Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Mengembangkan Kemampuan Utuh Sarjana Atau Profesional
Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Mengembangkan Kemampuan Utuh Sarjana Atau Profesional
Disusun Oleh :
Kelompok 1
Nurhalima 1808521013
ANGKATAN 2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat tuhan yang maha esa. Atas segala rahmatnya kami dapat
menyelesaikan tugas makalah ini hinggga selesai dengan tepat waktu.Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang telah berkontribusi, Baik dengan
memberikan sumbangan secara materi maupun pikiran
Harapan kami semoga makalah kami ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan
teman-teman tentang bagaimana hakikat pendidikan kewarganegaraan dalam
mengembangkan kemampuan utuh sarjana ataupun porposional.untuk kedepannya kami
harap teman-teman semua bias mengkoreksi dan memperbaiki apa yang kurang dari makalah
kami ini baik itu kata pengantar, isi, dan cara penulisan maupun penyampainnya.karena
keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami,kami yakin masih banyak kekurangan
dalam makalah kami, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari teman-teman demi kesempurnaan makalah kami ini.
Akhir kata, kami sampaikan terimaksih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam menyusun makalah ini dari awal sampai akhir.semoga tuhan selalu meridhai segala
usaha kami.Amin.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
Dari rumusan masalah tersebut kami dapat menyimpulkan tujuan dari makalah ini, yaitu :
1.
2.
3.
4.
PEMBAHASAN
Dalam kedudukannya seorang sarjana atau profesional dalam konteks hidup berbangsa
dan bernegara bila memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan perundangan
maka berstatus sebagai warga negara. Konsep warga negara (citizen; citoyen) dalam arti
negara modern atau negara kebangsaan (nation-state) dikenal sejak adanya perjanjian
Westphalia 1648 di Eropa sebagai kesepakatan mengakhiri perang selama 30 tahun di Eropa.
Berbicara warga negara biasanya terkait dengan masalah pemerintahan dan lembaga-lembaga
negara seperti lembaga Dewan Perwakilan Rakyat, Pengadilan, Kepresidenan dan
sebagainya. Dalam pengertian negara modern, istilah “warga negara” dapat berarti warga,
anggota (member) dari sebuah negara. Warga negara adalah anggota dari sekelompok
manusia yang hidup atau tinggal di wilayah hukum tertentu yang memiliki hak dan
kewajiban.
Di Indonesia, istilah “warga negara” adalah terjemahan dari istilah bahasa Belanda,
staatsburger. Selain istilah staatsburger dalam bahasa Belanda dikenal pula istilah
onderdaan. Menurut Soetoprawiro (1996) istilah onderdaan tidak sama dengan warga negara
melainkan bersifat semi warga negara atau kawula negara. Munculnya istiah tersebut karena
Indonesia memiliki budaya kerajaan yang bersifat feodal sehingga dikenal istilah kawula
negara sebagai terjemahan dari onderdaan.
Setelah Indonesia memasuki era kemerdekaan dan era modern, istilah kawula negara telah
mengalami pergeseran. Istilah kawula negara sudah tidak digunakan lagi dalam konteks
kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia saat ini. Istilah “warga negara” dalam
kepustakaan Inggris dikenal dengan istilah “civic”, “citizen”, atau “civicus”. Apabila ditulis
dengan mencantumkan “s” di bagian belakang kata civic mejadi “civics” berarti disiplin ilmu
kewarganegaraan.
Konsep warga negara Indonesia adalah warga negara dalam arti modern, bukan warga
negara seperti pada zaman Yunani Kuno yang hanya meliputi angkatan perang, artis, dan
ilmuwan/filsuf. Menurut undang-undang yang berlaku saat ini, warga negara adalah warga
suatu negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Mereka dapat
meliputi TNI, Polri, petani, pedagang, dan profesi serta kelompok masyarakat lainnya yang
telah memenuhi syarat menurut undang-undang.
Konsep Kewaranegaraan dikaji menjadi tiga yaitu, secara etimologis, yuridis, dan teoritis.
Secara etimologis PKN dibentuk oleh dua kata, yaitu kata “pendidikan” dan kata
“kewarganegaraan”. Dimana menurut Kamus Besar Bhasa Indonesia (KBBI) Pendidikan
adalah proses mengubah sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses; perbuatan; cara
mendidik. Sedangkan menurut UUD No. 20 Tahun 2003 pasal 1 Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Secara konseptual, istilah kewarganegaraan tidak bisa dilepaskan dengan istilah warga
negara. Selanjutnya ia juga berkaitan dengan istilah pendidikan kewarganegaraan. Dalam
literatur Inggris ketiganya dinyatakan dengan istilah citizen, citizenship dan citizenship
education. Hubungan ketiga istilah tersebut dapat kita lihat dari pernyataan yang
dikemukakan oleh John J. Cogan, & Ray Derricott dalam buku Citizenship for the 21st
Century: An International Perspective on Education (1998) berikut ini
A citizen was defined as a ‘constituent member of society’. Citizenship on the other hand,
was said to be a set of characteristics of being a citizen’. And finally, citizenship education
the underlying focal point of a study, was defined as ‘the contribution of education to the
development of those charateristics of a citizen’.
Dan konsep PKn secara teoritis dapat dikaji dari pedapat para ahli, salah satunya menurut
M. Nu’man Somantri (2001) Pendidikan Kewarganegaraan adalah program pendidikan yang
berintikan demokrasi politik yang diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya,
pengaruh-pengaruh positif dari pendidikan sekolah, masyarakat, dan orang tua, yang
kesemuanya itu diproses guna melatih para siswa untuk berpikir kritis, analitis, bersikap dan
bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup demokratis yang berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945.
Karena PKn dianggap penting untuk sutu negara pendidikan kewarganegaraan juga
diajarkan ada negara lain dimana dengan sebutan yang berbeda – beda. Contohnya di USA
disebut dengan Civics, Civic Education , di UK disebut Citizenship Education, di Timteng
disebut Ta’limatul Muwwatanah, Tarbiyatul Watoniyah, di Mexico disebut Educacion
Civicas, di Jerman disebut Sachunterricht , di Australia disebut Civics, Social Studies.
Adanya sejumlah istilah yang digunakan di sejumlah negara menunjukkan bahwa setiap
negara menyelenggarakan pendidikan kewarganegaraan meskipun dengan istilah yang
beragam.
Setiap negara memiliki pendidikan kewarganegaraan yang harus diajarkan kepada peserta
didik karena untuk mewujudkan warga negara yang sadar akan bela negara yang
berlandaskan pemahaman politik kebangsaan, dan kepekaan mengembangkan jati diri dan
moral bangsa dalam perikehidupan bangsa. Dengan mempelajari pendidikan
kewarganegaraan dapat menimbulkan dampak bagi suatu negara khususnya Indonesia,
diantaranya dapat menambah rasa cinta tanah air terhadap bangsa, menghargai sesama
individu dalam perbedaan yaitu beda ras, agama, suku, bahasa daerah dan lain-lain. Dengan
adanya perbedaan yang ada dalam negara Indonesia membuat setiap individu dalam
masyarakat memiliki sifat toleransi misalnya toleransi antar umat beragama yang berbeda.
Bisa di lihat dalam masyarakat sekitar meski adanya perbedaan agama, ras, suku yang
berbeda dalam suatu masyarakat, mereka saling menghargai satu sama yang lain asalkan
tidak menyimpang dari landasan dasar kita pancasila.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan berkaitan erat dengan peran dan kedudukan
serta kepentingan warganegara sebagai individu, anggota keluarga, anggota masyarakat dan
sebagai warga negara Indonesia yang terdidik, serta bertekad dan bersedia untuk
mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari. PPKn dapat sebagai upaya mengembangkan
potensi individu sehingga memiliki wawasan, sikap, dan keterampilan kewarganegaraan yang
memadai dan memungkinkan untuk berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab
dalam berbagai kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sesuai dengan Pancasila
yang merupakan dasar negara dan sebagai filsafat bangsa dan negara
Indonesia yang mengandung makna bahwa dalam setiap aspek kehidupan kebangsaan,
kemasyarakatan dan kenegaraan harus berdasarkan nilai-nilai Ke-Tuhanan, Kemanusiaan,
Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Hal – hal penting yang dapat ditemui dalam materi pendidikan kewarganegaraan adalah,
Pendidikan kewarganegaraan mengajarkan siswa untuk mampu memahami dan
melaksanakan hak dan kewajiban secara sopan santun, jujur, dan demokratis serta ihklas
sebagai warga negara terdidik dalam kehidupannya selaku warganegara Republik Indonesia
yang bertanggung jawab bersama. Ini merupakan hal yang mendasar dalam pelajaran
pendidikan kewarganegaraan. Tanggung jawab sangat penting dalam proses ini. Selain itu
dalam pembelajaran ini dibahas lagi tentang bagaimana kita warga negara untuk ikut dalam
berpolitik. Karena akan kepedulian terhadap politik kita bangsa Indonesia. Tanpa kekacauan
merupakan hal terpenting dalam menjaring hubungan yang baik antara warga dan pemerintah.
PKn juga memberikan pengajaran kepada siswa untuk saling memahami sesama warga
neraga. Saling tenggang rasa, toleransi dan saling menghormati satu sama lainnya. Dan juga
memberikan pengetahuan kepada para siswa dan pelajar mengenai sistem pemerintahan dan
tentang peraturan negara yang berlaku baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Juga
untuk membuka kesadaran kita akan pentingnya bela dan cinta tanah air. Karena kita hidup
disini dan secara bersama.
Suatu kenyataan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) telah mengalami beberapa kali
perubahan, baik tujuan, orientasi, substansi materi, metode pembelajaran bahkan sistem
evaluasi. Semua perubahan tersebut dapat teridentifikasi dari dokumen kurikulum yang pernah
berlaku di Indonesia sejak proklamasi kemerdekaan hingga saat ini.
Dinamika dan Tantangan Pendidikan Kewarganegaraan erat kaitannya dengan
perkembangan sejarah Indonesia. Diantaranya :
a. Pendidikan Kewarganegaraan pertama kali muncul pada tahun 1957 dengan nama
“Kewarganegaraan” yang hanya membahas hak dan kewajiban warga negara serta cara
memperoleh dan kehilangan status kewarganegaraan. Namun sejak munculnya Orde
Baru, isi mata pelajaran ini hampir seluruhnya dibuang karena dianggap idak sesuai lagi
dengan tuntutan yang sedang berkembang.
b. Pada kurikulum 1968, mata pelajaran ini muncul dengan nama “Kewargaan negara”.
sesuai dengan ketetapan MPR No. IV/MPR/1973, mata pelajaran ini diberubah nama
menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP), materi yang sangat dominan disini adalah
mengenai materi P-4.
c. Pada kurikulum 1984 maupun Kurikulum 1994, Pendidikan Moral Pancasila berganti
menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Dalam era reformasi,
tantangan PPKn semakin berat. P4 dipermasalahkan substansinya, karena tidak memberikan
gambaran yang tepat tentang nilai Pancasila sebagai satu kesatuan. Dengan adanya perubahan
UU No. 2 tahun 1989 yang diubah dengan UU No. 2 tahun 2003 tidak dieksplisitkan lagi nama
pendidikan Pancasila, sehingga tinggal Pendidikan Kewarganegaraan.
d. kurikulum 2004 memperkenalkan istilah Pengganti PPKn dengan kewarganegaraan /
pendidikan kewarganegaraan. Perubahan nama ini juga diikuti dengan perubahan isi PKn
yang lebih memperjelas akar keilmuan yakni politik, hukum dan moral. Pada kurikulum
2013 yang baru saja disahkan akhir tahun 2013 lalu, nama pendidikan kewarganegaraan diganti
lagi dengan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Dalam kurikulum tersebut
penekan tentang sikap (afeksi) begitu ditonjolkan.
Secara implisit, setiap konstitusi mensyaratkan kriteria warga negara yang baik karena
setiap konstitusi memiliki ketentuan tentang warga negara. Artinya, konstitusi yang berbeda
akan menentukan profil warga negara yang berbeda. Hal ini akan berdampak pada model
pendidikan kewarganegaraan yang tentunya perlu disesuaikan dengan konstitusi yang
berlaku. Pendidikan kewarganegaraan tidak hanya didasarkan pada konstitusi negara yang
bersangkutan, tetapi juga tergantung pada tuntutan perkembangan zaman dan masa depan.
Misalnya, kecenderungan masa depan bangsa meliputi isu tentang HAM, pelaksanaan
demokrasi, dan lingkungan hidup. Sebagai warga negara muda, mahasiswa perlu memahami,
memiliki kesadaran dan partisipatif terhadap gejala demikian.
Perkiraan Indonesia pada tahun 2045 bangsa Indonesia akan memperingati 100thn
kemerdekaan bangsa Indonesia, karena berdasarkan hasil analisis buku ekonomi yang diterbitkan
oleh Kemendikbud (2013) bangsa Indonesia akan mendapatkan bonus demografi sebagai
modal Indonesia pada tahun 2045. Tahun 2030-2045 indonesia akan mempunyai usia
produktif (15-64thn) yang berlimpah inilah maksut dari bonus denografi tersebut.
Bonus demografi ini merupakan peluang yang harus di tangkap dan harus
diwujudkan bangsa Indonesia. Usia produktif akan mampu berproduksi secara
optimal apabila dipersiapkan dengan baik dan benar, tentunya cara yang paling
strategis adalah melalui pendidikan, termasuk pendidikan kewarganegaraan.
Pernahkan kita berpikir radikal?. Nasib sebuah bangsa tidak di tentukan oleh bangsa
lain melaikan kitalah yang menetukan bansa kita kedepannya akan menjadi seperti apa. Baik
itu mau menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang terhoramat dan di hargai bangsa
lain ataupun sebaliknya. Itusemua tergantung pada kita sebagai bangsa Indonesia itu sendiri.
Demikian pula untuk masa depan PKn sangat ditentukan oleh eksistensi
konstitusi negara dan bangsa Indonesia. PKn akan sangat dipengaruhi oleh konstitusi
yang berlaku dan perkembang sesuai tuntutan kemajuan bangsa. Bahkan yang lebih
penting lagi, akan sangat ditentukan oleh pelaksanaan konstitusi yang berlaku
nantinya.