Anda di halaman 1dari 3

Nama : Gerald

Kelas : X IIS 2

Biografi Jenderal A.H Nasution

Nama: Jenderal Besar Abdul Haris Nasution


Pangkat : Jenderal Bintang Lima
Lahir : Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, 3 Desember 1918
Wafat : Jakarta, 6 September 2000
Agama : Islam
Istri : Johanna Sunarti
Anak : Ade Irma Suryani Nasution, Hendrianti Saharah Nasution.
Biografi Jenderal A.H Nasution Singkat

Jenderal Abdul Haris Nasution lahir di Kotanopan, Tapanuli Selatan,


Sumatera Utara pada tanggal 3 Desember 1918. Pria Tapanuli ini lebih menjadi
seorang jenderal idealis yang taat beribadat. Ia dibesarkan dalam keluarga tani yang
taat beribadat. Ayahnya bernama H. Abdul Halim Nasution dan ibunya bernama
Zahara Lubis. Ayahnya adalah anggota pergerakan Sarekat Islam di Kotanopan,
Tapanuli Selatan. Jenderal A.H Nasution atau biasa disapa Pak Nas ini senang
membaca cerita sejarah. Anak kedua dari tujuh bersaudara ini melahap buku-buku
sejarah, dari Nabi Muhammad SAW sampai perang kemerdekaan Belanda dan
Prancis.
Dalam biografi Jenderal A.H Nasution diketahui bahwa ia memulai
pendidikannya di Hollandsch Inlandsche School (HIS) dan tamat pada tahun 1932.
Setelah itu ia melanjutkan pendidikan menengahnya dan tamat pada tahun 1935. Ia
kemudian berangkat ke Yogyakarta untuk melanjutkan sekolahnya di sekolah guru.
Pada tahun 1938, Ia meneruskan pendidikannya di AMS (Algemeene Middelbare
School) bagian B di Jakarta dan lulus pada tahun 1938.
Riwayat Pekerjaan, Setelah menyelesaikan pendidikannya di pulau Jawa, A.H
Nasution kemudian kembali ke pulau Sumatera dan menjadi guru di Bengkulu
kemudian Palembang. Profesi tersebut ia lakoni selama dua tahun.
Masuk di Dunia Militer Di tahun 1940, A.H Nasution mendaftar prajurit di
sekolah perwira cadangan yang dibentuk oleh Belanda. Setelah lulus, ia kemudian
ditempatkan sebagai pembantu letnat di Surabaya.
Ketika invasi Jepang ke Indonesia pada tahun 1942, A.H Nasution ikut
bertempur melawan jepang di Surabaya. Namun kemudian para pasukan yang
bertempur bersamanya bubar, A.H Nasution sendiri kemudian pergi ke Bandung.
Disana ia menjadi seorang pegawai pamong praja. Tak lama kemudian, ia kembali
masuk militer dan menjabat sebagai wakil komandan barisan pelopor di Bandung
pada tahun 1943.
Kekalahan Jepang pada tahun 1945 dan merdekanya Indonesia membuat A.H
Nasution bersama dengan para bekas tentara PETA kemudian mendirikan Badan
Keamanan Rakyat (BKR) yang menjadi cikal bakal TNI.
Karir militernya kemudian merangkak. Di bulan maret tahun 1946, A.H
Nasution ditunjuk sebagai Panglima Divisi III/Priangan. Di bulai Mei 1946, Presiden
Soekarno melantiknya sebagai Panglima Divisi Siliwangi. Pada tahun 1948, Ketika
pemberontakan PKI yang dipimpin oleh Muso pecah di Madiun, Nasution
memimpin pasukannya menumpas pemberontakan tersebut.
A.H Nasution kemudian menikah dengan Johana Sunarti, yang merupakan
putri kedua dari R.P. Gondokusumo, aktivis Partai Indonesia Raya (Parindra). Sejak
muda, Pak Nas gemar bermain tenis. Pasangan itu berkenalan dan jatuh cinta di
lapangan tenis (Bandung) sebelum menjalin ikatan pernikahan. Pasangan ini
dikaruniai dua putri namun salah satunya wafat yakni Ade Irma Nasution ketika
G30S/PKI meletus.
Di masa mudanya, A.H Nasution sangat mengagumi Ir. Soekarno namun
setelah masuk dalam jajaran TNI, ia kerap akur dan tidak akur dengan presiden
pertama itu. Ia menganggap Ir. Soekarno ikut campur tangan dan memihak salah satu
kelompok ketika terjadi pergolakan di internal Angkatan Darat tahun 1952.
A.H Nasution tidak suka dengan sikap Ir Soekarno kala itu yang dekat dengan
PKI. Ketika peristiwa G30/S PKI meletus pada tahun 1965, Jenderal A.H Nasution
menjadi salah satu target dari PKI untuk diculik dan dilenyapkan bersama
dengan Ahmad Yani dan beberapa jenderal lainnya. Namun upaya tersebut gagal
karena A.H Nasution dapat melarikan diri dengan melompat lewat jendela. Namun ia
harus kehilangan putrinya yakni Ade Irma Nasution yang tertembak ketika terjadi
penculikan serta ajudannya Pierre Tendean yang disangka sebagai A.H Nasution.
Jenderal Besar Abdul Haris Nasution menghembuskan nafas terakhirnya di
RS Gatot Subroto tanggal 6 september di tahun 2000.  Itu merupakan bulan yang
sama ia masuk daftar PKI untuk dibunuh.
Jasadnya kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP)
Kalibata, Jakarta. Atas jasa-jasanya pemerintah Indonesia menganugerahkan gelar
Pahlawan Nasional. Namanya juga dipakai sebagai nama beberapa jalan di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai