Anda di halaman 1dari 6

Nama : Ratu Elmira Azizah (25)

Kelas : XI MIPA 2

Lahirnya Sang Jendral Besar, Abdul Haris Nasution

Abdul Haris Nasution dikenal sebagai seorang


Jenderal Besar selain Jenderal Sudirman dan
Soeharto. A.H Nasution juga merupakan
peletak dasar perang gerilya dan juga tokoh
militer penting yang lolos dari maut kala
peristiwa G30S/PKI. 
A.H Nasution lahir pada 3 Desember 1918 di
Huta Pungkut, Tapanuli Selatan. Ia dibesarkan
dalam keluarga tani yang taat beribadat.
Ayahnya bernama H. Abdul Halim Nasution dan
ibunya bernama Zahara Lubis. Sang Ayah
adalah anggota pergerakan Sarekat Islam di
Kotanopan, Tapanuli Selatan.

Jenderal A.H Nasution memulai pendidikannya


di Hollandsch Inlandsche School (HIS) dan
tamat pada tahun 1932. Setelah itu ia
melanjutkan pendidikan menengahnya dan
tamat pada tahun 1935. Ia kemudian berangkat
ke Yogyakarta untuk melanjutkan sekolahnya di
sekolah guru. Pada tahun 1938, Ia meneruskan
pendidikannya di AMS (Algemeene Middelbare
School) bagian B di Jakarta dan lulus pada
tahun 1938.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di pulau
Jawa, A.H Nasution kemudian kembali ke pulau
Sumatera dan menjadi guru di Bengkulu dan
Palembang. Profesi tersebut ia lakoni selama
kurang lebih dua tahun.
Dia memulai karir di bidang militer dengan
menyelesaikan pendidikan Corps Opleiding
Reserve Officieren (CORO) KNIL, atau Korps
Pendidikan Perwira Cadangan di Bandung
dengan pangkat vaandrieg (pembantu letnan
calon perwira). Setelah lulus, ia kemudian
ditempatkan sebagai pembantu letnan di
Surabaya.

Ketika invasi Jepang ke Indonesia pada tahun


1942, A.H Nasution ikut bertempur melawan
jepang di Surabaya. Namun kemudian para
pasukan yang bertempur bersamanya bubar,
A.H Nasution sendiri kemudian pergi ke
Bandung. Di sana ia menjadi seorang pegawai
pamong praja. Tak lama kemudian, ia kembali
masuk militer dan menjabat sebagai wakil
komandan barisan pelopor di Bandung pada
tahun 1943.
Kekalahan Jepang pada tahun 1945 dan
merdekanya Indonesia membuat A.H Nasution
bersama dengan para bekas tentara PETA
kemudian mendirikan Badan Keamanan Rakyat
(BKR) yang menjadi cikal bakal TNI.
Karir militernya perlahan merangkak naik. Di
bulan Maret tahun 1946, A.H Nasution ditunjuk
sebagai Panglima Divisi III/Priangan. Pada
bulan Mei 1946, Presiden Soekarno
melantiknya sebagai Panglima Divisi Siliwangi.
Pada tahun 1948, Ketika pemberontakan PKI
yang dipimpin oleh Muso pecah di Madiun, A.H
Nasution memimpin pasukannya menumpas
pemberontakan tersebut. Kemudian Dia
ditugaskan sebagai panglima tentara dan
teritorium Djawa (PTTD). Lalu pada tanggal 10
Desember 1949, Nasution diangkat menjadi
Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). 
A.H Nasution pun sempat dibebas tugaskan
dari jabatannya ketika terjadi peristiwa
perbedaan pendapat antara Angkatan Darat
dan Parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat).
Sebab, parlemen dianggap terlalu mencampuri
urusan internal Angkatan Darat.
Selama tidak aktif menjadai prajurit TNI, A.H
Nasution aktif menulis buku dan mendirikan
partai politik Ikatan Pendukung Kemerdekaan
Indonesia (IPKI). Lalu pada tanggal 7
November 1955, dia kembali dilantik menjadi
KSAD dan pangkatnya naik menjadi Mayor
Jenderal
Selain menjabat KSAD, dia juga menjabat
sebagai penguasa perang pusat (Peperpu) dan
jabatan lain, dalam rangka penyelesaian
kemelut di daerah. Tahun 1958, A.H Nasution
diangkat sebagai Menteri Keamanan Nasional.
Pada tahun 1962, dia kembali diangkat menjadi
Menteri Koordinator Pertahanan Keamanan/
Kepala Staf Angkatan Bersenjata (Menko
Hankam/Kasab) dengan pangkat jenderal. Baru
pada awal masa Orde Baru dia dipilih sebagai
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara (MPRS).
Setelah selesai mengemban tugas memimpin
MPRS tahun 1972, jenderal besar yang pernah
13 tahun duduk di posisi kunci TNI ini, tersisih
dari panggung kekuasaan. Ia lalu menyibukkan
diri menulis memoar. Sampai pertengahan
1986, lima dari tujuh jilid memoar perjuangan
A.H Nasution telah beredar.

Kelima memoarnya, Kenangan Masa Muda,


Kenangan Masa Gerilya, Memenuhi Panggilan
Tugas, Masa Pancaroba, dan Masa Orla. Dua
lagi memoarnya yakni Masa Kebangkitan Orba
dan Masa Purnawirawan. Masih ada beberapa
bukunya yang terbit sebelumnya, seperti
Pokok-Pokok Gerilya, TNI (dua jilid), dan
Sekitar Perang Kemerdekaan (11 jilid).

Jenderal Besar Abdul Haris Nasution


menghembuskan nafas terakhirnya di RS Gatot
Subroto tanggal 6 september di tahun 2000. Itu
merupakan bulan yang sama ia masuk daftar
PKI untuk dibunuh. Jasadnya kemudian
dimakamkan di Taman Makam Pahlawan
(TMP) Kalibata, Jakarta. Atas jasa-jasanya
pemerintah Indonesia menganugerahkan gelar
Pahlawan Nasional. Namanya juga dipakai
sebagai nama jalan di beberapa wilayah di
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai