Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu dengan yang lain. Manusia tidak dapat
hidup tanpa bantuan orang lain, merupakan suatu konsesus mutlak dan tertanam dalam benak setiap
insan manusia. Oleh karena itu manusia cenderung melakukan interaksi dan kerjasama satu dengan
yang lain untuk mempermudah mencapai tujuan. Namun dalam pelaksanaan sering kali terjadinya (disk
communtation) sehingga memicu terjadinya disintegrasi antar individu didalam suatu masyarakat atau
kelompok.

Kumpulan manusia yang memiliki tujuan bersama, harapan bersama,kegiatan bersama, norma yang
disepakati bersama secara umum disebut dengan kelompok. Kelompok ini beragam jenis dan
pembagian klasifikasikasinya, ada yang berdasarkan fungsinya, bentuknya, ikatanya dan lain - lain.
Kuncinya menurut Cartwright dan Zander bahwasanya masing-masing manusia di dalam kelompok itu
saling bergantung satu dengan yang lain serta saling mempengaruhi dan berinteraksi. Kelompok adalah
sekumpulan orang atau individu yang terorganisasi, dengan kesamaan kegiatan dan tujuan yang sama.

Maka, tujuan kelompok hendaknya ditentukan bersama-sama. Sebagai titik awal dalam membangun
kelompok adalah individu yang mempunyai asa sesuai dengan tujuan kelompok, tujuan kelompok
adalah arah bagi berjalannya kelompok dalam melakukan aktivitas atau kegiatan yang akan dilakukan,
dan ini menjadi begitu penting dalam membangun kelompok. Dalam ruang lingkup ruang lingkup
Olahraga penenkanan dan peminimalisasian terjadinya konflik menjadi salah satu tujuan dimana
seseorang atau kelompok dapat memenuhi kebutuhan serta keserasian dalam menjalin interaksi yang
akan membantu pembentukan karakter maupun kepribadian tanpa adanya unsure kekersan
didalamnya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja teori-teori yang ada didalam kekerasan?

2. Bagaimana cara pencegahan tingkahlaku kekerasan?

C. Tujuan Penulisan
1. Memahami apa saja teori-teori yang ada didalam kekerasan.

2. Mengetahui bagaimana cara pencegahan tingkahlaku kekersan.

D. Metode Penulisan Makalah

1. Menggunakan referensi dari materi Psikologi Olahraga bagian 8 yang berjudul Kekerasan Dalam
Olahraga

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kekerasan

Dalam psikologi ada dua istilah yang kurang lebih memiliki makna yang sama, yaitu (violence) dan
(aggression). Kedua istilah tersebut bermakna kekerasan. Hanya saja istilah yang pertama lebih
menggambarkan kekerasan pada tingkat kelompok. Kemudian istilah yang kedua lebih menggabarkan
kekerasan secara individu. Kekerasan adalah bentuk tingkahlaku yang ditujukan untuk menyakiti orang
lain baik secara fisik maupun mental. Kekerasan dalam olahraga bisa terjadi antara sesama pemain,
pemain dengan wasit, pemain dengan suporter. Kekerasan suporter sering kali bersifat masal dan
memilki dampak yang luarbiasa, baik terhadap dunia olahraga maupun sosial atau kemasyarakatan.

B. Jenis Tingkahlaku Kekerasan

1. Instrumental aggression

Adalah suatu bentuk tingkahlaku kekerasan yang bertujuan untuk memperoleh kemenangan dan dan
dibenarkan menurut aturan permainan. Contohnya adalah sebagai berikut, memukul dalam pertandinan
tinju, menendang dalam pencak silat dan lain sebagaainya.

2. Hostile aggression
Adalah suatu bentuk tingkahlaku kekerasan yang ditujukan untuk menyakiti oranglain dan tingkahlaku
tersebut melanggar aturan permainan. Contohnya adalah sebagai berikut, seorang pemain sepakbola
yang memukul wasit, memukul lawan yang sudah terjatuh dalam permainan tinju, dan lain sebagainya.

C. Teori Kekerasan

1. Teori Instink

Teori ini mengatakan bahwa tingkahlaku kekerasan merupakn naluri manusia dan kerena itu
memerlukan penyaluran (catharis). Aktivitas olahraga dianggap merupakan suatu bentuk penyaluran.
Menurut teori ini, banyaknya tawuran dikota-kota besar seperti Jakarta disebabkan karena kurangnya
fasilitas lapangan yang digunakan untuk menyalurkan naluri kekerasan tersebut. Dengan demikian
penyaluran bukan mengarah pada hal-hal yang positif melainka terjadi secara menyimpang.

2. Teori Belajar Sosial

Teori ini mengatakan bahwa seseorang melakukan tindak kekerasan karena mengamati orang lain
(model) melakukan tingkahlaku tersebut. Contohnya adalah, seorang anak melekukan tindak kekerasan
karena ia sering menyaksikan orangtuanya melakukan hal yang sama terhadap dia. Artinya, jika
seseorang dididik dengan kekerasan, maka orang tersebut akan mengadopsi dan melakukan tindak
kekerasan juga. Tingkahlaku kekerasan dapat terjadi apabila:

a. Tingkahlaku seorang model mendapat konsekuensi positif.

b. Tingkahlaku kekerasan seorang model yang seharusnya mendapat hukuman, tidak dihukum.

c. Tingkahlaku seorang model mendapat pembenaran secara sosial. Sebaliknya bila


tingkahlakukekerasan simodel mendapat punishment, maka individu tidak ankan meniru tingkahlaku
tersebut.

3. Teori Frustrasi-Agresi

Teori ini mengatakan bahwa frustrasi, dalam hal ini adalah terhalang suatu tujuan, akan menyebabkan
tindak kekerasan, yakni untuk menyakiti orang lain. Contohnya adalah, tim sepakbola yang sering
dirugikan oleh wasit (kondisi frustrasi) melakukan pemukulan terhadap wasit yang bersangkutan
(tingkahlaku kekerasan). Kondisi frustrasi lain yang bisa menyebabkan kekerasan adalah kekalahan,
diperlakukan tidak adil, disakiti baik secara fisik maupun mental.

4. Teori Konflik –Realistik

Teori ini mengatakan bahwa konflik kelompok disebabkan oleh kepentingan memperebutkan berbagai
sumber (resources) seperti ekonomi dan kekuasaan yang memang terbatas atau langka. (sherif dalam
hewstone dan cairns, 2006). Karena sumbernya yang terbatas, maka untuk memperolehnya harus
bersaing sehingga ada salah satu yang menjadi pemenang dan pihak lain yang kalah. Sangat mungkin
terjadi akibat persaingan yang bersifat (winlose orientation), pada akhirnya berujung pada perilaku
kekerasan diantara mereka. Dengan demikian menurut sherif, adalah sesuatu yang wajar dan realistis
apabila ada orang atau sekelompok orang berkonflik karena memperebutkan sesuatu.

5. Teori Identitas Sosial

Teori ini dikemukakan oleh Henry Tajfel (1982), yang melakukan penelitian tentang prasangka,
diskriminasi, konflik antar kelompok, dan perubahan sosial. Prasangka yang terutama bersifat negatif,
banyak menjadi sebab terjadinya konflik antar kelompok. Prasangka merupakan evaluasi negatif
seseorang atau sekelompok orang terhadap orang lain atau kelompok lain, semata-mata karena orang-
orang tersebut merupakan anggota kelompok lain yang berbeda dari kelompoknya sendiri (nelson,
2002). Identitas suku dan agama adalah gejala yang dapat dijumpai hamper disemua wilayah konflik,
termasuk luar negeri sekalipun.

Konflik kelompok disebabkan oleh adanya kebanggaan atas identitas kelompok yang berlebihan. Dan
dalam relialitas kehidupan seseorang biasanya dikelompokkan atau dikategorikan atas dasar suku,
agama, ras dan lain-lain. Dari sinilah muncul ingroup-outgroup. Kemudian menurut Tajfel (1982), ada
tiga hal yang dilakukaan individu dalam menemukan identitas sosialnya, yaitu: kategorisasi, identifikasi,
dan komparasi. Penggeneralisasian yang dilakukan hanya berdasar pada keanggotaan seseorang dalam
suatu kategori tertentu (streotipe). Munculnya pemikiran ini didasari oleh: perbedaan sosial, identitas
sosial, konformitas, (illusory correlation), dan atribusi.

D. Pencegahan Tingkahlaku Kekerasan

1. Pelatih, wasit, atau (official) lainya jangan pernah mentoleransi tindak kekerasan. Jika sekali
tindakan kekerasan ditoleransi, maka akan menimbulkan preseden buruk penegak aturan berikutnya.

2. Perlu penerapan peraturan secara konsisten disetiap tingkatan,baik pada individu maupun institusi.
Aturan dibuat untuk dilaksanakaan oleh siapapun yang terkait dan berkepentingan didalamnya.
Prinsipnya, perlakuan sama didepan hukum. Diskriminasi hanya menimbulkan ketidak adilan yang pada
gilirannya memicu tindakan kekerasan.

3. Sesegera mungkin menghukum siapapun yang melakukan kekerasan. Sekecil apapun tindak
kekerasan harus segera diberi hukuman agar tidak berkembang semakin luas.

4. Atlet yang melekukan tindakan kekerasan harus segera diisolasi atau bilaperlu dikeluarkan dari
pertandingan. Hal ini dilakukan supaya tidak menularnya tindaakan kekerasan didalaam pertandingan.
Selain itu juga menyelamatkan yang bersangkuatan dari dendam.
5. Mereka yang memiliki potensi kekerasan perlu ada penyaluran yang lebih positif. Ada sebagian
orang yang memiliki “energi” lebih didalam dirinya dan menyukai kekerasan, maka sebaiknya diarahkan
mengikuti tinju.

6. Etika (fair play) perlu diajarkan kepada mereka yang terlibat didalam olahraga. Dalam
pertandingan, kemenangan atau kekalahan adalah hal yang wajar. Jadi atlet harus saling menerima hasil
pertandingan.

7. Media massa perlu memberikan informasi yang seimbang dan faktual. Adakalanya pihak yang
bermasalah biasa saja, tapi situasi diblow-up sedemikian rupa oleh media massa sehingga persoalan
seolah-olah menjadi “panas”

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kekerasan adalah bentuk tingkahlaku yang ditujukan untuk menyakiti orang lain baik secara fisik
maupun mental. Kekerasan dalam olahraga bisa terjadi antara sesama pemain, pemain dengan wasit,
pemain dengan suporter. Kekerasan suporter sering kali bersifat masal dan memilki dampak yang
luarbiasa, baik terhadap dunia olahraga maupun sosial atau kemasyarakatan. Kekerasan dibedakan
menjadi dua yaitu:1. Instrumental aggression atau suatu bentuk tingkahlaku kekerasan yang bertujuan
untuk memperoleh kemenangan dan dan dibenarkan menurut aturan permainan. 2. Hostile aggression
atau suatu bentuk tingkahlaku kekerasan yang ditujukan untuk menyakiti oranglain dan tingkahlaku
tersebut melanggar aturan permainan.

Dalam mengkaji masalah kekerasan ada lima teori yaitu : 1. Teori instink 2. Teori belajar sosial 3. Teori
Frustrasi-Aggresi 4. Teori konflik-Realistik 5. Teori identitas sosial. Kekerasan harus segera ditanggulangi
secepatnya supaya tidak semakin menular dan menjadi konflik besar yang berkelanjuatan. Dan sebagai
pelatih, wasit, official serta harus memiliki kesadaran akan fair flay agar tidak menimbulkan konflik yang
berujung pada kekerasan.

B. Saran

Dengan adanya makalah ini penulis berharap, pembaca dapat menambah wawasan, pengetahuan dan
pemahaman tentang kekerasan, konflik serta cara mencegah terjadinya konflik yang berujung pada
kekerasan. Kekerasan berawal pada konflik baik antar individu atupun antar kelompok yang akan
mengakibatkan kurang serasinya interaksi dalam sebuah kelompok ataupun sesama individu. Dan
pemicu dari konflik harus segera disosialisasikan kepada para pelaku yang berada dibawah naungan
payung keolahragaan agar dapat meminimalisasi terjadinya sebuah kekerasan.

DAFTAR PUSTAKA

Bagus. Y, Ardita. (2014). Kekerasan Dalam Olahraga. Pacitan: STKIP PGRI Pacitan.

Sesi Tanya jawab

Penanya!

1. Anjarika dini 18230010 bagaimana cara mengurangi dan mencegah kekerasan dalam olahraga

2. Wahyu krisnanto 18230018 apakah sepak bola di indonesia identik dengan kekerasan?

3. Safira salsabila 1823005 bagaimana cara mengatasi/mengurangi kekerasan dalam pertandingan?

Penjawab !

1. Dimas fajar s 18230040

2. Rizky widyatno n 18230009

3. M. Khoirun Najib 18230021

Anda mungkin juga menyukai