Anda di halaman 1dari 4

Nama : Nadya Malika Indriani

No/Kls: 23/ XII MIPA 5

Habis Gelap Terbitlah Terang

Raden Ajeng Kartini dilahirkan di pesisir utara Pulau Jawa tepatnya yaitu Kota Jepara
pada tanggal 21 April 1879. Beliau adalah seorang putri dari bupati Jepara saat itu yang
bernama Raden Mas Adipati Sastrodiningrat dan merupakan cucu dari Bupati Demak yang
bernama Tjondronegoro. Pada era kartini yaitu abad 19 akhir dan 20 awal perempuan –
perempuan di negeri ini tidak boleh memiliki kebebasan dalam berbagai hal, baik dalam hal
pendidikan maupun dalam hal menentukan jodoh atau suaminya sendiri, Kartini yang terlahir
sebagai seorang perempuan yang bukan berdarah biru tidak bisa memiliki pilihan apapun
dengan ditambahnya perbedaan perlakuan terhadap saudara saudara lelaki nya dan juga
teman – temannya serta kaum perempuan Belanda yang membuatnya merasa iri pun
semakin meningkatkan tekad nya untuk merubah kebiasaan tersebut.
Pada zaman era Kartini sangat terasa sekali diskriminasi yang terjadi kepada kaum
perempuan, Kartini saja yang notabene adalah seorang anak bupati hanya diperbolehkan
untuk sekolah sampai tingkat Sekolah dasar saja yang saat itu bernama Europes Lagere
School (E.L.S) apalagi untuk anak - anak yang orang tuanya tidak memiliki kedudukan
seperti orang tua kartini.
Waktu demi waktu telah berlalu, Kartini kecil pun telah berubah menjadi dewasa
sehingga mengharuskan beliau untuk dipingit di dalam rumah pada saat itu usianya
menginjak 12 tahun hingga tiba saatnya untuk menikah karena di daerahnya ada sebuah
adat yang melekat bahwa seorang gadis perempuan pamali untuk bepergian dan melakukan
aktivitas diluar rumah secara bebas seperti pada waktu beliau masih kecil dulu. Hal ini tentu
sangat menyiksa bagi diri Kartini, dengan adanya hal ini tentu langkah – langkah beliau
semakin terikat dan terbatas, di sini semangat kartini mulai merasa goyah dan hampir
angkat tangan. Kartini berjuang seorang diri dalam memperjuangkan hak-hak perempuan
agar setingkat lebih maju daripada keadaan yang sekarang, banyak pertentangan yang
dihadapi oleh kartini dari orang – orang disekitarnya dikarenakan adat dan budaya yang
melekat begitu kental sehingga sangat sulit untuk menerima perubahan yang ada. Setiap
suka duka yang dirasakan kartini selalu beliau ceritakan kepada sahabat – sahabatnya yang
berada di Belanda.Hanya dengan tulisan dan goresan tangan nya lah kartini dapat
mencurahkan isi hati nya, Surat demi surat kartini kirimkan kepada para sahabatnya.
Waktu luangnya sering ia gunakan untuk membaca buku-buku, beberapa buku yang
sering ia baca sehingga bisa merubah cara pandang dan berpikirnya diantaranya yaitu
membaca surat kabar Semarang De Locomotief yang diasuh Pieter Brooshooft ,buku
karangan Multatuli yang berjudul max Havelaar dan juga buku buku karya perempuan –
perempuan pejuang Eropa. Beliau mulai berfikir betapa tertinggal jauh kaum wanita
sebangsanya bila dibandingkan dengan kaum wanita lain di benua Eropa. Sejak saat itu
beliau memiliki tekad yang kuat untuk memajukan wanita sebangsanya sendiri yaitu
Indonesia, banyak cara yang dapat dilakukan untuk memajukan kaum perempuan di
daerahnya diantaranya melalui pendidikan.
Kartini mulai membuka pendidikan secara gratis tanpa dipungut biaya sepeserpun atau
dengan Cuma – Cuma di daerahnya yaitu Jepara. Sekolah tersebut diperuntukkan bagi
kaum perempuan, disini mereka diajarkan berbagai ilmu dan keterampilan seperti
menyulam, menjahit dan memasak. Bahkan demi mewujudkan cita cita nya tersebut Kartini
berkeinginan untuk mengikuti sekolah guru di negeri Belanda melalui jalur beasiswa yang
diberikan oleh pemerintah Hindia Belanda. Tetapi Cita citanya itu tidak memperoleh
dukungan dan izin dari orang tua Kartini sehingga pada saat itu Kartini dinikahkan dengan
seorang bupati Rembang bernama Raden Adipati Joyodiningrat.
Kartini merasa beruntung bisa memiliki seorang suami yang memiliki sikap ramah dan
lemah lembut serta mendukung keinginan kartini. Berbagai rintangan tidak menyurutkan
semangatnya, bahkan pernikahan sekalipun. Terbukti setelah menikah, dia masih
mendirikan sekolah di Rembang di samping sekolah di Jepara yang sudah didirikannya
sebelum menikah.
Namun sayang perjuangan Kartini tidak bisa bertahan lama karena Takdir Ilahi
berkata lain , Kartini Meninggal di usia muda yaitu pada usia 25 tahun setelah melahirkan
anak pertamanya dan sekaligus terakhirnya yang bernama R.M. Soesalit, lahir pada tanggal
13 September 1904. Beberapa hari kemudian, tepatnya pada tanggal 17 September 1904,
Kartini meninggal dunia pada usia 25 tahun. Jenazah Kartini dimakamkan di Desa Bulu,
Kecamatan Bulu, Rembang.
Apa yang dilakukan oleh Kartini dengan sekolah itu kemudian diikuti oleh wanita-
wanita lainnya dengan mendirikan ‘Sekolah Kartini’ di tempat masing-masing seperti di
Semarang pada tahun 1912, kemudian berlanjut di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun,
dan Cirebon. Nama sekolah tersebut adalah “Sekolah Kartini”. Yayasan Kartini ini didirikan
oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis.

Analisis Kaidah Kebahasaan

No Kaidah Bahasa Kutipan Teks

1 Kalimat bermakna lampau ● Kartini kecil pun telah berubah


menjadi dewasa sehingga
mengharuskan beliau untuk
dipingit di dalam rumah pada
saat itu usianya menginjak 12
tahun...
● Terbukti setelah menikah, dia
masih mendirikan sekolah di
Rembang di samping sekolah di
Jepara yang sudah didirikannya
sebelum menikah.

2 Penggunaan konjungsi yg menyatakan ● Sejak saat itu beliau memiliki


urutan waktu tekad yang kuat untuk
memajukan wanita
sebangsanya sendiri yaitu
Indonesia, banyak cara yang
dapat dilakukan untuk
memajukan kaum perempuan di
daerahnya diantaranya melalui
pendidikan.
● Apa yang dilakukan oleh Kartini
dengan sekolah itu kemudian
diikuti oleh wanita-wanita
lainnya dengan mendirikan
‘Sekolah Kartini’ di tempat
masing-masing...

3 Penggunaan kata kerja material ● Waktu luangnya sering ia


gunakan untuk membaca buku-
buku…
● Sekolah tersebut diperuntukkan
bagi kaum perempuan, disini
mereka diajarkan berbagai ilmu
dan keterampilan seperti
menyulam, menjahit dan
memasak.

4 Penggunaan kalimat tidak langsung ● Tetapi Cita citanya itu tidak


memperoleh dukungan dan izin
dari orang tua Kartini sehingga
pada saat itu Kartini dinikahkan
dengan seorang bupati
Rembang bernama Raden
Adipati Joyodiningrat.

5 Penggunaan kata kerja mental ● Hal ini tentu sangat menyiksa


bagi diri Kartini...
● Kartini berjuang seorang diri
dalam memperjuangkan hak-
hak perempuan agar setingkat
lebih maju daripada keadaan
yang sekarang...
● Beliau mulai berfikir betapa
tertinggal jauh kaum wanita
sebangsanya bila dibandingkan
dengan kaum wanita lain di
benua Eropa.

6 Penggunaan kata sifat ● Beliau mulai berfikir betapa


tertinggal jauh kaum wanita
sebangsanya bila dibandingkan
dengan kaum wanita lain di
benua Eropa.

7 Penggunaan kalimat langsung (dialog) Tidak menggunakan dialog.


Ungkapan

No Ungkapan Arti

1 Kartini yang terlahir sebagai seorang ● Darah biru berarti keturunan


perempuan yang bukan berdarah biru bangsawan.
tidak bisa memiliki pilihan apapun dengan ● Bukan berdarah biru: bukan
keturunan bangsawan.
ditambahnya perbedaan perlakuan
terhadap saudara saudara lelaki nya dan
juga teman – temannya serta kaum
perempuan Belanda yang membuatnya
merasa iri pun semakin meningkatkan
tekad nya untuk merubah kebiasaan
tersebut.

2 Hal ini tentu sangat menyiksa bagi diri ● Angkat tangan berarti
Kartini, dengan adanya hal ini tentu menyerah.
langkah – langkah beliau semakin terikat ● Hampir angkat tangan: hampir
menyerah.
dan terbatas, di sini semangat kartini
mulai merasa goyah dan hampir angkat
tangan.

3 Hanya dengan tulisan dan goresan ● Mencurahkan berarti


tangan nya lah kartini dapat menuangkan banyak - banyak/
mencurahkan isi hati nya, Surat demi menumpahkan (berasal dari
kata curah).
surat kartini kirimkan kepada para
● Mencurahkan isi hatinya:
sahabatnya. Menumpahkan isi hatinya.

Anda mungkin juga menyukai