ruang yang telah ditetapkan; • mengajukan keberatan terhadap
• pelaporan kepada instansi keputusan pejabat yang berwenang
atau pejabat yang berwenang terhadap pembangunan yang tidak
atas dugaan penyimpangan sesuai dengan rencana tata ruang
pemanfaatan ruang • Penyampaian masukan kebijakan
• pengajuan keberatan pemanfaatan ruang melalui media
terhadap keputusan pejabat komunikasi/ forum pertemuan
yang berwenang terhadap • Kerjasama dalam pemanfaatan
pembangunan yang dianggap ruang
tidak sesuai dengan rencana • Pemanfaatan ruang sesuai dengan
tata ruang Rencana Tata Ruang yang
• masukan mengenai kebijakan ditetapkan
pemanfaatan ruang • Penataan izin pemanfaatan ruang
• kerja sama stakeholders
• Memanfaatkan ruang sesuai
dengan kearifan lokal
• Peningkatan efisiensi,
efektivitas dan keserasian
dalam pemanfaatan ruang
• Menjaga kepentingan
Hankam dan Lingkungan
Hidup
• Investasi pemanfaatan ruang
(Sumber: PP No. 68 Tahun 2010 tentang bentuk dan tata cara peran masyarakat
dalam penataan ruang)
20
1.3.8. Forum Penataan Ruang
21
pertimbangan penanganan dan penyelesaian permasalahan dalam pelaksanaan
program dan kegiatan pemanfaatan ruang di kabupaten/kota dalam hal diperlukan;
b. memberikan pertimbangan pelaksanaan sinkronisasi program pemanfaatan ruang
dengan menyelaraskan indikasi program utama dengan program sektoral dan
kewilayahan; c. melakukan kajian dalam rangka penilaian PKKPR untuk kegiatan
berusaha dan kegiatan nonberusaha yang menjadi kewenangan pemerintah
kabupaten/kota; d. melakukan pembahasan hasil kajian, pertimbangan teknis
pertanahan dan/atau pertimbangan lainnya yang diperlukan; dan e. menyampaikan
hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada huruf d kepada bupati atau wali kota.
Pasal 31 Tugas Forum Penataan Ruang kabupaten/kota dalam pengendalian
pemanfaatan ruang meliputi: a. memberikan pertimbangan penetapan bentuk dan
mekanisme pemberian insentif dan disinsentif dalam pelaksanaan pemanfaatan
ruang daerah kabupaten/kota; b. memberikan pertimbangan penyelesaian sengketa
Penataan Ruang sebagai akibat adanya perbedaan kebijakan pengaturan
antarinstansi pemerintah dalam 1 (satu) kabupaten/kota; dan c. memberikan
pertimbangan penetapan tindakan sanksi atas pelanggaran pemanfaatan ruang
dan/atau kerusakan fungsi lingkungan.
22
Identifikasi Masalah:
1. Belum terkendalinya penataan ruang di kota serang
2. Masih minimnya keterlibatan masyarakat Kota Serang dalam
penataan ruang
3. Masih banyak bangunan yang masyarakat dirikan tanpa
memperhatikan aspek tata ruang akibat terbatasnya
pemahaman masyarakat tentang penataan ruang
4. Belum terbentuknya Forum Penataan Ruang
Koho (2007:126) empat jenjang partisipasi: Bentuk peran masyarakat dalam penataan ruang
a. Partisipasi dalam proses pembuatan keputusan, (PP No 68 tahun 2010) berupa :
b. Partisipasi dalam xczxc
pelaksanaan, masukan serta kerja sama dalam perencanaan tata
c. Partisipasi dalam pemanfaatan hasil, ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
d. Partisipasi dalam evaluasi. pemanfaatan ruang
xczxc
xczxc Output :
• Terlaksananya hak dan kewajiban masyarakat di bidang penataan ruang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
• Terwujudya peran masyarakat dalam penataan ruang;
• Terciptanya masyarakat yang ikut bertanggung jawab dalam penataan ruang;
• Terwujudnya pelaksanaan penataan ruang yang transparan, efektif, akuntabel,
dan berkualitas; dan
• Meningkatnya kualitas pelayanan dan pengambilan kebijakan penataan ruang
23
BAB II
METODE PENELITIAN
Tempat dalam penelitian ini yaitu pada Dinas Pekerjaan Umum dan
Penataan Ruang Kota Serang, BAPPEDA Kota Serang serta lingkungan
masyarakat Kota Serang. Waktu penelitian dilakukan selama 9 bulan mulai dari
pengajuan proposal penelitian hingga sidang akhir.
24
penelitian ini adalah Interview / wawancara mendalam. Menurut Miles dan
Huberman dalam Hamzah (2019) ada beberapa tahapan yang harus diperhatikan
dalam melakukan wawancara, yaitu:
25
melakukan penelitian mengenai Partisipasi Masyarakat dalam Penataan Ruang di
Kota Serang, peneliti telah memilih beberapa informan yang akan peneliti
wawancarai sebagai berikut :
Tabel. 2.1
Penentuan Informan
Jenis Informan Informan Lokasi Wawancara
Pemerintah Kepala Bidang Infrastruktur dan Kantor BAPPEDA
Kewilayahan BAPPEDA KOTA KOTA Serang
Serang
Pemerintah Kepala Sub Bidang Perencanaan Kantor BAPPEDA
Tata Ruang dan Lingkungan KOTA Serang
BAPPEDA KOTA Serang
Pemerintah Kepala Bidang Tata Ruang Dinas Kantor Dinas
Pekerjaan Umum dan Penataan Pekerjaan Umum
Ruang Kota Serang dan Penataan Ruang
Kota Serang
Masyarakat Kota Serang Tokoh masyarakat Masing-masing
wilayah kecamatan
di Kota Serang
Asosiasi Profesi Ketua IAP (Ikatan Ahli Kantor IAP Banten
Perencana) Banten
Asosiasi Profesi Ketua PII (Persatuan Insyinyur Kantor PII
Indonesia) Banten (Persatuan Insyinyur
Indonesia) Banten
Sumber : Peneliti
26
menggungkapkan peristiwa atau kejadian yang terjadi sebenarnya di lapangan
(Sugiyono, 2019).
Pencatatan data selama penelitian sangat penting karena data dasar yang
akan dianalisis didasarkan atas “kutipan” hasil wawancara. Oleh karena itu,
pencatatan data harus dilakukan dengan cara yang sebaik dan seakurat mungkin.
Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif sangat rumit, untuk itu diperlukan
instrumen atau alat penelitian agar dapat membantu peneliti dalam pengumpulan
data (Moleong, 2017).
Menurut Sugiono (2019) agar hasil wawancara dapat terekam dengan baik,
sebagai bukti peneliti telah melakukan wawancara kepada informan atau sumber
data, maka diperlukan alat-alat sebagai berikut:
1. Buku catatan, yang berfungsi dalam hal pencatatan semua hasil percakapan
dengan informan/ sumberdata.
2. Tape recorder, yang berfungsi merekam semua pembicaraan atau
percakapan. Penggunaan tap recorder dalam wawancara perlu memberi tahu
kepada informan apakah dibolehkan atau tidak percakapannya direkam.
3. Camera, untuk memotret atau mendokumentasikan bahwa peneliti sedang
melakukan wawancara dengan informan/ sumber data.
27
BAB III
SISTEM ANALISIS
Menurut Bogdan dan Biklen dalam Hamzah (2019), Analisis data adalah
proses menemukan dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil
wawancara, catatan lapangan, serta bahan-bahan lain, mudah dipahami, dan
temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Dalam penelitian kualitatif,
data diperoleh dari berbagai sumber, dengan menggunakan teknik pengumpulan
data yang bermacam-macam (triangulasi), dan dilakukan secara terus menerus
sampai datanya jenuh. Dengan pengamatan yang terus menerus tersebut
mengakibatkan variasi data tinggi sekali (Hamzah, 2019).
28
Gambar 3.1 Analisis Data
1. Data reduction (reduksi data): data yang diperoleh di lapangan dicatat secara
teliti dan rinci. Untuk menghindari penumpukan data, maka dilakukan
reduksi data, yaitu dengan merangkum, memilih hal pokok, memfokuskan
pada hal penting, mencari tema dan polanya dan membuang yang tidak
perlu sehingga memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah
untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya. Dalam mereduksi data,
difokuskan pada temuan penelitian, oleh karena itu, hal yang tidak sesuai
dengan teori yang melandasi fokus penelitian justru menjadi penting untuk
diperhatikan dalam melakukan reduksi data. Dalam hal ini peneiti
melakukan reduksi data dimulai pada saat pra riset yaitu mencari
objektifitas terkait partisipasi masyarakat dalam penataan ruang selanjutnya
dilakukan pencatatan dan mengolah data-data yang harus ditampilkan dan
mengeleminasi data-data yang tidak diperlukan sehingga peneliti dapat
menjelaskan dan memahami latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan
penelitian. Reduksi data kemudian dilakukan pada hasil wawancara dengan
informan yang berkompeten yang memiliki kapasitas dan memahami
tentang partisipasi masyarakat dalam penataan ruang di kota serang, data
dari wawancara kemudian dipilih agar dapat ditampilkan dengan baik
29
selanjutnya peneliti melakukan reduksi data kembali pada saat pembahasan
dan hasil.
2. Data display (penyajian data): setelah data direduksi, data disajikan dalam
bentuk teks naratif dan 'Matrix' untuk memudahkan pengorganisasian dan
penyusunan dalam pola hubungan. Menurut Miles & Huberman (dalam
Hamzah,2019) dalam penyajian data terdapat enam hal yang dilakukan,
yaitu: (1) contact summary sheet, membuat kertas kerja yang berisi
serangkaian fokus penelitian atau pertanyaan penelitian dengan mengulas
kembali hasil catatan lapangan dan menjawab singkat untuk
mengembangkan kesimpulan, (2) codes and coding, adalah pengodean
seluruh catatan lapangan yang telah disusun berdasarkan pertanyaan
penelitian. Kode kode tersebut diorganisasi sedemikian rupa agar dapat
dikelompokkan berdasarkan segmen yang berhubungan dengan pertanyaan
yang telah dirumuskan, (3) pattern coding, pengkodean inferensial atau
penjelasan, merupakan cara mengelompokkan kesimpulan ke dalam bentuk
kecil berupa tema atau konstruk. Setelah itu data dimasukkan yang ke dalam
satuan analisis yang esensial, (4) memoing, bukan hanya merupakan data
yang terhimpun dari penelitian, lebih namun satu kesatuan yang saling
terkait; merepresentasikan suatu konsep yang utuh, (5) site analysis
meeting, melakukan pertemuan dengan informan untuk menyimpulkan
kondisi lapangan yang diarahkan oleh serangkaian pertanyaan yang
diajukan kemudian dijawab dan dicatat selama pertemuan berlangsung, (6)
interim site summary, berisi sintesis atas pengetahuan yang berhasil didapat
di lapangan dengan memeriksa hal-hal yang mungkin luput dari penelitian,
kilas balik temuan dan menentukan langkah penelitian selanjutnya.
Sedangkan secara lengkap hasil penelitian akan dilampirkan pada bagian
lampiran.
3. Conclusion Drawing/ Verification: Langkah terakhir adalah penarikan
kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih
bersifat sementara dan berubah bila ditemukan bukti-bukti yang kuat yang
mendukung tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan
30
data yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh kembali bukti-bukti
yang valid dan konsisten di lapangan, maka kesimpulan yang dikemukakan
merupakan kesimpulan yang sahih.
31
maupun peneliti. Proses transcribing dapat memakan waktu sangat lama. Untuk itu
peneliti memutar ulang rekaman setiap wawancara beberapa kali dan menuliskan
hal-hal penting yang didapatkan dari wawancara tersebut. Hal-hal penting tersebut
kemudian ditulis ulang menggunakan kalimat peneliti sendiri untuk menjamin
bahwa peneliti benar-benar mengerti apa yang dimaksudkan oleh partisipan.
Pada dasarnya, ketita melakukan validasi hasil penelitian, maka pada saat
yang sama uji keabsahan data dilakukan. Pemeriksaan keabsahan data merupakan
kegiatan akhir pada penelitian kualitatif, namun bukan berarti peneliti tidak kembali
lagi ke lapangan. Jika diperlukan data baru untuk memperkuat temuan, maka
peneliti dapat kembali untuk pengambilan data yang dibutuhkan. Pemeriksaan
keabsahan data dilakukan untuk memastikan hasil analisis dan interpretasi data
dapat dipercaya. Menurut Guba (dalam, Hamzah 2019) melakukan pemeriksaan
keabsahan data dapat dilakukan dengan teknik credibility, transferability, dan
confirmability.
32
memeriksa data dari beberapa metode yang digunakan sehingga tidak terjadi
perbedaan antara data yang satu dengan yang lain.
3. Confirmability (kepastian) untuk menunjukkan netralitas dan obyektivitas
data yang diperoleh, menggunakan jurnal untuk melakukan refleksi
terhadap data yang dikumpulkan.
Pada penelitian ini, peneliti memeriksa keabsahan data mengadopsi datri Creswell
(2012) yakni :
33
b. Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan
cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang
berbeda.
34
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku:
Kementerian Agratian dan Tata Ruang. (2021). Peraturan Menteri ATR/ BPN No.
15 tahun 2021 tentang koordinasi penyelenggaraan penataan ruang.
Direktorat Jenderal Tata Ruang. Jakarta