Anda di halaman 1dari 7

“KAIDAH KEBAHASAAN CERITA SEJARAH RA KARTINI”

Oleh
Kelompok 2

Andi Nirwana
Irsan
Nurfadillah
Samsinar Cahyani

MA ANNUR NUSA
TAHUN AJARAN 2022/2023
R.A KARTINI
Raden Adjeng Kartini atau sebenarnya lebih tepat disebut Raden Ayu
Kartini, adalah seorang tokoh Jawa dan Pahlawan Nasional Indonesia. Kartini
dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi.
Door Duistermis tox Licht, Habis Gelap Terbitlah Terang, itulah judul
buku dari kumpulan surat-surat Raden Ajeng Kartini yang terkenal. Surat-surat
yang dituliskan kepada sahabat-sahabatnya di negeri Belanda itu kemudian
menjadi bukti betapa besarnya keinginan dari seorang Kartini untuk melepaskan
kaumnya dari diskriminasi yang sudah membudaya pada zamannya.
Buku itu menjadi pedorong semangat para wanita Indonesia dalam
memperjuangkan hak-haknya. Perjuangan Kartini tidaklah hanya tertulis di atas
kertas tapi dibuktikan dengan mendirikan sekolah gratis untuk anak gadis di
Jepara dan Rembang.
Upaya dari puteri seorang Bupati Jepara ini telah membuka penglihatan
kaumnya di berbagai daerah lainnya. Sejak itu sekolah-sekolah wanita lahir dan
bertumbuh di berbagai pelosok negeri. Wanita Indonesia pun telah lahir menjadi
manusia seutuhnya.
Di era Kartini, akhir abad 19 sampai awal abad 20. wanita-wanita negeri
ini belum memperoleh kebebasan dalam berbagai hal. Mereka belum diijinkan
untuk memperoleh pendidikan yang tinggi seperti pria bahkan belum diijinkan
menentukan jodoh/suami sendiri, dan lain sebagainya.
Kartini yang merasa tidak bebas menentukan pilihan bahkan merasa tidak
mempunyai pilihan sama sekali karena dilahirkan sebagai seorang wanita, juga
selalu diperlakukan beda dengan saudara maupun teman-temannya yang pria,
serta perasaan iri dengan kebebasan wanita-wanita Belanda, akhirnya
menumbuhkan keinginan dan tekad di hatinya untuk mengubah kebiasan kurang
baik itu.
Pada saat itu, Raden Ajeng Kartini sebenarnya sangat menginginkan bisa
memperoleh Pendidikan yang lebih tinggi, namun sebagaimana kebiasaan saat itu
dia pun tidak diizinkanoleh orang tuanya.
Dia hanya sempat memperoleh pendidikan sampai E.L.S. (Europese
Lagere School) atau tingkat sekolah dasar. Setamat E.L.S, Kartini pun dipingit
sebagaimana kebiasaan atau adat-istiadat yang berlaku di tempat kelahirannya
dimana setelah seorang wanita menamatkan sekolah di tingkat sekolah dasar,
gadis tersebut harus menjalani masa pingitan sampai tiba saatnya untuk menikah.
Merasakan hambatan demikian, Kartini remaja yang banyak bergaul
dengan orang-orang terpelajar serta gemar membaca buku khususnya buku-buku
mengenai kemajuan wanita seperti karya-karya Multatuli "Max Havelaar" dan
karya tokoh-tokoh pejuang wanita di Eropa, mulai menyadari betapa tertinggalnya
Wanita sebangsanya bila dibandingkan dengan wanita bangsa lain terutama
wanita Eropa.
Dia merasakan sendiri bagaimana ia hanya diperbolehkan sekolah sampai
tingkat sekolah dasar saja padahal dirinya adalah anak seorang Bupati. Hatinya
merasa sedih melihat kaumnya dari anak keluarga biasa yang tidak pernah
disekolahkan sama sekali.
Sejak saat itu, dia pun berkeinginan dan bertekad untuk memajukan wanita
bangsanya, Indonesia. Dan langkah untuk memajukan itu menurutnya bisa dicapai
melalui pendidikan. Untuk merealisasikan cita-citanya itu, dia mengawalinya
dengan mendirikan sekolah untuk anak gadis di daerah kelahirannya, Jepara.
Disekolah tersebut diajarkan pelajaran menjahit, menyulam, memasak, dan
sebagainya. Semuanya itu diberikannya tanpa memungut bayaran alias cuma-
cuma.
Bahkan demi cita-cita mulianya itu, dia sendiri berencana mengikuti
Sekolah Gurudi Negeri Belanda dengan maksud agar dirinya bisa menjadi seorang
pendidik yang lebih baik. Beasiswa dari Pemerintah Belanda pun telah berhasil
diperolehnya, namun keinginan tersebut kembali tidak tercapai karena larangan
orangtuanya. Guna mencegah kepergiannya tersebut, orangtuanya pun
memaksanya menikah pada saat itu dengan Raden Adipati Joyodiningrat, seorang
Bupati di Rembang.
Berbagai rintangan tidak menyurutkan semangatnya, bahkan pernikahan
sekalipun.Setelah menikah, dia masih mendirikan sekolah di Rembang di samping
sekolah diJepara yang sudah didirikannya sebelum menikah. Apa yang
dilakukannya dengan sekolah itu kemudian diikuti oleh wanita-wanita lainnya
dengan mendirikan ‘Sekolah Kartini’ di tempat masing-masing seperti di
Semarang, Surabaya,Yogyakarta, Malang, Madiun, dan Cirebon.
Sepanjang hidupnya, Kartini sangat senang berteman. Dia mempunyai
banyak teman baik di dalam negeri maupun di Eropa khususnya dari negeri
Belanda, bangsa yang sedang menjajah Indonesia saat itu. Kepada para
sahabatnya, dia sering mencurahkan isi hatinya tentang keinginannya memajukan
Wanita negerinya. Kepada teman-temannya yang orang Belanda dia sering menulis
surat yang mengungkapkan cita-citanya tersebut, tentang adanya persamaan hak
kaum wanita dan pria.
Setelah meninggalnya Kartini, surat-surat tersebut kemudian dikumpulkan
dan diterbitkan menjadi sebuah buku yang dalam bahasa Belanda berjudul Door
Duisternis tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang). Apa yang terdapat dalam
buku itu sangat berpengaruh besar dalam mendorong kemajuan wanita Indonesia
karena isi tulisan tersebut telah menjadi sumber motivasi perjuangan bagi kaum
wanita Indonesia di kemudian hari.
Apa yang sudah dilakukan RA Kartini sangatlah besar pengaruhnya
kepada kebangkitan bangsa ini. Mungkin akan lebih besar dan lebih banyak lagi
yang akan dilakukannya seandainya Allah memberikan usia yang panjang
kepadanya. Namun Allah menghendaki lain, ia meninggal dunia di usia muda,
usia 25 tahun, yakni ketika melahirkan putra pertamanya.
Mengingat besarnya jasa Kartini pada bangsa ini maka atas nama negara,
pemerintahan Presiden Soekarno, Presiden Pertama Republik Indonesia
mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun
1964,tanggal 2 Mei 1964 yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan
Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April,
untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai
Hari Kartini.
Kaidah kebahasaan dalam sejarah novel sejarah
No Kaidah kebahasaan Kutipan teks
1. Kalimat bermakna lampau  Kemudian menjadi bukti betapa
besarnya keinginan dari seorang
Kartini untuk melepaskan
kaumnya dari diskriminasi yang
sudah membudaya pada
zamannya.
 Di era Kartini, akhir abad 19
sampai awal abad 20. wanita-
wanita negeri ini belum
memperoleh kebebasan dalam
berbagai hal.

2. Penggunaan konjungsi yang  Sejak itu sekolah-sekolah


menyatakan urutan waktu wanita lahir dan bertumbuh di
berbagai pelosok negeri. Wanita
Indonesia pun telah lahir
menjadi manusia seutuhnya.
 Setelah meninggalnya Kartini,
surat-surat tersebut kemudian
dikumpulkan dan diterbitkan
menjadi sebuah buku yang
dalam bahasa Belanda berjudul
Door Duisternis tot Licht (Habis
Gelap Terbitlah Terang).
 Pada saat itu, Raden Ajeng
Kartini sebenarnya sangat
menginginkan bisa memperoleh
Pendidikan yang lebih tinggi,
namun sebagaimana kebiasaan
saat itu dia pun tidak diizinkan
oleh orang tuanya.

3. Penggunaan kata kerja material  Berbagai rintangan tidak


menyurutkan semangatnya,
bahkan pernikahan sekalipun.
Setelah menikah, dia masih
mendirikan sekolah di Rembang
di samping sekolah di Jepara
yang sudah didirikannya
sebelum menikah.
 Kemudian diikuti oleh wanita-
wanita lainnya dengan
mendirikan ‘Sekolah Kartini’
 Buku itu menjadi pedorong
semangat para wanita Indonesia
dalam memperjuangkan hak-
haknya.
 Khususnya dari negeri Belanda,
bangsa yang sedang menjajah
Indonesia saat itu.
 Guna mencegah kepergiannya
tersebut, orangtuanya pun
memaksanya menikah.
 Besarnya keinginan dari seorang
Kartini untuk melepaskan
kaumnya dari diskriminasi yang
sudah membudaya
padazamannya.
 Dengan mendirikan sekolah
gratis untuk anak gadis di Jepara
dan Rembang.

4. Penggunaan kalimat tidak  Kepada para sahabatnya, dia


langsung sering mencurahkan isi hatinya
tentang keinginannya
memajukan Wanita negerinya.
Kepada teman-temannya yang
orang Belanda dia sering
menulis surat yang
mengungkapkan cita-citanya
tersebut, tentang adanya
persamaan hak kaum wanita dan
pria.
5. Penggunaan kata kerja mental  Surat-surat yang dituliskan
kepada sahabat-sahabatnya di
negeri Belanda itu kemudian
menjadi bukti betapa besarnya
keinginan dari seorang Kartini
untuk melepaskan kaumnya dari
diskriminasi yang sudah
membudaya pada zamannya.

6. Penggunaan dialog -
7. Penggunaan kata sifat  Kartini yang merasa tidak bebas
menentukan pilihan bahkan
merasa tidak mempunyai pilihan
sama sekali karena dilahirkan
sebagai seorang wanita, juga
selalu diperlakukan beda dengan
saudara maupun teman-
temannya yang pria, serta
perasaan iri dengan kebebasan
wanita-wanita Belanda,
akhirnya menumbuhkan
keinginan dan tekad di hatinya
untuk mengubah kebiasan
kurang baik itu.

Anda mungkin juga menyukai