Disusun oleh :
Kelompok 4
1.Ahmad Suzai
2.Akebar
3.Muhamad Samad
1
BAB I
Pendahuluan
Istilah komunikasi atau dalam Bahasa Inggris communication berasal dari kata
latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama dalam hal
pemaknaan. Komunikasi adalah pertukaran pesan verbal maupun non verbal antara si
pengirim dengan si penerima pesan untuk mengubah tingkah laku. Proses komunikasi
yang terjadi merupakan proses yang timbal balik karena si pengirim dan si penerima
saling mempengaruhi satu sama lain. Sedangkan pengertian yang lain dari komunikasi
adalah memberikan informasi, pesan, gagasan, ide, pikiran, perasaan, kepada orang
lain dengan maksud agar orang lain berpartisipasi yang pada akhirnya informasi,
pesan, gagasan, ide, pikiran, perasaan tersebut menjadi milik bersama antar
komunikator dan komunikan
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa komunikasi adalah proses yang
timbal balik antara si pengirim kepada si penerima yang saling mempengaruhi satu
sama lain dan di dalamnya terdapat informasi, pesan, gagasan, ide, pikiran dan
perasaan. Sedangkan Karti Soeharto (1995: 22) menyebutkan bahwa kemampuan
berkomunikasi adalah kemampuan guru dalam menciptakan ikim komunikatif antara
guru dengan siswa dalam kegiatan pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Oleh sebab itu, pada dasarnya komunikasi sangat sulit dipisahkan dari
kehidupan seseorang, yang bermakna bahwa setiap orang haruslah memiliki skill
komunikasi baik itu secara sadar maupun tidak yakni kemampuan diri dalam
berkomunikasi pada tahap awal. Skill komunikasi sangat dibutuhkan bagi setiap orang
apalagi bagi mereka yang umumnya berbicara didepan khalayak ramai maka skill
komunikasi akan sangat berperan penting dalam tercapainya tujuan penyampaian
pesan yang dilakukan oleh komunikator terhadap komunikan.
Meskipun terlihat biasa yang disebabkan banyak orang berfikir kemampuan
komunikasi akan melekat pada setiap orang, namun pada kenyataannya banyak
masyarakat disekeliling kita yang belum mampu menyampaikan maupun menerima
pesan yang baik dan benar, yang seharusnya menjadi landasan bagi kita untuk dapat
memahami lebih dalam terkait kemampuan berkomunikasi.
2
BAB II
Pembahasan
Salah satu tujuan dari Communication Skill yaitu untuk keunggulan kompetitif karena
communication skill merupakan dasar untuk mencapai keunggulan kompetitif Apabila
manusia mempunyai communication skill yang berkualitas maka akan sangat mendukung
keunggulan kompetitif. untuk dapat berkomunikasi dengan baik dan benar serta dapat
mengembangkan dan memelihara keakraban yang baik antar sesama maka perlu bagi kita
untuk mengetahui beberapa keterampilan dasar dalam berkomunikasi yakni :
a. Harus mampu saling memahami, baik dari pihak komunikator maupun komunikan
harus memiliki pemikirin yang sejalan serta memiliki persepsi yang sama
sehinggainformasi yang disampaikan dapat diterima dengan baik dn benar.
b. Harus mampu mengkomunikasikan pikiran dan perasaan secara tepat dan jelas.
c. Harus mampu menerima dan saling memberi dukungan atau bahkan saling tolong
menolong
d. Harus mampu memecahkan konflik dan bentuk-bentuk masalah pribadi lainnya yang
mungkin muncul dalam komunikasi dengan orang lain, melalui cara-cara yang
konstruktif.(Harapan, 2014)
3
B. Skill Berkomunikasi Antar Pribadi
1. Skill berbicara
Berbicara merupakan sesuatu hal yang sering dilakukan untuk menyampaikan pikiran,
perasaan atau pendapat pada lawan komunikasi secara lisan. Oleh sebab itu menyampaikan
pesan secara lisan bisa juga dinamakan sebagai komunikasi oral/lisan. Tentu setiap orang
memiliki tujuan masing-masing saat berbicara pada orang lain. Tujuan saat berbicara pada
orang lain yaitu untuk mempengaruhi atau meneguhkan sikap, perasaan atau pendapat secara
lisan, dan perilaku pada lawan komunikasi dengan tujuan tertentu.
2. Skill Menyimak
Menyimak juga bisa dikatakan dengan mendengarkan namun mendengarkan berbeda
maknanya dengan mendengar. Mendengar hanya menangkap suara yang masuk ke dalam
gendang telinga misalnya ketika seseorang masuk kedalam mall atau pasar malam dan ia
mendengar berbagai macam bunyi-bunyian tapi kita tidak mendengarkn bunyi-bunyian
tersebut atau tidak terjadi analisis ketika seseorang tersebut mendengar suatu bunyi. Namun
berbeda dengan mendengarkan atau menyimak dimana menyimak lebih dari sekedar
menangkap suara dengan gendang telinga tetapi juga memperhatikan dengan penuh
konsentrasi, menganalisis, mencerna dan merangkai makna bunyi-bunyian yang membentuk
makna tersebut. Dengan demikian, menyimak berarti bukan hanya proses fisik yang
melibatkan gendang telinga melainkan melibatkan segenap diri seseorang yang membuat
seseorang tersebut untuk berkonsentrasi, menganalisis, mencerna, merangkai makna dan
menyimpulkan apa yang dikatakan orang lain.
3. Skill Membaca
Membaca merupakan kegiatan komunikasi yang cukup penting yang mana membaca
merupakan kemampuan dasar yang mesti dimiliki manusia. Adanya program pemberantasan
buta huruf di berbagai negara di dunia menunjukkan bahwa pentingnya kemampuan
membaca untuk meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat. oleh karena itu berbagai
macam kegiatan manusia tidak bisa dilepaskan dari membaca. Termasuk, ketika seseorang
ingin meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya maka membaca merupakan salah satu
cara untuk meningkatkan pengetahuan.
Membaca bukan hanya dilakukan pada taraf komunikasi massa, seperti membaca
koran dan majalah atau running text di layar televisi tetapi juga dalam taraf komunikasi
antarpribadi seperti membaca surat dan SMS. Kita hidup pada zaman di mana banyak
4
komunikasi antarpribadi dilakukan melalui membaca. Orang yang buta aksara tentu tidak
akan mampu saling berkirim SMS atau chatting. Hal tersebut menunjukkan betapa membaca
merupakan bagian penting dari komunikasi antarpribadi.
4. Skill Menulis
Skill dalam membaca sangat berkaitan erat dengan skill menulis. Dimana hubungan
tersebut terlihat ketika seseorang membaca karena ada yang menulis dan begitu juga
sebaliknya seseorang menulis karena ada yang akan membaca. Jika dikaitkan dengan
komunikasi interpribadi maka seseorang tersebut menulisnya terkadang dengan
menggunakan sandi-sandi tertentu sehingga makna tulisan itu hanya dirinya sendirilah yang
memahaminya. Apabila komunikasinya antarpribadi dan bersifat “rahasia” sering kali
digunakan kata-kata tertentu yang maknanya hanya bisa dipahami oleh orang yang terlibat
dalam komunikasi antarpribadi itu.
Menyampaikan pikiran atau perasaan secara tertulis dalam komunikasi antarpribadi
seperti diuraikan saat kita membahas keterampilan membaca tadi, sudah merupakan tuntutan.
Mobilitas sosial yang tinggi dan tersedianya teknologi komunikasi memungkinkan
komunikasi antarpribadi dilakukan dengan menggunakan pesan tertulis. Kini manusia dengan
mudah bergerak dari satu tempat ke tempat lain di dunia ini dan adanya handphone membuat
orang mudah berkomunikasi, termasuk komunikasi antarpribadi, dengan saling berkirim SMS
misalnya.(Cangara, 2006)
Salah satu hal yang perlu kita pertimbangkan dengan baik saat menulis adalah siapa
yang akan membacanya. Ini bisa kita ibaratkan dengan kita berbicara. Pada saat kita
berbicara pada anak kecil, kita hendak mencadel-cadelkan diri. Cara berbicara seperti itu
tentu saja tidak kita lakukan saat kita berbicara dengan orang tua atay seorang remaja.
Artinya, komunikasi yang kita lakukan akan bergantung pada siapa lawan komunikasi kita.
Prinsip ini juga digunakan dalam komunikasi tertulis.
5
C. Kiat Terampil Berkomunikasi Antarpribadi
Kiat-kiat agar dapat terampil dalam berkomunikasi yaitu:
1. Harus disadari mengapa keterampilan berkomunikasi ini penting dikuasai dan
diketahui manfaatnya bagi semua orang. Ketika kita ingin melakukan sesuatu
perlu kiranya kita memahami apa tujuan serta manfaat yang akan kita capai
ketika kita berusaha melakukan suatu proses, begitu pula dengan berproses
dalam hal memiliki kemampuan berkomunikasi. Seseorang harus menimbang
manfaat tujuan yang ingin dia capai dan manfaat apa yang akan dia peroleh
sehingga tidak akan terjadi apa yang kita namakan sebagai pencapaian yang
sia-sia.
2. Harus disadari pula arti keterampilan berkomunikasi dan bentuk-bentuk
komponen perilaku yang perlu dikuasai untuk mewujudkan keterampilan
tersebut.
3. Harus rajin mencari atau menemukan situasi-situasi dimana keterampilan
tersebut dapat diperaktikkan. Yang artinya kita dapat memanfaatkan waktu
dengan lebih baik yakni mempraktikkan secara langsng ketika memiliki
kesempatan hal ini juga merupakan melatih diri yang kemudian menjadi suatu
kebiasaan yang melekat pada diri kita.
4. Tidak boleh segan atau malu meminta bantuan orang lain untuk memantau
upaya serta memberikan penilaian tentang kemajuan yang sudah dicapai
maupun kekurangan yang harus diperbaiki. Dalam berbagai hal pasti
dibutuhkan proses evaluasi dimana menilai kembali apa-apa saja yang sudah
dicapai dan apa-apa saja yang belum sesuai target yang ditentukan, dan dalam
hal ini pastinya kita membutuhkan bantan orang lain demi tercapainya
kemaksimalan dalam proses yang kita lakukan.
5. Tidak boleh bosan belajar atau berlatih, jelas adanya pencapaian yang baik
serta hasil yang memuaskan membutuhka proses yang panjang pula. Pada
fase ini kita dilarang keras dalam bermalas-malasan karena hal ini akan
memberikan efek buruk terhadap target yang ingin dicapai.
6. Keseluruhan latihan tersebut harus dibagi dalam satuan-satuan atau bagian-
bagian tertentu, agar dapat dirasakan keberhasilan usaha yang telah
dikerjakan.yakni pembagian kepada praktikal dilapangan secara langsung
sehingga kemampuan trus-menerus diasah dan pada akhirnya sedikit demi
sedikit kita akan merasakan manfaat yang didapatkan.
6
7. Menemukan lawan komunikasi sebagai proses berlatih.
8. Keterampilan berkomunikasi dengan seluruh komponen atau bagiannya harus
terus-menerus dilatih dan diperaktikkan, sampai akhirnya menjadi bagian
yang tidak dapat dipisahkan dari diri seseorang. Jadi jika seseorang ingin
benar-benar sukses dalam memiliki skill interpersonal maka perlu kiranya
melalui beberapa fase yang dilewati guna memantapkan kemampuan yang
ada pada diri masing-masing orang.(Harapan, 2014)
Komunikasi dikaji serta diteliti disebabkan oleh keingintahuan terhadap efek suatu
jenis komunikasi kepada seseorang. Terhadap suatu pesan yang ingin kita komunikasikan dan
7
juga kita ingin memiliki kemampuan untuk mengetahui efek yang akan timbul kepada
komunikan setelah terjadinya proses komunikasi. Wilbur Schramm menampilkan apa yang ia
sebut “the condition of success in communication”, yakni kondisi yang harus dipenuhi jika
kita menginginkan agar suatu pesan membangkitkan tanggapan yang kita kehendaki.
Dari rumusan diatas tergambar pula bahwa komunikasi juga tidak memandang apapun,
komunikasi hadir untuk semua kalangan termasuk kepada lingkup profesi pustakawan.
8
pustakawan adalah orang yang tertutup. Untuk mengatasi hal tersebut pustakawan
haruslah mampu membangun pola komunikasi yang baik dengan
pemustaka.Komunikasi tersebut dapat berlangsung apabila diantara pustakawan dan
pemustaka memiliki sikap saling terbuka. Dalam situasi seperti itu diantara pelaku
komunikasi (pustakawan dan pemustaka) akan tercipta keterbukaan perasaan dan
pemikiran, serta masing-masing pihak bertanggungjawab atas apa yang
disampaikannya.
b. Perilaku Suportif: Pustakawan dalam hal ini harus dapat menciptakan suasana yang
nyaman bagi pemustakanya. Ia juga harus menunjukkan sikap yang menarik sehingga
mendukung pemustakanya untuk berkomunikasi dengan dirinya. Seringkali kita
jumpai bahwa di perpustakaan, terkadang pemustaka merasa sangat tidak nyaman
untuk berlama-lama di perpustakaan karena mereka merasa terus diawasi oleh
pustakawan. Selain itu juga sering kita temui tulisan-tulisan berupa larangan
bertebaran dilingkungan perpustakaan. Sebagai contoh adalah larangan yang ditempel
di pintu masuk perpustakaan, seperti Dilarang memakai jaket, Dilarang membawa
tas, Dilarang membawa makanan dll. Larangan seperti itu sangat tidak komunikatif
dan menimbulkan kesan negatif terhadap pustakawan dan perpustakaan. Sebenarnya,
larangan yang ada di perpustakaan dapat dikomunikasikan dengan bahasa yang lebih
positif dan terkesan halus seperti, Terimakasih untuk tidak membawa makanan ke
ruang perpustakaan, Terimakasih Untuk tidak merokok di ruangan ini.
c. Perilaku Positif: ketika melayani pemustakanya pustakawan harus memulai
komunikasi terlebih dahulu dengan para pemustaka dengan sikap dan perilaku yang
positif. Seperti contohnya adalah dengan memberikan ucapan selamat datang, ucapan
selamat pagi dsb. Pustakawan harus menempatkan pemustaka sebagai orang penting
yang harus diperlakukan dengan baik. Adapun hal yang dapat dilakukan adalah
dengan cara menyapa pemustaka dengan kata-kata yang baik, sopan disertai dengan
senyuman yang manis. Hal tersebut akan membuat pemustaka merasa dihargai dan
sebaliknya mereka juga akan menghargai pustakawan sebagai profesional yang dapat
diandalkan. Sikap ramah yang ditunjukkan oleh pustakawan ketika melayani
pemustakanya ini akan menumbuhkan kesan postif
d. Empati : Pustakawan haruslah mampu ikut merasakan apa yang dirasakan oleh
pemustakanya tanpa kehilangan jati dirinya. Sebagai contoh adalah ketika pemustaka
sedang mengalami kesulitan dalam mencari jurnal yang akan digunakan sebagai
bahan referensi untuk tugas kuliahnya. Sedangkan jurnal tersebut sangat sulit
9
didapatkan, padahal tugas tersebut harus dikumpulkan dalam waktu dekat. Untuk hal
ini, pustakawan harus berempati terhadap apa yang dialami oleh pemustakanya. Hal
yang dapat dilakukan adalah dengan membantu pemustaka menemukan jurnal yang
dimaksud dengan cepat dan berusaha memberikan informasi terbaik.Pustakawan
harus ikut merasakan bahwa informasi terkait jurnal tersebut sangat dibutuhkan oleh
pemustakanya.
e. Kesamaan: Kesamaan yang dimaksud disini adalah berorientasi terhadapa bagaimana
seorang pustakawan menghormati dan meghargai pemustaka, memandang diri
pemustakanya tanpa melihat dari SARA, jabatan, jenjang penididikan maupun
penampilannya. Artinya pemustaka wajib untuk menghargai pemustakanya tanpa
sayarat apapun. Semua pemustaka adalah pencari informasi yang harus dibantu secara
proporsional, sehingga mereka puas atas layanan informasi yang diberikan. Hal yang
perlu diperhatikan dalam hal ini adalah jangan sampai pustakawan merasa lebih
segalanya dari pemustakanya. Pustakawan harus mampu menempatkan dirinya
sebagai pelayan publik dimana ketika memberikan pelayanan jangan sampai
menggurui pemustakanya. Pustakawan harus menujukkan sikap yang kooperatif
dengan membimbing pemustakanya dan menunjukan bahwa pustakawan dapat
membantumereka tanpa membuat mereka merasa bodoh.
f. Sikap yakin: Pustakawan dalam melayani pemustakanya harus memiliki rasa percaya
diri yang memadai. Sering kita jumpai bahawa pustakawan terkadang masih malu
untuk menunjukkan eksistensi dirinya sebagai seorang pustakawan. Faktor yang
mempengaruhi ketidakpercayaan diri ini beragam, seperti profesi pustakawan yang
masih dianggap sebelah mata, gaji pustakawan yang masih dalam kategori rendah
dibandingkan dengan profesi lainnya, dan masyarakat masih awam dengan profesi
pustakawan. Dari hal ini dapat terlihat bahwa apabila pustakawan tidak memilki rasa
percaya diri akan profesinya maka akibatnya adalah profesi pustakawan semakin tak
diperhitungan dan dianggap remeh oleh masyarakat.
Seiring perkembangan teknologi dan informasi saat ini, sudah saatnya pustakawan
beradaptasi dengan cara mengembangkan kompetensinya baik hard skills yang
berhubungan dengan hal teknis, keterampilan sosial dan juga keterampilan di bidang
teknologi. Sudah saatnya pustakawan menunjukkan eksistensi dirinya bahawa
pustakawan adalah orang yang cerdas, menguasai pekerjaannya dengan baik dan
dapat menjalin komunikasi dengan baik dengan pemustakanya. Untuk merubah
karakter pustakawan yang cenderung pemalu dan tertutup mungkin cukup sulit.
10
Namun hal tersebut dapat diatasi melalui latihan dan usaha yang berkelanjutan. Hal
tersebut nantinya akan membuat masyarakat. percaya bahwapustakawan adalah orang
yang dapat diandalkan untuk mengatasi segala permasalahan ketika pemustaka
membutuhkan informasi.
g. Kebersamaan: Pustakawan dalam hal ini harus mampu menunjukan rasa tertarik
terhadap permasalahan yang dihadapi oleh pemustakanya. Pustakawan juga harus
menunjukan perhatian lebih dan rasa senang dalam membantu pemustakanya. Hal
yang dapat dilakukan oleh pustakawan untuk menunjukkan perhatian dan rasa
tertarinya adalah dengan cara mengekspresikan pesan esan non verbal seperti
memberikan senyuman tulus, tatapan mata yang bersahabat dan juga gesture tubuh
yang ramah. Jika pustakawan mampu melakukan hal tersebut maka pemustaka
nantinya akan semakin bersemangat untuk mengeluarkan unek-unek atau keluh
kesahnya dan mau bertanya kepada pustakawan terkait informasi yang ia butuhkan
ketika mengunjungi perpustakaan. Sehingga nantinya pemustaka yang memilki sikap
pemalu dan yang tadinya enggan untuk bertanya kepada pustakawan akan berubah
menjadi lebih segan bertanya kepada pustakawan.
11
harus memperhatikan apa yang di bicarakan oleh pemustakanya. Bentuk perhatian
tersebut dapat dilakukan denga acara memberikan tanggapan atau feedback yang tepat
dan positif (konstruktif) kepada pemustakanya. Pustakawan juga bertanggungjawab
atas apa yang disampaikan dan dipikirkan, serta harus mampu merangsang lawan
bicara untuk berani terbuka.(Lestari, n.d.)
12
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
Kemampuan berkomunikasi dengan baik dan benar membutuhkan beberapa
proses yang hars dijalani sehingga kita dapat berada pada tahapan yang paling tinggi
yakni memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik serta mahir berperan
didalamnya baik sebagai komunikator maupun komunikan.
Oleh sebab itu, dibutuhkan pemahaman yang baik terkait bagaimana agar kita
memiliki skill komunikasi yang baik dan benar serta mempraktikkan segala tahapan-
tahapan yang telah dipaparkan.
13
Daftar Pustaka
Cangara, H. (2006). Pengantar Ilmu Komunikasi (1st ed.). Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Effendy, O. U. (2003). Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Harapan, E. (2014). Komunikasi Antarpribadi : Prilaku Insani dalam Pendidikan (1st ed.).
Jakarta: Rajawali Pers.
14