Anda di halaman 1dari 92

100 DIALOG TAREKAT TIJANIAH

Soal 01
Apakah arti dan maksud tarekat itu ?
Jawab;
Arti harfiahnya tarekat itu ialah jalan. Adapun menurut esensinya
ialah;

“Menjauhi hal-hal yang dilarang baik yang zhahir maupun batin dan
melaksanakan perintah Allah SWT sekuat-kuatnya”.
Adapun tarekat dalam pengertian yang lebih khusus ialah
AMALAN yang bertujuan untuk membersihkan hati dari sifat-sifat
tercela.
Soal 02
Di Indonesia ada berapa tarekat yang termasuk dalam tarekat
mu’tababarah ?
Jawab;
Menurut dalam hadist Rasulullah SAW

“ Bahwasanya dalam syariatku ada 313 tarekat yang apabila ia


istiqamah mengamalkan (salah satu) nya maka ia masuk sorga”.
Menurut Jam’iah Ahli Tarekat Mu’tabarah se Indonesia ada 45
tarekat yang diakui kemu’tabarannya dan tarekat Tijaniah termasuk
didalamnya.

Soal 03 Apakah
perbedaan tarekat dan tasawuf itu ?.

Jawab;

100 Dialog Tijaniah 1


Tasawuf adalah sebuah nama yang didalamnya ada mengandung
tiga komponen penting ilmu keagamaan, yaitu 1. Syariat. 2. Tarekat.
3. Hakikat. Ketiganya adalah satu paket yang tidak terpisahkan. Seperti
yang disinyalir oleh Syekh Aminul Kurdi dalam katanya
berikut ini;

“Syariat itu ibarat pohon, tarekat itu dahannya, dan hakikat itu
buahnya. Itulah yang dinamakan ilmu tasawuf “. Soal 04
Apakah boleh belajar ilmu hakikat sebelum belajar ilmu syariat
dan tarekat?.
Jawab;
Imam Malik dengan tegas mencegah orang-orang yang belajar
ilmu hakikat tanpa belajar ilmu syariat dan tarekat lebih dahulu. Setiap
orang yang salik (orang yang menuju ma’rifat kepada Allah) wajib
mengamalkan tiga macam ilmu tersebut.

“Tidak boleh tidak bagi orang yang salik menuju jalan akhirat
itu menghimpunkan / mengamalkan ilmu yang tiga macam itu, dan
jangan sampai melalaikan salah satunya”. Soal 05
Ada diantaranya yang melarang bertarekat karena berbagai
alasan. Bagaimana menurut anda ?.
Jawab;
Misi dan fungsi tarekat itu sangat bagus, antara lain adalah untuk
menghilangkan penyakit-penyakit batin yang bersarang dalam hati
manusia seperti ujub, ria, sombong takabbur dan lain-lain. Syekh
Ubaidah Sanqiti memandang sangat penting mempelajari dan
mengamalkan ilmu tarekat seperti dalam penegasannya berikut;

100 Dialog Tijaniah 2


syekh yang dapat menunjukkan padanya agar terlepas dari penyakit
kebatinan (tersebut ) itu, maka orang itu dalam maksiat kepada Allah
SWT dan kepada Rasul-Nya karena ia tidak bisa membimbing /
membersihkan dirinya / hatinya tanpa bimbingan syekh tarekat
sekalipun ia hafal ribuan kitab keagamaan”.
Jelasnya belajar tarekat itu tidak berdampak negatif apapun
terhadap yang mempelajari dan mengamalkannya seperti anggapan
orang selama ini. Firman Allah dalam surat al Haj-78

“ Dan Dia (Allah SWT) itu sekali-kali tidak menjadikan untuk


kamu dalam agama sesuatu kesempitan”.
Soal 06
“ Berapakah usia seseorang dibolehkan belajar tarekat itu ?”.
Jawab;
Jika melihat dari fungsi ilmu tarekat itu dan ia adalah salah satu
dari tiga elemen penting ilmu keagamaan yang disebut dengan ilmu
tasawuf tadi, maka tidak ada penetapan pasti usia berapa orang harus
belajar tarekat itu. Kecuali apabila ada pertimbangan lain dari syekh
mursyidnya.
Soal 07
Tapi dalam kitab Kifayatul Atqiya hal-27 disebutkan bahwa
wali-wali terdahulu itu tidak masuk tarekat (dulu) sebelum tabahhur
(luas) dalam masalah ilmu fiqih. Bagaimana menurut anda ?

Jawab;

100 Dialog Tijaniah 3


Sikap dan akhlak mereka itu benar sekali dan patut ditiru oleh
generasi kita sekarang. Namun dalam hal kewajiban mempelajari ilmu
fiqih itu terbagi dua bagian;
1. Ilmu fiqih wajib ainiah (wajib individu).
2. Ilmu fiqih wajib kifa’iah (wajib yang gugur apabila sudah
dilaksanakan oleh yang lainnya).
A. Ilmu fiqih ainiah ialah ilmu fiqih yang wajib dipelajari
oleh setiap individu seperti pelajaran wudhu, solat, puasa,
zakat dan wajib ainiah lainnya.
B. Ilmu fiqih kifa’iah ialah ilmu yang gugur kewajibannya
apabila sudah dilaksanakan oleh orang lain, seperti fardhu
kifayah, ilmu qadhi, ilmu falaki, dan wajib kifa’i lainnya.
Adapun bagi calon pengamal tarekat itu baginya cukup dengan
menguasai poin pertama (fiqih ainiah) ditambah dengan poin kedua
(fiqih kifaiah) seperlunya, sesudah itu ia sudah diperbolehkan
mempelajari ilmu tarekat.
Soal 08
Apakah dasar / dalil tarekat itu sama, dan tarekat manakah yang
terafdhal ?.
Jawab; Dasar semua tarekat itu
sama, yaitu berlandaskan Al Qor’an dan Al Hadist Nabi SAW. Dan
terbentuknya tarekat itu tidak terlepas dari kedua dalil tersebut, seperti
kata Ibnu Araby dalam kitab Kasyful Hijab;

“ Semua tarekat itu atas petunjuk dari Allah SWT “.


Adapun tarekat yang terafdhal adalah tarekat yang diamalkan
dengan istiqamah oleh pengikutnya.
Soal 09
Jika tarekat itu bersumber dari yang sama, ya’ni dari Allah dan
Rasul-Nya, untuk apa tarekat sebanyak itu ?.

Jawab;

100 Dialog Tijaniah 4


Bermacam-macam tarekat yang ada diper-mukaan bumi ini
menunjukkan keluasan rahmat Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya
agar mereka leluasa memilih tarekat yang mana yang akan menjadi
amalan rutinnya. Sebagai perumpamaan, tarekat-tarekat itu ibarat
dahan-dahan dari sebatang pohon yang rindang yang sangat besar,
sedang para pengamalnya itu ibarat ranting-ranting dan daun-daunnya
yang lebat, semuanya bersumber kepada satu pohon saja. Soal 10
Kabarnya tarekat Tijaniah itu tidak boleh digabung dengan
tarekat yang lain. Apakah benar demikian ?.
Jawab;
Memang benar demikian. Alasan ketidak bolehan tersebut
berdasarkan dari pendapat para ulama pula. Berikut ini akan saya
kutipkan perkataan mereka;

“Telah mantap diantara ulama bahwasanya yang terafdhal bagi


seseorang itu ia hanya menyibukkan dirinya dengan seorang syekh
(tarekat) saja, seperti ia menyibukkan dirinya dalam menuntut ilmu
dengan seorang syekh / guru saja”.
Hal ini senada dengan pendapat yang dikemukakan oleh Syekh
Abd Wahab Asy Sya’rani dalam kitabnya Anwarul Qudsiah hal 43
sebagai berikut;

“ Barang siapa yang gurunya tidak tunggal (satu) maka


(berarti ) ia meserikatkan tarekat, dan orang yang menserikatkan itu
syekhnya adalah syaitan”.
Oleh karena itulah maka ikhwan ikhwat tarekat Tijaniah itu tidak
menggabungkan tarekat (Tijaniah) ini dengan tarekat lain agar lebih
terfokus (istiqamah) perhatiannya dengan amaliah yang sudah
diterimanya dari syekh yang mentalkinnya.
Soal 11

100 Dialog Tijaniah 5


Bagaimana kalau ada yang mengamalkan beberapa tarekat
dalam lima waktu salat. Misalnya waktu salat dhuhur tarekat A, waktu
salat asar tarekat B, dan seterusnya. Apakah cara seperti itu
dibolehkan ?.
Jawab;
Semua tarekat itu ada aturan dalam kitabnya masing-masing.
Dan umumnya waktu untuk pengamaliahan tarekat itu sesudah salat
subuh dan sesudah salat asar, kalau ada yang berinisiatif untuk
merobahnya diluar dari waktu yang ditetapkan berarti ia sudah
menyalahi peraturan yang ada.
Soal 12
Tapi boleh sajakan mengamalkan ampat madzhab fiqih dalam
pelaksanaan salat lima waktu. Apakah hal ini tidak mungkin dalam
tarekat ?.
Jawab; Dalam bab tasyri’
dibolehkan bagi yang ingin mengamalkan ampat madzhab dalam
pelaksanaan salat lima waktu, namun tidak demikian dengan tarekat
(Tijaniah), karena dalam bab tarekat kita dianjurkan untuk istiqamah
pada salah satu tarekat saja, hal inilah yang pernah diisyaratkan oleh
arif billah dalam untaian kata mutiara mereka;

“ Istiqamah itu lebih baik dari seribu karamat”.


Kenapa dianjurkan untuk istiqamah ?. Karena setiap tarekat itu
ada cara-cara yang berbeda antara tarekat yang satu dengan tarekat
yang lain, apabila dipaksakan untuk mengamaliahkan beberapa tarekat
sekaligus, maka akibatnya akan timbul perasaan lebih mudah tarekat A
daripada tarekat B. Akhirnya timbul pembandingan-pembandingan
antar tarekat, yang menyebabkan ia tidak bertarekat karena bingung
dengan tarekat yang ada padanya. Pribadi (bingung) seperti ini sudah
digambarkan oleh Allah dalam surat An Nisa 143

100 Dialog Tijaniah 6


“ Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian
(iman atau kafir); tidak masuk kepada golongan ini (orang-orang
beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang kafir)”.
Oleh karena itu syekh dan tarekat yang tunggal lebih baik untuk
membimbing rohaniah seseorang menuju hadhrat Allah dari pada
menggandakan tarekat tapi tidak teramalkan. Kata Syekh Abd Wahab
Asy Sya’rani;

“ Dan dari pada keadaan murid itu bahwa janganlah ia


(berguru) kecuali kepada syekh yang satu (syekh tarekat yang
tunggal). Maka janganlah bagi murid itu dua syekh. Karena dibinanya
/ landasannya tarekat (ahli sufi) itu atas tauhid yang ikhlas”.
Kata Asy Sya’rani lagi;

“Ketahuilah bahwasanya tidak boleh bagi murid itu berguru


kecuali hanya satu syekh (tarekat) saja, karena yang demikian itu
lebih membantu dalam bertarekat”.
Mengingat beberapa alasan itulah maka ikhwan-ikhwat tarekat
Tijaniah itu tidak menggabungkan / menggandakan tarekat ini dengan
tarekat yang lainnya. Oleh karenanya jika ada yang ingin
mengamalkan tarekat Tajaniah maka ia harus dengan tulus ikhlas dan
dengan segala hormat untuk meninggalkan tarekat yang pernah
diamalkannya sebelumnya.
SEKEDAR INFORMASI
Syekh Abd Wahab Asy Aya’rani pengarang kitab Al- Anwarul Qudsiah ini tidak
semasa dengan Syekh Ahmad Attijani. Syekh Abd Wahab Asy Sya’rani wafat tahun 973 H.
Sedangkan Syekh Ahmad Attijani lahir tahun 1150 H. Jadi jarak antara kedua tokoh ini
sekitar 177 tahun. Tapi banyak sekali persamaan-persamaan dalilnya antara kitab An Warul
Qudsiah dengan kitab-kitab tarekat Tijaniah, terutama mengenai masalah pelarangan ziarah
dan larangan penggabung tarekat.
Soal 13

100 Dialog Tijaniah 7


Diantara sekian banyak tarekat itu, sepengetahuan saya tarekat
Tijaniah tergolong baru, bahkan ceritanya tarekat ini diijazahkan oleh
Rasulullah (yang sudah wafat) kepada Syekh Ahmad Attijani (yang
masih hidup). Bagaimana pendapat anda tentang masalah ini ?.

Jawab;
Dalam kitab-kitab tarekat Tijaniah diceritakan bahwa Syekh
Ahmad Attijani berjumpa dengan Rasulullah dalam keadaan tidak
tidur, dan dalam perjumpaan itu pulalah Rasulullah mengijazahkan
(serangkaian amaliah yang kemudian dinamakan dengan) tarekat
Tijaniah kepadanya pada tahun 1196 H, dan agenda pertemuan ini
dinamakan dengan peristiwa FATHUL AKBAR. Dalam pada itu pula
Rasulullah bersabda;

Lazimi olehmu tarekat ini dengan tidak berkhalwat dan tidak


menjauh dari manusia, sehingga engkau memperoleh makam yang
dijanjikan kepadamu, dan engkau seperti biasa tanpa kesempitan dan
tanpa banyak bermujahadah”.
Soal 14
Tapi bukankah pertemuan itu sesudah Rasulullah wafat, dan
apakah ucapan Rasulullah (yang sudah wafat) itu bisa dijadikan dalil
atau hujjah untuk menetapkan suatu ketetapan ?.
Jawab;
Pertanyaan serupa pernah pula ditanyakan oleh Sayyid Ali
Harazim kepada Syekh Ahmad Attijani, jawab beliau; Khabar / hadist
dari Rasulullah sesudah beliau wafat itu sama saja dengan khabar /
hadist semasa beliau masih hidup. Lihat Jawahirul Ma’any’ hal 140-1.
Artinya ucapan dari Rasulullah itu tetap dianggap sebagai hadist
sekalipun beliau sudah wafat.
Karena tidak ada keterangan yang menyatakan kenabiannya
dicabut dengan sebab kewafatannya itu.

100 Dialog Tijaniah 8


Soal 15
Dalam ilmu ushul hadist, hadist yang hanya diriwayatkan oleh
satu orang perawi disebut dengan hadist garib. Lalu apakah dengan
status ke garib annya itu bisa untuk menetapkan suatu ketetapan ?.
Jawab;
Pertemuan antara keduanya (Syekh Ahmad Attijani dengan
Rasulullah) adalah pertemuan khusus yang jarang terjadi pada ummat
beliau yang lainnya. Kekhususan itulah yang menjadi nilai tambah bagi
status kegariban hadist tersebut. Hal inilah yang diisyaratkan oleh
Syekh Ahmad Attijani dalam kitab Jawahirul Ma’any hal 140 – 1-

“ Dan tinggallah lagi perkara yang “khusus” yang Rasulullah


sampaikan kepada yang khusus pula”.
Jadi menurut hemat kami, pertemuan khusus ini mengisyaratkan
kekhususan dan menyampaikan hal-hal yang bersifat khusus pula.
Namun perlu diketahui bahwa pertemuan tersebut tentunya tidak
merobah apa-apa yang sudah menjadi ketentuan yang sudah ada.

“ Karena bahwasanya wali itu samasekali tidak membawa


syariat yang baru, hanyasanya ia membawa faham yang baru (yang
diambil dari) kitab Al Qor’an dan Al Hadist yang tidak diketahui
seseorang sebelumnya”.
Saya faham perasaan anda dalam masalah pertemuan dua alam
ini. Yang jelas untuk lebih memahami tentang pertemuan dua alam ini
kita menengok sejarah peristiwa isra’ dan mi’raj Nabi Besar
Muhammad SAW yang mana ketika itu beliau bertemu dengan sekian
banyak arwah para Nabi-nabi dan Rasul-rasul. Bahkan ketika itu nabi
Musa sempat mengusulkan pengurangan jumlah 50 waktu salat hingga
akhirnya menjadi lima waktu saja. Usul nabi Musa ini diterima oleh
Rasulullah, padahal Nabi Musa sudah wafat sekian ratus tahun
sebelum lahirnya Rasulullah SAW. Sekiranya pertemuan dua alam ini
tidak diterima atau tidak diakui kebenarannya maka tentu ummat islam

100 Dialog Tijaniah 9


sekarang melaksanakan salat 50 waktu dalam sehari semalam.
Peristiwa ini menunjukkan bahwa bisa saja terjadi hubungan antara
alam barzakh dengan alam dunia ini, karena waktu, jarak, dan tempat
tidak menghalangi pertemuan mereka, kira-kira seperti itulah
pertemuan yang terjadi antara Syekh Ahmad Attijani dengan Rasulullah
SAW. Dan mungkin inilah yang dikehendaki dalam sabda Rasulullah;

- --
“ Sesungguhnya ilmuku sesudah wafatku seperti ilmuku semasa
hidup”.
Soal 16
Sepengetahuan saya dalam tarekat Tijaniah itu seperti ada
ketegasan dalam pengamaliahannya, seperti apabila ketinggalan
membaca wiridannya maka ikhwan-ikhwat itu diwajibkan untuk
mengqadha’ wiridan tersebut, apa benar demikian ?.

Jawab;
Benar apa yang anda ketahui itu, dalam tarekat Tijaniah
kedudukan wirid lazim pagi dan wirid lazim sore maupun wazdifah
yaumiah dan hailalah sore hari Jum’at adalah sebagai nazar ibadah
kepada Allah SWT, maka oleh karena itu pelaksanaannya naik
menjadi wajib dan apabila ketinggalan maka wajib qadha. Rasulullah
SAW bersabda;

“Orang yang bernazar untuk menta’ati Allah maka ia wajib


menunaikannya, dan orang yang bernazar untuk ma’siat kepada Allah
ia tidak wajib menunaikanya”.
Demikian pula halnya dengan pengamaliahan wiridan tarekat
Tijaniah yang hukum pembacaannya dihukumkan sebagai nazar
kepada Allah SWT. Ikhwan dan ikhwat tarekat Tijaniah yang sudah

100 Dialog Tijaniah 10


mendapatkan talkin dari syekhnya ia wajib menunaikannya hingga
kahir hayatnya.
Hikmat di”wajib”kannya wiridan dalam tarekat Tijaniah itu
antara lain ialah agar supaya nilai tambah dari amaliah (pahala) sunnat
menjadi (pahala) wajib.
Kita sebagai ummat islam berupaya untuk mencontoh prilaku
Rasulullah SAW yang mana ibadah-ibadah yang disunnahkan (kepada
ummatnya) maka untuk pribadi Rasulullah hukumnya wajib. Jadi
pewajiban pembacaaan wiridan tarekat Tijaniah itu semata-mata
adalah karena mengikut sunnah Rasulullah yang mana beliau
mewajibkan semua ibadah yang sunnat untuk dirinya. Soal 17 Tapi
tidakkah “pewajiban” itu memberatkan ikhwan itu sendiri, sementara
pada tarekat lain tidak ada ketegasan seperti itu ?.
Jawab;
Justru pewajiban inilah yang akan menjadikan ikhwan-ikhwat itu
aktif dan istiqamah dengan tugasnya selaku murid tarekat, jika tidak
demikian, maka tentu lama kelamaan ikhwan itu akan semakin lengah
dengan tugasnya, dan akhirnya ia meninggalkan samasekali
kewajibannya itu dan keluarlah ia dari rangkaian sanad syekhnya dan
hilang pulalah madadiah dari syekhnya kepada dirinya. Kata Syekh
Abd Wahab Asy Sya’rany;

”Dan diantara (adab) murid itu ialah janganlah ia menuruti


kebosanannya untuk membaca wiridan yang diperintahkan oleh
syekhnya, karena tiap-tiap syekh itu (sungguh) telah Allah jadikan
madadiahnya (limpahannya) dan rahasianya dan rahasia tarekatnya
itu ada pada wiridan yang ia perintahkan kepada muridnya itu”.
Pewajiban seperti ini sebenarnya adalah bentuk pendidikan
kepada murid tarekat itu untuk menghilangkan sifat bosan dan malas
pada diri mereka dan terbiasanya mereka dengan nuansa ibadah. Itulah
hikmah dari pewajiban itu. Sebagai contoh, seandainya salat lima

100 Dialog Tijaniah 11


waktu itu hukumnya sunnat, sebagaimana sunnat rawatib, maka orang
akan meninggalkan salat wajib itu sebagaimana orang meninggalkan
sunnat rawatib karena bosan atau malas. Rasulullah dalam do’anya
berlindung kepada Allah dari pada sifat bosan dan malas.
Soal 18
Mungkin ada yang menunda keinginannya untuk menjadi ikhwan
aktif karena merasa tidak mampu memenuhi persyaratan / ketentuan
itu ?.
Jawab;
Dari sinilah letak persoalannya, dan disini pula terbuktinya
kebenaran petuah orang terdahulu ”Tak kenal maka tak sayang”.

“ Manusia itu memusuhi apa-apa yang tidak ia ketahui”.


Manusia itu sering memandang sebelah mata terhadap terhadap
apa-apa yang tidak diketahuinya. Seandainya ia sadar besarnya fadhilat
istigfar, salawat dan zikir, tentu ia tidak enggan bertarekat, dan
seandainya ia mau memfokuskan perhatiannya kepada tarekat
(Tijaniah) ini yang materi wiridannya disusunkan oleh Rasulullah
maka insya Allah ia akan selalu rindu untuk mengamalkannya.
Tersebut dalam kitab Jawahirul Ma’any – 122-1-)

“ Dan zikir-zikir (wiridan) ini materinya adalah susunan dari


Rasulullah SAW, dan beliau memerintahkan kepadanya ( Syekh
Ahmad Attijani) untuk mentalkinkan zikir-zikir (tersebut) itu kepada
orang-orang yang muslim yang menginginkannya”
Jadi menurut hemat saya, adanya beragam tanggapan-tanggapan
terhadap tarekat Tijaniah (dan syarat-syartnya) itu dikarenakan
kurangnya informasi yang ia terima sehingga salah menilai terhadap
keberadaan tarekat ini atau minimal ia kurang tertarik mengamalkan
tarekat Tijaniah.
Soal 19

100 Dialog Tijaniah 12


Tapi bolehkan kalau mengamalkan istigfar, salawat dan zikir
(saja) sekalipun tanpa masuk tarekat ?. Jawab;
Tentu saja boleh, Allah SWT akan mengganjar hamba-hamba-
Nya yang rajin beribadah. Firman Allah dalam surat Al Maidah 9

Soal 20
Kalau demikian, apa gerangan yang membedakan antara
amaliah (istigfar, salawat dan zikir) biasa, dengan amaliah tarekat
yang materinya juga sama ?.
Jawab;
Sekilas nampak sama. Akan tetapi pada tarekat itu ada Syekh
Mursyid yang membimbing dalam beramaliah yang dilengkapi dengan
silsilah dari guru ke guru hingga sampai kepada Rasulullah SAW,
itulah perbedaanya, dan disini pula peran aktifnya syekh mursyid itu.

“Syekh yang wasil (ma’rifat yang sempurna) itu ibarat tali Allah
SWT dimuka bumi ini, maka barang siapa yang bergantung kepadanya
akan sampai pula. Adapun syekh yang tidak wasil siapa yang
bergantung kepadanya akan terputus.

Soal 21
Apakah dalam tarekat Tijaniah begitu pula ketentuannya ?.

Jawab;
Benar, dalam tarekat Tijaniah orang yang mentalkin itu disebut
dengan muqaddam atau syekh tarekat. Dan muqaddam itu disamping
wajib mendapat izin untuk mentalkin, wajib pula ia mengetahui /
memiliki sanad yang tersambung hingga Rasulullah SAW. Kalau
kedua ketentuan wajib ini tidak dimilikinya maka wiridannya tidak
boleh diterima maupun diamalkan.
Soal 22

100 Dialog Tijaniah 13


Bisa dijelaskan bagaimana kreteria muqaddam tarekat Tijaniah
itu?.
Jawab;
Kreteria muqaddam itu diterangkan dalam kitab Rimah hal 102-

tidak lain kecuali dari (muqaddam) yang mewarisi kesempurnaan,


yang kuat ilmunya, kuat akalnya, bersih pribadinya, benar firasatnya,
terdepan pola fikirnya, bagus kepintarannya, dapat menguasai hawa
nafsunya, penuh dadanya dengan pancaran sinar ma’rifat, dan
memancar dadanya dengan pancaran sirriah (rahasia keilmuan), dan
ia mengambil dari syekh yang mewarisi sifat-sifat tersebut”.
Yang tidak kalah pentingnya ialah ia mampu menjaga sifat
MURU’AH baik dihadapan Rabbynya, dihadapan Nabinya, maupun
makhluk Allah lainnya.
Muru’ah ini termasuk dalam kategori adabiah pula.
Soal 23
Seandainya syekh / muqaddam tarekat tidak ada, langkah
apakah yang harus ditempuh oleh seseorang yang ingin wasil itu?.
Jawab;
Menurut keterangan yang saya kutip dalam kitab Kifayatul

“ Apabila syekh / muqaddam tarekat belum ada, maka sebaiknya


murid itu “hanya” mengamalkan zikir atau amalan (yang tidak dalam

100 Dialog Tijaniah 14


bentuk tarekat) yang ma’tsur dari Nabi SAW lebih afdhal dari yang
lainnya, dan amalan itu sudah terwakili dengan mengamalkan
WIRDUL LATHIF dari wali qutub Al- Haddad. Karena zikir-zikir
yang terdapat dalam bacaan Wirdul Lathif itu adalah penghulu
macam-macam zikir yang ma’stur”.
Akan tetapi apabila syekh tarekat itu sudah bersedia untuk
membimbing kita, maka afdhal bagi kita untuk mengikutinya dan
mengamalkan tarekat yang dibawanya sebagai amalan yang
dilazimkan.
Dan mencari syekh yang mursyid itu hukumnya wajib ainiah

pengaruh buruk hawa nafsunya, dan pengaruh syaithan yang


menyesatkannya, agar ia bersegera untuk mencari “syekh yang
mursyid” yang luas ilmu pengetahuan agamanya, yang dapat
mengenali keaiban-keaiban kecelaan dirinya (hatinya), lagi pula
dapat memberi nasehat-nasehat keagamaan, maka kepadanyalah
dipertemukan pimpinan (pokok-pokok keagamaan), dan ikuti
perintahnya, dan janganlah menyalahinya pada tiap-tiap sesuatu”.
Soal 24
Ada diantarnya yang berpendapat, kalau sudah memahami atau
mempelajari ilmu hakikat atau ilmu martabat tujuh (martabatut
tanzzul), maka ia tidak perlu lagi mempelajari atau mengamalkan ilmu
tarekat, apakah memang demikian ?.
Jawab;
Saya rasa pendapat itu tidak benar. Sebab, dalam ilmu tasawuf
itu ada tiga tingkatan yang wajib ditempuh oleh orang yang salik itu.
Tingkatan tersebut ialah;
1. Ilmul Yakin. = Ilmu hakikat

100 Dialog Tijaniah 15


2. Ainul Yakin. = Ilmu tarekat
3. Haqqul Yakin. = Ilmu fiqih
Menurut Syekh Abd Samad Palembang dalam kitabnya
Siarussalikin hal 266-4 disebutkannya sebagai berikut;
Orang yang hanya mempelajari ilmu hakikat saja, ia hanya
sampai pada tingkatan ILMUL YAKIN.
Adapun orang yang melengkapinya dengan mempelajari dan
mengamalkan ilmu TAREKAT maka orang itu sampai pada tingkatan
AINUL YAKIN dan HAQQUL YAKIN
Ketiga macam komponen ilmu itu dinamakan dengan ilmu
tasawuf.

Soal 25
Namun saya pernah menemukan sebuah hadist Rasulullah SAW
yang maksudnya ilmu ma’rifat itu yang paling awal jika dibanding
dengan ilmu-ilmu lainnya, hadist tersebut ialah;


“Awal-awal ilmu itu yaitu ilmu ma’rifat kepada Allah SWT, dan
keakhiran ilmu itu pada tafwidhul amar (dewan ijtihady)”.

Jawab;
Pendapat tersebut tidak sepenuhnya benar, mengedepankan ilmu
hakikat dengan mengabaikan ilmu tarekat dan ilmu syariat adalah
suatu pemahaman yang fatal, berkembangnya pemahaman ilmu seperti
ini akan memudarkankan sekian banyak ilmu-ilmu keagamaan. Syekh
Abd Karim dalam kitabnya Insanul Kamil beliau mengutip hadist
Rasulullah SAW yang inti dari ma’na hadist itu ialah, bahwa ilmu
hakikat (ilmu ma’rifatullah) dan ilmu tasawuf (ilmu adabiah yang
digambarkan dalam kalimat khaufan) adalah satu paket yang tidak
terpisahkan dengan bagian ilmu yang lainnya. Hadist tersebut;

100 Dialog Tijaniah 16


“ Aku adalah paling ma’rifat kepada Allah dan paling takut
kepada-Nya”.
Dalam hadist tersebut ada kalimat paling ma’rifat dan kalimat
paling takut yang menjadi satu dalam sebuah hadist.
Pengertian kedua kalimat tersebut adalah sebagaimana
diterangkan dalam tabel dibawah ini;
Tabel 1
No Kalimat Simbul dari Kesimpulan
Ilmu hakikat dan ilmu
1 Ma’rifat Ilmu hakikat syariat adalah satu
paket yang tidak
2 Khaufan Ilmu syariat terpisahkan.

Gambaran ma’na hadist tersebut bahwa meskipun Rasulullah itu


paling ma’rifat kepada Allah namun beliau adalah paling takut kepada
Allah, itu sebagai gambaran bahwa ilmu hakikat dan ilmu syariat itu
menjadi satu bagian yang tidak terpisahkan, artinya kalau orang belajar
ilmu hakikat maka ia wajib melengkapinya dengan ilmu syariat.
Namun kenyataan yang terjadi dilapangan ialah semakin tahu ilmu
ma’rifat semakin berani melanggar syariat, bahkan mengentengkannya.
Tidak itu saja, mereka beranggapan ilmu tarekat itu tidak perlu apabila
sudah sampai kepada ilmu hakikat.

Soal 26
Minta alasan tambahan tentang tidak bolehnya tarekat Tijaniah
digabung dengan tarekat lain ?.
Jawab;
Seorang murid tarekat itu dituntut untuk memfokoskan
perhatiannya hanya dengan satu syekh yang diikutinya dan satu tarekat
yang diamalkannya.

100 Dialog Tijaniah 17


Dan dia dilarang keluar dari pintu hadhrat syekhnya. Hal ini
senada dengan pendapat dari Syekh Musthafa Bakry (syekh tarekat
khalwatiah). Katanya;

“ Diantara yang diwajibkan atas murid itu ialah ia harus


menambatkan hatinya (hanya) dengan (satu) guru, (kalimat guru,
mufrad). Ma’nanya ialah bahwasanya murid itu berkekalan
memandang rupa syekh / gurunya (sebagai rabithah). Karena ini
adalah syarat yang paling utama menurut para ahli sufi. Dan (cara)
ini dapat mewariskan ma’rifat yang tinggi”.
Hal senada diungkapkan pula oleh Syekh Abd Wahab Asy

menambatkan hatinya kepada syekh dan menta’allukkan dirinya


kepadanya, dan menyakini bahwasanya Allah SWT itu menjadikan
semua madadiah itu tidak keluar melainkan dari pintu hadhrat
syekhnya (pula). Dan bahwasanya syekhnya itu adalah mazdhar
(kenampakan ) yang Allah tentukan akan dia untuk melimpahkan
(limpahan) kepada-murid-nya dari-syekh-nya, dan tidak hasil baginya
madadiah dan limpahan kecuali dengan perantaraan syekhnya
sekalipun dunia ini dipenuhi dengan para masya’ikh”.

Pertalian yang erat antara murid tarekat dengan guru atau


syekhnya wajib dijaga dan dipelihara, dan murid itu wajib selalu
waspada dan tetap menjaga hubungan rohaniah ini dengan tidak
membagi perhatiannya kepada yang (syekh) lain apalagi coba-coba

100 Dialog Tijaniah 18


menggabungkan tarekatnya, sekalipun diluar dari pengawasan mata
zhahirnya, Syekh Yusuf An- Nabhany mengingatkan murid-murid
tarekat dalam kitabnya sebagai berikut;

Bahwasanya syekh murabby (syekh pembimbing) itu ada


waktuwaktu tertentu untuk mentawajjuh (mengontrol) muridnya
secara alam arwah”.
Bayangkan, seandainya murid itu melakukan hal-hal yang
dianggap menodai kesetiaannya kepada syekhnya, atau dia berani
melampaui kebijakan syekhnya dengan menggabungkan beberapa
tarekat, atau dia melakukan sesuatu yang tidak dalam perintah
syekhnya padahal ia tidak sadar bahwa syekhnya sedang
mengontrolnya secara alam arwah, tidakkah perbuatan ini termasuk
melecehkan kebijakan-kebijakan dari syekhnya ?.

“ Dan syekh kamu tidak memerintahkan sesuatu (hai


muridmurid) kecuali yang (memang) diperintahkan Tuhanmu
kepadamu”.
Soal 27
Tapi apakah boleh ikhwan-ikhwat tarekat Tijaniah itu
mengamalkan wiridan-wiridan yang lain seperti salawat Burdah,
salawat Dalaail, atau sejenisnya ?.
Jawab; Tentu saja boleh, apalagi
yang sifatnya menghidupkan syi’arsyi’ar islamiah. Kecuali (untuk
ikhwan-ikhwat tarekat Tijaniah) apabila wiridan atau zikir itu
mengharuskan mereka masuk kedalam tarekat mereka, maka hal ini
dilarang. Syekh Ahmad Attijani berpesan;

100 Dialog Tijaniah 19


“ Ketahuilah bahwsanya aku membolehkan pada tiap-tiap apa
yang engkau kehendaki dari zikir-zikir, dan asma-asma, atau ayatayat,
atau do’a-do’a yang engkau inginkan, kecuali apabila wiridanwirian
itu mengharuskan kamu masuk kedalam tarekat mereka maka yang
demikian itu tidak aku izinkan”.

Soal 28
Mengenai pelarangan ziarah itu bagaimana ?. Jawab;
Sebenarnya bukan melarang ziarah tetapi mengatur ziarah bagi
ikhwan-ikhwat tarekat Tijaniah, sehubungan dengan masalah ini saya
kutipkan lagi keterangan dari kitab Al Anwarul Qudsiah hal 194, kata
Syekh Abd Wahab Asy Sya’rany;

“Dan diantara keadaan (adabiah) murid itu ialah janganlah ia


menziarahi seseorang dari syekh-syekh pada masanya kecuali dengan
izin dari syekhnya, (baik izin secara terang-terangan atau secara
sindiran), walaupun yang diziarahi itu termasuk sahabat dari
syekhnya sendiri. Karena syarat murid tarekat itu bahwa jangan ada
syekh lain kecuali syekh yang tunggal”.

Hukum ziarah dilihat dari motif ziarah itu sendiri, seperti


keterangan dalam tabel berikut ini;
Tabel 2
No Masalah Motif ziarah Hukum Kode
Dalil
1 Ziarah Meminta Haram A
pada

100 Dialog Tijaniah 20


kuburan
2 Ziarah Mengingat mati Sunnah B
Mendo’akan
3 Ziarah Sunnah C
Kepada ahlul kubur
Boleh atau
4 Ziarah Tabarruk D
sunnah
Boleh /
5 Ziarah Ta’alluk Jasady E
Wajib
Dilarang bagi
6 Ziarah Ta’alluk Rohaniah ikhwanikhwat F
Tijaniah

Keterangan Dalil;
A. Ziarah seperti ini haram sebagaimana keterangan Surat Al
Qashash ayat 88,

“ Jangan kamu sembah disamping (menyembah) Allah, tuhan


apapun yang lain”.
Ziarah seperti ini tentu saja haram karena ia meminta
bukan kepada Allah tetapi kepada yang lain selain Allah
yaitu seperti minta kekuburan dll.

B. Ziarah seperti ini sunnat sebagaimana keterangan hadist dari


Abi Hurairah, yang berbunyi;

“ Ziarahlah kalian kekuburan karena yang demikian itu


mengingatakan pada kematian”.
C. Ziarah seperti ini hukumnya juga sunnat karena mendo’akan
bagi ahlu kubur, seperti do’a Rasulullah ketika beliau melalui
kuburan muslimin;

100 Dialog Tijaniah 21


mengingatkan (pada kematian) dan untuk i’tibar dan menziarahi
kubur orang-orang yang saleh karena
“tabarruk” (mengambil berkat) serta megambil i’tibar”.
E. Ziarah ta’alluk jasady (hablun minannas) pada poin ini
seperti ada hubungan perdagangan, da’wah, pengajian dan
lain-lain sesuai dengan anjuran syariat, sebagaimana
keterangan berikut ini;
Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu
sama lain, dan peliharalah hubungan silaturrahmi”.
Ta’alluk seperti yang dimaksud pada poin E, ini tidak
dilarang bagi ikhwan-ikhwat tarekat Tijaniah.
F. Ziarah ta’alluk rohaniah, ta’alluk seperti ini dilarang bagi
ikhwan-ikhwat tarekat Tijaniah sekalipun mereka bukan
dalam keadaan ziarah apalagi jika dalam kedaan ziarah,
karena bisa menggangu atau bahkan memutuskan sinyal
madadiah dari syekh mursyidnya, dan ia dianggap murid
yang berpaling kepada yang dita’allukinya itu sebagai
syekhnya, kata Syekh Abd Wahab Asy Sya’rany

“ Apabila murid (tarekat) itu tidak melihat syekhnya itu cukup


baginya dari yang lainnya, maka ia telah mengangkat yang lain itu
sebagai syekhnya”.
Ditegaskannya lagi;

100 Dialog Tijaniah 22


“ Barang siapa yang berpaling dari syekhnya sebentar saja,
sesudah ia berkhidmat selama 70 tahun misalnya, maka yang sebentar
itu bisa menghilangkan lebih banyak dari nilai kekhidmatanmu selama
70 tahun tadi”.
Jelasnya ziarah seperti pada no 1, 4,dan 6 dilarang bagi ikhwan
ikhwat tarekat Tijaniah, sedangkan ziarah untuk no 2, 3, dan 5 ia wajib
konfirmasi kepada syekh pembimbingnya.
Kenapa ziarah seperti yang dimaksud pada no poin 2,3,dan 5 ini
wajib konfirmasi kepada syekh pembimbingnya ?, karena;
1. Murid itu masih dalam bimbingan syekh mursyidnya.
2. Karena murid itu dituntut untuk beradab kepada syekhnya.
3. Arwah yang diziarahi itu (arwah syekh tarekat atau
waliwali) baik yang masih hidup atau yang sudah meninggal
bisa menimbulkan pengaruh terhadap penziarah itu sendiri,
sebagaimana tersebut dalam tafsir Ibnu Kastir ketika
menafsirkan surat Azzumar ayat 29 berikut ini;

“ Allah membuat perumpamaan (yaitu) seorang laki-laki


(budak) yang dimiliki oleh beberapa orang yang berserikat
yang dalam perselisihan dan seorang budak yang menjadi
milik penuh dari seseorang laki-laki (saja): Adakah kedua
budak itu sama halnya ?. Segala puji bagi Allah, tapi
kebanyakan mereka tidak mengetahui”.

Menurut tafsir Ibnu Kastir, tafsir ayat tersebut sebagai berikut;

100 Dialog Tijaniah 23


“ Maksudnya, mereka saling tarik menarik terhadap seseorang
hamba yang menserikatkan mereka itu, dan seorang budak yang
selamat atau ikhlas hanya dimilki oleh seorang saja”.
Tarik menarik disini adalah tarik menarik secara rohaniah,
adanya tarik menarik (rohaniah) ini bisa merancukan tatanan madadiah
dari syekh kepada muridnya. Itulah antara lain alasan ikhwan-ikhwat
tarekat Tijaniah itu tidak ziarah, karena ta’adduban (beradab) kepada
syekhnya zhahir dan batin.
Tapi perlu dicatat bahwa ikhwan-ikhwat tarekat Tijaniah itu
bukan anti ziarah, dan bukan pula mengabaikan anjuran / manfaat dari
ziarah itu sendiri.
Ditambahkan lagi oleh Syekh Abd Wahab Asy Sya’rany dalam
kitab Al anwarul Qudsiah Hal 194, katanya;

“ Ada berapa banyak murid-murid (tarekat) yang rusak karena


mereka melakukan ziarah,yang kemudian akhirnya mereka
memisahkan diri dari syekhnya dan bahkan jadilah mereka seperti
terdinding kepada syekhnya dan kepada ikhwannya”.
Menurut Ibnu Araby, banyak murid-murid (tarekat) itu yang
rusak hubungannya dengan syekhnya kerena ziarah. Sebab mereka
mendua hati dengan yang lain. Itulah yang diingatkan oleh Syekh Abd
Wahab Asy Sya’rany dalam Anwarul Qudsiah-nya hal 192

“ Hindarilah menserikatkan kecintaan serta syekh kalian akan


syekh yang lain dari para masya’aikh”. Hal itu senada dengan Al
Qor’an surat al Ahzab –4- yang mencegah seseorang untuk mendua
hati;

100 Dialog Tijaniah 24


“ Allah SWT sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua
buah hati dalam rongganya”.
Menurut tafsir al Qurthuby ma’na ayat tersebut sebagai berikut;

“ Ma’nanya yaitu tidak berhimpun dua keyakinan yang berbeda


dalam hatinya”.
Sebagaimana dia tidak menggabung beberapa tarekat, dan
sebagaimana dia tidak menghimpun beberapa syekh tarekat yang
berbeda.
Soal 29
Mohon diperjelas mengenai nama tarekat Tijaniah dan
pembawanya.
Jawab;
Nama tarekat Tijaniah itu ada lima buah nama, lengkapnya
sebagai berikut;

A. Dinamakan Tijaniah karena dinisbahkan pada sebuah tempat


yang ada di kota Tijanah Fez Maroko.
B. Dinamakan Ahmadiah karena dinisbahkan kepada pembawa
tarekat ini yang bernama Ahmad bin Muhammad Attijani
dari Fez Maroko.
C. Dinamakan Muhammadiah karena susunan wiridan tarekat
ini berasal dari susunannya Rasulullah SAW.

“Materi wiridan tarekat (Tijaniah) ini adalah susunan


dari Rasulullah untuknya (Syekh Ahmad Attijani) dan
diperintahkan kepadanya untuk mentalkinkan wiridan ini
kepada muslimin yang menginginkanya”.
Karena susunannya berasal dari Rasulullah itulah maka
tarekat ini dinamai pula dengan tarekat MUHAMMADIAH

100 Dialog Tijaniah 25


(sebagai kenang-kenangan bahwa tarekat ini berasal dari
Muhammad Rasulullah). Syekh Yusuf Annabhany
mengakui ketertarikannya dengan tarekat ini karena
tercantumnya kalimat (Muhammadiah) ini dalam dalam
rangkaian nama tarekat Tijaniah.

D. Dinamakan Ibrahimiah karena sistem pengamaliahannya


yang ringan dan mudah dengan waktu yang relatif singkat.
E. Dinamakan Hanifiah karena setiap ikhwan tarekat ini
ditekankan agar selalu mengikuti mengamalkan sunnah
Rasulullah SAW.

Soal 30 Dari
mana asal lima buah nama tersebut?.
Jawab;
Kelima buah nama tersebut berasal dari Rasulullah SAW
pula, sebagai mana yang tersebut dalam kitab Rimah hal
40-2 sebagai berikut;

“Oleh karena itulah Rasulullah SAW menamakan tarekat ini


dengan lima buah nama”.
Al hasil nama dan wiridan tarekat ini berasal dari
Rasulullah SAW kemudian dikembangkan oleh Syekh
Ahmad Attijani RA.
Soal 31
Tahun berapakan Syekh Ahmad Attijani lahir?. Jawab;
Syekh Ahmad Attijani lahir pada tahun 1150 Hijriah didesa

100 Dialog Tijaniah 26


Aini Madhi dahulu termasuk kawasan Maroko )
sekarang termasuk Al-Jazair.
Orang tua beliau Al Imam Asy Syekh Muhammad bin
Mukhtar yang bersambung sanad keturunannya kepada
Rasulullah (sekitar 20 nasab). Ibunda beliau adalah
Sayyidah Aisyah yang bersambung pula nasabnya kepada
Rasulullah. Syekh Ahmad Sukairij dalam kitabnya Kasyful
Hijab mengilustrasikan tahun kelahiran Syekh Ahmad
Attijani dengan menyusun delapan bait sya’ir yang
konsonan awalnya menghasilkan kalimat MAULIDUL

100 Dialog Tijaniah 27


angka ini sama dengan angka tahun kelahiran Syekh Ahmad Attijani
yang lahir pada tahun 1150 Hijriah atau abad ke 12 Hijriah.
Keterangan lengkap penghitungannya pada tabel berikut ini;

100 Dialog Tijaniah 28


Dengan sya’ir tersebut Syekh Ahmad Sukairij mengisyaratkan
bahwa pada tahun (1150) itu telah lahir seseorang yang menjabat
pangkat kewalian tertinggi, ya’ni Wali Khatmi, wali yang Allah
khatamkan semua pangkat kewalian wali-wali Allah pada dirinya, dan
Allah merahasiakan ketinggian makamnya dari pengetahuan makhluk
Allah lainnya kecuali hanya Rasulullah saja yang mengetahui
ketinggian pangkatnya itu.
Soal 32
Beberapa kali anda menyebutkan istilah Al Khatmi itu, tolong
anda jelaskan.
Jawab;
Sebenarnya cerita tentang wali khatmi itu sudah dibicarakan oleh
Syekh Muhammad Ali Atturmuzdi Al Hakim yang hidup disekitar
abad ke tiga hijriah. (Tokoh Ali Atturmuzdi ini diakui sebagai wali

100 Dialog Tijaniah 29


masyhur bahkan ada yang mengatakannya sebagai wali autad). Ali
Atturmuzdi mengatakan dalam kitabnya Khatmul Aulia;

“Katanya; Tidak ada yang mengetahui jawaban (150 soal


jawab) itu dengan baik kecuali (dialah) Khatimul Akbar itu”.
Maksudnya orang yang bisa menjawab 150 soal dan jawab itu
dia tahu akan figur Khatmul Aulia itu.
Soal 33
Tolong anda kutipkan diktat 150 soal dan jawab sehubungan
dengan khatmul aulia tersebut.
Jawab;
Diktat yang anda maksudkan itu lengkapnya tercantum dalam
kitab (Futuhatul Makiah) Syekh Mahyuddin Ibnu Araby (yang diakui
oleh Syekh Muhammad Al Magriby sebagai wali besar) Lihat kitab
Siarussalikin 201-3- tentang figur Syekh Muhyuddin itu. Dalam kitab

100 Dialog Tijaniah 30


Aulia, seperti berhaknya Muhamamad SAW sebagai Khatmul Anbia ?.
Jawab; Wali Khatmi itu terbagi dua;
1) Khatmul Wilayah (wali khatmi) yang allah khatamkan
kewalian ummat Muhammad SAW itu kepadanya secara
umum.
2) Khatmul Wilayah (wali khatmi) yang Allah SWT khatamkan
kewalian ummat Muhammad kepada dirinya secara khusus.

A. Khatmul wilayah mutlak dan bersifat umum dijabat oleh nabi


Isa AS (setelah turun kedunia nanti).
B. Khatmul wilayah mutlak dan bersifat khusus dijabat oleh
seseorang berkebangsaan Arab, yang termulia nisbah
keturunannya maupun nisbah derajatnya.
Dia telah lahir (secara rohaniah pada masa Ibnu Araby) dizaman
kita sekarang ini. Pada tahun 595 Hijriah aku diperkenalkan
kepadanya (dibukakan kasyaf). Dan aku melihat tanda-tanda yang
Allah sembunyikan pada dirinya dari kebanyakan pandangan kasyaf
hamba-hamba-Nya. Dan Allah berkenan membukakan tabir mata
batinku hingga aku melihat akan “Khatmul Aulia” itu dikota Fez
Maroko (Magriby). Dia adalah Khatmul Wilayah An Nabawiah
(Khatmul Wilayah yang dilantik oleh Rasulullah SAW).

Yang menjadi pembahasan kita sekarang ini adalah Khatmul


Wilayah poin kedua, yang belum lahir secara (fisik) pada masa Ibnu
Araby.
Soal 34
Tapi apakah tidak mungkin gelar (khatmul aulia) itu terarah
kepada Ibnu Araby sendiri, karena dialah orangnya yang mampu
menjawab 150 soal jawab yang diisyaratkan oleh Syekh Ali
Atturmudzi Al Hakim itu ?.

Jawab;

100 Dialog Tijaniah 31


Ibnu Araby atau Syekh Mahyuddin Ibnu Araby al Andalusi
(Spanyol), beliau adalah pengarang yang handal, banyak sekali
karangan-karangan beliau yang menjadi referensi dunia islam seperti
kitab Fituhatul Makiah, Mawaqiun Nujum,dll. Dari sekian banyak
kitab-kitabnya itu beliau sengaja mengarang sebuah kitab yang
berjudul;
Kitab ini sengaja disusun olehnya sehubungan dengan profil
Khatmul Aulia itu sendiri, beliau mengemas kitabnya tersebut dalam
sebuah judul yang menarik perhatian. Memang itulah kepiawaian
beliau sebagai pengarang yang handal. Pengarang kitab Aqwal Adillah
wal Barahin mengomentari judul kitab tersebut sebagai berikut;

“ Lafadz “Khatmul Aulia” (pada judul kitab) itu adalah dalil


yang nampak atas keberadaan wali khatmi itu”.
Pada judul kitab tersebut tercantum kalimat “Khatmul Aulia”
dan kalimat “Syamsul Magrib” yang menjadi satu rangkaian dalam
sebuah judul kitab yang dikarangnya. Ini menunjukkan bahwa kalimat
khatmul aulia dan kalimat syamsul magrib itu berhubungan yang
mengisyaratkan bahwa Khatmul Aulia itu berasal dari Maroko Fez (Al
Magriby). Lalu kenapa bukan Ibnu Araby yang dimaksud dalam judul
kitabnya tersebut ?, karena Ibnu Araby berasal dari Andalusi Spanyol,
sedangkan orang yang diisyaratkan dalam judul kitab tersebut adalah
berasal dari Al Magriby yang berkebangsaan Arab seperti yang
diterangkan oleh Ibnu Araby pada keterangan sebelumnya. Lihat
kembali kitab Futuhatul Makiah bab 73 soal ke 13.
Keunikan kitab Anqa’u Magrib ini ialah mengisahkan perjalanan
rohaniah Khatmul Aulia yang kala itu belum lahir secara fisik. Pada hal
antara Ibnu Araby dan figur Khatmul Aulia (Syekh Ahmad Attijani Al
Magriby Al Fasy) sekitar 555 tahun.
Soal 35
Selain Ibnu Araby, adakah tokoh lain yang mengisyaratkan
keberadaan figur khatmul aulia ini ?.

100 Dialog Tijaniah 32


Jawab;
Dalam dunia islam kita mengenal seorang tokoh muda, yaitu
Syekh Abd Karim al Jili (lahir 767 H-805 H), dalam kitabnya Insanul
Kamil tokoh ini mengisyaratkan keberadaan Khatmul Aulia sebagai

Allah SWT itu tidak ada batasan bagi-Nya. Tetapi istilah “ Al Khitam”
sudah mewakili atas semua tingkatan maqam Al Muqarrabin. Maka
siapa yang memperoleh semua tingkatan Al Qurbah itu, maka DIA lah
Khatmul Aulia itu, dan dia mewarisi Nabi SAW dalam hal
menyandang gelar (al khitam). Dia juga pemegang maqamul qurbah.
Maqam terpuji yang tidak didahului oleh seorang juapun maqamnya.
Karena dialah yang menduduki maqam kema’rifatan itu”.
A). Khatmul Anbia istilah untuk nabi penutup.
B). Khatmul Aulia istilah untuk wali khatmi.
Syekh Abd Karim al Jili cukup gamblang mengisyaratkan tentang
keberadaan Khatmul Aulia ini, sekalipun jarak antara keduanya sekitar
345 tahun. Syekh Abd Karim al Jili wafat 805 H Syekh Ahmad Attijani
lahir tahun 1150 H.
Soal 36

100 Dialog Tijaniah 33


Adakah tokoh lain selain tokoh-tokoh tersebut yang juga
mengomentari tentang khatmul aulia itu ?. Jawab;
Selain tokoh tersebut Syekh Mustafa Bakry (wafat 1162 H, saat
Syekh Ahmad Attijani berusia 12 tahun), beliau mengisyaratkan
tentang wali khatmi ini dengan menghitung konsonan kabir nama
Rasulullah ( yang menghasilkan angka 314.

menghasilkan angka 314, adapun jumlah nabi dan rasul berjumlah


313. Apabila angka 314 dikurang 313 maka sisanya angka 1 (satu).
Angka (1) satu ini mengisyaratkan maqamul wilayah (maqam wali
khatmi) yang dikhususkan dari wali-wali lainnya yang juga mengikuti
nabi-nabi. Salawat dan salam kepada mereka, terkhusus kepada
Rasulullah SAW”.
Angka 1 (satu) ini merupakan kode atau isyarat kedudukan wali
khatmi dan kesendirin atau ketunggalannya dalam menduduki maqam
tersebut.

Rekapitulasi penghitungan kalimat bisa dilihat dalam tabel


berikut ini;
Tabel 4
Kalimat
Nilai Huruf Nilai Huruf Nilai Huruf Dibaca Huruf
Ke Ke Pertama kalimat

100 Dialog Tijaniah 34


tiga dua

40 10 40

- 1 08

-
40 10 40

40 10 40
30 1 4
150 + 32 + 132 Jumlah 314

Angka 314 - 313 = 1 (satu), angka satu ini yang menunjukkan


dan mengisyaratkan keberadaan Syekh Ahmad Attijani RA yang mana
beliau itu menerima faidhah dan imdadiah dari seluruh nabi dan rasul
secara rohaniah dan madadiah khusus dari Rasulullah SAW. Demikian
menurut pengupasan dari Syekh Mustafa Bakry, dan
katanya lagi;

Dan Allah menghimpunkan bagi Nabi Muhammad itu nur para


nabi-nabi, dan nur hidayah bagi rasul-rasul dan nur hidayah bagi
bagi wali-wali, kemudian Allah mengkhususkan kepada Rasulullah itu
dengan “Nurul Khatmi” , ya’ni Nur Khatmul Anbia”.
Nur Khatmul Anbia adalah sumber utama dari Nur Khatmul
Aulia (sumber madadiah rohaniah).

100 Dialog Tijaniah 35


Ketika wafat Syekh Mustafa Bakry, Syekh Ahmad Attijani berusia
12 tahun. Artinya Syekh Mustafa Bakry sudah mengisyaratkan
keberadaan tokoh wali khatmi ini.

Soal 37
Selain bergelar sebagai wali khatmi, Syekh Ahmad Attijani juga
bergelar wali katmi, kedua gelar tersebut sering disebut secara
bersamaan oleh pengikut tarekat Tijaniah dengan sebutan;

1. Al Katmi artinya wali yang tersembunyi.


2. Al Khatmi artinya wali penutup tingkat kewalian yang
tertinggi.
tersembu
nyi)
penutup
Yang saya tanyakan, siapakah yang memulai dengan kedua
istilah tersebut ?
Jawab;
Yang memulai kedua istilah tersebut ialah Ibnu Araby. Dalam
kitabnya Anqa’u Magrib disebutkan ketika Ibnu Araby dalam keadaan
karam / fana dalam keingintahuannya dengan wali khatmi dan wali
katmi itu, katanya;
Dalam ucapan kefanaannya itu Ibnu Araby menyebutkan kedua
istilah Al Maktum dan Al Khatmi. Akhirnya kedua istilah ini
dikukuhkan oleh baginda Rasulullah untuk Syekh Ahmad Attijani
ketika beliau berjumpa dengan Rasulullah secara jaga. Dan peristiwa
besar ini setiap tahunnya diperingati oleh ikhwan-ikhwat tarekat
Tijaniah dengan sebutan peringatn Idul Khatmi 16 Safar atau
peringatan diangkatnya Syekh Ahmad Attijani sebagai Wali Katmi dan
Wali Khatmi.
Dalam (kefanaan) yang terjadi pada diri Ibnu Araby itu, maka
ucapan yang keluar dari pribadi Ibnu Araby pada hakikatnya adalah
ucapan yang keluar dari hadhrat rohaniah wali katmi dan khatmi pula,

100 Dialog Tijaniah 36


hal ini senada dengan ucapan Syekh Ahmad Attijani dalam sebuah
pernyataanya berikut ini;

“ Aku adalah wali semenjak Adam antara air dan tanah”.


(proses penciptaan).
Kewalian rohaniah yang mendahuli jasadnya itu diberitahukan
lewat figur Ibnu Araby dalam ucapan-ucapan yang tertuang dalam
karangan-karanganya.
Atau paling tidak orang tahu kalau istilah Wali Katmi dan Wali
Khatmi sudah ada sejak Ibnu Araby.

Soal 38
Mungkin ada yang bertanya, kenapa tokoh wali katmi dan
khatmi ini justru ada di Moroko / Magriby, bukannya pada pusatpusat
islam seperti kebanyakan tokoh-tokoh islam lainnya, sehingga
karenanya banyak yang tidak mengetahui akan tokoh tersebut ?.
Jawab;
Itulah rahasia Allah. Bukankah Rasulullah sendiri lahir di kota
Mekkah tapi maqamnya di Madinah. Ibnu Araby dari Spanyol
(Andalusi), padahal semestinya dia berasal dari Mekkah karena dia
pengarang kitab Futuhatul Makiah. Tapi sekali lagi ini adalah rahasia
Allah, kita tidak mampu memahaminya secara sempurna. Dan
mungkin inilah yang dimaksud oleh Ibnu Araby dalam Futuhatul
Makiah-nya, katanya;

“ Dan Allah menjadikannya (ismul khafi / nama yang


tersembunyi) itu di Magriby Maroko, karena di negeri tersebut adalah
tempat rahasia dan tempat ketersembunyian ( . Ialah rahasia
yang tidak diketahui kecuali orang-orang yang khusus”.
Adapun profil wali katmi dan wali khatmi dengan
ketersembunyiannya tentu saja tidak seterkenal seperti waliwali

100 Dialog Tijaniah 37


lainnya seperti wali aqthab, wali anjab, wali nujaba dan lainlain,
apalagi kelahirannya bukan ditempat yang berhubungan langsung
dengan peristiwa keislaman seperti Mekkah dan Madinah.

Soal 39
Dalam hadist Rasulullah pernah menyinggung-nyinggung
tentang negeri cina, yaitu ketika beliau menganjurkan pentingnya
menuntut ilmu. Yang saya tanyakan, adakah Rasulullah menyinggung
tentang negeri Maroko ini dalam hadistnya ?.
Jawab;
Baiklah, kita kembali membuka kitab Ibnu Araby. Dalam
kitabnya Futuhatul Makiah soal ke 136 dia mencantumkan sebuah
dalil yang diakuinya sebagai hadist Rasulullah SAW;

“Senantiasa golongan penduduk Magrib (Maroko) itu, mereka


selalu istiqamah menjalankan agama hingga hari kiamat”.
Menurut keterangan hadist tersebut, mereka dianugerahi gelar
dikarenakan dinegeri merekalah lahirnya
Sayyidul Aulia Al Quthbul Maktum wal Makhtum Asy Syekh Ahmad
bin Muhammad Attijani Al Hasany Al Fasy Al Magriby yang
“mewajibkan” pengamaliahan wiridan tarekat yang beliau bawa
hingga akhir hayat.
Keterangan Tambahan
Kalimat dibawa dengan kalimat isim fail, yang menggambarkan

konsistensi mereka ahlul Magrib dengan agama Allah. Kalimat ( )

diambil sebagai judul buku terbaru saya yang akan datang, insyaAllah. Tolong do’a dari
ikhwan-ikhwat.

Soal 40

100 Dialog Tijaniah 38


Mohon kiranya anda mengupas lebih jelas kronologis kelahiran
Khatmul Aulia itu ?
Jawab;
Insya Allah. Namun untuk lebih akuratnya penjelasan tentang
sejarah kelahiran Khatmul Aulia itu tentu harus diikut sertakan
tokohtokoh yang berkaitan dengan tokoh yang sedang kita bahas ini.

KRONOLOGIS KELAHIRAN WALI KHATMI

225 H-Wafat Syekh Ali Atturmuzdi Al Hakim pengarang kitab


Khatmul Aulia. Kitab Khatmul Aulia ini disebut-sebut pula oleh Syekh
Abd Wahab Asy Sya’rany dalam kitabnya Anwarul Qudsiah hal-154 450 H-
Imam Al Gazali pengarang Ihya.

505 H-Wafat Imam Gazali.

560 H-Syekh Mahyuddin Ibnu Araby pengarang Futuhatul


Makiah dll.

638 H-Wafat Syekh Mahyuddin Ibnu Araby.

767 H-Syekh Abd Karim al Jili pengarang Insanul Kamil, Al


Kahfi war Raqim, dll.
TOKOH-TOKOH ABAD KEDUA BELAS

1130 H-Lahir Syekh Muhammad Samman tokoh tarekat Sammaniah.

1150H-Lahir Syekh Ahmad Attijani tokoh tarekat Tijaniah.


1162H-Wafat Syekh Mustafa Bakry.

1187H-Syekh Muhammad Samman memberi gelar kehormatan kepada


Syekh Ahmad Attijani dengan gelar AL QUTHBUL JAMI.

100 Dialog Tijaniah 39


1189H-Wafat Syekh Muhammad Samman 7 tahun sebelum
terjadinya peristiwa Fathul Akbar.

1196H-Terjadinya peristiwa fathul Akbar, yaitu penganugerahan


tarekat Tijaniah oleh Rasulullah kepada Syekh Ahmad Attijani.

1214H-Syekh Ahmad Attijani memperoleh gelar Al Quthbaniatul


Uzhma dan gelar Wali Katmi dan Wali Khatmi yang
dikukuhkan oleh Rasulullah pada tahun tersebut. Dan pada
tahun itu pula dikarangnya kitab Jawahirul Ma’any oleh Sayyid
Ali Harazim.

1127H-Wafat Syekh Muhammad Arsyad dan dimakamkan di


Kalampaian Martapura.

1230H-Wafat Syekh Ahmad Attijani, Kamis 17 Syawal 1230 H.


Beliau meninggalkan sekian banyak mutiara-mutiara
gemilang yang memancar keseluruh pelosok jagat raya ini.
Salah seorang tokoh tarekat Tijaniah Syekh Ahmad Sukairij
sengaja menghimpun nama-nama tokoh yang pernah
bertemu langsung dengan Syekh Ahmad Attijani dalam
kitabnya Kasyful Hijab.

1265H-Lahir Syekh Yusuf Annabhany pengarang kitab


Afadhallus Salawat, Sa’adatuddarain, Majmu’atun
Nabhaniah dll. Dalam salah satu kitabnya dia mengakui
dengan tegas bahwa ia termasuk dalam pengikut tarekat
Tijaniah, sebagaimana pengakuannya berikut ini;

“Dan bahwasanya aku al hamdulillah termasuk


dalam orang-orang yang mengamalkan tarekat ini.

100 Dialog Tijaniah 40


Aku pernah mengambil semua tarekat yang masyhur
dari syekh-syekh yang mulia, aku mengambil (pula)
tarekat Tijaniah dari Sayyidi Muhammad bin Saudah
al Fasi”.

1315H-Menjelang fajar hari Selasa tanggal 11 Sya’ban Syekh


Yusuf an Nabhany bermimpi melihat astar atau bekas
telapak kaki Nabi SAW dan mimpi ini yang menjadi
motivasi Syekh Yusuf untuk menyusun kitab tentang
fadhilat sandal Nabi SAW. Cerita lengkap mengenai
masalah ini bisa dilihat dalam kitabnya Sa’adatuddarain
hal 481. Tokoh-tokoh pendahulu tarekat Tijaniah
menjadikan astar / bekas telapak kaki Nabi itu dijadikan
sebagai lambang dalam tarekat Tijaniah dengan maksud
tabarrukan dan untuk tujuan menghidupkan ingatan kita
kepada pemilik sandal itu, ya’ni Rasulullah SAW.

1350H-Wafat Syekh Yusuf an Nabhany. Beliau mewariskan 46


kitab karangan dalam berbagai disiplin ilmu. Kitab beliau
yang spesial menghimpunkan tokoh-tokoh dunia islam adalah
kitab Jaamiu’ Karamatil Aulia yang terdiri dari dua jilid
kitab. Dan dalam kitab tersebut dicantumkan pula biografi
Syekh Ahmad Attijani dan tentang perkembangan tarekatnya
pada hal-579.

1423H-Disusunnya buku dialog ini.

Demikian kurang lebihnya kronologis tentang kelahiran Wali


Katmi dan Khatmi Syekh Ahmad Attijani Al Hasany Al Magriby itu.

Soal 41

100 Dialog Tijaniah 41


Ada yang menarik bagi saya, yaitu mengenai Fathul Akbar.
Apakah maksud fathul Akbar itu ?.
Jawab;
Fathul Akbar adalah peristiwa besar yang dialami oleh Syekh
Ahmad Attijani, yaitu pertemuannya dengan Rasulullah secara jaga,
dan disaat itu pula dia menerima serangkaian amaliah berupa istigfar,
salawat dan zikir yang kemudian dinamakan dengan tarekat Tijaniah.
Lihat kembali dialog no 29
Soal 42
Setahu saya cukup banyak orang yang mengaku pernah bertemu
dengan Rasulullah sesudah wafatnya, misalnya seperti tokoh yang
bernama Al Katani, disaat pertemuannya itu dia sempat menanyakan
beberapa amalan, apakah pertemuan seperti Al Katani ini termasuk
dalam kategori Fathul Akbar juga ?.
Jawab;
Benar sekali, orang yang bertemu dengan Rasulullah baik
sewaktu beliau masih hidup atau sesudah wafatnya,
pertemuanpertemuan seperti ini dinamakan dengan Fathul Akbar. Dan
pertemuan dengan Rasulullah itu dibagi dalam beberapa bagian;
A. Bertemu dengan Rasulullah dimasa beliau masih hidup,
seperti para sahabat-sahabatnya. Pertemuan seperti ini
sudah tidak mungkin lagi terjadi sesudah wafatnya beliau.
B. Bertemu dengan Rasulullah sesudah wafatnya beliau ada
ampat macam;
1. Pertemuan didalam mimpi “tanpa” adanya dialog-dialog
dengan beliau.
2. Pertemuan didalam mimpi dan “terjadi” dialog-dialog
seperti yang dialami oleh tokoh Al Katani atau seperti
yang terjadi dengan Syekh Yusuf an Nabhany yang
mengaku pernah berjumpa dengan Rasulullah dalam
mimpi sebanyak 12 kali dan terjadi dialog-dialog. Lihat
kitabnya Sa’adatuddarain bagian akhir.
3. Pertemuan dialam jaga / tidak dalam keadaan tidur
“tanpa” adanya dialog-dialog.

100 Dialog Tijaniah 42


4. Pertemuan dialam jaga / tidak dalam keadaan tidur dan
terjadi dialog-dialog, seperti yang dialami oleh Syekh
Ahmad Attijani atau tokoh lainnya. Dan pertemuan pada
bagian (B) poin 4 ini adalah pertemuan yang tertinggi
untuk kategori bagian (B).
Logikanya jika bertemu dengan Rasulullah secara mimpi saja
sudah diakui kebenarannya oleh hadist Nabi, apalagi pertemuan secara
jaga dan dialog-dialognya. Adapun Fathul Akbar yang sedang kita
bahas sekarang ini ialah pertemuan Syekh Ahmad Attijani dengan
Rasulullah secara jaga dan adanya dialog-dialog. Dan cerita FACE TO
FACE ini dimuat oleh Syekh Ali Harazim dalam kitab Jawahirul
Ma’any hal-51-1-) sebagai berikut;

“Lazimi olehmu tarekat ini tanpa khalwat dan tanpa menjauh


dari manusia”.
Inilah (antara lain) oleh-oleh yang diterima oleh Syekh Ahmad
Attijani dari Rasulullah untuk kita.
Soal 43
Tapi barangkali ada yang berpendapat apa-apa yang
disampaikan oleh Rasulullah sesudah wafatnya tidak sama dengan
apa-apa yang disampaikan beliau sewaktu masih hidup, atau dalam
kata lain ucapannya (sesudah wafat) itu tidak bisa dijadikan hujjah
untuk menetapkan sesuatu ketetapan. Bukankah begitu ?.

Jawab;
Saya sering mendengar anggapan seperti itu, tapi itu adalah hak
mereka. Sehubungan dengan pembahasan kita sekarang menurut
pendapat Umar bin Abd Aziz (dalam kitab Hilyatul Aulia hal-287-5- ),
katanya;

100 Dialog Tijaniah 43


“Sesungguhnya kalian diciptakan untuk kekal. Kalian hanya
berpindah dari satu negeri ke negeri lain”.
Menurut ketarangan tersebut, para aulia dan syuhada itu hanya
berpindah tempat saja, ya’ni berpindah dari negeri dunia ke negeri
akhirat. Maksudnya mereka ini masih hidup dialam barzakh sana.
Logikanya kalau para aulia dan syuhada saja dikatakan hanya
berpindah alam saja apalagi roh para nabi-nabi, lebih-lebih Rasulullah
sendiri tentunya akan lebih mudah lagi jika beliau ingin menemui
ummat-ummatnya sekalipun beliau sudah meninggal wafat. Hal itulah
yang disinyalir oleh Al Baihaqi dalam kitab Al I’tiqad ;

“Nabi-nabi itu sesudah dicabut roh-roh mereka, dikembalikan


lagi roh-roh mereka itu, mereka itu hidup disisi Tuhan mereka seperti
syuhada”.
Oleh karena itu tidaklah mustahil kalau ada diantara ummat
Rasulullah itu yang berjumpa dengan beliau sesudah wafatnya. Bahkan
tidak mustahil pula kalau ada diantara ummatnya yang berjumpa dan
bahkan berdialog dengannya. Hal ini senada dengan yang diterangkan
oleh Al Barizi;

“Sungguh telah mendengar (berita) dari jemaah aulia pada


zamannya dan zaman sebelumnya, bahwasanya mereka (aulia itu)
melihat Nabi SAW dalam keadaan bangun padahal Rasulullah sudah
wafat”.
Menurut keterangan dalam beberapa kitab, tokoh yang mengaku
berjumpa dengan Rasulullah seperti antara lain adalah Syekh Abd

100 Dialog Tijaniah 44


bersabda kepadaku; Hai anakku kenapa engkau tidak berbicara ?.
Jawab Syekh Abd Kadir Al Jailani;Ayahku (dengan nada meratap)
saya adalah orang ajam, bagaimana saya berbicara dengan
orangorang Bagdad yang fasih berbicara ?. Kata Nabi; Bukalah
mulutmu, lalu Rasulullah meludahi mulut Syekh Abd kadir Al Jailani
sebanyak tujuh kali. Kemudian Rasulullah bersabda;Berbicaralah
kepada manusia, dan ajaklah manusia kejalan Tuhan dengan hikmah
dan nasehat yang baik”.
Sesudah salat dhuhur berkumpullah sekian banyak orang
mengelilingi Syekh Abd Kadir Al Jailani untuk mendengarkan
petuahpetuahnya.
Selain Syekh Abd kadir Al Jailani banyak lagi tokoh-tokoh lain
yang mengaku pernah berjumpa dengan Nabi SAW, mereka itu antara
lain ialah;
1. Syekh Abu Mayan Al Magriby.
2. Syekh Abdur Rahim Al Qanawi.
3. Syekh Musa Az Zawawi
4. Syekh Abul Hasan Asy Syazali
5. Syekh Abul Abbas Al Mursi
6. Syekh Abu Su’ud bin Abil Asya’ir
7. Syekh Ibrahim Al Matbuli
8. Syekh Jalaluddin As Sayuthi
9. Syekh Ahmad Az Zawawi
10. Syekh Sayyid Ali Al Khawash
11. Syekh Sayyid Ahmad Ar Rifa’I
12. Syekh Ahmad Attijani.
13. Dll.

100 Dialog Tijaniah 45


Bahkan ada diantara mereka seperti Syekh Abul Abbas Al Mursi
pernah berkata;

“Jika sekiranya Rasulullah itu terdinding dariku walaupun satu


sa’at, maka aku golongkan diriku sebagai orang yang tidak muslim”.
Andaikan pertemuan seperti yang kita bicarakan ini tidak benar,
tentu mereka tidak seberani itu mempertaruhkan iman mereka. Alhasil
ucapan-ucapan Rasulullah sesudah wafatnya (menurut kami) tetap
dianggap sebagai hadist, karena tidak satu ayat pun yang menyatakan
kenabiannya dicabut sebab kewafatannya. Artinya ucapan Rasulullah
(yang sudah wafat) tidak menghilangkan sifat ke”hadist”annya, oleh
karena itu banyak yang meyakininya dan menjadikannya sebagai
hujjah.
Soal 44
Saya pernah mendengar celotehan yang mengatakan bahwa
tarekat (Tijaniah) yang dibawa oleh Syekh Ahmad Attijani itu
tergolong baru, bahkan ada yang menganggap (tarekat ini)
menyimpang dari syariat yang ada, tanggapan anda ?
Jawab;
Mengenai hal tersebut Syekh Ahmad Attijani
sudah
mengantisipasinya sebagaimana komentarnya berikut ini;

“ Apabila kalian mendengar sesuatu dariku, maka cocokkanlah


(dulu) dengan syariat yang ada, jika cocok amalkan, jika tidak, maka
tinggalkan”.
Ucapan dari Syekh Ahmad Attijani ini merupakan tantangan
untuk kita, tantangan untuk memperluas pemahaman maupun
pendalaman keagamaan, dengan demikian seseorang tidak mudah
memvonis secara sepihak kepada lawan fahamnya yang bisa berakibat
seseorang itu termasuk kedalam yang dimaksud oleh firman
100 Dialog Tijaniah 46
Allah berikut ini;

“Yang sebenarnya mereka mendustakan apa yang mereka belum


mengetahuinya dengan sempurna padahal belum datang kepada
mereka penjelasannya”.
Parahnya lagi orang-orang awam bisa terpengaruh karena
penilaian-penilaian negatif dari pihak-pihak tertentu terhadap tarekat
Tijaniah, padahal mereka belum mengetahui secara lebih mendalam
tentang tarekat Tijaniah.
Soal 45
Secara kronologis, antara kelahiran Syekh Muhammad Samman
dan kelahiran Syekh Ahmad Attijani hanya terpaut sekitar 20 tahun
saja. Apakah benar kedua tokoh ini pernah bertemu ?.
Jawab;
Benar mereka pernah bertemu, bahkan pernah bermudzakarah
tentang masalah keagamaan, tidak itu saja, malah Syekh Ahmad
Attijani diberi gelar kehormatan oleh Syekh Muhammad Samman
sebagai Al Quthbul Jami sekitar tahun 1187 H, dua tahun kemudian
Syekh Muhammad Samman wafat.

Soal 46
Apakah pemberian gelar (Al Quthbul Jami) itu sebelum atau
sesudah memperoleh gelar wali katmi dan khatmi ?
Jawab;
Pelantikan Syekh Ahmad Attijani (sebagai wali katmi dan
khatmi) itu terjadi 27 tahun setelah gelar Al Quthbul Jami. Untuk lebih
jelasnya lihat tabel berikut ini;

Tabel 5
No Gelar Dari Tahun Untuk
Al Quthbul Syekh
1 Muhammad 1187 H Syekh Ahmad Attijani
Jami Samman

100 Dialog Tijaniah 47


Wali katmi
2 Rasulullah 1214 H
dan khatmi

Soal 47
Kedua gelar (wali katmi dan khatmi) itu cukup jelas pada
penjelasan sebelumnya, namun saya minta keterangan tambahan
sehubungan dengan kedua gelar tersebut ? Jawab;
Baiklah, sekarang akan saya kutipkan keterangan dari Syekh
Husen Hasan tentang kedua gelar tersebut yang berasal dari

tanpa adanya (kemungkinan) ta’wil, bahwasanya Rasulullah SAW


menghabarkan kepadanya dalam keadaan tidak tidur, bahwa
sesungguhnya dia (Syekh Ahmad Attijani) itu adalah WALI KHATMI
ummat Muhammad yang maqamnya itu tidak ada yang melebihi dia
dalam tingkatan kema’rifatan kepada Allah SWT. Dan hal itu
diketahui oleh semua wali aqthab yang siddiqin”.
Dari keterangan tersebut diatas maka jelas bahwa kedua gelar
(Wali Katmi dan Wali Khatmi ) itu bersumber dari Rasulullah SAW
yang diterimanya dalam keadaan tidak tidur, katanya lagi;

“Rasulullah menghabarkan kepadaku, bahwa akulah AL


QUTHBUL MAKTUM yang kuterima dari beliau secara tidak tidur”.
Tokoh tarekat Tijaniah menyatukan kedua gelar tersebut sebagai
berikut;

100 Dialog Tijaniah 48


A. Wali Maktum = Wali Katmi.
B. Wali Makhtum = Wali Khatmi.
Disingkat dengan Wali Katmi dan Khatmi.
Soal 48
Bisakah lebih diperjelas lagi arti wali katmi dan khatmi itu ?
Jawab; Arti kalimat “wali katmi” itu
ialah wali yang ketinggian maqamnya disembunyikan oleh Allah dari
pandangan kasyaf hambahamba-Nya kecuali hanya Allah dan
Rasulullah saja yang diberitahu

itu ?. Jawabnya; Arti Wali Maktum itu ialah wali yang Allah
sembunyikan ketinggian maqamnya dari pengetahuan hamba-
hambaNya, kecuali hanya Rasulullah saja yang mengetahui hal ihwal
ketinggian maqamnya itu. Dan (wali katmi) inilah yang
menghimpunkan kemuliaan yang dimiliki oleh hadhrat wali-wali
semuanya. Dan wali (maktum) ini pula yang menjadi perentara antara
roh-roh nabi-nabi dan roh-roh para wali-wali. Maka setiap wali-wali
Allah yang tinggi martabatnya hingga yang rendah mereka tidak
menerima langsung limpahan dari para nabi-nabi melainkan melalui
perentara wali katmi ini tanpa disadari mereka”. Adapun arti “Wali
Makhtum” itu ialah;

100 Dialog Tijaniah 49


“Wali Khatmi itu ialah wali yang menerima semua bentuk
limpahan-limpahan ) dari zat nabi-nabi kemudian
melimpahkannya kepada wali-wali”.

dianugerhakan oleh Rasulullah kepada Syekh Ahmad Attijani pada


tahun 1214 H. Peristiwa penganugerahan tersebut biasanya diperingati
oleh ikhwan-ikhwat tarekat Tijaniah setiap tahunnya yang dikenal
dengan sebutan Idul Khatmi Li Syekh Ahmad bin Muhammad Attijani
RA.
Soal 49
Pada dialog sebelumnya anda menyebutkan tahun pelantikan
Syekh Ahmad Ahmad Attijani sebagai wali katmi dan khatmi, yaitu
pada tahun 1214 H. Bukankah pada tahun itu pula dikarangnya kitab
Jawahirul Ma’any oleh Sayyid Ali Harazim, tapi kenapa Sayyid Ali
Harazim tidak mencantumkan agenda (pelantikan) tersebut dalam
kitabnya ?
Jawab;

100 Dialog Tijaniah 50


Begini, pelantikan Syekh Ahmad Attijani itu terjadi pada bulan
Muharram dan pada tanggal 18 Safar 1214 H. Sedangkan waktu itu
penyusunan kitab Jawahirul Ma’any sudah memasuki tahap
perampungannya saja lagi sehingga Sayyid Ali Harazim tidak banyak
memuat cerita tentang wali katmi dan khatmi itu dalam kitabnya
Jawahirul Ma’any, kecuali hanya sedikit saja beliau mencantumkan
tentang Al Khatmi dan Al Maktum itu pada hal 84-2 dan hal 90-2-).
Mungkin karena sedikitnya cerita tentang Al KATMI dan AL
KHATMI itu (dalam Jawahirul Ma’any) maka pencetakan kitab Rimah
dijadikan satu dengan kitab Jawahirul Ma’any yang dicetak
disampingnya sebagai bunus bagi yang membeli kitab Jawahirul
Ma’any. Selain kitab tersebut, ada pula kitab yang bernama Aqwal
Adillah wal Barahin yang isinya tidak kalah serunya dengan kitabkitab
Tijaniah lainnya. Kitab tersebut lebih luas lagi penjelasan tentang al
katmi dan al khatmi. Silahkan anda menyimaknya.
Soal 50
Pada pembicaraan sebelumnya anda menyebutkan peringatan
Idul Khatmi, bersediakah anda mengupasnya lebih detail ?
Jawab;
Peringatan tersebut dinamakan peringatan Idul Khatmi yang
biasanya diselenggarakan pada tanggal 18 Safar setiap tahun.
Peringatan tersebut bertujuan untuk mengenang kembali peristiwa
yang dialami oleh Syekh Ahmad Attijani, yaitu peristiwa
penganugerahan gelar Al Katmi dan Al Khatmi dari Rasulullah untuk
Syekh Ahmad Attijani. Peringatan ini sekaligus sebagai pertemuan
tahunan antar ikhwan-ikhwat dan juga kaum muslimin pada umumnya.
Dalam acara tersebut biasanya dibacakan kitab manakiban / atau kitab
biografi dari Syekh Ahmad Attijani, kitab-kitab yang sering dibacakan
dalam acara tersebut ialah seperti; 1) Al Faidhur Rabbany.
2) Mathali’ul Jamal.
3) Al Fathur Rabbany.
4) Dll.
Hikmah yang bisa diambil dari acara pertemuan seperti itu ialah
untuk mempererat tali silaturrahmi dan memperkokoh persatuan dan

100 Dialog Tijaniah 51


kesatuan beragama dan bernegara. Target yang ingin digapai adalah
agar senantiasa termasuk kedalam yang dimaksud dalam hadist Nabi;

“Dan jamaah itu (menyebabkan) turunnya rahmat”.


Acara peringatan hari-hari besar islam berfungsi untuk
mengantisipasi atau paling tidak bisa mengimbangi arus informasi atau
tayangan-tayangan yang tidak mendidik yang bisa merusak generasi-
generasi penerus kita yang akan datang. Sabda Rasulullah;

“ Bahwasanya Allah Azza wa Jalla menjauhkan akan bala’


dengan (sebab) orang mu’min yang saleh itu 100 buah rumah
jirannya”.
Menurut hadist tersebut, Allah akan menjauhkan bala bencana
diwilayah yang dihuni oleh orang yang saleh itu sebanyak 100 buah
rumah jiran disekitarnya. Itu baru satu orang saleh saja, apalagi kalau
sekian banyak orang yang saleh berkumpul disuatu tempat dan
mengadakan acara keagamaan seperti ceramahan, pengajian,
hailalahan, maka tentu hikmat yang diperoleh mereka akan lebih besar
lagi.
Soal 51
Selain pertemuan tahunan, ada juga pertemuan mingguan, yaitu
pertemuan setiap sore hari Jum’at. Tolong anda jelaskan kegiatan
apakah yang dilaksanakan pada waktu itu ?.
Jawab;
Kegiatan yang anda maksudkan itu adalah kegiatan amaliah rutin
setiap sore hari Jum’at, atau lazim disebut dengan hailalah sore hari
Jum’at.
Kegiatan ini termasuk dalam rangkaian wirid lazim yang wajib
dilaksanakan oleh segenap ikhwan-ikhwat tarekat Tijaniah dimanapun
mereka berada kecuali jika ada udzur syar’i. Hal ini ditegaskan dalam
kitab Fathurrabany hal 61.

100 Dialog Tijaniah 52


“ Diantara wirid-wirid lazim yang diamalkan dalam tarekat
(Tijaniah) ini ialah melaksanakan HAILALAH / dzikir berjamaah
sesudah salat asar hari Jum’at, jika dikampung itu ada ikhwan, maka
ia wajib berjamaah”.
Kegiatan (hailalahan) ini dimulai sekitar jam 17.15 WITENG /
waktu setempat, atau sekitar 1,26 jam sebelum memasuki waktu
magrib.
Ukuran waktu standar pelaksanaan wadzifah dan Hailalah sore
hari Jum’at itu ialah dengan cara menghitung konsonan kalimat pada
sya’ir berikut ini;

“ Berhailalah lah kamu sedikit waktu setelah salat asar (hari


Jum’at).
Kalimat ini ternyata bisa dijadikan bahan ukuran untuk
mengukur waktu dalam pelaksanaan wadzifah dan hailalah sore hari
Jum’at, penghitungannya lihat tabel berikut;

Tabel 6
Kalimat Huruf Nilai Jumlah
2 86 poin
70
10

100 Dialog Tijaniah 53


4
Dibaca Jumlah 86

Angka (86) ini menunjukkan angka waktu dalam pelaksanaan


wadzifah dan hailalah sore hari Jum’at. Angka 86, sama dengan 1,26
jam atau 86 menit.
Soal 52
Andaikata ada diantara jemaah itu yang belum bertalkin
(tarekat), numun dia ingin ikut serta dalam kegiatan amaliah sore hari
Jum’at bagaimana ?.
Jawab;
Tentu saja boleh, jemaah tarekat Tijaniah itu terbuka kepada
sipapun yang ingin turut serta dalam kegiatan yang mereka
selenggarakan. Jemaah ini tidak menutup diri baik dalam mu’amalah
dan mu’asyarah, apalagi dalam amaliahnya. Karena setiap orang yang
islam itu tentu mempunyai komitmen bersama yaitu persatuan dan
kesatuan, sebagaimana tersebut dalam firman Allah;

“ Dan berpegang teguhlah kamu kepada tali (agama ) Allah,


dan janganlah bercerai berai”.
Misi tarekat Tijaniah berupaya untuk mewujudkan persatuan dan
kesatuan sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah dalam ayat
tersebut.
Oleh karena itu ikhwan-ikhwat tarekat ini selalu terbuka dalam
berbagai kegiatan yang diselenggarakan. Karena dengan adanya
kegiatan kelompok, tentu akan lebih mudah dalam menyampaikan
segala pesan-pesan keagamaan. Hal ini senada dengan petuah yang
disampaikan oleh Syekh Ahmad Attijani dalam pesannya berikut ini;
- -
-
Tarekat kita ini adalah tarekat yang memberi nasehat, bukan
tarekat yang menipu dan berkhianat”.

100 Dialog Tijaniah 54


Soal 53
Selain itu apakah boleh dalam tarekat Tijaniah menggunakan
kitab-kitab yang umum dipelajari oleh kuam muslimin, umpamanya
seperti kitab Imam Al Gazali, misalnya. Atau ada kitab-kitab tertentu
yang dipelajari oleh aliran tarekat ini ?.
Jawab;
Pada hakikatnya kitab-kitab yang dipelajari oleh segenap kaum
muslimin itu dilandasi oleh dalil yang sama, ya’ni Al Qor’an dan Al
Hadist. Jadi tidak ada larangan untuk mempergunakan kitab-kitab yang
dikarang oleh ulama-ulama non Tijaniah dan sejauh menyangkut
masalah adabiah, adapun apabila sudah masuk dalam masalah tarekat
maka (ikhwan-ikhwat tarekat Tijaniah) harus mengacu kepada
kitabkitab tertentu dalam tarekat Tijaniah, seperti kitab;

Kitab-kitab tersebut sangat gamblang dalam membicarakan


masalah tarekat Tijaniah dan aturan-aturannya.
Soal 54
Ada yang beranggapan bahwa kitab-kitab tarekat Tijaniah itu
dikarang dimasa sekitar abad ke 12 atau pada masa Syekh Ahmad
Attijani itu sendiri, sehingga kecenderungan pulik lebih banyak
kepada kitab-kitab yang sudah mendominasi dunia islam seperti kitab
Al Gazali dll. Bagaimana tanggapan anda ?.
Jawab;
Kitab-kitab yang dikarang pada masa abad ke 12 itu sangat
banyak sekali. Tokoh islam yang mengarang kitab pada masa sekitar
abad ke 12 itu antara lain adalah;
1) Syekh Muhammad Arsyad (1112-1227H), mengarang 11
macam kitab, yang paling terkenal kitab Sabilal Muhtadin
(fiqih).

100 Dialog Tijaniah 55


2) Syekh Muhammad Samman (1130-1189H), mengarang kitab
Igastatul Lahfan (pokok ilmu tasawuf)
3) Syekh Ahmad Abd Lathif (1276-1334H), mengarang kitab
fiqih Riadhur Wardiah dan Fathul Jawwad.
4) Syekh Yasin Padang, banyak mengarang kitab antara lain Al
Arba’in (hadist). 5) Dan lain-lain.
Mereka adalah pengarang-pengarang handal yang banyak
andilnya dalam dunia islam. Buah tangan mereka menjadi referensi
kaum muslimin diberbagai belahan bumi ini. Dan tentu saja
kepiawaian mereka (dalam karang mengarang) tidak diragukan lagi.
Hal inilah yang dikomentari oleh Syekh Ahmad Attijani dalam kitab
Jawahirul Ma’any hal 115-2-)

“Ketahuilah olehmu bahwasanya nash yang jelas, dan kasyaf


(keterbukaan) yang shahih adalah bimbingan dari bimbingan
Rasulullah yang tidak pernah berselisih dan tidak ada batasan waktu
dan materinya. Keduanya (nash yang jelas dan kasyaf yang shahih)
adalah satu kesatuan. Karena nash yang jelas itu berasal dari Nabi
Muhammad SAW baik Al Qor’an dan Al Hadist”.
Komentar dari Syekh Ahmad Attijani ini menggambarkan
ke”akurat”an kitab-kitab yang disusun oleh ilmuan-ilmuan islam kita
itu, walaupun kitab-kitab tersebut disusun pada masa abad ke 12.
Demikian pula dengan kitab-kitab tarekat Tijaniah yang disusun
disekitar abad tersebut. Adapun kemana kecenderungan publik itu
adalah hak mereka.
Soal 55
Anda sudah menyebutkan pengarang-pengarang abad ke 12
dengan karangan mereka, kecuali karangan dari Syekh Ahmad
Attijani yang belum anda sebutkan !.

100 Dialog Tijaniah 56


Jawab;
Syekh Ahmad Attijani via sekretaris pribadinya (Sayyid Ali
Harazim dan ashhab Syekh yang lainnya) sangat banyak sekali
membuahkan karangan-karangan ilmiah keagamaan, antara lain, kitab
Jawahirul Ma’any, Bugyatul Mustafid, Gayatul Amany, dll.
Kesemuanya adalah buah tangan orang-orang terdekat Syekh Tijani
yang langsung mengutip dari sumber aslinya dan dicatat menjadi
lembaran-lembaran kitab.

Soal 56
Pada dialog sebelumnya (no 50), anda menyebutkan buku
manakib Syekh Ahmad Attijani. Adakah mankib selain yang anda
sebutkan itu ?.
Jawab;
Selain kitab yang saya sebutkan itu ada, antara lain yaitu;

Ketiga macam kitab tersebut tentu saja mengisahkan tentang


sejarah perjalanan Syekh Ahmad Attijani dan aturan-aturan lengkap
dalam mengamalkan tarekat yang dibawanya.

Soal 57
Kalau boleh tau, apa sajakah syarat atau aturan-aturan yang
ada dalam tarekat Tijaniah itu ?.
Jawab;
Syarat utama dan wajib dalam tarekat Tijaniah itu antara lainya
yaitu;
1) Taqwa dhahir dan batin kepada Allah dengan mengikuti
sunnah Rasulullah SAW.
2) Melazimkan salat lima waktu tepat pada waktunya, dan
upayakan dengan berjamaah

100 Dialog Tijaniah 57


3) Tidak menziarahi wali/syekh yang non Tijaniah, baik yang
masih hidup atau sudah meninggal secara mutlak, tapi wajib
tetap menghormati mereka sesuai dengan anjuran syara’.
4) Tidak menggabungkan tarekat (Tijaniah) ini dengan tarekat
lain.
5) Bersedia mengamalkan tarekat ini sampai akhir hayatnya.
Kelima syarat tersebut adalah syarat yang mutlak yang wajib
ditaati oleh segenap ikhwan-ikhwat tarekat Tijaniah.
KETERANGAN TAMBAHAN
MENGENAI SYARAT-SYARAT DALAM TAREKAT TIJANIAH
1. Syarat pertama (melazimkan……berjamaah), syarat ini jangan disalah artikan dengan;
apabila tidak masuk tarekat Tijaniah maka salat lima waktu tidak wajib, atau diartikan
dengan arti yang menyalahi syariat.
2. Syarat kedua (Taqwa dhahir dan batin), jangan diartikan bahwa hanya tarekat
Tijaniah saja yang menganjurkan ketaqwaan itu kepada ikhwan-ikhwatnya, tidak
bertarekat pun ketaqwaan itu tetap wajib dilaksanakan oleh segenap kaum muslimin.
3. Syarat ketiga (Tidak menziarahi……syara”), syarat ketiga ini seringkali dijadikan
senjata untuk menyerang tarekat Tijaniah. Padahal tarekat Tijaniah bukan satusatunya
tarekat yang melarang ziarah, Syekh Abd Wahab Asy Sya’rany dalam kitab Anwarul
Qudsiah nya menyatakan;

“ Dan diantara hal (adabiah) murid itu ialah janganlah ia menziarahi seseorang dari
wali-wali masanya kecuali dengan izin dari syekhnya,(baik izin yang jelas atau secara sidiran),
walaupun yang diziarahi itu termasuk sahabat dari syekhnya. Karena syarat murid (tarekat)
itu bahwa jangan ada syekh lain kecuali syekh yang tunggal”.

“Apabila murid (tarekat ) itu tidak melihat syekhnya itu cukup baginya dari yang
lainnya, maka ia telah mengangkat yang lain itu sebagai syekhnya”.
Kata Ibnu Araby yang dikutip oleh Syekh Abd Wahab Asy Sya’rany dalam Anwarul
Qudsiah nya hal 194, katanya;

“Ada berapa banyak murid-murid tarekat (tarekat)itu yang rusak akibat mereka
melakukan ziarah, kemudian akhirnya mereka memisahkan diri dari syekh (tarekat)nya dan
(bahkan) jadilah mereka seperti terdinding kepada syekhnya dan kepada ikhwan-ikhwanya”.
Katanya lagi;

100 Dialog Tijaniah 58


“Hindarilah menserikatkan kecintaan terhadap syekh kalian itu akan yang lain dari
para masya’ikh”
Kecintaan kepada syekh tidak boleh digabung dengan kecintaan kepada syekh yang
lain. Memang benar pendapat mereka itu. Al Qor’an surat Al Ahzab - 4 - melarang seseorang
yang mendua hati itu;

“Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya”.
Ma’na dari ayat tersebut oleh Imam Al Qurthabi diperjelas dengan tafsirnya;
“Tidak berhimpun dua keyakinan yang berbeda dalam hatinya”.
Seperti itu pula kiranya tidak berhimpunnya dua syekh yang berbeda tarekatnya dan
tidak berhimpun dua macam tarekat yang dipegangnya.
Dalam surat Az Zumar ayat 29 ditegaskan;

Allah membuat perumpamaan (yaitu) seorang laki-laki (budak) yang dimiliki oleh
beberapa orang yang berserikat yang dalam perselisihan dan seorang budak yang menjadi
milik penuh dari seorang laki-laki saja (saja); Adakah kedua budak itu sama halnya ?. Segala
puji bagi Allah tapi kebanyakan mereka tidak mengetahuinya”. Ibnu Katsir menafsirkan ayat
tersebut sebagai berikut;

Maksudnya; Mereka saling tarik menarik terhadap seorang hamba yang


menserikatkan mereka itu. Dan seorang budak yang selamat atau ikhlash hanya dimiliki oleh
seorang saja”.
Dari beberapa keterangan diatas, bisa dipahami jika seseorang itu;
A. Ziarah ketempat wali-wali non Tijaniah atau
B. Menggabungkan beberapa syekh tarekat, atau
C. Mengamalkan beberapa tarekat,
maka yang akan terjadi adalah saling tarik menarik antara beberapa syekh yang
diserikatkannya itu. Itulah antara lain alasan pemegang tarekat Tijaniah itu tidak melaksanakan
ketiga hal tersebut.
Kesemuanya ini dilakukan karena menjunjung tinggi adabiah terhadap syekh
tarekatnya.
4. Syarat keampat (tidak mengabungkan …tarekat lain),alasan tidak mengabung tarekat
lihat keterangan diatas dan lihat kembali jawaban soal ke 10.
5. Syarat kelima (bersedia…….akhir hayatnya), syarat kelima ini dalam bentuk
perjanjian (nazar) yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan nilai dari amaliah
itu sendiri sehingga (amaliah yang semula bernilaikan pahala sunnah) naik
derajatnya menjadi nilai pahala wajib, hal ini senada dengan bunyi hadist Rasulullah
SAW berikut ini;

100 Dialog Tijaniah 59


“Barangsiapa bernadzar untuk mentaati Allah maka ia wajib untuk mentaati-Nya, dan
barang siapa yang bernazar untuk ma’siat kepada-Nya maka ia tidak wajib
melaksanakannya”.
Sistem (pewajiban) yang ada dalam tarekat Tijaniah itu bertujuan untuk menggapai
target (nilai plus) dengan harapan termasuk kedalam kategori nazar ta’at yang dimaksud dalam
hadist tersebut.
Soal 58
Kenapa harus dengan syarat pula untuk memasuki tarekat
Tijaniah itu ?.

Jawab;
Sebelumnya (pada jawaban dialog no 18) sudah saya jelaskan
mengenai tujuan dari persyaratan-persyaratan itu. Persyaratan yang ada
dalam tarekat Tijaniah itu adalah untuk mengevaluasi colon ikhwan-
ikhwat itu agar mereka tidak mudah mengabaikan wiridan yang sudah
diterimanya dari syekhnya. Menurut kaidah ushuliah dirumuskan;

“ Manakala tertolak syarat, tertolak pula yang disyarati”. (yang


dituju).
Soal 59
Mungkin ada yang menunda keinginannya untuk masuk tarekat
Tijaniah dikarenakan adanya persyaratan tersebut ?
Jawab;
Tidak mesti demikian, karena syarat-syarat seperti perintah
melaksanakan salat, perintah untuk bertaqwa kepada Allah,
kesemuanya sudah ada jauh sebelum adanya tarekat Tijaniah. Syekh
Ahmad Attijani berupaya (dengan syarat-syarat itu) untuk lebih
mempahamkan, mendalami islam melalui wadah yang dinamakan
dengan tarekat, beliau tidak membawa syariat yang baru.

“ Karena bahwasanya wali itu sama sekali tidak membawa


syariat yang baru, hanyasanya ia membawa faham yang baru (yang

100 Dialog Tijaniah 60


diambil dari) kitab Al Qor’an dan Al Hadist yang tidak diketahui
seseorang sebelumnya”.
Soal 60
Selain syarat-syarat itu, apakah ada ketentuan-ketentuan yang
lain ?.
Jawab;
Selain syarat, ada juga yang dinamakan dengan rukun-rukun.
Syarat diperuntukkan bagi calon ikhwan-ikhwat hingga ia menjadi
ikhwan aktif. Adapun rukun adalah semua yang menyangkut masalah
adabiah, tata tertib, dan lain-lainya. Masalah ini bisa dipelajari dalam
kitab antara lain, Fathur Rabany, Rimah, Munyatul Murid Jawahirul
Ma’any Dll.
Jadi syarat dan rukun dalam mengamalkan wiridan tarekat
Tijaniah itu adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara
keduanya.
Soal 61
Bagaimana kalau ketinggalan syarat atau rukunnya ?.

Jawab;
Kalau;
A. Tidak memenuhi syarat maka tidak bisa ditalkin, adapun
kalau
B. Ketinggalan rukun maka wajib mengulangi bacaannya, kalau
C. Terjadi pelanggaran maka wajib talkin ulang. Soal 62
Padahal nampaknya waridan tarekat Tijaniah ini sederhana
saja tapi syaratnya cukup ketat ?
Jawab;
Sekilas memang sederhana saja, hanya terdiri dari;
1. Istigfar 100 x
2. Salawat 100 x Materi wirid lazim
3. Dzikir 100 x pagi dan sore

Jumlah yang dibaca 300 x


100 Dialog Tijaniah 61
Ketiganya dinamakan dengan wirid lazim pagi dan wirid lazim
sore, karena membacanya sesudah salat subuh dan sesudah salat asar.
Selain wirid lazim tersebut ada juga wirid lazim harian yang
dinamakan Wazdifah Yaumiah, karena membacanya wajib 1 x dalam
24 jam.
Bacaannya terdiri dari;
1. Istigfar wazdifah 30 x
2. Salawat Al Fatih 50 x
3. Kalimatul Ikhlash 99 + 1 x
4. Jauharatul Kamal 12 x
Jumlah yang dibaca 192
Wirid Lazim Pagi dan Wirid Lazim Sore dan Wazdifah dan
Hailalah Sore Jum’at kesemuanya adalah wirid lazim yang wajib
diamalkan secara rutin oleh setiap ikhwan-ikhwat tarekat Tijaniah.
Adapun yang menjadi nilai tambah dari kesederhanaan wiridan tarekat
(Tijaniah) ini ialah susunan materinya berasal dari Rasulullah untuk
Syekh Ahmad Attijani dalam keadaan jaga / tanpa tidur, sekaligus
menugaskannya untuk menyampaikan wiridan ini kepada yang
menginginkannya.

“ Pandanglah orang yang mengucapkannya, jangan pandang


ucapannya”.
Justru karena memandang sumber asal datangnya wiridan inilah
maka perlu adanya evaluasi kepada semua calon ikhwan-ikhwat yang
ingin mengamalkan wiridan tarekat Tijaniah ini.

Soal 63
Kalau diizinkan saya ingin tau rangkaian sanad tarekat
Tijaniah ini.
Jawab;

100 Dialog Tijaniah 62


Rangkaian sanad tarekat Tijaniah ini cukup banyak
cabangcabangnya untuk di Indonesia. Yang terdekat dari semua
rangkaian

Sa’adatil Abadiah hingga sanad no 5. Adapun Syekh KH Ahmad


Ansari Banjarmasin mengambil ijazah dari (sanad no 5) Al Hafidhul
Musnad Al Alimul Allamah Sayyid Idris Al Iraqi Attijani ketika di
Mekkah dan di Maroko.
Soal 64
Seberapa pentingkah ikhwan-ikhwat tarekat itu mengetahui
sanad tarekatnya itu ?
Jawab;
Mengetahui atau menghafal sanad (bagi pengamal) tarekat itu
perlu, bahkan wajib diketahui.
Karena sanad itu merupakan pertalian (madadiah) dan sebagai
tanda kesahihan seseorang sebagai pengikut tarekat;

“ Sepantasnya bagi murid (tarekat) itu mengetahui sanad syekh


yang mentalkinnya hingga Rasulullah SAW”.
Manfaatnya murid tarekat itu mengetahui sanad tarekatnya ialah,
sanad itu ibarat tali penghubung yang menyalurkan saluran madadiah
kepada dirinya.

100 Dialog Tijaniah 63


Oleh sebab itu kalangan ahli sufi menganjurkan ketika akan
memulai berzikir untuk menghubungkan dirinya dengan sanad yang
ada diatasnya, yaitu dengan cara membayangkan seakan-akan dia
berada dihadapan Syekhnya atau (lebih afdhal) Rasulullah (sebagai
rabithah rohaniah), untuk menyampaikan dirinya kepada Allah.
Karena dengan rabithah itu insya Allah akan timbul rasa kecintaan
terhadap mereka (sanad) itu, hal ini senada dengan yang diungkapkan
oleh Syekh Muhammad bin Abu Ayyub Az Zara’i dalam kitab
Raudhul Muhibbin hal 66.

“Tidak terjadi dengan yang dicintai itu dari sifat (keindahan)


yang membawa kepada kecintaan kepadanya, dan tidak terjadi dengan
yang mencintai itu dari perasaan (kecintaan) dengan si pemilik sifat
itu tadi, dan (hal) yang bisa membawa kecintaan antara keduanya
ialah rabithah (ikatan ) antara keduanya”.
Maksud dari ungkapan Syekh Muhammad bin Abi Ayyub
tersebut ialah keindahan yang dimiliki oleh si A bisa saja tidak
menimbulkan kecintaan dari si B, atau sebaliknya, perasaan (cinta)
yang ada dalam hati si B, bisa saja tidak tertuju kepada si A, karena
keduanya tidak saling kenal atau tidak ada ikatan. Yang bisa
menimbulkan perasaan kecintaan diantara keduanya ialah rabithah
(ikatan).
Rabithah ini sekaligus untuk memperkuat tali hubungan dengan
sanad yang ada diatasnya.
Memang diantara saudara-saudara kita yang lain masih ada yang
mempermasalahkan masalah rabithah ini, karena dikiranya yang
dirabithahkan itulah objek yang harus diingat saat berzikir. Padahal
kita semua tau kalau arti rabitahah itu adalah ikatan, bukan tujuan ?.

100 Dialog Tijaniah 64


“ Hendaklah kamu beserta orang yang beserta Allah niscaya
kamu akan sampai”.
Soal 65
Sebagaimana lazimnya sanad-sanad tarekat yang lain, yang
mencantumkan nama Jibril hingga Allah SWT, tapi tidak demikian
dengan tarekat Tijaniah, kenapa demikian ?
Jawab;
Semua tarekat bersumber dari sumber yang sama, berdalil
dengan dalil yang sama pula. Apa-apa yang berasal dari Rasulullah
sudah mendapat restu dari Allah, sebagaimana tersebut dalam surat An
Najam ayat 3

“Ia (Rasulullah) itu tidak mengatakan sesuatu dari hawa


nafsunya melainkan dari wahyu yang diwahyukan”. Soal 66
Kiat apa kira-kira yang dilakukan oleh ahli tasawuf terdahulu
untuk memicu semangat beramaliah dan bertarekah ? Jawab;
Muallif-muallif besar seperti al Gazaly dll, mereka menyusun
kitab-kitab yang (antara lain) isinya mendorong semangat beramaliah
juga menerangkan tentang fadhilat-fadhilat orang yang menjalani
tarekat ahlu sufi sebagaimana tersebut dalam kitab Siarussalikin 2013-)

Kata Al Gazaly;

Telah aku amati akan anugerah yang Allah berikan kepada


hamba-Nya yang selalu taat dan berkhidmat dijalan Allah
(mengamalkan tarekat). Maka aku temui ia akan menerima anugerah
40 karamat /kemuliaan. Dua puluh ketika didunia, dan dua puluh
ketika diakhirat”.

100 Dialog Tijaniah 65


Itulah antara lain kiat-kiat mereka untuk mengemarkan ibadah
kepada Allah, walaupun sebenarnya tujuan beribadah itu bukan karena
ingin sorga, dan bukan pula karena takut neraka, bukan pula ingin
harta dunia, bukan ingin karamat dll.
Secara bertahap mereka memasukkan nilai-nilai keikhlasan
kedalam hati murid-muridnya hingga benar-benar memiliki keikhlasan
yang paripurna dan menyadari bahwa karamat-karamat itu bukan suatu
tujuan.

Soal 67
Bersediakah anda menjelaskan (keramat-keramat) itu secara
terperinci ?
Jawab;
Untuk lebih jelas silahkan anda membuka kitab antara lain;
-–

-
Kitab-kitab tersebut mencantumkan lebih dateil tentang
fadhilatfadhilat tersebut.
Soal 68
Lalu bagaimana dengan (fadhilat) terekat Tijaniah sendiri,
bersediakah anda menjelaskannya ?

Jawab;
Setiap amaliah apapun tentu ada ganjarannya, ganjaran itu
sebagai tanda pemurahnya Allah kepada semua hamba-hamba-Nya.
Namun sekali lagi ganjaran bukan tujuan, tapi Yang Memberi
ganjaranlah tujuan kita sebenarnya. Dan ini tidak akan hasil apabila
pelaksanaan ibadah itu tidak dilandasi dengan keikhlasan sebagaimana
sabda Rasulullah berikut ini;
- –
-

100 Dialog Tijaniah 66


“Beruntung bagi orang-orang yang (hatinya) ikhlas, mereka itu
adalah pelita dalam kegelapan”.
Apabila anda ingin mengetahui lebih jelas tentang fadhilat yang
terdapat dalam tarekat Tijaniah, saya persilahkan anda membuka kitab-
kitab antara lain;

Insya Allah masalah yang anda tanyakan itu terdapat dalam


kitab-kitab tersebut secara detail.
Soal 69
Pada dialog terdahulu (no 62) anda memaparkan tentang wirid
lazim (pagi dan sore) tarekat Tijaniah yang terdiri dari;
1. Istigfar.
2. Salawat, dan
3. Zikir
Tapi anda belum mengupas tentang fadhilat ketiga poin tersebut
untuk sekedar diketahui, silahkan.

Jawab; Baiklah, dalam Al Qor’an


maupun hadist banyak sekali diterangkan mengenai fadhilat-fadhlat
tersebut.
1. Istigfar.
Fadhilat istigfar sebagaimana yang tersebut dalam surat Al Anfal
ayat 33 berikut;

“Dan tidak lah (pula) Allah mengazab mereka, sedang mereka


minta ampun”.
Dalam ayat tersebut Allah berjanji tidak akan mengazab hamba-

100 Dialog Tijaniah 67


Nya yang sedang istigfar. Adapun fadhilat istigfar dalam hadist;

- - –
“ Barang siapa yang melazimkan istigfar, Allah akan
menjadikan baginya jalan keluar bagi segala kesulitan”.
2. Salawat.
Fadhilat bersalawat sebagaimana diterangkan dalam Al Qor’an
surat Al Ahzab ayat 56

“Hai orang yang beriman, bersalawatlah kamu untuk Nabi dan


ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”.
Ayat ini menggambarkan pentingnya salawat dan salam itu
kepada Rasulullah, sehingga Allah sendiri yang memulai bersalawat
kepada Nabi SAW itu.
Sabda Rasulullah SAW;

- - –
“ Barang siapa yang bersalawat kepadaku satu kali maka Allah
memberinya kebaikan sepuluh kali”.
Fadhlat salawat sangat banyak sekali, Syekh Yusuf an Nabhany
menyususun kitab khusus tentang masalah salawat yaitu;

Kedua kitab tersebut khusus memuat berbagai macam salawat


dan fadhilat-fadhilatnya.
3. Zikir.
Fadhilat zikir juga sangat banyak sekali (lihat buku kami
Qa’imuna Alal Haq), antara lain sebagaimana tersebut dalam sabda
Rasulullah berikut ini;

100 Dialog Tijaniah 68


“ Seafdhal-afdhal zikir yang aku ucapkan dan Nabi-nabi
terdahulu yaitu LA ILAHA ILLA ALLAH”.
Kitab khusus menyangkut masalah fadhilat zikir (La ilaha Illa
Allah) bisa diperiksa dalam kitab As Safarul Mufid yang
mencantumkan sekitar 109 hadist Rasulullah SAW. Yang jelas dengan
mengamalkan zikir, hati akan tenang, sebagaimana diterangkan dalam
surat ARA’AD ayat 28 berikut ini

“ Ketahuilah dengan zikir kepada Allah dapat menenangkan


hati”.
Selain itu zikir juga merupakan sabun pembersih hati / atau jiwa
yang kotor, sebagaimana tersebut dalam hadits berikut ini;

-–
“Bagi tiap-tiap seuatu itu ada pembersihnya, dan bahwa
pembersih hati itu adalah zikrullah”.
Itulah sebagian kecil dari fadhilat-fadhilat yang terkandung
dalam bacaan Istigfar, Salawat dan Zikir itu. Soal 70
Kira-kira ma’na apakah yang terkandung dalam “penetapan
waktu” (seperti wirid lazim yang dibaca waktu pagi dan sore) dan “penetapan
jumlah bilangan” (seperti jumlah istigfar 100 x, salawat 100 x zikir 100 x ) itu ?.

Jawab;
Tentu saja semua itu ada mengandung isyarat dan hikmah yang
terkandung didalamnya, dan hal ini sering luput dari perhatian kita.
Dan dalam kesempatan ini saya akan mengupas rahasia hikmat
yang terkandung didalamnya.
Rahasia Hikmah Wirid Lazim Pagi
Dan Wirid lazim
Sore
A. Istigfar 100 x
B. Salawat 100 x

100 Dialog Tijaniah 69


C. Zikir 100 x
Jumlah 300 x 2 = 600 x
Jumlah total bacaan wirid lazim (pagi dan sore) 600 x. Angka
600 ini kalau dibagi dengan angka 24 (waktu dalam sehari semalam)
hasilnya 25. (600 : 24 = 25). Angka 25 ini mengisyaratkan jumlah
bilangan Nabi dan Rasul yang berjumlah 25 orang itu.
Kalau angka 600 dibagi dengan 25 hasilnya 24 (600 : 25 = 24)
Angka 24 adalah waktu dalam sehari semalam.
Kalau kita perhatikan hasil pembagian angka (600 : 24 = 25).
Angka 25 mengingatkan kita pada sejumlah Nabi dan Rasul yang
wajib kita imani dan kita ikuti karena merekalah yang membawa
syariat istigfar, salawat dan zikir itu.
Sebaliknya kalau angka (600 : 25 = 24). Angka 24 ini adalah
angka waktu dalam sehari semalam. Artinya, dalam waktu 24 jam itu
kita wajib menghubungkan diri kita kepada Allah dan kepada
Rasulullah dengan media Istigfar, Salawat dan Zikir, dengan demikian
insya Allah dalam waktu (24 jam) itu kita akan mendapatkan fadhilat
istigfar, salawat dan zikir secara kontinyu.
1. Istigfar berma’na pembersih
2. Salawat berma’na penghubung
3. Zikir berma’na pengisian

Rahasia Wazdifah Yaumiah

1. Istigfar wazdifah 30 x
2. Salawat al Fatih 50 x
3. Kalimatul Ikhlash 99 + 1 = 100 x
4. Jauharatul Kamal 12 x
Jumlah total 192 x
A. Istigfar wazdifah berjumlah 30 x, ma’na rahasianya ialah;
ikhwan-ikhwat tarekat Tijaniah itu tidak boleh lepas dari
landasan Al Qor’an (yang 30 juz) itu dan tidak boleh lupa
mengamalkannya.

100 Dialog Tijaniah 70


B. Salawat al fatih berjumlah 50 x. Angka 50 ini melambangkan
ajaran ketauhidan yang mana setiap orang islam itu wajib
mempelajari ilmu tauhid, yaitu (20) sifat yang wajib bagi
Allah, (20) sifat yang mustahil, 1 sifat yang harus. Dan wajib
pula mempelajari, mengetahui (4) sifat yang wajib bagi
Rasul, (4) sifat yang mustahil, dan (1) sifat yang harus.
Jumlah semuanya (50) Aqa’idul Iman yang wajib dipelajari
oleh setiap orang islam. Untuk jelasnya lihat tabel berikut ini;
Tabel 7

No Nama Sifat Wajib Sifat Mustahil Sifat Harus


Allah
1 20 sifat 20 sifat 1 sifat
SWT
No Nama Sifat Wajib Sifat Mustahil Sifat Harus
Muhammad
2 4 sifat 4 sifat 1 sifat
SAW
Jumlah Total 20 + 20 + 1 +
3 50 Aqaidul Iman
4 + 4 + 1 = 50
Ma’na rahasia yang dilambangkan dalam angka 50 salawat Al
Fatih itu ialah; ikhwan-ikhwat tarekat Tijaniah tidak boleh melupakan
ajaran tauhid yang kesemuanya tersimpul dalam kalimat ;

C. Kalimatul Ikhlas berjumlah 99 + 1 = 100 x . Angka (99 + 1)


ini melambangkan ASMA’UL HUSNA (99), dan angka (1)
melambangkan Pemilik Asama’ul Husna itu sendiri. Ma’na
rahasia yang terkandung dalam lambang (99 + 1) itu ialah;
ikhwan-ikhwat tarekat Tijaniah itu dianjurkan untuk
mengetahui Asama’ul Husna (99) dan Pemilik Asma’ul
Husna (1) itu. Seperti yang dianjurkan dalam hadist berikut;

100 Dialog Tijaniah 71


“ Bahwasanya bagi Allah itu ada 99 nama, 100 kecuali
satu, sesungguhnya Allah itu ganjil, senang akan yang
ganjil, barang siapa yang memeliharanya (menghafalnya)
maka ia masuk sorga, yaitu Hua Allahulladzi lailaha illa
Huwa Rahmanurrahim …..dst.
(99 asma’ ) atau (100 asma’)
(100 - 1 = 99 - )
Pengertian yang sesungguhnya masih lebih banyak dari
pemaparan dalam tulisan ini.
D. Salawat Jauharatul Kamal berjumlah 12 x . Banyak yang bisa
kita ingat dengan angka 12 ini. Dengan angka 12 kita teringat
akan tanggal kelahiran Rasulullah yang dilahirkan pada
tanggal 12 Rabi’ul Awwal tahun gajah. Dengan angka 12 kita
ingat dengan abad kelahiran Syekh Ahmad Attijani yang lahir
pada abad ke 12 Hijriah. Ma’na tersembunyi yang
terkandung dalam angka (12) ini ialah; Semoga dengan
salawat jauharatul kamal yang dibaca 12 x itu ikhwanikhwat
tarekat Tijaniah mudah ingat kepada Rasulullah (yang lahir 12
Rabiul Awal) dan ingat pula kepada Syekh Ahmad Attijani
(yang lahir pada abad ke 12 Hijriah).
Soal 71 Anda menyebut istilah
“wadzifah”. Istilah ini jarang terdengar, utamanya saya sendiri.
Adakah tokoh lain yang menggunakan istilah ini selain Syekh Ahmad
Attijani ?.
Jawab;
Dalam kitab Ihya tidak kurang dari 50 kali Imam Gazaly
menyebutkan Istilah wadzifah ini.

Secara harfiah, arti wazdifah itu adalah “tugas”, jadi kalau


dalam tarekat Tijaniah ada istilah wazdifah yaumiah, artinya “tugas
harian” atau tugas ibadah harian yang wajib dilaksanakan oleh
ikhwan-ikhwat tarekat Tijaniah, sebagaimana kewajiban wirid lazim
pagi dan sore pula. Demikianlah arti dari wazdifah yaumiah itu.
Soal 72

100 Dialog Tijaniah 72


Selain wirid tersebut, adakakah wiridan lain yang diamalkan
oleh ikhwan-ikhwat tarekat Tijaniah itu ?. Jawab;
Ada, wiridan-wiridan itu antara lain ialah Hizbus Saifi wal
Mugni, Hizbul Bahar, Istigastah Tijaniah, dll. Wiridan tersebut
termasuk dalam kategori wiridan Ikhtiariah yang boleh dibaca dan
boleh tidak dibaca. Namun untuk membacanya tetap harus dengan izin
dan ijazah dari yang berhak memberi ijazah.
Soal 73
Apakah wiridan (ikhtiariah) itu boleh dibaca oleh orang-orang
yang belum bertalkin wiridan lazimah?.
Jawab;
Menurut keterangan dalam kitab-kitab tarekat Tijaniah, wirid
ikhtiariah itu boleh diamalkan “apabila” ia sudah bertalkin wirid
lazimah.

Soal 74 Tapi bukankah Al Qor’an


adalah amalan yang terbaik jika dibading dengan amalan-amalan
yang lainnya ?.

Jawab; Benar, Al Qor’an adalah


amalan yang terbaik dari semua amalan. Banyak sekali keterangan
hadist yang menjelaskan tentang fadhilat membaca Al Qor’an itu.
Namun sebagaimana yang dikatakan oleh Syekh Muhammad Al Hafizd
bahwa tingkatan orang yang membaca Al Qor’an itu ada ampat
tingkatan sebagaimana
keterangannya berikut ini;

100 Dialog Tijaniah 73


1) Orang yang arif (kenal / ma’rifat kepada Allah) dan bagus bacaannya
dan terbuka baginya hakikat yang terkandung didalamnya (Al
Qor’an).
2) Orang yang mengetahui ma’na Al Qor’an serta batasanbatasan
dalam Al Qor’an.
3) Orang yang bagus bacaannya tapi ia tidak mengetahui ma’nanya,
dengan syarat ia tetap menjaga batasan-batasan dalam
Al Qor’an.
Adapun bagian keampat ialah;

4) Orang yang belum mampu menjaga batasan-batasan hukum Al


Qor’an, dan cenderong lebih banyak ma’siat, orang seperti ini lebih
baik baginya mambaca salawat atas nabi SAW dari pada membaca Al
Qor’an”.
Namun idealnya ialah, baik dalam membaca Al Qor’an dan
mampu mengamalkan hukum-hukum yang ada dalam Al Qor’an itu
sendiri. Itulah sesungguhnya target yang ingin digapai oleh syekhsyekh
tarekat itu. Karena misi ilmu tarekat itu ialah untuk lebih menanamkan
pemahaman dan pengamalan hukum Al Qor’an itu melalui sistem yang
dinamakan dengan ilmu tarekat. Misalnya amaliah istigfar, salawat
dan zikir, ketiganya diperintahkan oleh Al Qor’an maupun hadist. Jadi
meskipun (untuk sementara) belum mengamalkan membaca Al Qor’an
tapi sudah mengamalkan hukum
Al Qor’an itu sendiri. Lihat kembali keterangan sebelumnya.
Soal 75
Apakah ada wirid ikhtiariah selain yang anda sebutkan itu?.
Jawab;
Ada, wiridan-wiridan yang anda maksud itu terhimpun dalam
bebarapa kitab, antara lain;

100 Dialog Tijaniah 74


Itulah antara lain kitab-kitab yang mencantumkan
amaliahamaliah dalam tarekat Tijaniah yang termasuk dalam kategori
wiridan ikhtiariah, namun tetap memperhatikan semua amaliah warid
dari Rasulullah SAW.
Soal 76
Apakah semua ikhwan-ikhwat tarekat Tijaniah itu diperbolehkan
mengamalkan wirid ikhtiariah yang anda maksudkan itu ?.

Jawab;
Tergantung pertimbangan muqaddam yang mentalkin. Jika
dalam pandangan muqaddam itu ia sudah memenuhi syarat untuk
ditalkin wirid lazimah dan wirid ikhtiariah maka ia ditalkin. Akan
tetapi apabila ia dianggap belum mampu untuk mengamalkan wiridan
tersebut, maka biasanya ia hanya diijazahkan salawat (salat) Al Fatih
saja.
Soal 77
Salawat (salat) al Fatih ?. Apakah (salat al fatih) yang anda
maksud itu salawat al fatih dari Syekh Hasan Bakry atau dari Syekh
yang lainnya ?.
Jawab;
Salawat al Fatih yang saya maksudkan itu ialah salawat al Fatih
dari Syekh Ahmad Attijani. Perbedaan kedua salawat al fatih dari kedua
tokoh tersebut sebagai berikut;

100 Dialog Tijaniah 75


rangkaian amaliah wazdifah yaumiah.
Soal 78
Barangkali ada rahasia yang terkandung didalamnya, dan
bolehkah saya tahu ?

Jawab;
Saya pernah diberitahu oleh Guru saya K.H Ahmad Ansari
Banjarmasin hikmat rahasia yang terkandung dalam salawat al fatih
(Syekh Ahmad Attijani) itu. Beliau mengatakan, salawat al Fatih itu
jumlahnya 24 kalimat, surat al Fatihah 24 kalimat, waktu dalam sehari
semalam 24 jam. Artinya rahasianya ialah; Semoga dalam waktu 24
jam itu, kita semua mendapatkan limpahan rahasia surat Al Fatihah,
dan mendapatkan limpahan madadiah dan selalu berhubungan
dengan baginda Rasulullah siang dan malam (24 jam). (berkat
membaca salawat al fatih).
Soal 79
Saya rasa bukan hanya salawat al fatih saja yang menjadi media
penghubung dengan Rasulullah. Amaliah-amaliah yang lain juga
berpotensi menjadi media penghubung dengan rohaniah Rasululllah.
Bukankah begitu ?.
Jawab;
Benar, tapi karena konteks pembicaraan kita diseputar salawat al
Fatih maka tentu pembicaraannya diseputar masalah itu pula.

100 Dialog Tijaniah 76


Soal 80
Bisa dijelaskan lebih rinci tentang (fadhilat) salawat al fatih
itu ?.
Jawab;
Tentu. Salawat al fatih sesuai dengan judulnya (al fatih /
pembuka), maka tentu saja khasiatnya tidak jauh dari ma’na judul itu
sendiri. Khasiat lainnya menurut Syekh Ali Harazim dalam kitab
Jawahirul Ma’any hal 148/1) sebagai berikut;

“ Ketahuilah bahwasanya apabila kamu membaca salawat al


Fatih satu kali, maka fadhilatnya sama dengan 600 000 kali salawat
yang lain….
Terlepas dari itu, ikhwan-ikhwat tarekat Tijaniah tetap
mengedepankan keikhlasan sesuai dengan tujuan bertarekat itu sendiri.
PERHATIAN
Jangan heran, teknologi sekarang mampu merekam jutaan informasi kedalam sebuah
alat yang bernama CD atau disket kecil.
Informasi yang terekam dalam CD atau disket tersebut setara dengan jutaan lembar
buku dalam ukuran yang sesungguhnya.
Dengan memiliki satu CD atau disket, maka sama halnya dengan memiliki jutaan buku
yang sebenarnya. Dengan fakta ini, fadhilat salawat al fatih (yang sama dengan 600 000 kali
salawat yang lainnya) telah dibuktikan oleh kemajuan teknologi.

Soal 81
Selain salawat al fatih, ada juga salawat Jauharatul Kamal.
Apakah salawat Jauharatul Kamal itu ?.
Jawab;
Salawat Jauharatul Kamal adalah salawat yang dibaca 12 kali
disaat pembacaan wazdifah yaumiah. Dan salawat Jauharatul Kamal
ini adalah rukun dalam wazdifah yaumiah.

100 Dialog Tijaniah 77


“ Bahwasanya salawat yang mulia ini dinamakan dengan
salawat Jauharatul Kamal, dan ia (Jauharatul Kamal) adalah salah
satu rukun dalam wazdifah”.
Kalimat Jauharatul Kamal artinya; Permata Kesempurnaan, yang
didalam materi kalimatnya terdapat kata ganti dari nama Rasulullah
yang 201 itu.
Soal 82
Tapi ada diantaranya yang mempermasalahkan kalimat )
yang terdapat dalam salawat jauharatul
kalimat kamal itu. Bukankah arti dari itu sakit ?.
Secara logika tidak mungkin arti dari kalimat
itu; Jalan Engkau yang sempurna yang sakit”.

Jawab; Ma’na kalimat adalah


lurus, bukan ma’na sakit sebagaimana yang diperkirakan orang selama
ini.

Pembahasan kalimat lihat tabel berikut;

Tabel 8
Kalimat
No Kalimat Wazan Bacaan Huruf yang dibuang
Asli
1 dan
Dengan demikian ma'na kalimat tetap dengan ma'na
, artinya lurus. Bukan ma'na yang artinya sakit. Selain itu pula kalimat
sebelumnya dapat mempengaruhi ma'na kalimat sesudahnya,
sebagaimana kalimat;

Kalimat (yang artinya sempurna), bisa dijadikan


alasan bahwa kalimat itu tidak berma’na sakit.
100 Dialog Tijaniah 78
Soal 83
Lantas apa rahasia dipergunakannya kalimat tersebut dalam
salawat Jauharatul Kamal ?
Jawab;
Kalau kita hayati kalimat itu, dan kita mau menguak tabir
rahasianya, insya Allah ada rahasia yang terkandung dalam keunikan
kalimat tersebut. Kalimat , kalimat ini kalau dihitung nilai perhurufnya
akan menghasilkan sejumlah angka. Dan angka itu menunjukkan
rahasia yang ada dibalik kalimat tersebut. Lihat tebel berikut;

Tabel 9
Kalimat
Nilai Perhuruf Huruf
1
60
100
40
Jumlah Total kalimat ASQAM 201
Jumlah nama-nama Rasulullah 201
Adanya kesamaan antara nilai kalimat ASQAM dan jumlah
nama-nama Rasulullah SAW itulah yang menunjukkan bahwa kalimat
ASQAM itu sebenarnya adalah perwakilan dari sejumlah nama-nama
Rasulullah SAW yang berjumlah 201 itu. Jadi seakan-akan ma’na
kalimat sebagai berikut;
Jalan Engkau yang sempurna itu ialah Rasulullah (yang
memiliki 201 nama)”.
Itulah kira-kira ma’na yang tersembunyi dibalik kalimat unik itu.
100 Dialog Tijaniah 79
Soal 84
Tapi Syekh Yusuf An Nabhany menggantinya dengan kalimat
bukan lengkapnya sebagai berikut;

Bagaimana pendapat anda ?.

Jawab;
Memang dalam kitab Sa’adatuddarain beliau menggantinya
dengan kalimat , tapi menurut kami kalimat ini hanya mewakili
satu nama saja dari nama Rasulullah yang 201 itu, karena didalam
nama-nama Rasulullah itu ada terdapat AL MUQADDAM yang
akar katanya sama dengan . Akan tetapi apabila menggunakan
kalimat , maka dengan sendirinya seluruh nama-nama Rasulullah
(yang 201) itu terwakili hanya dengan satu kalimat saja.
Soal 85
Tapi bukan itu saja yang banyak dipersoalkan orang, terutama
mengenai dhamanat (jaminan) yang ada dalam tarekat Tajaniah itu.
Jaminan seperti ini banyak mendapat sorotan, tanggapan, bahkan
kritikan dari berbagai pihak. Apa komentar anda ?.

Jawab;
Saya akui masalah (jaminan) ini memang sering dipersoalkan
oleh banyak pihak. Saya juga ngerti kenapa sampai sekarang persoalan
semacam ini tidak pernah selesai ?. Jawabannya ada dalam benak
masing-masing. Yang jelas tarekat Tijaniah bukan satu satunya tarekat
yang ada jaminan. Misalnya dalam tarekat Syazaliah ada juga jaminan
serupa, tokoh tarekat ini berkomentar;

100 Dialog Tijaniah 80


Barang siapa ingin mendapat kerajaan dunia dan akhirat maka
masuklah tarekat kami (Syazaliah)
Kata tokoh tarekat Sammaniah;

“Orang yang mengambil tarekat dariku maka ia akan


mendapakan karunia majdzub walaupun diakhir hayatnya, dan
mendapatkan husnul khatimah dan termasuk kedalam golongan yang
mulia”.
Jelasnya jaminan-jaminan itu bukan hanya ada dalam tarerkat
Tijaniah saja, tapi ada juga dalam tarekat-tarekat lain, dengan catatan
jaminan itu berlaku bagi ikhwan-ikhwat yang memenuhi syarat.
Soal 86
Tapi penulis kitab Wudhuhud Dalail tidak sependapat dengan
jaminan masuk sorga tanpa hisab itu. Bahkan ada yang meyakini
jaminan itu hanya pada 10 orang sahabat Rasulullah itu saja yang
mendapatkan jaminan sorga tanpa hisab, bagaimana kira-kira
pendapat anda ?
Jawab;
Perlu dima’lumi bahwa masuk sorga tanpa hisab itu adalah
jaminan untuk “semua” ummat Rasulullah yang memenuhi syarat.
Menurut dalam keterangan hadist bahwa ummat Rasulullah itu terbagi
menjadi tiga bagian;

Bahwasanya banyak orang-orang mu’min itu yang masuk


sorga tanpa hisab, dan banyak pula yang dihisab dengan hisab yang
ringan, dan banyak pula yang dihisab dengan hisab yang berat”.
Jadi menurut hadist tersebut, ummat Rasulullah terbagi dalam
tiga bagian;
1. Masuk sorga tanpa hisab.
100 Dialog Tijaniah 81
2. Masuk sorga dengan hisab yang ringan.
3. Orang-orang yang dihisab dengan hisab yang berat.
Sebenarnya jauh-jauh sebelum adanya tarekat Tijaniah pun
jaminan itu sudah ada. Dan ikhwan-ikhwat tarekat Tijaniah berupaya
agar termasuk kedalam golongan yang masuk sorga tanpa hisab itu
dengan mentaati segala perintah Allah dan menjauhi segala yang
dilarang-Nya (TAQWA zahir dan batin), dan ini dijadikan syarat yang
pertama (dalam tarekat Tijaniah), yaitu TAQWA kepada Allah,
kemudian syarat selanjutnya, yaitu melaksanakan kewajiban salat lima
waktu pada waktunya dst. Lihat kembali syarat menjadi ikhwanikhwat
Tarekat Tijaniah no dialog 57.
Soal 87
Selain itu (katanya) ikhwan-ikhwat tarekat Tijaniah itu
ditempatkan ditempat khusus yang disebut dengan arasy, adakah
ummat Rasulullah yang mendapat naungan seperti itu dihari kiamat
nanti ?, saya minta keterangan kongkrit mengenai masalah ini.
Jawab;
Ada, sebagaimana keterangan hadist Rasulullah berikut ini;

Barang siapa yang meringankan hutang atau membebaskan


hutang seseorang, maka pada hari kiamat nati ia bernaung dibawah
naungan arasy”.
Menurut hadist ini orang yang meringankan atau bahkan
membebaskan hutang piutang maka nantinya dihari kiamat akan
mendapatkan tempat khusus yang bernama arasy. Jadi siapapun yang
ingin mendapat naungan arasynya Allah lakukan anjuran hadist
tersebut.
Soal 88
Kabarnya anak dan istri dari ikhwan tarekat Tijaniah itu
termasuk pula dalam fadhilat jaminan itu, begitu mudahnya mereka
mendapat jaminan-jaminan itu ?.
Jawab;

100 Dialog Tijaniah 82


Masalah ini juga sering dijadikan alasan untuk menyudutkan
tarekat Tijaniah, bahkan tidak jarang mendapat cap “sesat” dari pihak-
pihak tertentu secara sepihak. Padahal kita semua tidak menghendaki
terjadinya hal ini hanya karena kita berbeda pendapat, kita tidak ingin
persaudaraan kita terkoyak karena masing-masing tidak membuka diri
untuk menjelaskan hal-hal yang belum jelas. Sehubungan dengan
masalah ini Syekh Muhammad bin Abu Bakar dalam kitabya Ar Ruh
menerangkan sebagai berikut;

“ Bahwasanya anak-anak orang saleh diakhirat nanti mengikuti


ayahnya seperti mengikuti mereka ketika didunia ini. Dan keikut
sertaan mereka itu kepada bapak mereka sebab karamat / stawab
pahala yang mereka peroleh dari hasil amaliah mereka”
Dalil ini menerangkan bahwa “keikutsertaan” anak-anak orang
saleh itu masuk sorga bersama bapaknya karena ketaqwaan mereka
pula, bukan semata-mata mengharap fadhilat dari ayahnya saja. Soal
89
Tapi kenapa orang-orang yang muhibbin termasuk pula dalam
jaminan (tarekat Tijaniah) itu ?.
Jawab;
Tujuan tarekat Tijaniah sebenarnya ialah ingin mewujudkan
sebagaimana yang diterangkan dalam hadist qudsi berikut ini;

“ Ubadah bin Shamit mendengar sabda Rasulullah yang


diriwayatkan dari Rabbynya, Allah berfirman; Berhak mereka
mendapatkat kecintaan-KU, yaitu orang-orang yang bercinta-cintaan
(dijalan Allah). Mereka itu dibawah naungan arasy yang tidak ada
naungan selain naungan-Ku”.

100 Dialog Tijaniah 83


Bercinta-cintaan dijalan Allah -sebagaimana yang dimaksud
dalam hadist tersebut- itulah yang ingin digapai oleh setiap kaum
muslimin, khususnya ikhwan-ikhwat tarekat Tijaniah. Dengan program
kegiatan hailalah sore Jum’at, diharapkan akan timbul rasa kecintaan
pada syariat Allah dan bercinta-cintaan dijalan Allah sehingga dengan
demikian mereka akan termasuk kedalam yang dimaksud dalam hadist
tersebut.
Sabda Rasulullah;

“ Bahwasanya orang-orang yang bercinta-cintaan (dijalan


Allah) itu mereka diperlihatkan kamar-kamar dalam sorga sebanyak
bintang yang terbit ditimur atau dibarat”.
Dalam kitab lain disebutkan;

“ Sesungguhnya telah kami beritahukan bahwa MAHABBAH /


kecintaan itu terbagi beberapa bagian, yang terafdhal ialah mencintai
orang yang bercinta-cintaan dijalan Allah”.
Singkat kata, mereka (orang yang muhibbin) itu termasuk
kedalam golongan orang yang bernaung dibawah arasy karena mereka
mencintai orang-orang yang bercinta-cintaan dijalan Allah.
Soal 90
Tidakkah nantinya fadhilat-fadhilat tersebut menjadikan ikhwan-
ikhwat tarekat Tijaniah menjadi lengah dengan tugasnya selaku
pengamal tarekat ?.
Jawab;
Justru jaminan itulah ujian bagi ikhwan-ikhwat pengamal tarekat
itu. Dan disini pula akan terlihat tingkatan keikhlasan seseorang itu,
jika ia beramal karena tujuan fadhilat maka jelas hatinya tidak ikhlas.
Dan ketidak ikhlasan itu sangat bertolak belakang dengan kepribadian
seorang tarekat. Kata Zdin Nun Al Misry;

100 Dialog Tijaniah 84


“ Manusia itu semuanya (dianggap) mati, kecuali ulama, ulama
juga (dianggap) tidur, kecuali yang mengamalkan ilmunya, orang
yang beramal banyak yang tertipu kecuali yang ikhlas”.
Disini jelas betapa tingginya nilai keikhlasan itu, karena didalam
ketidak ikhlasan itulah iblis berperan banyak, firman Allah;

“Iblis menjawab” Demi kekuatan Engkau aku akan menyesatkan


mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas diantara
mereka”.
Soal 91
Benarkah tarekat Tijaniah itu ada pula khalwatnya ?. Jawab;
Benar, dalam tarekat Tijaniah itu (jika diinginkan) ada pula
khalwatnya. Dan masalah khalwat ini selengkapnya tercantum dalam
kitab Rimah maupun kitab-kitab Tijaniah lainnya yang dilengkapi
dengan adabiah-adabiahnya.

Soal 92
Seberapa pentingkah adabiah itu bagi ikhwan-ikhwat tarekat
(Tijaniah) itu ?.
Jawab;
Tentu saja adabiah itu sangat penting sekali dipelajari dan
diamalkan oleh segenap ikhwan-ikhwat tarekat Tijaniah.
Adabiahadabiah itu antara lain, adabiah kepada; - Allah.
- Rasul-Nya.
- Syekhnya, wali-wali Allah.
- Ikhwan-ikhwatnya.
- Kaum muslimin (umumnya).
- Makhluk Allah lainnya.
Pentingnya adabiah ini sebagaimana dikomentari oleh Imam
Abu Nu’aim dalam kitabnya Hilyatul Aulia, sebagai berikut;

100 Dialog Tijaniah 85



“ Barang siapa beradab dengan adabnya para wali maka
sesungguhnya baginya akan mendapatkan kemudahan memperoleh
makam muqarrabin”.
Menurut ahli sufi ilmu adabiah ini adalah ilmu yang tersulit
dipelajari maupun diamalkan, Syekh Abd Wahab Asy Sya’rany
mempermudahnya dengan menyusun kitab khusus yang bernama;

Kitab ini memuat selengkapnya masalah adabiah orang yang


salik menuju hadhrat Allah. Keunikan kitab ini isinya satu misi
dengan sistem yang terdapat dalam kitab-kitab Tijaniah, terutama
masalah larangan ziarah, larangan menggabung tarekat, larangan
menserikat-kan syekh tarekat dll. Padahal jarak kedua tokoh ini sekitar
177 tahun, Syekh Abd Wahab Asy Sya’rany wafat tahun 973 H,
sedangkan Syekh Ahmad Attijani lahir tahun 1150 H.

Soal 93
Adakah kitab lain selain kitab tersebut, yang membicarakan
masalah adabiah bertarekat itu ?.
Jawab;
Ada, misalnya seperti kitab Tanwirul Qulub (tarekat
Naqsyabandiah) hal 528-535 masalah adabiah dan pada hal 493
masalah khalwat. Adapun kitab Tijaniah antara lain kitab Ira’ah, kitab
ini sangat lengkap isinya.
Soal 94
Bisakah diperjelas lagi maksud khalwat itu ?
Jawab; Ma’na khalwat secara
harfiah ialah bersunyi dari keramaian. Karena itu apabila ada yang
bersunyi dari keramaian maka ia dinamakan berkhalwat. Tapi ma’na
khalwat yang dikehendaki disini ialah berkhalwat untuk ibadah kepada
Allah. Dan khalwat disini wajib dengan izin dan bimbingan dari
syekhnya. Dalil khalwat berdasarkan hadist Rasulullah SAW berikut;
100 Dialog Tijaniah 86
“ Barang siapa berkhalwat (dengan ikhlas hati) selama 40 subuh
(40 hari) maka akan nampak aliran hikmah dari hatinya atas
lisannya”.
Yang terpenting tujuan berkhalwat itu adalah untuk mendekatkan
diri kepada Allah SWT dan mengharap ridha’-Nya. Itulah maksud
khalwat itu.

Soal 95
Beri saya contoh khalwat dalam tarekat Tijaniah itu ? Jawab;
Salah satu contoh khalwat dalam tarekat Tijaniah itu yaitu seperti
khalwat bismillah. Khalwat bismillah ini dilakukan dibawah
bimbingan syekh pula, karena tanpa bimbingan syekh maka yang akan
membimbingnya adalah syaitan sebagaimana tersebut dalam kitab Al-
Anwarul Qudsiah berikut ini;

“ Orang yang tidak ada baginya guru, maka dia tidak ada
pembimbing, orang yang tidak ada pembimbing baginya maka syaitan
dengannya lebih aula”.
Tanpa syekh pembimbing, syaitan akan lebih mudah masuk
kedalam jiwa seseorang agar hatinya tidak ikhlas atau ingin dipuji
bahkan ingin minta karamat.
Soal 96
Saya pernah membaca sebuah kitab yang isinya sebagai
berikut;

“ Al hasil, bahwasanya orang yang selalu rajin membaca


salawat kepada Nabi SAW itu adalah sebesar-besar sebab yang

100 Dialog Tijaniah 87


membukakan (hal) yang tertutup atas diri seseorang, dan (ia) salawat
adalah menempati syekh pembimbing”.
Apakah boleh “hanya” dengan membaca salawat saja, tapi
tidak melalui syekh pentarbiah ?.
Jawab;
Yang dikehendaki dalam dalil tersebut bukan semata-mata
membaca salawat saja, tapi harus melalui syekh pentarbiah pula,
adapun fungsi dari salawat itu ialah untuk mempercepat sampainya
seseorang kepada tujuan dan juga sebagai mediator yang
menghubungkan diri seseorang kepada rohaniah Rasulullah SAW.
Tokoh-tokoh sokses yang sudah wushul ilallah (berkat
memperbanyak salawat) antara lain ialah;

- Syekh Abd Wahab Ays Say’rany. - Syekh Abd Rahman al


Qanawy.
- Syekh Abul Hasan Asy Sazaly.
- Syekh Ahmad Attijani.
- Dan lain-lain.
Mereka itu mendapat tarbiah langsung dari Rasulullah karena
banyaknya mereka membaca salawat kepada Rasulullah SAW dan
karena hasil tarbiah dari masya’ikh mereka. Soal 97
Tapi masih ada pihak tertentu yang mempersoalkan masalah
tarbiah rohaniah ini. Mohon keterangan lebih lanjut sehubungan
dengan masalah ini ?.
Jawab;
Syekh Abd Aziz Ad Dabbag pernah ditanya masalah serupa oleh
fuqara’ pada masanya. Beliau menjawab;

“ Barang siapa yang Allah bukakan kepadanya keterbukaan


yang dialami oleh wali-wali yang mulia itu, dan Allah lebihkan (pula)
atasnya dengan dinisbahkan kedalam baitin nubuwwah (hadhrat

100 Dialog Tijaniah 88


Rasul) atas yang disifatkan padanya salawat dan salam selalu
tercurah kepada Rasul, maka dibimbinglah kita, dibimbing pula
engkau dari ilmu-ilmu ladunniah”.
Dalam keterangan dalil tersebut diatas diterangkan orang yang
istiqamah mengikuti sunnah Rasulullah memperbanyak membaca
salawat kepada Rasulullah, mahabbah kepadanya maka suatu saat ia
akan;
1. Dinisbahkan kedalam baitin nubuwwah hingga bisa
berjumpa dengan Rasulullah (secara mimpi atau secara
jaga).
2. Mendapat bimbingan ilmu ladunniah.
Keterangan;
Baitin nubuwwah maksudnya adalah hadhrat Rasul.

Soal 98
Tapi salawat yang termaktub dalam wirid lazim pagi maupun
sore itu sangat sedikit saja, bukankah (seperti yang anda bilang tadi)
untuk masuk kedalam hadhratun Nabi (baitin nubuwwah) itu harus
memperbanyak membaca salawat ?.

Jawab;
Salawat yang termaktub dalam wirid lazim pagi dan wirid lazim
sore itu sudah ditentukan jumlah bilangannya, dan tidak bisa ditambah
maupun dikurang.
Adapun jika ada keinginan untuk memperbanyak membaca
salawat, tentu harus diluar dari materi wiridan yang sudah ditentukan
itu. Hal ini sudah banyak dilakukan oleh syekh-syekh terdahulu,
bahkan banyak yang berhasil wushul ilallah karena banyaknya
membaca salawat.
Soal 99
Ada satu hal yang masih membingungkan saya, dalam kitab
Rimah hal 146/2, sebagai berikut;

100 Dialog Tijaniah 89


“ Bahwasanya tarekat Syekh Ahmad Attijani itu adalah sepaling
akhir tarekat, maka tidak ada wali atau tokoh lain lagi yang membawa
tarekat yang baru (sesudahnya), seperti agama yang dibawa oleh
Rasulullah adalah agama yang terakhir”.
Pertanyaannya adalah; Bagaimana kalau seandainya ada tokoh
atau wali yang mengaku memproklamirkan tarekat baru sesudah
lahirnya tarekat Tijaniah itu ?.
Jawab;
Terimakasih anda mengingatkan saya masalah ini. Dalam salah
satu kitab diceritakan seorang yang bernama Syekh Abd Malik Ad
Dhariri kedatangan seseorang yang ingin bertalkin tarekat kepadanya.
Lalu dia bertanya kepada tamunya tadi;

“ Apakah kamu ingin tarekat yang khusus dari Syekh Ahmad


Attijani, atau ingin tarekat dariku yang talkinnya (juga) dari
Rasulullah SAW ?.
Pengakuan Syekh Abd Malik itu menyatakan kekhususan tarekat
Tijaniah yang dibawa oleh wali khas yaitu Khatmul Aulia. Sekalipun
tarekatnya juga berasal dari Rasulullah. Namun kekhususan inilah
yang membedakannya dengan jenis tarekat lain.
Soal 100
Saya kesulitan mempertemukan kedua dalil yang saya baca
dalam kitab Siarussalikin hal 40/3, dan kitab Rimah 147/2. Kedua
kitab ini sama-sama mengklaim bahwa Imam Mahdi itu akan menjadi
ikhwan tarekat mereka. Sebagaimana dikatakan oleh Syekh Mustafa

100 Dialog Tijaniah 90


ikhwan tarekat Tijaniah dan semua ikhwannya”.
Bagaimana mempertemukan kedua dalil ini ?. Jawab;
Kembali saya kutipkan keterangan dalam kitab Jawahirul
Ma’any hal 50/1. Dalam keterangan kitab tersebut dijelaskan bahwa
Syekh Ahmad Attijani termasuk dalam rangkaian sanad (ke 50) tarekat
Khalwatiah, selang waktu kemudian beliau menerima perintah dari
hadhrat Rasul sebagai berikut;

….Tinggalkanlah olehmu semua tarekat yang pernah kamu


ambil dari semua tarekat……lazimi olehmu tarekat (Tijaniah) ini
tanpa khalwat dan tanpa menjauh dari manusia”.
Adanya amar gaib inilah yang melandasani Syekh Ahmad
Attijani untuk istiqamah dengan satu tarekat (Tijaniah) saja, dan
barangkali amar gaib ini pula yang menjadi motivasi Imam Mahdi
untuk menjadi pengamal tarekat Tijaniah.

Demikian aku persembahkan karya (100 Dialog Tijaniah ) ini


kepada orang-orang yang haus akan keilmuan. Baik sebagai bahan
kajian atau sebagai referensi pribadi. Kritik dan saran yang
membangun adalah harapan ku .

H.Ibrahim Majelis Ta’lim


Al-Muhibbin Anjir Pasar
Kota Km 18 Rt 1
No 12 (70565) Kec Anjir Pasar

100 Dialog Tijaniah 91


100 Dialog Tijaniah 92

Anda mungkin juga menyukai