Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

FISIOLOGI HEWAN

“Pengamatan Perilaku Makan Dugesia sp”

Disusun Oleh:

Nama : Rona Sabrina

NIM : K4318053

Kelas :C

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2020
Laporan Resmi Praktikum
Fisiologi Hewan

I. JUDUL : Pengamatan Perilaku Makan Dugesia sp


II. TUJUAN : Mengetahui pengaruh makanan terhadap Dugesia sp
III. ALAT DAN BAHAN

Alat Bahan
1. Cawan Petri 1. Dugesia sp
2. Kuas 2. Hati ayam
3. Kertas Label 3. Air sungan tempat asal Dugesia sp
4. Spidol
5. Gunting

IV. CARA KERJA


1. Menuangkan air sungai dari daerah tempat Dugesia sp berasal pada 2 buah
cawan petri
2. Memindahkan 6 ekor Dugesia sp ke dalam cawan petri pertama
3. Memindahkan 5 ekor Dugesia sp ke dalam cawan petri berbeda
4. Memberikan label dan pembeda pada tiap cawan petri
5. Memotong hati ayam dengan gunting sebagai perlakuan untuk salah satu
cawan petri
6. Memberikan perilaku makan pada 6 ekor Dugesia sp pada cawan petri
pertama
7. Mengamati respon Dugesia sp
8. Setelah selesai mengamati, mengganti air bekas perlakuan dengan air yang
baru dan memindahkan pada cawan petri baru kemudian dibiarkan selama
1 hari dengan AC yang menyala
9. Percobaan hari-1 :
a. Mengamati dan mencatat keadaan planaria di kedua cawan petri pada
laporan sementara.
Jumlah planaria yang hidup di cawan petri “MAKAN” = 1
Jumlah planaria yang hidup di cawan petri “PUASA” = 5
b. Memisahkan 2 dari 5 ekor planaria yang dipuasakan pada cawan petri
kedua ke dalam cawan petri lain (cawan petri ketiga)
c. Melanjutkan puasa untuk 3 planaria dalam cawan petri kedua
d. Mengambil 1 planaria di cawan petri “MAKAN” dan memasukkan ke
dalam cawan petri baru dengan label “MAKAN H0”
e. Mengambil 2 planaria dari 5 planaria hidup di cawan petri “PUASA”
dan memasukkan ke dalam cawan petri baru dengan label “MAKAN
H1”
f. Mengambil 3 planaria dari 5 planaria hidup di cawan petri “PUASA”
dan memasukkan ke dalam cawan petri baru dengan label “PUASA
H1”
g. Memotong hati ayam dengan gunting dan memberi cacahan hati ke
dalam cawan petri dengan label “MAKAN”
h. Mengamati dan mencatat pergerakan planaria yang makan
i. Mengganti air pada cawan petri “MAKAN H0 dan H1” tanpa memberi
cacahan hati lagi di semua cawan petri
j. Meletakkan planaria di suhu ruangan ber-AC hingga esok hari
10. Percobaan hari-2 :
a. Mengamati dan mencatat keadaan planaria di kedua cawan petri pada
laporan sementara.
Jumlah planaria yang hidup di cawan petri “MAKAN H0” = 0
Jumlah planaria yang hidup di cawan petri “MAKAN H1” = 2
Jumlah planaria yang hidup di cawan petri “PUASA H1” = 1
b. Memisahkan 1 planaria yang tersisa (2 lainnya mati) yang dipuasakan
dari cawan petri kedua ke dalam cawan petri yang baru
c. Memotong hati ayam dengan gunting dan memberi makan planaria
cawan petri pertama perlakuan makan sejak hari ke-0 dan cawan petri
kedua perlakuan makan dari hari ke-1 dan cawan petri pertama yang
berisi 1 ekor planaria yang diberi makan sejak hari pertama dengan hati
ayam yang telah dipotong-potong dengan gunting
d. Mengamati respon planaria, kemudia mengganti air bekas perlakuan
dengan air yang baru selanjutnya membiarkan selama 1 hari dengan
AC yang menyala
11. Percobaan hari-3 :
Mengamati dan mencatat keadaan planaria cawan petri pada laporan
sementara.
Hasil :
1) Pada perlakuan makan dari hari ke-0 = semua planaria mati
2) Pada perlakuan puasa hari ke-0 dan diberi makan hari ke-1 & 2 =
tersisa 2 planaria yang hidup
3) Perlakuan puasa hari ke-0 & ke-1, makan hari ke-2 = tersisa 1 planaria
yang hidup

V. DATA PENGAMATAN
Hari Perlakuan Jumlah Keterangan
Dipuasakan 6 Respon Gerak tidak terlalu aktif
Hari ke 0 Diberi makan 5 Mendekati makanan dan gerak
tidak terlalu aktif
Dipuasakan 3 Satu planaria mati,tinggal 5 planaria
yang hidup kemudiaan diambil 3
planaria untuk dipuaskan kembali
Respon Gerak tidak terlalu aktif
Diberi makan 1 Mendekati makanan dan gerak
Hari ke 1 H0 dan H1 tidak terlalu aktif
Diberi makan 2 Satu planaria mati,tinggal 5 planaria
H1 yang hidup kemudiaan diambil 2
planaria untuk diberi makan
Respon mendekati makanan dan
gerak tidak terlalu aktif
Diberi makan 1 Dari 3 planaria yang dipuasakan
H2 tinggal 1 planaria yang diberi makan
Respon mendekati makanan dan
gerak tidak terlalu aktif
Diberi makan 0 Mati semua
Hari ke 2 H0,H1&H2
Diberi makan 2 Dari 2 planaria yang diberi makan
H1 dan H2 masih 2 planaria kemudian diberi
makan kembali
Respon mendekati makanan dan
gerak tidak terlalu aktif
Puasa H2 1 Planaria tetap hidup (jumlah
planaria 1)
Hari ke 3
Respon Gerak tidak terlalu aktif
(Pengamatan
Puasa H0,H1 0 Mati semua
tanpa
dan H2
perlakuan/Puasa
Puasa H1 dan 2 Planaria tetap hidup (jumlah
)
H2 planaria 2)
Respon Gerak tidak terlalu aktif

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN


a. Planaria (Dugesia sp)
Cacing planaria biasa disebut dengan istilah Dugesia, hidup bebas di
perairan air tawar yang jernih, lebih suka pada air yang tidak mengalir
(Kimball, 1999). Cacing planaria merupakan cacing pipih yang hidup bebas,
tidak bersifat parasit. Epidermis bersilia dan terdapat banyak kelenjar lendir,
tidak memiliki alat perekat atau alat penghisap. Mulutnya terdapat di bagian
perut (Isnaini, 2006).
Tubuh cacing planaria bersifat fleksibel dapat memanjang, memendek
atau membelok dalam tiap arah. Kepala kira-kira berbentuk segi tiga,
mempunyai dua titik mata dan tiga benjolan yang disebut auriculata. Porus
genitalis terletak di sebelah caudal (Santoso, 2009).
Planaria tubuhnya pipih, lonjong dan lunak dengan panjang tubuh
kira-kira antara 5-25 mm. Bagian anterior (kepala) berbentuk segitiga
tumpul, berpigmen gelap kearah belakang, mempunyai 2 titik mata di
mid dorsal. Titik mata hanya berfungsi untuk membedakan intensitas cahaya
dan belum merupakan alat penglihat yang dapat menghasilkan bayangan
(Soemadji, 1995).
Lubang mulut berada di ventral tubuh agak kearah ekor, berhubungan
dengan pharink (proboscis) berbentuk tubuler dengan dinding berotot,
dapat ditarik dan dijulurkan untuk menangkap makanan. Di bagian
kepala, yaitu bagian samping kanan dan kiri terdapat tonjolan menyerupai
telinga disebut aurikel. Tepat di bawah bagian kepala terdapat tubuh
menyempit, menghubungkan bagian badan dan bagian kepala, disebut
bagian leher. Di sepanjang tubuh bagian ventral diketemukan zona adesif.
Zona adesif menghasilkan lendir liat yang berfungsi untuk melekatkan
tubuh planaria ke permukaan benda yang ditempelinya. Di permukaan
ventral tubuh planaria ditutupi oleh rambut-rambut getar halus, berfungsi
dalam pergerakan (Jasin, 1984).
Menurut Soewolo (2000) cacing planaria merupakan hewan karnivora.
Makanannya berupa hewan-hewan kecil (cacing, crustasea, siput dan
potongan-potongan hewan mati). Cacing planaria dapat hidup tanpa makanan
dalam waktu yang panjang, dengan cara melarutkan organ reproduksi,
parenkim dan ototnya sendiri, sehingga tubuh cacing menyusut. Tubuh yang
menyusut akan mengalami regenerasi jika cacing makan kembali. Ciri khas
pada cacing planaria menurut Soewolo (2000) adalah adanya kelenjar-kelenjar
adesiv yang terletak di bagian ventral merupakan kelenjar-kelenjar yang
berhubungan dengan serabut-serabut otot. Sekresi dari kelenjar ini membantu
hewan untuk berpegangan pada substrat pada waktu berjalan dan menangkap
mangsa.
Cacing planaria mudah diperoleh dengan cara memasukkan sekerat
hati yang masih segar ke dalam air sungai atau genangan air selama beberapa
jam. Jika di dalam air tersebut ada cacing planaria, maka bila hati itu diambil
akan terbawa juga cacing planaria melekat pada hati itu (Isnaini, 2006).
Cacing planaria dapat hidup di daerah sungai Semirang karena memiliki
ketinggian sekitar 750 m diatas laut, suhu berkisar antara 210C– 240C, dengan
arus yang tidak begitu deras dan substrat sungai berupa batu-batuan (Santoso,
2009).
Makanan planaria adalah hewan-hewan kecil atau zat-zat organik
lainnya. Bila planaria dalam keadaan lapar maka akan bergerak secara aktif di
dalam air. Makanan tersebut akan ditangkap oleh faring untuk selanjutnya
dibawa masuk ke dalam mulutnya. Dari bagian mulut makanan akan
diteruskan ke bagian usus yang bercabang tiga, satu ke bagian anterior dan dua
ke bagian posterior. Disini makanan akan dicerna secara ekstraseluler.
Pencernaan selanjutnya dilakukan di dalam sel (intraseluler) dalam vakuola
makanan. Hasil pencernaan makanan akan diteruskan pada sel-sel atau
jaringan lainnya secara difusi. Sisa-sisa pencernaan makanan akan dikeluarkan
kembali melalui mulut.
(Soemadji, 1995).

Kingdom : Animal
Filum : Platyhelminthes
Class : Turbelaria
Ordo :Tricladida
Famili : Planariidae
Genus : Dugesia
Spesies : Dugesia sp
Sumber : https://animaldiversity.org/accounts/Dugesia/classification/

b. Perilaku Makan
Cacing planaria merupakan pemakan makanan yang beraneka ragam (versatile
feeder), ia juga mampu mencari-cari dan memakan bangkai hewan lain yang
telah mati (Sukandar, 2015).
Saluran pencernaan Dugesia sp terdiri dari mulut, faring, dan usus. Hewan ini
tidak mempunyai anus yang umumnya ada pada hewan lainnya. Saluran
pencernaan makanan berawal dari mulut yang terdapat di bagian ventral,
kurang lebih di bagian tengah tubuh. Faring dapat dijulurkan dan berhubungan
dengan anus (rongga gastrovaskuler). Beberapa cacing mempunyai usus yang
bercabang tiga: satu cabang ke arah anterior dan dua cabang ke arah posterior.
Tiap-tiap cabang usus tersebut bercabang lagi ke seluruh tubuh. Ketiga cabang
usus tersebut bergabung kembali di faring. Makanan masuk melalui mulut,
dan hasil pencernaan diedarkan ke seluruh tubuh melalui cabang-cabang usus,
sedangkan sisa makanan yang tidak tercerna dikeluarkan melalui mulut.
(Surtikanti dan Ulfah, 2013).
mRespons gerak planaria terhadap rangsang kimia (kemotaksis) menunjukkan
bahwa planaria akan menuju rangsang makanan yang lebih kuat dan akan
meninggalkan rangsang makanan yang lemah. Saat menuju sumber makanan
planaria berespons rheotaksis positif. (Susintowati, 2012).

c. Hasil Pengamatan (Analisis Kualitatif)


Berdasarkan hasil praktikum, pada hari ke-0 cacing planaria yang diberi
perlakuan makan berjumlah 6 ekor bergerak mendekati makanan yaitu
potongan hati ayam dengan gerakan yang tidak terlalu aktif. Cacing planaria
lebih memilih memakan hati ayam yang telah dipotong karena lebih kecil
ukurannya dan lebih mudah dicerna. Sedangkan planaria yang diberi
perlakuan puasa berjumlah 6 ekor dan bergerak secara tidak aktif juga.
Pada hari ke-1, dari 5 ekor planaria yang diberi perlakuan makan pada hari ke-
0 hanya tersisa 1 ekor planaria saja yang hidup. Kemudian diberi makan
dengan cacahan hati ayam yang dipotong-potong menggunakan gunting dan
planaria bergerak mendekati sumber makanan dengan gerakan yang tidak
aktif. Sedangkan planaria yang diberi perlakuan makan pada hari ke-1, satu
ekor mati tersisa lima planaria yang hidup kemudian diambil 2 ekor untuk
diberi perlakuan makan dan ketika diberi makan pun merespon dengan
bergerak mendekati sumber makanan. Hal tersebut menunjukkan bahwa
cacing planaria memberikan respon rheotaksis positif karena bergerak menuju
sumber makanan dan juga merespon adanya makanan (kemotaksis)
(Dheochand et al, 2018).
Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Susintowati (2012) bahwa
respons gerak planaria terhadap rangsang kimia (kemotaksis) menunjukkan
bahwa planaria akan menuju rangsang makanan yang lebih kuat dan akan
meninggalkan rangsang makanan yang lemah. Saat menuju sumber makanan
planaria berespons rheotaksis positif.
Untuk planaria yang dipuasakan pada hari ke-1, diamati bahwa satu ekor mati,
tersisa 5 planaria yang kemudian diambil 3 ekor untuk dipuasakan lagi.
Pada hari ke-2, jumlah cacing planaria yang diberi perlakuan makan pada hari
ke-0 dan ke-1 berkurang menjadi 0 ekor atau tidak ada yang tersisa karena
mati. Lalu dari 3 ekor planaria yang dipuasakan pada hari ke-0 dan ke-1 hanya
tersisa 1 ekor yang hidup dan 2 ekor lainnya mati. Sedangkan jumlah planaria
yang diberi perlakuan makan pada hari ke-1 dan ke-2 tetap berjumlah 2 ekor.
Kemudian planaria diberi makan potongan hati ayam yang telah dicacah, dan
cacing planaria juga memberikan kemotaksis positif dengan mendekati sumber
makanan.
Pada hari ke-3, semua planaria berjumlah tetap dan diberi pperlakuan puasa.
Jika diamati sampai dengan hari ke-3, cacing planaria yang sebelumnya diberi
perlakuan puasa masih dapat bertahan hidup. Hal ini sesuai menurut
Susintowati (2012) yang menyebutkan bahwa cacing planaria dapat hidup
tanpa makanan dalam waktu yang panjang yaitu dengan cara melarutkan organ
reproduksi, parenkim dan ototnya sendiri, sehingga tubuh cacing menyusut.
Tubuh yang menyusut akan mengalami regenerasi jika cacing mendapatkan
makanan kembali.

VII. KESIMPULAN
Saat menuju sumber makanan, planaria berespons rheotaksis positif. Hasil
praktikum yang diberi perlakuan langsung makan menunjukkan rheotaksis positif
karena menuju sumber makanan dan dapat merespon adanya makanan
(kemotaksis). Planaria lebih memilih potongan hati ayam yang telah dicacah
karena lebih kecil ukurannya dan mudah dicerna. Planaria yang diberi perlakuan
puasa tetap hidup hingga hari ke-3 karena cacing planaria dapat hidup tanpa
makanan dalam dalam waktu yang panjang yaitu dengan cara melarutkan organ
reproduksi, parenkim dan ototnya sendiri, sehingga tubuh cacing menyusut. Tubuh
cacing yang menyusut akan mengalami regenerasi jika cacing mendapatkan
makanan kembali.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Dheochand, Neil., Costello, Mack S., Dheocand, Michelle E. (2018). Behavioral
Research with Planaria. Perspective on Behavior Science, 41(2): 447-464.
Isnaini, Wiwi. (2006). Fisiologi Hewan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Anda mungkin juga menyukai